Bab 1 - Kecantikkan Berlidah Racun dan Bakat Menebak
Saat ini musim semi. Itu disebut sebagai musim pertemuan baru, keduanya bertemu selama waktu yang menentukan ini.
"Um, kurasa dia agak bermasalah, jadi apa kau bisa meninggalkannya?"
“K-Kau siapa? Apa yang kau inginkan?"
“...!”
Lokasinya tepat di luar kawasan perbelanjaan saat matahari terbenam. Pemandangan kota diwarnai warna oranye saat Naoya berdiri di antara seorang pria dan seorang gadis. Bagaimana semuanya berakhir seperti ini? Penjelasannya sederhana. Naoya sedang membersihkan bagian depan toko tempat dia bekerja paruh waktu, dan saat itulah dia melihat keduanya bersama.
Gadis itu mengenakan seragam sekolah yang dimasuki Naoya. Dia memiliki rambut perak mengkilap yang tergerai sampai ke pinggulnya. Naoya tidak tahu karena dia hanya bisa melihat punggungnya, tapi gadis itu memberikan suasana yang cukup bermasalah.
Orang lainnya adalah pria yang mengenakan setelan jas. Namun, rambutnya diwarnai dengan warna yang cukup mencolok serta terdapat tindik yang tergantung di telinganya. Dia sepertinya memanggil gadis itu, yang enggan membalas dengan nada yang memancarkan ketakutan dan kebingungan.
Dia jelas mengganggunya, kan...
Saat Naoya mencapai kesimpulan itu, dia melangkah di antara keduanya. Dia menyadari gadis itu tiba-tiba menjadi lebih tegang dari sebelumnya, tapi dia mengabaikannya untuk saat ini.
“Apa kau bisa berhenti melakukan hal semacam ini di depan toko kami? Kalau masih ngotot juga, aku akan memanggil polisi."
“Hahaha... Aku tidak tahu kesalahpahaman macam apa yang ada di otakmu itu, tapi aku tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan.”
Naoya menatap pria itu dengan kemampuan terbaiknya, yang anehnya membalas dengan senyuman ramah. Tepat setelah itu, pria itu memberikan kartu namanya kepada Naoya. Menilai dari kartu itu, dia tampaknya semacam produser di bisnis hiburan.
“Aku sebenarnya sedang mencari model baru untuk ditampilkan di majalah kami berikutnya. Jika model itu adalah gadis ini, dia pasti akan membuat itu menjadi sesuatu yang besar."
"Kau berbohong."
"...Hah?" Pria itu mengerutkan alisnya, tapi Naoya tidak terlalu peduli.
Dia menatap langsung ke mata pria itu dan menjelaskan kata-katanya.
“Kau tidak benar-benar mencari siapa pun. Kau hanya mencoba untuk mendapatkan wanita."
“M-Memangnya kau punya bukti untuk itu—”
“Aku bisa tahu hanya dengan melihatmu. Tidak peduli seberapa banyak kau mencoba berakting, seseorang tidak dapat menyembunyikan reaksi fisik mereka."
Bagi Naoya, reaksi pria itu sangat sederhana untuk dapat dilihat maksudnya. Pupil matanya terbuka lebih dari biasanya, dan napasnya lebih cepat. Suaranya pecah di sana-sini, bibirnya bergerak-gerak, dan tetesan kecil keringat di dahinya membuatnya terlalu jelas. Mempertimbangkan semua informasi ini, Naoya tidak mengalami kesulitan untuk menemukan kebenaran.
“Kau hanya seorang mahasiswa, kan? Jika aku harus menebak, kau berasal dari wilayah Kansai. Karena kau hanya menghabiskan hari-harimu dengan bermain-main daripada belajar, orang tuamu memotong uang jajanmu, ya.”
“B-Bagaimana kau...!” Wajah pria itu menjadi pucat.
Naoya menebak asalnya karena aksen pria itu. Selain itu, aroma samar-samar alkohol melayang ke hidungnya, dan penampilan usang dari setelan itu mengungkapkan ribuan kata lagi. Ternyata, Naoya tepat sasaran, saat pria itu mulai panik. Itulah mengapa Naoya tidak berhenti begitu saja dan terus menyerang.
"Kau akan bertindak sejauh ini hanya karena tidak ada gadis yang melompat ke dalam upayamu mendapatkan mereka... Mengapa kau tidak memperbaiki penampilanmu secara keseluruhan dan berakting sebelum kau memperhatikan kartu nama palsu itu?"
“Ap... apa yang kau katakan brengsek!” Pria itu berteriak dan meraih kerah Naoya.
Dia mendengar jeritan pelan di punggungnya, tapi itu tidak terlalu mengganggu Naoya.
“Jangan bertingkah sok deh bocah! Kau akan terluka nantinya.”
“Aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu... Juga, apa kau tahu?”
"...Tahu apa?"
“Aku bekerja paruh waktu di toko buku tua ini. Akhir-akhir ini, kami mengalami banyak masalah di sekitar area sini, jadi kami memasang kamera keamanan.” Naoya menggerakkan dagunya untuk menunjuk ke Toko Buku Akaneya.
Di sana, kau bisa melihat lensa kamera keamanan di samping papan reklame, itu langsung diarahkan ke arah mereka. Saat pria itu melihatnya, warna wajahnya berubah lagi. Menanggapi hal itu, Naoya menyeringai.
“Kalau kau memukulku di sini, rekaman di dalam kamera itu akan langsung sampai ke polisi. Jika kau tidak masalah dengan itu, silahkan."
“.........Cih!” Pria itu mendorong Naoya, dan melanjutkan perjalanannya dengan gembira.
Naoya melihatnya pergi dan memperbaiki kerahnya.
"Fiuh, itu hanyalah kamera keamanan palsu, tapi aku masih senang kami memilikinya."
Naoya senang dia telah merepotkan manajer toko untuk memasang itu.
“U-Um...”
“Ah, sekarang sudah tidak apa-apa.”
Dia mendengar seseorang menelan napas di belakang punggungnya. Dia ingin berbalik dan meyakinkan gadis itu, tapi sebuah suara serak memanggilnya dari dalam toko.
“Sasahara-kun! Ini agak mendadak, tapi apa aku bisa menugaskanmu dengan pengiriman? Aku tidak bisa pergi sekarang!"
"Oh, tentu! Aku datang sekarang! Kalau begitu, berhati-hatilah dalam perjalanan pulang!”
"Ah...!"
Pada akhirnya, Naoya tidak bisa memastikan wajah gadis itu dan dengan cepat kembali ke toko. Dia dalam suasana hati yang baik setelah melakukan sesuatu untuk masyarakat.
“Sasahara-kun... ya.”
Itulah mengapa dia tidak pernah membayangkan bahwa gadis yang baru saja dia selamatkan akan menggumamkan namanya seperti itu dan meletakkan tangannya di depan dadanya.
Tatap muka nyata pertama mereka hanya terjadi pada hari berikutnya saat istirahat makan siang. Naoya berjalan menyusuri koridor bersama temannya, lalu seseorang melenggang di depannya.
“Jadi kau Sasahara Naoya-kun. Terima kasih banyak untuk yang kemarin.”
"Hm."
Orang yang melontarkan kata-kata itu dipasangkan dengan nada yang agak arogan dan cukup cantik untuk dilihat. Rambut peraknya mencapai pinggangnya, dan matanya bersinar biru indah seperti permata. Perawakan wajahnya secara keseluruhan terlihat cukup baik untuk langsung keluar dari CG game, dan kulitnya cukup putih untuk terlihat transparan. Namun, tatapan yang dia tujukan pada Naoya cukup tajam untuk merusak citranya.
Tekanan luar biasa yang dipancarkan dari tubuh kecilnya, itu mencapai tingkat di mana kau bisa menyebut itu sebagai niat membunuh, dan cara dia menyilangkan lengannya jelas menambah itu. Bahkan siswa/i yang tidak berhubungan dengan situasi ini menangkap tekanannya, dan mulai berbisik pada diri mereka sendiri. Adapun anak laki-laki yang tampak agak mencolok di sebelah Naoya—Kouno Tatsumi—matanya terbuka lebar karena terkejut.
“Naoya... apakah sesuatu terjadi antara kau dan 'Putri Salju Berbisa'?”
“Ah, ya. Kemarin, kau tahu...” Naoya mengangguk, sedikit membingungkan dirinya sendiri.
Dia tidak bisa melihat wajahnya saat itu, tapi gadis di depannya memiliki rambut perak yang mirip dengan gadis kemarin.
Sejujurnya aku tidak berpikir kalau aku akan bertemu dengannya seperti ini.
Nama gadis itu adalah Shirogane Koyuki. Sama seperti Naoya, dia adalah siswi tahun kedua di Akademi Ootsuki. Dia memiliki penampilan yang cantik serta otak yang diberkati untuk mendukungnya, ditambah dengan kemampuan atletik yang luar biasa, itu membuatnya terdengar seperti manusia super. Namun, julukannya itu jelas memiliki sifat jahat.
“Terima kasih banyak untuk yang kemarin. Aku ingin mengucapkan terima kasih, jadi aku pergi berkeliling mencarimu. Karena kemarin kau memakai seragam sekolah, aku tahu kalau kau juga adalah murid di sekolah ini.”
"Jadi begitu. Tapi, kau tidak harus keluar dari jalanmu seperti itu."
“Itu tidak bisa.” Koyuki menyisir rambut peraknya dengan jari, dan mendengus. “Aku tidak ingin berhutang budi padamu. Kalau bukan untuk itu, aku tidak akan menghampiri anak laki-laki membosankan sepertimu, bukankah begitu?"
"Hah."
Ada satu kecacatan fatal yang dimiliki oleh kecantikan sempurna yang dimiliki Kurogane Koyuki. Singkatnya, lidahnya yang beracun. Beberapa waktu berlalu sejak mereka menjadi siswa/i di sekolah ini, karena banyak anak laki-laki jatuh cinta pada kecantikannya, mencoba menyatakan cinta, tapi masing-masing dari mereka telah terlempar dari ring karena nadanya yang kuat dan keras. Ini membuatnya mendapatkan julukan 'Putri Salju Berbisa'. [Catatam Penerjemah: Namanya Koyuki sebenarnya Shirogane Koyuki (Shiro=Putih), mungkin maksud dari Kurogane (Kuro=Gelap/Hitam), bermaksud pada sifat.]
Akibatnya, cukup banyak penonton yang berkumpul di sekitar mereka menjadi saling berbisik satu sama lain.
"Putri Salju Berbisa itu kasar seperti biasanya..."
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi apakah dia perlu mengatakannya seperti itu?”
Namun anehnya, Koyuki sama sekali tidak merasa terganggu dengan ini. Malahan, tatapannya menjadi lebih tajam saat dia melanjutkan dengan kata-kata dingin.
“Aku sedikit ketakutan kemarin, tapi aku akan mampu mengatasinya sendiri dengan baik. Jadi apa aku bisa memintamu untuk berhenti bertingkah seperti Pangeran Tampan? Aku tidak suka memiliki hutang, kau mengerti."
"Ohh, aku mengerti, aku mengerti." Naoya mengangguk.
Dia jelas mengerti apa yang gadis itu coba katakan.
“Pada dasarnya, kau ingin berterima kasih padaku, jadi setelah kelas berakhir hari ini kau akan mengundangku ke suatu tempat, kan?”
".........Hah?"
"............Hah?"
Tidak hanya Koyuki, tapi seluruh penonton yang menyaksikan mereka juga dibuat bingung. Mereka semua memiliki pandangan, 'Apa sih maksudnya nih orang?' di wajah mereka. Namun, reaksi Koyuki berbeda dengan mereka. Dia tersipu cerah, menjadi gagap saat dia merespon.
“Ap... Apa yang kau bicarakan?! Bagaimana kau bisa sampai pada kesimpulan itu!"
“Maksudku, itu jelas kan.” Naoya berbicara dengan cara berbeda. “Fakta bahwa kau 'ketakutan' mungkin benar. Sisanya hanya kau yang berakting buruk."
“...!”
“Selain itu, kau mengatakan bahwasannya kau tidak ingin memiliki hutang, tapi kau hanya ingin membayarku kembali, kan?”
Ekspresi dan suara Koyuki jujur. Mengambil informasi yang dia kumpulkan dari itu, Naoya tidak mengalami kesulitan untuk mengetahui perasaan aslinya. Saat Koyuki kehilangan kata-kata, Naoya terus mendesak.
“Aku tidak memiliki pekerjaan paruh waktu hari ini. Aku juga tidak perlu khawatir tentang klub mana pun, jadi aku bebas setelah kelas berakhir. Shirogane-san, apa yang harus kita lakukan?”
“S-Sudah kubilang, aku tidak bermaksud seperti itu...!” Koyuki mulai gemetar dan menundukkan wajahnya.
Setelah keheningan singkat, dia berbicara dengan suara gemetar.
“Um... jika kau baik-baik saja dengan itu, maka... a-aku... akan menunggu...”
“Oke, aku mengerti. Kita akan bertemu di gerbang sekolah.”
“...! Kenapa kau mendengarnya dengan baik!? Biasanya kau harus bertindak seperti kau tidak tahu, dan bertanya kepadaku!"
"Yah, kemampuan pendengaranku selalu baik dan berkembang, jadi aku bisa mendengar semuanya dengan baik."
“Ugh...! K-Kau...!”
"Aku?"
“Kau... anak muda yang sangat sehaaaaaaaaaaaaaat!!!” Koyuki meninggalkan kata-kata yang hanya bisa diartikan sebagai pujian dan kabur dengan wajah merah padam.
“Eh, apa yang barusan itu Shirogane-san...?”
“Aku tidak percaya...”
“Kurasa dia memang memiliki bagian yang menggemaskan...”
Begitu dia menghilang, penonton memberikan kesan saat mereka melihatnya dengan mata hangat. Di tengah-tengah itu, Tatsumi menepuk pundak Naoya.
“Keterampilan membaca pikiranmu mengesankan seperti biasa. Tapi, harus kubilang...” Tatsumi menyempitkan suaranya dan melanjutkan seperti dia merasa terganggu oleh sesuatu. “Apa kau benar-benar akan memberi Shirogane-san peringatan yang sama seperti yang selalu kau lakukan?”
"Yah, mungkin itu akan menjadi intinya."
“Sungguh sia-sia, bung. Kau tidak pantas menjadi populer.”
Naoya hanya mengangkat bahu.
Dengan demikian, kelas pun berakhir, dan Koyuki sedang menunggu di gerbang depan. Dia menonjol dengan baik di tengah-tengah siswa yang bingung karena lengannya disilangkan dengan punggung lurus serta matanya menatap dengan tajam.
“Maaf, apa kau menunggu lama?”
"Tidak juga. Kan sudah kubilang, aku tidak suka membuat hutang.” Koyuki menunjukkan ekspresi kesal.
Berbeda dari siang ini, pipinya tidak lagi merah. Dia menunjuk ke arah Naoya dengan jari telunjuknya, memelototinya seperti singa yang memburu mangsanya, dan mengirimkan gelombang tekanan.
“Seperti yang kau katakan hari ini, aku ingin berterima kasih. Tapi, hanya itu saja. Jangan salah paham.”
“Ehhh? Kau sekarang malah meminta untuk jangan salah paham." Naoya dengan jujur menerima tekanan ini dan menunjukkan senyum masam. “Maksudku, aku akan pergi kencan sepulang sekolah dengan gadis cantik, jadi tentu saja aku akan salah paham tentang ini, kau tahu? Aku kan hanya anak SMA biasa.”
“Cant—Kencan!?” Wajah Koyuki memerah seperti ujung sebatang rokok.
Namun, kali ini dia tidak tinggal diam. Tubuh kecilnya bergetar dengan agresif, dan dia memalingkan wajahnya.
“H-Hmpfh... Sanjungan seperti itu tidak akan berhasil padaku. Aku terkejut kau bisa mengatakan sesuatu yang memalukan seperti itu."
“Yah, aku buruk dalam mengekspresikan diriku tanpa menggunakan kata-kata. Aku hanya mengatakan apa pun yang terlintas di pikiranku."
“Begitukah... Aku benci membocorkannya padamu, tapi sebagai kecantikan yang sempurna dari diriku, pujian seperti ini adalah sesuatu yang kudengar setiap hari. Itu sebabnya, kau dapat melanjutkan sebanyak yang kau inginkan.”
“Jadi begitu~”
Dia terdengar apatis, tapi ekspresinya penuh dengan kegembiraan. Mulutnya menyeringai, dan tubuhnya gemetar dengan tidak wajar. Namun, sebelum Naoya bisa mengatakannya, Koyuki sudah berjalan lebih dulu.
“Ayo pergi! Dan juga, jangan bicara sebelum kita sampai ke toko, oke!?”
“Itu kondisi yang rumit untuk kencan.”
“Ini bukan kencan! Diam dan ikuti saja aku!” Tangan Koyuki bergetar karena marah, dan Naoya tidak melihat adanya pilihan lain selain mengikutinya dalam diam.
Murid-murid lain di sekitar menyaksikan ini dengan penuh minat. Fakta bahwa 'Putri Salju Berbisa' mengundang anak SMA yang membosankan berkencan sudah berubah menjadi rumor.
Setelah berjalan sedikit, mereka sampai di jalan perbelanjaan di depan stasiun kereta. Akademi Ootsuki, yang mereka hadiri, berdiri di tengah-tengah distrik pemukiman. Berkat itu, deretan toko di sekitar mereka dipenuhi dengan siswa/i, dan Koyuki memasuki salah satunya. Naoya sendiri tidak mengeluh, jadi mereka memesan beberapa donat serta kopi dan duduk di meja dengan saling berhadapan.
“.........”
Koyuki terus memelototi donatnya, sama sekali tidak membuka mulutnya. Naoya tahu dia pasti gugup, jadi dia mengambil inisiatif.
“Um, apa aku boleh makan satu?”
"......" Koyuki mengangguk dalam diam.
Setelah mendapat izin, Naoya mengambil sebuah donat dan menggigitnya. Tepat saat dia menikmati rasanya...
"Um..." Koyuki membuka mulutnya.
“Hm?”
"Sepertinya kau pandai menebak perasaan orang lain..." Koyuki menatap ke arah Naoya. “Kau mungkin... sudah tahu apa yang ingin kukatakan, kan?”
“Yup, aku tahu dengan baik.” Naoya menghabiskan donatnya dan menyeka jarinya dengan serbet kertas. “Tapi, kau mungkin ingin mengatakannya dengan kata-katamu sendiri, kan? Itu sebabnya aku menunggu."
“Jadi kau tahu sampai sebanyak itu... Apa kau bisa membaca pikiranku atau sesuatu semacam itu?”
"Tidak sama sekali. Aku hanya cukup pandai menebak-nebak."
"'Cukup', ya... Yah, bagaimanapun juga." Koyuki menyipitkan matanya dan mendesah.
Setelah itu, dia menundukkan kepalanya.
“Terima kasih banyak untuk yang kemarin. Kau benar-benar menyelamatkanku.”
"Sama-sama." Naoya menerima kata-kata jujurnya.
Koyuki tampak lega, sekarang dia akhirnya berhasil mengatakan apa yang ingin dia katakan. Dia akhirnya meraih donat dan mulai mengunyah.
“Kau benar-benar aneh.”
“Ah, yah... Aku sering mendengarnya.”
“Ya, kurasa begitu.” Koyuki mengangkat bibirnya untuk tersenyum mengejek. “Anak laki-laki aneh sepertimu biasanya tidak akan pernah bisa minum teh dengan orang sepertiku, jadi anggaplah ini sebagai suatu kehormatan.”
“Maksudku, memang begitu ‘kan. Tidak disangkan kau akan mengatakan 'Aku ingin minum teh dengan Sasahara-kun' seperti ini.”
"Darimana asalnya pemikiran itu!? Aku tidak pernah mengatakan sesuatu yang mendekati itu!" Koyuki mencoba menyangkalnya, tapi wajah merah padamnya menampakkan segalanya.
Saat dia berteriak, dia menarik perhatian dari pelanggan lain di sekitarnya, itu membuatnya menjadi diam dan hanya menatap Naoya yang menyesap kopinya.
“Sungguh, ada yang salah dengan telingamu... Memutar kata-kataku seperti itu...”
“Maksudku, aku bisa dengan mudah menebak apa yang kau pikirkan, Shirogane-san.” Naoya menjawab dengan acuh tak acuh.
Pada kenyataannya, menebak perasaan jujur Koyuki tidaklah sesulit kedengarannya. Baik dari nada suaranya hingga gerakan matanya serta gerakan menyisir rambutnya sendiri, mengamati semua detail kecil ini membantu mengungkap segalanya.
"Sunnguh...? Itu terdenganr mencurigakan untukku.” Tatapan Koyuki tertuju pada Naoya, hanya untuk menunjukkan senyum menggoda.
Dia mengeluarkan koin 100 yen dari dompetnya, dan mengulurkan kedua tangannya ke arah Naoya.
“Kalau begitu, tebak tangan mana yang memegang koin.”
“Ada di atas pangkuanmu, kan?”
".........Benar." Koyuki dengan enggan membuka tangannya, yang hanya memperlihatkan udara kosong.
Dia mengambil koin dari pangkuannya, dan menatap Naoya seperti dia baru saja menyaksikan terjadinya suatu keajaiban.
“Kau benar-benar tajam... Itu mengingatkanku, kau mengetahui bahwa pria itu sebenarnya bukanlah seseorang yang mencoba merekrutku, kan? Apa kau seorang detektif atau sesuatu semacam itu?"
“Detektif SMA hanya ada di anime dan game. Aku hanyalah anak SMA yang rendah hati."
“Seorang anak SMA yang rendah hati tidak bisa melakukan trik seperti itu.” Koyuki menatap Naoya dengan ragu.
Ini bukanlah sikap yang harus diambil terhadap seseorang yang menyelamatkanmu, tapi Naoya tidak terlalu keberatan dan hanya mengangkat bahunya.
“Yah, aku sering mendengarnya. Mereka bertanya padaku tentang keterampilan apa yang kumiliki."
“Itu masuk akal, ya kan? Bagaimana kau bisa mendapatkan keterampilan seperti itu?"
"Itu bukan sesuatu yang khusus." Naoya menunjukkan senyum masam.
Dia tidak melihat adanya kegunaan unutk menyembunyikannya.
“Masalahnya, saat aku masih kecil, ibuku sakit, jadi dia harus terbaring di tempat tidur untuk beberapa waktu.”
“...Eh?” Koyuki menelan nafasnya, bereaksi seperti dia tidak mengira akan itu.
Namun Naoya tidak terganggu olehnya dan terus melanjutkan. Itu terjadi ketika Naoya berusia sekitar enam tahun. Suatu hari ibunya tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Dia akhirnya terbaring di tempat tidur, terhubung ke ventilator dan mesin lain, yang membawanya ke situasi di mana dia menemukan masalah dalam mengungkapkan keinginannya dengan jelas.
Namun Naoya terus mengunjunginya setiap hari dan merawat ibunya. Dia fokus pada ekspresi ibunya, dan suatu hari berhasil membaca apa yang ibunya pikirkan. Hanya dengan tatapan mata saja, kau bisa mengetahui saat seseorang menginginkan sesuatu. Itu memungkinkan Naoya untuk mengurangi beban ibunya walaupun sedikit.
“Nah, itulah yang terbaik yang bisa kulakukan saat itu. Akhirnya, aku menjadi lebih baik dalam memahami pikiran dan keinginan orang lain."
“Begitu... jadi kau melakukannya untuk Ibumu...”
Secara alami, pertanyaan berikutnya yang akan dia tanyakan adalah—
“Jadi... apa... yang ibumu lakukan sekarang...?”
“......Dia pergi ke suatu tempat yang jauh.”
“......!” Wajah Koyuki menjadi pucat.
Di saat yang sama, Naoya melanjutkan dengan tenang.
“Dia mungkin berada di suatu tempat di dekat Laut Karibia.”
"...Hah?"
"Dia mengikuti Ayahku di perjalanan ke luar negeri."
Ibunya telah mencapai keadaan kritis saat itu, tapi pulih secara ajaib, dan sekarang bahkan lebih energik daripada sebelum dia sakit. Berkat itu, orang tuanya menikmati kehidupan pernikahan yang indah di luar negeri. Sejak Naoya menjadi siswa SMA, mereka pada dasarnya bahkan melupakannya.
Mereka akan mengiriminya mail setiap bulan untuk menanyakan kabarnya, tetapi foto-foto yang mereka kirimkan membuat mereka terlihat mesra seperti biasanya. Setelah mendengarkan sampai akhir, Koyuki menggigit donat itu dengan kesal.
“Kenapa kau harus membuatnya terdengar begitu dramatis...!”
“Ahaha, maaf. Itu kelepasan.”
Dia diejek karena memiliki saraf baja. Naoya menunjukkan senyum menggoda, tapi Koyuki tidak terlalu menanggapi itu.
“Hmpf. Setidaknya aku mengerti sekarang. Masuk akal jika kau menjadi orang yang sangat aneh."
“Setidaknya sebut aku spesial.”
“Tidak ada bedanya, kan?” Koyuki menyesap kopinya saat dia membalas.
Kemudian, dia menunjukkan senyum sombong.
“Sayang sekali, bukan. Keterampilanmu tidak akan bekerja melawanku."
“Eh, serius?”
“Serius. Kenapa aku sangat senang minum teh denganmu, serius dah. Aku lebih suka mendengarkan berita lalu lintas di radio sambil minum air keran di rumah.” Koyuki mengangkat bahunya, dan melirik ke arah Naoya. “Namun, karena aku sudah di sini, sebaiknya aku bertanya... Apa ada lebih banyak hal yang kau mengerti tentang aku?”
“Hmm... Cukup banyak kurasa.” Naoya mengangguk.
Dilihat dari kepribadiannya, dia adalah putri tertua. Tangannya yang dominan adalah kanan, tapi dia mungkin bisa menulis dengan tangan kirinya. Dia tipe orang yang bekerja keras dalam bayang-bayang, tapi benci menunjukkan kelemahannya di depan orang lain. Dia memaksakan dirinya untuk minum kopi hitam sekarang, tapi dia mungkin lebih suka kakao dengan banyak krim.
Saat Naoya mengumpulkan informasi ini, ekspresi Koyuki menegang.
Oh, kupikir ini sudah waktunya?
Naoya memutuskan untuk menancapkan paku di peti mati. Ada sesuatu yang cukup menarik dari informasi yang dia kumpulkan dari pengamatannya.
“Misalnya... kau jatuh cinta padaku?”
“Pfffffffffffffffft!” Koyuki menyemburkan kopinya.
Punggungnya meringkuk saat dia terengah-engah, tapi Naoya hanya melihatnya. Yang terjadi selanjutnya adalah Koyuki memelototi Naoya, wajahnya semerah tomat.
“Uhuk, uhuk... Ugh... L-l-lelucon yang bagus, sungguh... Siapa yang aku suka, hm?”
“Eh, apa aku salah?”
“T-Tentu saja!” Dia berteriak dengan suara gemetar.
Tidak hanya seluruh tubuhnya menjadi merah, tapi air mata kecil menumpuk di sudut mata birunya. Namun, dia terus melawan.
“Aku tahu kau menyelamatkanku dari situasi berbahaya, tapi... kecantikan sempurna sepertiku tidak akan pernah jatuh cinta dengan orang aneh sepertimu! Jangan terlalu sombong!"
“Maksudku, jika aku salah, maka itu lebih baik...”
“...Eh?” Mata gadis itu terbuka lebar.
Naoya menggaruk kepalanya dan mendesah.
“Masalahnya, aku punya alasan kenapa aku ikut bersamamu, Shirogane-san.”
"Alasan...?"
“Ya, itu cukup sederhana.” Naoya memperbaiki posturnya untuk melihat langsung ke arah Koyuki.
Dia menarik napas dalam-dalam, dan berbicara dengan suara tenang.
“Biarkan aku jujur padamu, Shirogane-san. Maaf... tapi, aku tidak bisa berpacaran denganmu.”
“......”
Di sana, wajah cantik Koyuki hancur berkeping-keping. Dia mengarahkan wajahnya ke bawah, dan bertanya dengan suara yang hampir tidak bisa didengar.
“Apakah itu... karena kau memiliki orang lain yang kau sukai?”
"Tidak, aku tidak pernah punya pacar seumur hidupku, dan aku tidak tertarik pada siapa pun."
“Kalau begitu, kau hanya tidak menginginkan seseorang yang berkemauan keras sepertiku?”
"Bukan itu juga." Naoya perlahan menggelengkan kepalanya,
Dia sama sekali tidak membenci Koyuki. Malahan, dia senang melihatnya, dan memegang perasaan yang positif terhadapnya. Namun, Naoya memiliki keadaan tertentu yang menghalangi Naoya untuk menerimanya.
“Bukannya kau tidak cukup baik, Shirogane-san. Aku hanya tidak punya niat untuk berpacaran dengan siapa pun."
"...Apa maksudmu?"
“Maksudku, kau tahu bagaimana aku kan. Pada dasarnya aku akan mulai menyelidiki perasaan orang lain. Itulah mengapa, dalam jangka panjang, itu hanya akan menjadi sesuatu yan gmelelahkan.”
Ini bukan pertama kalinya Naoya memberikan bantuan kepada seorang gadis yang membutuhkan bantuan, dan menerima perasaan yang positif sebagai balasannya. Dan, setiap saat, dia kehabisan tenaga. Apa yang dipikirkan orang lain? Apa yang dia harapkan? Naoya menemukan segalanya. Secara alami, dia melihat kebohongan juga.
Berada di pihak penerima emosi kuat seseorang sepanjang waktu, baik itu kasih sayang atau kebencian, itu sangat merobek kondisimu sendiri. Sedemikian rupa sehingga bahkan bisa menghancurkan hatimu. Itu sebabnya, sejak sekolah menengah, sejak seorang gadis yang akrab dengannya mengakui cintanya kepadanya, dia akan segera menolak mereka, mengatakan bahwa dia tidak bisa berpacaran dengan mereka.
Reaksi untuk itu selalu serupa. Mereka marah dan membentaknya, mendidih dalam diam, mulai menangis, dan akhirnya mengambil jarak dari Naoya. Naoya tahu ini salah, tapi...
Ditarik keluar dari ilusi lebih awal akan meninggalkan luka yang lebih ringan.
Dia tidak ingin membuat gadis-gadis itu sedih. Namun, dia memutuskan akan lebih baik bagi mereka untuk ditolak, move on, dan menemukan seseorang yang lebih berharga. Dengan pemikiran seperti ini, dia sampai pada dia yang sekarang. Naoya menatap kopinya, dan melihat dirinya tercermin disana, memberikan senyuman aneh yang pahit.
“Karena itulah, meski kau menyukaiku, Shirogane-san, aku tidak bisa menjawab perasaanmu. Aku ingin kau menyerah padaku secepat mungkin. Dan, jika kau tidak menyukaiku, maka tetaplah menjadi apa adanya.”
“......” Koyuki menjawab dengan diam.
Atau lebih tepatnya, dia mungkin kehilangan kata-kata. Untuk bertahan dari kesunyian, Naoya menyesap kopinya. Namun, rasanya jauh lebih pahit dari sebelumnya. Naoya ingin mengambil gula di atas meja, ketika—
"...Ada apa dengan itu."
“Eh?” Naoya mengangkat kepalanya karena terkejut.
Dia melihat Koyuki yang dengan jelas cemberut saat Koyuki memelototinya. Berkat itu, Naoya berkedip kebingungan. Masuk akal kalau dia akan marah padanya. Namun, di dalam tatapan yang diarahkan padanya, dia tidak bisa merasakan rasa jijik atau benci sama sekali.
Eh kenapa? Biasanya, kau akan membenci orang lain setelah mendengar tentang ini, kan? Kenapa dia tidak membenciku?
Koyuki sepenuhnya mengabaikan Naoya yang membeku dan berbicara bahkan tanpa mencoba menyembunyikan ketidakpuasannya.
“Hmpf. Aku sama sekali tidak menyukaimu? Aku tidak berpikir ada yang istimewa darimu. Dan, aku memiliki hak untuk memutuskan perasaanku sendiri."
"Y-yah, itu benar, tapi... Kau pasti membenci pria sepertiku, yang selalu mengatakan apa yang dia inginkan, kan?” Kata Naoya, hampir mengharapkan tanggapan positif.
Itu sebabnya dia melanjutkan.
“Ngomong-ngomong, itu bukan hanya pikiranmu. Aku bisa menebak berat dan tree size-mu hanya dengan melihatmu."
“Oh benarkah? Ada apa dengan itu? Kau bisa mengetahuinya dengan timbangan dan pita pengukur, kau tahu? Apa menurutmu kau lebih baik dari alat ukur itu?”
“Eh... Maksudku, tidak juga, tapi...?” Naoya tergagap menghadapi perkembangan mendadak ini.
Koyuki jatuh cinta pada wajah Naoya yang dia tunjukkan di luar. Sekarang setelah dia mengetahui tentang Naoya yang asli, dia akan kecewa—atau begitulah seharusnya.
Mengapa perasaannya terhadapku tidak menghilang...?
Ini adalah pertama kalinya hal seperti ini terjadi. Naoya menjadi lebih bingung terutama karena dia belajar lebih banyak tentang orang tersebut.
“Hmpf. Jadi kau akan dengan paksa mencoba membuatku menyerah, aku mengerti. Jika kau melalui jalur itu... maka aku punya rencanaku sendiri, Sasahara-kun.”
"A-Apa maksudmu?"
“Dengarkan baik-baik.” Koyuki menarik napas dalam-dalam, dan menunjuk ke arahnya. “Aku... akan membuatmu jatuh cinta padaku!”
"Hah...?" Naoya berkedip bingung.
Tepat setelah itu, Koyuki menunjukkan senyum cerah.
“Aku memahami pendirianmu. Tapi, aku tidak akan menyerah hanya dengan 'Oke, aku mengerti'” Koyuki tidak mundur satu langkah pun.
Justru, kehadirannya malah dipenuhi dengan tekanan begitu dia berdiri.
“Aku sama sekali tidak takut dengan seberapa banyak kau mencoba membaca hatiku. Aku tidak akan terluka hanya karena kau yang keras kepala. Malahan, aku akan mendekatimu dan membuatmu jatuh cinta padaku! Sekadar memberi tahu, itu tentunya tidak seperti aku memiliki perasaan untukmu, jadi jangan salah paham!"
"Astaga! Kau cukup menyukaiku, kan!?” Naoya bahkan tidak perlu membaca isi hatinya untuk memahami itu.
Pada dasarnya, Koyuki tidak berencana untuk menyerah. Gairah yang ditularkan darinya adalah yang sebenarnya, bahkan membuat Naoya terhuyung-huyung.
“Um... Aku mengerti perasaanmu, tapi... bukankah kau akan bisa mendapatkan pacar yang lebih baik?”
“Memberi tahu gadis yang mencoba memenangkanmu untuk mencari pacar lain adalah melanggar aturan.” Dia memelototi Naoya dan mendesah. “Belum lagi... aku sendiri juga cukup aneh...”
"Kau? Mengapa?"
“Apa kau tidak tahu? Mereka memanggilku 'Putri Salju Berbisa'..." Koyuki mengangkat bahunya.
Rupanya, dia telah memahami ini.
“Kau sendiri bisa melihat kepribadianku. Aku tidak punya teman atau orang yang peduli terhadapku. Aku sendiri sangat aneh, tidak teralalu berbeda darimu."
"Yah, aku memang mendengar rumor..."
“Tentu kau akan mendengarnya. Yah, salah satu alasannya mungkin karena aku sangat cantik. Masyarakat rendahan itu hanya iri."
"Ya...?"
Sekitar 60% adalah kebenaran, tapi 30% yang solid adalah aktingnya yang tangguh. Naoya dengan mudah menangkap rasa malunya terhadap kata-katanya sendiri. Tidak seperti dia harus mengatakan hal seperti itu jika dia benar-benar malu. Naoya memutuskan untuk mengabaikannya saat Koyuki berdehem.
“Bagaimanapun, begitulah. Untuk mengimbangi, aku membutuhkan seseorang yang sama anehnya denganku. Kau hampir tidak dalam kisaran yang dapat diterima, jadi aku memilihmu. Lebih baik kau berterima kasih padaku.” Dia menyipitkan matanya dan menjilat bibirnya.
Lidahnya memiliki nada merah yang tenang, mengingatkan Naoya pada laba-laba berbisa yang membidik laki-laki.
“Aku pasti akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku akan membuatmu tergila-gila padaku sehingga kaulah yang akan mengakui perasaanmu. Fufu... Seseorang sepertimu seharusnya berlutut di depanku.”
“Eh... Um... O-Oke?” Naoya dengan canggung mengalihkan pandangannya.
Bukan karena jantung Naoya berdetak lebih cepat atau apa pun. Sebaliknya, dia menangkap arti di balik kata-kata Koyuki, yang justru membuatnya bingung.
Dia ingin bersama Naoya. Dia ingin tahu tentang hal-hal yang Naoya suka dan tidak suka. Dia ingin berjalan kaki ke dan dari sekolah, dan menghabiskan waktu bersama selama hari libur mereka. Pergi kencan bersama di taman hiburan... dan seterusnya, dan seterusnya.
Bertemu dengan perasaan murni ini, Naoya menelan ludah.
Dia serius...! Dia benar-benar mencintaiku!?
Belum lagi perasaan ini lebih kuat dari yang pernah Naoya lihat. Dia menyadari bahwa itu tidak akan terguncang atau dihancurkan dengan mudah. Naoya hanya bisa menjawab dengan diam saat Koyuki menunjukkan respon yang arogan, terdengar seperti dia yakin akan kemenangannya.
“Hehe, sebaiknya kau bersiap-siap. Mulai besok, aku akan bermain denganmu sesuka hatiku.”
"Bermainlah denganku, ya..." Naoya memikirkan kata-kata itu sejenak. “Jika kau serius, maka... itu akan sangat merepotkan.”
"Benar, benar? Semua orang pasti akan terburu oleh gadis secantik diriku—"
"Ya. Aku mungkin benar-benar akan jatuh cinta padamu."
“Aku tahu—Eh!?” Koyuki menjerit di hadapan pengakuan Naoya yang tiba-tiba.
Orang-orang di sekitarnya sepertinya sudah terbiasa dengan tanggapannya, karena mereka hanya mengamati pemandangan dengan tatapan hangat. Koyuki pada akhirnya tidak mempermasalahkan itu sama sekali, diam-diam dis gemetar.
Tiba-tiba, dia mengarahkan jari telunjuknya pada Naoya.
“A-Apa yang tiba-tiba kau katakan! Kau baru saja bilang kalau kau tidak punya niat untuk berpacaran dengan siapa pun... Apa kau bisa berhenti dengan lelucon burukmu itu!?”
"Maaf, tapi aku sangat serius." Naoya mengangkat bahunya.
Sampai sekarang, Naoya tidak pernah terlalu memikirkan pacaran. Alasannya sederhana, karena itu membuatnya lelah untuk memikirkan pihak lain dan menebak pikiran mereka sepanjang waktu. Namun...
“Untuk beberapa alasan... Kurasa aku tidak keberatan membaca hatimu sepanjang waktu, Shirogane-san... Sungguh menyenangkan melihatmu atau sesuatu semacam itu. Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini...”
Sejauh ini, setiap Naoya diberi perasaan yang positif, itu membuatnya merasa perutnya tidak enak. Namun, hal semacam itu tidak terjadi pada Koyuki. Malahan, dia merasa ingin lebih bersamanya, melihat segala macam ekspresi yang tidak dilihat orang lain. Baginya, dunianya seperti terbalik.
“Belum lagi kau tidak menjauh meskipun aku orang aneh, dan kau bahkan tetap menyukaiku. Selain itu, kau imut, dan bersamamu itu menyenangkan. Justru, akan aneh jika aku tidak jatuh cinta padamu, kan?”
“Eek... K-Kenapa kau tiba-tiba begitu ambisius!?”
"Maksudku, aku hanya mengatakan apa pun yang terlintas di pikiranku."
“Ada batasan untuk itu!” Koyuki membalas saat dia berteriak.
Namun, Naoya tidak merasa terganggu dengan ini dan dia terus menunjukkan isi hatinya.
“Jika kau menyerangku lebih dari ini, aku mungkin benar-benar akan jatuh cinta padamu. Hanya karena penasaran, pola serangan seperti apa yang kau pikirkan?”
“E-Eh !? U-Um...” Koyuki mengalihkan pandangannya dan mulai bergumam. “B-Bertemu denganmu di pagi hari... pergi ke sekolah bersama... pulang bersama... minum teh bersama seperti ini... misalnya?”
"Ya ampun, aku pasti akan jatuh cinta padamu kalau seperti itu."
“B-Benarkah!?”
"Ya. Aku akan mengembangkan perasaan pada tingkat yang sama dengan yang kau miliki untukku, malah mungin akan lebih. "
“S-sudah kubilang... ini tidak seperti aku menyukaimu! Jangan membuatku mengulangi perkataanku!”
Untuk sesaat, wajah Koyuki bersinar dalam kebahagiaan dan langsung berubah menjadi cemberut. Setelah itu, dia mengalihkan wajahnya.
“Hmpf! Kau bisa mencoba menggodaku seperti itu, tapi aku tidak semudah itu. Lebih dari itu, maka aku akan benar-benar marah."
“Sekali lagi, aku serius... Ahh, aku mengerti.” Naoya menepuk tangannya.
Koyuki menyukai Naoya. Jika Naoya mulai menyukai Koyuki, mereka akan sampai pada cinta timbal balik. Namun, mengapa dia berhati-hati? Naoya tidak yakin dengan jawabannya, tapi sekarang itu sudah sejelas siang.
“Kau khawatir karena aku mengatakannya tanpa bukti, kan? Tidak tahu apakah aku serius atau tidak."
“Ugh... kau... tidak sepenuhnya salah, tapi tetap saja!”
“Baiklah, kalau begitu semuanya sederhana.” Naoya mendorong tubuhnya ke depan dan meraih tangan Koyuki di atas meja.
Koyuki menjerit dan mulai tersipu. Namun Naoya tidak peduli dengan itu dan meraih tangan kecilnya dengan kedua tangannya.
“Tolong perlakukan aku dengan baik mulai sekarang, Shirogane-san. Aku akan memastikan untuk jatuh cinta padamu juga."
“S-Sudah kubilang...!” Koyuki gemetar karena marah dan meninggikan suaranya. “Aku tidak memikirkan apapun tentangmu, jadi jangan bersikap terlalu konsekuen!”
“Menggigit lidahmu pada saat yang genting, sungguh imut.”
“Gaaaahh...!” Koyuki mulai menangis karena godaan Naoya.
Dengan ini, tirai terangkat pada pertempuran mereka.
Mantap
ReplyDeleteThank update nya
Semangat min
Ayo min update lagi dan entah kenapa gue ngerasa mcnya mirip hachiman soal sifat menebak kepribadian orang lain
ReplyDeletesemangat min. ini lucu skali haha
ReplyDeleteTerlalu peka mcnya
ReplyDeletePekany terlalu Over
DeleteSangat Peka
DeleteNice
ReplyDeleteasupan gula again
ReplyDeleteasupan gula again
ReplyDeleteIni pengganti because i like you?
ReplyDeleteAyanokoji :v
ReplyDeletekok unyu banget sih, ga nyesel dari liat manga langsung lari kesini.
ReplyDeleteThanks for the chapter
semangat min
harusnya semua MC kek gini kalo ngadepin Heroine Tsun~tsun
ReplyDelete