Bab 1 - Saotome-san Tidak Bisa Pulang
Seorang wanita dengan rambut hitam panjang berdiri di koridor apartemen pada malam yang sedang turun hujan.
Aku benar-benar terkejut. Aku baru saja akan berteriak untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun di suatu adegan yang terlalu intens untuk pukul 2 tengah malam setelah jam kerja lembur, tapi aku tidak asing dengan setelan yang dia kenakan.
“Kau adalah tetanggaku, Saotome-san kan?”
“Eh, Abah, si tetangga.... Maaf, tapi ya, aku Saotome.”
Setelah sedikit terkejut, sambil memindahkan rambutnya yang menempel di wajahnya akibat basah kuyup oleh hujan, dia berbalik ke arahku. Yap, dia memang tetanggaku yang bernama Saotome-san.
Tidak ada apa pun di antara kami selain menjadi tetangga, tapi sepertinya dia mengingat wajahku.
Meskipun aku mengerti “Eh” tapi “Abah” adalah sesuatu yang baru.
“Apa kau baru kembali dari tempat kerja? Kau bekerja lembur juga?“
“Ya, sesekali.”
Sesekali?
Berdiri sambil basah kuyup adalah satu hal, dan ada banyak hal lain yang membuatku penasaran, tapi kupikir aku tidak harus ikut campur ke dalamnya. Aku putuskan untuk pulang, lagian besok juga ada pekerjaan.
“Baiklah, selamat malam.”
“Ah, ya, selamat malam.”
Aku mengambil kunciku, lalu memasukkannya ke lubang kunci. Setelah memutarnya, pintu pun terbuka. Dari sana, yang menyambutku adalah ruangan minimalis dengan laptop dan pot tanaman kaktus.
Ini adalah alur tindakan yang dilakukan semua penyewa di apartemen ini, tapi sepertinya Saotome-san tidak berusaha melakukannya, karena dia hanya berdiri di depan pintunya dan menatap itu.
Mungkinkah.
“Apa kau kehilangan kunci apartemenmu?”
“Ah, tidak, aku tidak kehilangannya.”
Kupikir itu adalah skenario umum, tapi sepertinya aku salah.
“Aku meninggalkannya di tempat kerjaku, yang jaraknya tiga jam dari sini......”
“Bukankah itu sama saja? Jadi, apa kau akan berdiri di sini tanpa mencoba melakukan apa pun?“
"Maaf......"
“Bahkan jika kau meminta maaf apdaku..... Apa kau sudah mencoba menelepon tempat dimana kau meninggalkan kuncimu?”
Jadi aku bertanya secara tiba-tiba, meski sudah pukul 2 am. Tidak termasuk budak perusahaan sepertiku, semua orang harusnya sudah tidur.
“Baik ponsel dan dompetku ada di tas yang kutinggalkan.... Jadi aku tidak dapat menggunakan telepon umum, dan bahkan jika aku dapat menggunakan telepon umum, tidak ada yang akan menjawab panggilan itu...“
“Yah, bahkan jika seseorang menjawab, itu tidak seperti kau bisa mendapatkan tas itu dalam hal ini.”
"Iya....."
Saotome-san mengangguk sambil gemetar. Dia memiliki ekspresi yang membuatnya terlihat seperti anak yang hilang di mal.
Aku bertemu Saotome-san untuk pertama kalinya ketika aku pindah ke apartemen ini saat musim semi ini. Aku senang tetanggaku adalah seorang wanita cantik, tapi karena jadwal yang ketat di tempat kerja, aku tidak bisa pulang ketika semua orang masih beraktifitas. Tapi setelah benar-benar berbicara dengannya, tidak disangka dia adalah orang yang seperti ini.....
“Untuk saat ini, jika kau tetap seperti itu, kau akan masuk angin. Aku akan meminjamkan uang kepadamu, jadi bermalamlah di suatu hotel.“
“T-tapi aku tidak bisa menerima itu.”
“Aku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja. Aku akan mengambil handuk, jadi sementara kita menunggu taksi, bisakah kau menyeka rambutmu? Apa itu baik-baik saja?”
"Iya. Terima kasih banyak."
Aku biasanya tidak meminjamkan uang, tapi dalam kasus ini, ya mau bagaimana lagi.
Setelah aku masuk ke rumahku untuk mengambil handuk, aku melihat kembali ke arah Saotome-san, dan dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa. [Catatan Penerjemah: Kalimat aslinya adalah "Dia terus menutup dan membuka mulutnya."]
Aku mengira bahwa mungkin saja dia berpikir kalau dia belum mengungkapkan rasa terima kasih yang cukup, tapi sepertinya bukan itu masalahnya.
“Saotome-san.”
“Abah, Ya!”
“Tarik napas~”
“Suuu”
“Hembuskan~”
“Haaa”
“Tarik napas dalam-dalam~”
“Suuuuu”
“Hembuskan sekaligus~”
“Haaaaa”
Bernapas dalam-dalam itu bagus. Itu bisa menenangkan seseorang dalam waktu singkat. Dan itu gratis.
“Baiklah, gunakan ini.”
“Yah, aku punya pekerjaan penting besok.”
"Oke."
“Bahan dan materi yang dibutuhkan ada di rumah.”
"Oke?"
“Jika aku tidak memiliki itu, perusahaan kami, mungkin runtuh.”
“Bukankah kau dalam keadaan darurat?!”
Aku mengatakan itu dengan suara keras setelah menyadari situasinya lebih serius dari yang aku kira, lalu aku pun melihat sekeliling dengan gugup. Aku senang tidak ada yang bangun karena suaraku.
Yah, karena ini masalahnya, mau bagaimana lagi.
“Saotome-san, apa kau meletakkan sesuatu di berandamu?”
“? Tidak, seharusnya tidak ada.“
“Aku akan melompat dari berandaku ke berandamu, kemudian memecahkan jendela untuk masuk ke dalam dan setelah itu membuka pintu. Apa itu tidak masalah untukmu?“
“Eh, Ehhh!?”
Apa yang mengejutkan Saotome-san mungkin karena tindakan memecahkan jendela dan melompat dari beranda di lantai enam.
Namun, tidak ada cara lain (satu minggu dari hari itu, aku mengetahui bahwa ada toko pembuka kunci dengan layanan 24 jam. Ketika aku mengetahuinya, tubuhku kehilangan semua kekuatannya. Tapi itu cerita untuk lain waktu.)
Yang terpenting, aku sama sekali tidak mau membiarkan orang berdiam diri karena kehilangan kunci rumah di depan rumahku.
“Untuk saat ini, aku akan masuk. Jika kau adalah pemilik tempat itu, maka tidak akan ada yang menyusahkan nantinya.”
“T-tapi, itu berbahaya...”
“Yah, aku hanya perlu menyelipkan tangan dan kakiku di antara partisi, jadi tidak perlu khawatir. Bahkan jika hujan tidak akan sesulit itu.“
“Jika itu masalahnya, maka aku yang akan melakukannya.”
“Tidak, kau tidak boleh.”
Aku langsung menolak.
Maaf, tapi aku tidak bisa membayangkan Saotome-san melompat dari satu beranda ke beranda lain. Jika dia jatuh, hantu berambut hitam mungkin akan muncul di kamarku.
"Sebagai tambahan."
"Ada yang lain?"
“Ajku belum, membersihkan tempat.....”
“Bagaimanapun, aku akan masuk. Tadaima,” [Catatan Penerjemah: Tadaima = Aku pulang.]
“Tung-tunggu. Bukannya Ojamashimasu?“ [Catatan Penerjemah: Ojamashimasu = Permisi.]
Meskipun kamarku bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, tapi untungnya ada beberapa barang dan peralatan. Dari kamar yang hampir kosong itu, aku mengambil beberapa peralatan yang kuperlukan, lalu membuka jendela. Sedikit hujan masuk dari jendela yang terbuka.
“Ini rencananya. Aku akan memecahkan jendela, masuk ke delam, lalu dari dalam aku akan membuka pintu. Apakah itu baik-baik saja?“
“Y, ya tolong. Tapi jika itu tampak tidak mungkin, tolong segera menyerah.”
Aku mengangguk pada Saotome-san yang menundukkan kepalanya, setelah itu aku melangkah ke beranda. Hujan turun serta angin bertiup, dan itu membuatku merasa sedikit takut, tapi aku mengumpulkan keberanianku, mencengkeram pegangan dan mendorong tubuhku.
“Ah, Abababababah.”
.....Aku mendengar jeritan menarik dari Saotome-san di belakangku.
“Kalau begitu, aku pergi.”
“Y-Ya!”
“Oof!”
Meski berada di ketinggian lantai 6, jarak antar beranda tidak terlalu jauh. Aku meletakkan kakiku di atas, meluncurkannya ke beranda Saotome-san, memutar tubuhku lalu mundur dengan cepat. Semua itu terjadi dalam tiga detik, tapi aku merasa seperti waktu telah berlalu selama 30 detik.
Untuk menenangkan pikiranku, aku menarik napas dalam-dalam. Seperti yang dia katakan, tidak ada apa pun di beranda kecuali unit AC.
“K-kau baik-baik saja?”
"Ya, aku baik-baik saja."
“Wo~w. Dia masih muda.“
Evaluasi macam apa itu untuk pria yang sudah berusia pertengahan dua puluhan, Saotome-san?
“Aku akan mulai memecahkan jendela, apa kau bisa menunggu di depan pintumu?”
Setelah menjawab suara yang kudengar dari partisi, aku mengambil peralatan dari sakuku.
Sarung tangan, selotip karet, dan linggis. Itu saja.
“Seka kelembapan dari jendela, tempelkan selotip yang melekat, lalu kenakan sarung tangan.”
Tutupi area di sekitar lubang kunci dengan selotip karet. Aku belajar sebelumnya bahwa melakukan itu akan mengurangi jumlah pecahan yang akan jatuh. Karena itu juga memiliki efek peredaman suara, risiko menjadi berisik juga akan berkurang.
Sekian untuk persiapannya. Yang tersisa adalah.
“Seperti dihantam oleh bola. Pecahlah!"
Baiklah, ayo katakan hasilnya. Kaca jendela itu, ternyata lebih keras dari yang diduga.
"Tanganku.... Tanganku....“
Aku menyokong tanganku yang mati rasa. Kupikir akan mudah, dimana itu akan aku pecahkan dalam sekejap. Tapi karena aku sudah sampai di sini dan Saotome-san menunggu di depan pintu, menyerah adalah hal yang memalukan.
“Hoi! Hoi!“
Aku merasa ada retakan yang terbentuk.
“Hoi!”
Setelah tiga pukulan dengan kekuatan penuh, kaca yang dibuat dengan ilmu pengetahuan masa kini--pecah. Seperti dugaan dan seperti yang direncakan, pecahan tidak terlalu banyak jatuh dan menempel di sisi lengket selotip.
Sambil berhati-hati terhadap serpihan yang tajam, aku pun membuka jendela. Aku senang tidak ada badai, kalau tidak ini akan menjadi sesuatu yang sulit.
Jadi, setelah masuk ke kamar Saotome-san, apa yang kulihat sedikit di luar bayanganku.
“Uwoaah.”
Sekelompok kotak karton menutupi lantai. Rak buku dan lemari hampir kosong. Dan ada banyak botol plastik yang sudah kosong.
Sepertinya dia hanya membongkar barang yang benar-benar dia butuhkan, dan tinggal di ruang yang masih kosong. Sedangkan untuk botol plastiknya, sepertinya dia meninggalkannya begitu saja setelah menghabiskan isinya. Meskipun tidak terlihat terlalu buruk karena tutupnya masih terpasang. Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, itu buruk.
“Yah. Meski begitu aku sama sekali tidak peduli.“
Kupikir ruangan seorang wanita cantik berambut hitam akan terlihat modern dan elegan. Tunggu, yah ini memang terlihat modern dengan cara lain.
*PinPoon~*
“Ano~, Apa kau bisa masuk ke dalam?”
Pikiranku, yang membeku setelah melihat skenario yang tidak terduga, dicairkan kembali oleh suara interkom. Aku benar-benar lupa bahwa Saotome-san, sang pemilik kamar unik ini, ada di depan pintu.
“Y, ya aku sudah di dalam. Aku akan membuka pintu sekarang.”
Membuka kunci lalu membuka pintu, aku melihat Saotome-san yang gelisah, yang telah menunggu dengan cemas. Melihatnya seperti ini, dia benar-benar terlihat kekanak-kanakan.
“Kau melihatnya, kan?”
Dia bertanya padaku dengan tatapan ke atas, meskipun aku tahu apa yang dia bicarakan tanpa harus bertanya tentang itu.
“Yah, kupikir kau hidup dengan cukup efisien.”
Wajah Saotome-san yang memiliki semburat biru tiba-tiba memerah sampai ke telinganya.
Aku mencoba untuk menyelesaikan semuanya dengan cepat, tapi tampaknya melakukan itu menyebabkan kerusakan ekstra padanya.
“Uuu...”
“Untuk saat ini, masuklah. Aku akan pergi setelah menutup lubang dengan selotip.”
Aku menarik Saotome-san yang sedang cemberut. Tangan kecilnya membeku, membuatku menyadari bahwa dia telah cukup lama menunggu di luar.
“Mandi atau lakukanklah sesuatu, jika tidak kau akan masuk angin. Semuanya akan sia-sia jika kau masuk angin.“
"Ya.... aku pulang.... “
“Selamat datang kembali. Bukankah ini adalah hari yang berat?“
“......!?”
Karena jawabanku yang acuh tak acuh, Saotome-san, yang mencoba melepas sepatu hak hitamnya, tiba-tiba berhenti bergerak.
“A-Aku pulang.”
“Eh? Selamat datang kembali?“
Untuk beberapa alasan dia mengatakan itu sekali lagi, jadi aku menjawabnya sekali lagi.
“Aku pulang.”
“Selamat datang kembali.”
“Aku pulang.”
“Selamat datang kemabali.”
Sepertinya dia menyukainya.
Tidak, aku tahu ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, tapi fakta bahwa dia terus mengulanginya membuatku yakin dia menyukainya.
“Sudah 10 tahun sejak seseorang mengatakan itu padaku.”
Sepertinya dia sangat menyukainya.
“Yah, seperti yang diharapkan. Jika kau tinggal sendiri, tidak ada yang akan mengatakan itu kepadamu.“
“A-apa kita bisa melakukannya lagi?”
“Yah, jika itu seperti ini, aku bisa mengatakannya sebanyak yang kau mau.”
"Sungguh?"
Hmm, kenapa ya, seseorang seperti Saotome-san, yang seharusnya lebih tua dariku, terlihat seperti kembali menjadi balita?