Bab 11 - Ingin Membuat Saotome-san Beristirahat
“Sudah cukup, ayo pulang ke rumah......”
“Mio-san, ini rumahmu loh. Hei! Nah, tolong lepaskan natto itu.“
“Itu bohong, ini adalah kantor...... Abacus, kembalikan abacus-ku padaku.”
“Apa perusahaan terkemuka memberikan abaci...?”
Kenapa bisa [menjadi] seperti ini.
Di depan Mio-san yang terus mengaduk natto dengan mata kosong, aku hanya bisa melihat ke langit untuk mencari petunjuk.
---
Itu adalah malam setelah gerimis di siang hari.
“Tada-ima~.....?”
“Okaerinasai”
“T-tadaima!“
“Iya, Okaerinasai. Aku hari ini juga bekerja tahu.“
"Syukurlah.... Aku berlari pulang sambil cemas mungkin saja kau tidak akan berada di sini.“
Mio-san yang mengintip dari balik pintu, masuk dengan desahan lega setelah melihatku. Sudah tiga minggu sejak kami mulai melakukan pertukaran ini.
Kupikir dia akan mulai bosan dengan pertukaran ini, tetapi yang mengejutkan dia menyukainya.
“Ya, ya, karena ini adalah pekerjaanku. Ah! Kau banyak berkeringat. Kenapa kau tidak mandi dulu?“
“Iyaaa....”
Mio-san masuk ke dalam ruangan sambil menjawab dengan lesu.
Tanpa melepas sepatu.
“Erm, Mio-san,”
“Muee?“
Berbalik untuk melihatku, Mio-san kehilangan keseimbangan dan tergelincir.
"Awas!"
Bingung harus ngapain, aku sontak bergegas maju dan menangkapnya. Meskipun Mio-san bertubuh kecil, dia cukup berat.
“Kuaaaaat. Emang kok orang muda!"
“Sekarang bukan waktunya untuk mengatakan hal-hal seperti itu! Ada apa denganmu?"
Aku mencoba menopang Mio-san yang terus bergoyang maju mundur. Tepat saat aku berpikir dia akan menghantam lantai dengan keras, kepalanya membungkuk ke depan dengan cara yang aneh.
“Aree, kok gak bisa berdiri?”
“Jangan bilang...”
Aku meletakkan tanganku di dahi Mio-san.
Panas.
“Bukankah suhu tubuhmu terlalu tinggi!! Mengapa kau lari saat kondisimu seperti ini.”
Suhu tubuhnya sudah melebihi 38ºC. Tapi saat tubuhnya dalam kondisi seperti itu, alih-alih merasa khawatir, Mio-san malah tertawa bodoh.
“Tidak ada yang semacam itu. Aku baik-baik saja kok.”
Dia terlihat mencoba melakukan pose "Baik-baik saja". Meski demikian, tanpa ada perbaikan pada kondisinya, dia terlihat seperti gurita yang sedang mengepak-ngepak.
“Apa kau tipe yang menjadi 'high' saat demam, menjadi tidak peka terhadap kelelahan dan rasa sakit?” [Catatan Penerjemah: gua sendiri gak terlalu mau ngartiin apa ini kata ‘high’, yang jelas itu seperti mabuk atau semacamnya.]
Kemungkinan besar, dia memasuki kantor ber-AC saat dia kebasahan karena gerimis di siang tadi.
Meskipun hari saat kami bertemu dia baik-baik saja setelah basah kuyup oleh hujan. Pada akhirnya, demam/flu adalah masalah kebetulan. Saat tiba giliranmu, kau akan menderita itu dengan satu atau lain cara.
Untungnya, saat ini dia tampak baik-baik saja, tapi begitu perasaan 'high' mereda, rasa sakit dan kelelahan akan mulai menyusul.
“Tentang pekerjaan besok.... Apa sih yang kukatakan barusan? Pokoknya, ayo tidur setelah membuatnya berganti pakaian.“
Aku menegur diri sendiri karena terpengaruh oleh perilaku saat masih bekerja di perusahaanku sebelumnya dan pertama-tama menahan Mio-san, membantunya melepaskan sepatunya. Aku terkejut dengan desain sepatu wanita, tapi entah bagaimana aku berhasil menempatkan sepatu hak tinggi berwarna abu-itu abu di teras dan mengangkat Mio-san.
“Putri~”
"Itu benar. Ini gendongan putri. Kau akan mulai menggigit lidahmu jika terus berbicara, jadi ssst. sst.“
“Ssst.”
Keadaan mentalnya kembali menurun ke masa kanak-kanak, sama seperti saat insiden dengan si K. Setidaknya pada saat itu, masih mungkin untuk menegaskan kewarasannya melalui tindakan dan perilakunya.
“Jadi ternyata hari ini situasinya seperti ini, ya. Ini adalah situasi merepotkan yang khas dari dirimu.”
Bahayanya hanya sampai itu. Itu hanyalah demam/flu; Namun, tetap saja itu penyakit. Kau tidak boleh lengah saat menderita demam setinggi ini.
Aku memasuki kamar tidur dan dengan hati-hati mengistirahatkannya di tempat tidur. Tempat tidur kayu sederhana itu berderit sedikit karena menahan berat badannya.
“Aku tidak akan melangkah lebih jauh dengan mengatakan sesuatu seperti “Karena aku pernah melihatnya sekali, maka semua sama saja tidak peduli berapa kali itu terjadi", tapi ini adalah keadaan darurat. Aku akan memastikan untuk mendengarkan keluhanmu nantninya, jadi, permisi. “
Aku melepaskan jaket serta roknya, lalu menutupi tubuhnya, yang hanya mengenakan blus dan pakaian dalam, dengan selimut. Tidak diragukan lagi, roknya lembap dan mengeluarkan bau apek.
“Seperti dugaan, dia kehujanan.”
“H-Hei, Matsutomo-san? Ini masih belum waktunya tidur tahu.“
“Menurut ramalan zodiakmu hari ini, jika Mio-san tidur lebih awal, maka sesuatu yang baik akan terjadi”
“S-Sesuatu yang baik?”
“Makanan penutup besok adalah fruiche!”
“Fruiiche! Aku suka itu!"
“Benar, fruiche. Jadi, ayo cepat tidur.”
“Ayo tidur!”
Tentu saja, itu hanya sesuatu yang kukatakan di situasi seperti ini. Karena orang yang sakit memiliki kesadaran diri yang sangat rendah, jadi aku hanya bisa mengatakan ini.
Maksudku, aku bahkan tidak tahu ulang tahun dan zodiaknya.
Yang jelas, aku akan membeli fruiche nanti.
“Atau haruskah aku membatalkan rencana itu dam membuatnya sendiri? Hmm... haruskah aku pergi dengan kapas...?”
Melihat melalui ponselku, aku memutuskan untuk membatalkan rencana membuatn itu. Itu tidak sempurna, tapi ada hal-hal yang lebih mendesak.
Tetesan keringat bersinar cerah di tengkuk Mio-san, yang menatap kosong ke arah langit-langit.
“Kau keringatan. Ini akan jadi menyusahkan jika tidak diseka.”
Bahkan setelah membawa handuk basah dari dapur, aku merasa ragu-ragu.
“--memangnya ini saatnya untuk mengatakan hal-hal seperti itu.”
“Nnn? “
“Nah, Mio-san, angkat tanganmu.” [Catatan Penerjemah: dalam raw-nya, sebenarnya disuruh melaukan pose ‘hore’ (banzai).]
“Banzaii.”
Setelah membuka kancing dan melepas blusnya, di balik itu.... Kamisol? Ya jika kau mengangkat kamisolnya, kau bisa melihat pakaian dalam berenda hitam yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.
"....Jadi begitu"
“Apa maksudmu?”
“Hari ini juga, Mio-san telah bekerja sangat keras.”
“Begitukah...?”
“Ya, Itu benar”
Biasanya dia mengenakan sepatu hak rendah, tapi hari ini dia memakai sepatu hak tinggi. Meski aku tidak tahu banyak tentang itu, tapi aku tahu kalau itu adalah dalaman yang dipilih dengan hati-hati.
Bagaimana mengatakannya, aku tidak bisa memikirkan Mio-san punya pacar, kekasih atau seseorang seperti itu. Karena itu, ini tidak dipakai untuk kencan. Jika begitu...
“Sepertinya kau memiliki pekerjaan yang penting hari ini. Pekerjaan yang penting bagimu hingga membuatmu mengabaikan untuk mengeringkan pakaian basahmu.”
Bahkan saat pertama kali kami bertemu, dia adalah orang yang mengatakan bahwa perusahaannya akan runtuh tanpa materi yang ada di dalam kamarnya. Terkadang aku melupakannya, tapi Mio-san adalah orang dengan karakter seperti itu.
“Bisa dikatakan, jika kau memaksakan diri, maka kau akan kelelahan dan menjadi demam/flu. Yah, itu merupakan karakteristik darimu untuk melewatkan sprint terakhir dan memiliki permainan akhir yang buruk.”
“Tidak seperti itu....... Aku akan melakukannya dengan baik....”
"Ya ya. Sekarang, aku akan menyekanya sekali lagi, jadi tolong angkat tanganmu (banzai).“
“Muu.”
Aku menyeka tubuhnya yang memerah karena demam.
Dalam prosesnya, aku menyadari kerapuhan dan ketipisan dari tubuhnya yang lembut.
Seorang yang bersaing dengan orang-orang yang berpengalaman dan mampu, berjuang melawan sistem masyarakat di mana sangat sulit bagi wanita untuk maju.
Saotome-san adalah orang seperti itu.
Akan aneh jika dia tidak menjadi demam/flu. Setidaknya itulah yang kupikirkan.
“Tanpa diduga, pikiran sesat tidak masuk saat merenung seperti itu.”
--Itu bohong.
“Sweater favorit Mio-san adalah yang bergaris vertikal kan?”
“Haha, tidak juga.”
Aku akan mengatakannya sekali lagi, itu bohong.
Saat ini, aku menggigit lidahku dengan sekuat tenaga. Aku menggigitnya dengan gigi depanku, atau lebih tepatnya, alih-alih gigi seri, aku menggunakan gigi taring.
Situasinya sulit, jadi setidaknya aku harus melakukan itu.
Terus terang, itu tidak mungkin.
“Ha, ha, tenang, tenang.”
“Aah, Huu”
“Apakah dingin? Aku tidak bisa memberitahumu untuk berhenti mengeluarkan suara seperti itu, tapi tetap saja... “
"Habisnya."
“Baiklah, Mio-san itu. Ayo lakukan itu “
“Itu?”
Satu-satunya hal yang bisa menghapus daya pikat erotis yang dimiliki Mio-san.
“Abababababa.”
“Abababababa?”
“Abababababaa.”
“Abababababaa!”
Seorang onee-san dengan pipi memerah dalam sosok yang hanya mengenakan pakaian dalam hitamnya meneriakkan 'Abababababa'.
“Ya... itu, gimana bilangnya. Jika ini terus berlanjut, aku mungkin bangkit dengan preferensi seksual yang aneh. Ayo cepat dan selesaikan.”
Tarik napas dalam. Ya, tarik napas dalam.
Saat manusia menarik napas dalam, mereka bisa tenang. Tarik napas-.
“Itu tidak berhasil, entah bagaimana aroma kewanitaan Mio-san terus mengganggu. Bau karton juga sudah benar-benar hilang.“
Sial. Siapa sih orang yang membersihkan tempat ini?
Itu aku.
“Bapa kami yang ada di Surga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di Bumi seperti di Surga.”
Aku senang bahwa aku pergi ke sekolah agama selama masa kecilku.
Aku minta maaf karena meragukan keberadaan Tuhan sebelumnya. Aku akan benar-benar bertobat, jadi tolong selamatkan aku sekarang.
Tepat sekitar ketiga kalinya aku melafalkan [Doa Bapa Kami], aku selesai menyeka keringat dari tubuh Mio-san sepenuhnya.