Bab 5
Uji Coba Pedang Suci
Sesaat setelah Leonis menjadikan Riselia sebagai pengikutnya secara resmi...
Sebelum pergi ke biro administrasi untuk apa yang disebut Uji Coba Pedang Suci, mereka berdua singgah untuk makan. Bagaimanapun, Leonis bukan lagi undead. Dia akan membutuhkan makanan, kalau tidak, maka dia tidak akan bisa menggunakan sihirnya dengan benar.
“Apa yang akan kau lakukan jika aku mengungkapkan identitasmu kepada biro?”
“...Aku tidak khawatir tentang itu.”
Jika Riselia mengungkapkannya, itu juga akan diketahui bahwa dia adalah seorang vampir. Itu bukanlah pilihan bagi seseorang yang bercita-cita menjadi Pengguna Pedang Suci.
“...A-Aku tahu,” gumam Riselia dengan kesal.
Terlepas dari itu, seorang pengikut tidak bisa mengkhianati tuannya. Segel muncul di tangan Leonis, dan dia mengulurkannya kepada gadis itu.
“Apa itu?”
“Segel tuan dan pengikut. Itu bisa digunakan untuk memaksa pengikut agar patuh—”
“T-tidak mungkin...! Maksudmu, seperti, hal-hal mesum juga bisa?!” Air mata mengalir di mata Riselia.
“...Yah, itu memang mungkin. Tapi aku tidak akan melakukan hal seperti itu.”
“...S-Sungguh?”
“Sungguh,” jawab Leonis dengan sedikit kesal.
...Beberapa Penguasa Kegelapan diketahui menggunakan pengikutnya untuk tujuan seperti itu. Sebagai Raja Undead, Leonis tidak pernah membuat pengikut-pengikutnya diperlakukan seperti itu.
“...Baiklah. Aku percaya padamu, Leo.” Riselia mengangguk. “Kau memang herbivora saat kita mandi bersama. Tapi, apa yang harus dilakukan oleh pengikut?”
“Pengikut ada untuk melindungi tuan mereka, karena tubuh ini telah menjadi lemah...”
Riselia terkikik mendengar kata-katanya.
“Jangan khawatir, kakakmu akan membuatmu tetap aman.” Gadis itu menepuk kepalanya dengan senang.
Keduanya kemudian memasuki salah satu restoran sekolah dan mengklaim sebuah meja.
...Tubuh manusia benar-benar merepotkan.
Perasaan Leonis sepenuhnya berubah sejak waktu di kamar mandi. Di sisi lain, Riselia yang mengetahui kalau dirinya adalah undead tampak agak cemas.
“Hei, aku tidak lapar, tapi aku masih bisa makan dengan normal, kan?”
“Vampir tingkat tinggi bisa makan makanan biasa, Namun membutuhkan waktu untuk mengubah nutrisi menjadi mana, jadi ini sedikit tidak efisien.” Leonis berbicara dengan suara rendah. “Selain itu, tidak seperti kebanyakan vampir, kau bisa berjalan-jalan di siang hari.”
Seorang Ratu Vampir adalah salah satu makhluk undead tingkat tertinggi, bahkan menyaingi Elder Lich dan Black Knight. Itu adalah High Daywalker, berbeda dari spesies undead Nightwalker.
“...Oh, syukurlah.” Riselia menghela nafas lega.
Seorang vampir yang makan makanan juga berguna dalam hal kamuflase.
“Erm, jika ada saat kau merasa kepingin banget minum darah, kau bisa meminumnya dariku.”
Leonis mungkin melakukan itu untuk menyelamatkan hidup Riselia, tapi dia masih tetap dalam artian mengubah gadis yang bercita-cita menjadi Pengguna Pedang Suci ini menjadi vampir. Paling tidak yang bisa dia lakukan adalah memberikan darahnya kapan pun Riselia menginginkannya.
Tapi ketika Leonis mengatakan itu, Riselia mengeluarkan suara desahan kecil yang hampir tidak terdengar.
“.........”
Mata biru esnya tertuju pada tengkuk Leonis.
“...Um. Tapi hanya sedikit, oke? “
“T-tidak, bukan itu yang aku...!” Gadis itu berbalik, wajahnya memerah semerah tomat. “Aku tidak akan minum darah, dan aku tidak ingin melupakan kemanusiaanku.”
“...Ah, kecilkan suaramu...!” Leonis melihat sekeliling meja di dekatnya, panik.
Syukurnya, mereka datang sekitar pukul 15:00, jadi tidak terlalu banyak murid yang datang. Ada sedikit di sana yang menatap meja mereka dan tampak berbisik satu sama lain.
...Apa mereka mendengar apa yang baru saja kami bicarakan?
Dia menggunakan mantra Penguatan Pancaindera untuk mendengarkan percakapan mereka.
“Lihat dia! Bukankah anak itu, gimana bilangnya, sangat imut?”
“Uhhh. Dia masih kecil. Apa kau ini kaum shoutacon atau sesuatu semacam itu?”
“Ya! Sesuatu haru dipilih saat mereka masih muda dan segar.”
“Whoa, kau punya aura kriminal yang serius. Saat anak-anak seimut itu tumbuh dewasa, mereka menjadi Penguasa Kegelapan di kamar tidur, kau tahu maksudku, kan?”
“Hentikan, itu terdengar buruk... Ah, dia melihat ke sini.”
Salah satu gadis memberikan senyum nakal dan melambai padanya...yang segera diabaikan oleah Leonis. Meskipun mendengar kata-kata Penguasa Kegelapan memang membuat jantungnya berdebar kencang.
“Kalau ngomong hati-hati...,” dia memperingatkan Riselia.
Gadis berambut perak itu menyembunyikan wajahnya dengan canggung di balik pamflet menu.
“Jadi, apa kau sudah memutuskan apa yang akan kau pesan?” dia bertanya.
“...Roti saja.”
“Roti...? Maksudmu roti yang baru dipanggang ini?”
“Ya, yang itu.”
“Ada banyak hal lain yang bisa kau coba loh. Makanan di kafetaria ini lumayan enak,” ujarnya sambil menunjukkan beberapa menu.
“Roti saja. Aku tidak benar-benar tahu apa semua ini...,” kata Leonis seraya memiringkan kepalanya yang bingung.
Apa ini semua? Gratin... lasagna, pasta...?
Ini semua adalah hidangan yang belum pernah didengar Leonis sebelumnya. Semua hidangan itu sepertinya tidak ada seribu tahun yang lalu. Atau mungkin hidangan-hidangan itu ada, tapi hanya menghiasi meja bangsawan dan royalti. Apapun itu, semua hidangan itu pasti bukan bagian dari dunia Leonis.
Riselia tiba-tiba menyentil kening Leonis dengan jari telunjuknya.
“Roti saja tidak cukup. Kau membutuhkan nutrisi yang seimbang.”
“Aku tidak mau seorang undead memberitahuku tentang nutr—Ah.” Pada saat dia menghentikan dirinya sendiri, itu sudah terlambat.
“...Nnnnn...!”
Air mata mulai mengalir di mata Riselia.
“A-aku mengerti, oke? Maafkan aku!”
Leonis segera meminta maaf. Seorang Penguasa Kegelapan yang memohon maaf pada pengikutnya adalah pemandangan yang aneh, tapi bukan berarti itu adalah kehendak Riselia untuk menjadi undead.
“...Jahat,” bisik Riselia yang cemberut.
“...Maaf,” Leonis meminta maaf lagi, yang ditanggapi Riselia dengan sedikit mengendus.
“Kalau begitu, cobalah pasta yang dijasikan dengan sayuran musim ini. Mau?”
“Baiklah, aku akan memesan itu.” Leonis mengangguk.
Riselia memesankan pasta dan salad untuk mereka.
“Kakak akan mentraktirmu hari ini. Setelah mereka mengeluarkan kartu ID permanenmu, gunakan kreditmu sendiri, oke?”
“Kredit?”
“Itu adalah mata uang yang kami gunakan di Assault Garden. Menyelesaikan tugas untuk akademi akan memberimu bayaran.”
“Oh, uang toh. Begitu ya...”
Leonis tersenyum dengan sombong dan mengeluarkan koin emas dari bayangannya. Itu adalah koin emas Reidoa yang besar, yang dikeluarkan oleh Kekaisaran Schkarest. Orang biasa dapat hidup selama sisa hidupnya dari salah satu koin ini, dan Leonis menyembunyikan lebih dari dua puluh ribu koin di Alam Bayangan. Dia mengambilnya sebagai dana militer dari brankas Necrozoa, berencana menggunakannya untuk kebangkitan Pasukan Penguasa Kegelapan yang akan datang.
Namun...
“...Apa? Apa ini...?”
Bisa dikatakan, Riselia kurang memiliki reaksi saat melihat koin itu.
“Hah...? Itu adalah koin Reidoa loh. Salah satunya saja cukup berharga untuk membeli seluruh restoran ini.”
“Yah, erm... Kurasa mereka tidak menerima uang sejenis itu di sini...,” kata Riselia dengan ekspresi campur aduk. “ Assault Garden Ketujuh hanya menerima kredit.”
“A-apa...?” Leonis tercengang. “Ta-tapi, biarpun aku tidak bisa menggunakannya sebagai mata uang, bukankah emas murni itu langka dan berharga...?”
“Oh, itu emas murni. Tapi emas bukanlah logam yang langka.” Riselia tersenyum riang padanya.
“Hah...?”
“Itu digunakan untuk dekorasi, tapi... Sebenarnya, emas yang kami suling mungkin lebih murni dari ini.”
“...”
Dalam sekejap, harta karun berlimpah yang terkumpul di Perbendaharaan Bayangan menjadi tidak berharga.
Leonis hanya bisa merintih putus asa.
Tapi saat dia melakukan itu...
“Oh, apakah itu koin kuno? Kau memiliki sesuatu yang berkelas disana.”
Suara yang sejuk seperti angin mencapai telinga Leonis. Berpaling ke arah suara itu, dia dihadapkan pada seorang gadis yang dengan penasaran memandang koin di tangannya. Rambutnya berwarna biru yang mengingatkan seseorang pada langit.
Rambutnya pendek. Pada pandangan pertama, orang mungkin salah mengira dia adalah pemuda yang cantik. Namun, dadanya yang montok membuat garis yang jelas di bawah pakaian putihnya. Dia pendek, hanya sedikit lebih tinggi dari tubuh Leonis yang berumur sepuluh tahun. Pakaiannya berbeda dengan pakaian Riselia. Bagian atas seragamnya dengan santai menutupi semacam dandanan eksentrik. Matanya memiliki keanggunan yang tenang dari seorang wanita muda yang cantik.
“Ah, Sakuya...” Riselia mengangkat matanya untuk bertemu dengan Sakuya dan melambai.
...Kelihatannnya mereka saling kenal.
“Bukankah ada latihan taktis hari ini?”
“Ya, tapi itu sangat membosankan. Aku bolos,” kata si cantik berambut pendek dan kemudian mengalihkan pandangannya ke Leonis. “Apa kau anak laki-laki yang mampu menggunakan Pedang Suci itu...?”
“Kau pernah mendengar tentang Leo?”
“Ya, Elfiné memberitahuku tentang dirinya. Kau ditemukan di reruntuhan, kan?”
“Ya, aku diculik oleh Void sampai Selia menyelamatkanku...”
“Hmm. Apa pun yang terjadi, itu adalah hal yang bagus kau baik-baik saja.” Gadis berambut pendek itu diam-diam mengulurkan tangan kanannya. “Aku Sakuya Sieglinde. Senang bertemu denganmu.”
“Leonis Magnus.” Leonis membalas jabat tangannya.
Tangannya kecil dan agak dingin. Tangan seorang gadis. Tapi begitu dia menggenggamnya, Leonis menyadari sesuatu.
...Ini adalah tangan dari orang yang hidup dengan pedang.
Dia tampak berusia sekitar 14-15 tahun. Seberapa banyak pelatihan yang dia lalui untuk mencapai level seperti itu pada usia ini...?
“Hmm, Leo, ya? Nama yang bagus. Memberik gambaran akan singa.” Gadis itu tersenyum saat melepaskan tangannya.
“Sakuya adalah penyerang barisan depan di peleton kami,” jelas Riselia.
...Begitu ya, jadi mereka ada di satu peleton yang sama.
Leonis benar-benar penasaran bagaimana Riselia berhasil menarik seorang pendekar pedang seperti Sakuya ke sisinya.
“Ngomong-ngomong, apa kalian berdua di sini untuk makan siang?”
“Iya. Kami akan makan dan kemudian mendaftarkan Pedang Suci Leo.”“
“Hmm. Maaf jika aku mengganggu.”
“Kau sama sekali tidak mengganggu apapun Sakuya. Apa kau sudah makan siang?”
“Mmm, yah...” Sakuya mengalihkan pandangannya dan terdiam sesaat. “Aku sebenarnya tidak memiliki kredit apa pun hari ini.”
“Apa? Untuk apa kau menghabiskan semua kreditmu?!” Riselia meninggikan suaranya karena terkejut.
“Judi.”
“...Jadi itu salahmu sendiri.”
“Benar.”
Riselia mencapai kesimpulan dingin, yang mana Leonis mengangguk dan setuju.
“...I-itu salah!” Sakuya menggelengkan kepalanya membela diri. “Aku hanya, yah, aku jadi sedikit bersemangat, dan...”
“.........” Pandangan Riselia semakin tajam.
...Bertentangan dengan betapa kerennya penampilan orang bernama Sakuya ini, dia sangat tidak bisa diharapkan.
“Kreditku habis, jadi pihak lain setuju mereka akan melepaskanku jika aku memperlihatkan payudaraku. Aku hendak melepas bajuku ketika seorang profesor yang sedang berpatroli masuk...”
“S-Sakuya! K-kau tidak boleh melakukan itu—kau ini perempuan!” Riselia mencengkeram bahu Sakuya dan mulai mengguncangnya.
“Tidak perlu cemas. Pihak lain itu juga perempuan.”
“...Aku, uh, meski begitu memangnya itu tidak apa-apa ya?” Riselia bertanya-tanya dengan ekspresi bingung.
Sakuya memang memiliki penampilan yang nampaknya populer di kalangan perempuan juga, tapi...
“Bagaimanapun, satu hal mengarah ke hal lain dan aku jadi miskin.” Kata-kata yang hampir terdengar sombong itu datang dari Sakuya.
Riselia mendesah kecil.
“Nih anak harus diapaain dah? Baiklah, aku akan mentraktirmu makan siang.”
“Tidak, Riselia, aku tidak bisa...”
“Tidak apa. Aku mendapat beberapa kredit dari penyelidikan reruntuhan.” Gadis berambut perak itu menunjukkan kartunya.
“Kalau begitu aku berhutang budi padamu. Sejujurnya, perutku sudah keroncongan sejak tadi.” Sakuya menundukkan kepalanya dalam-dalam dan dengan sopan duduk di meja mereka.
“Apa yan kau pesan, nak?”
“Beberapa makanan yang belum pernah kudengar sebelumnya.”
“Kau ini orang yang berani mencoba, kan? Kupikir aku akan memesan beberapa pancake.”
“Sakuya, kau tidak bisa hidup hanya dengan yang manis-manis,” Riselia menimpali.
“Kau tidak perlu khawatir. Berat badanku tidak akan bertambah.”
“Bukan itu yang aku...,” kata Riselia seraya memegang pelipisnya sebagai isyarat kelelahan dengan sikap Sakuya.
Saat mereka menunggu makanan mereka disajikan, Leonis mengajukan pertanyaan yang mengganggunya.
“Erm... Sakuya, pakaian apa yang kau kenakan itu?”
“Oh, ini? Ini pakaian tradisional... kampung halamanku, Anggrek Sakura.” Sakuya mengangguk. “...Ini kenang-kenangan dari kakak perempuanku.”
Ekspresi Sakuya langsung berubah menjadi serius. Leonis berani bersumpah kalau dia bisa melihat api hitam menyala di matanya.
“Orang-orang di desaku dibunuh oleh Void,” katanya dengan suara dingin yang menakutkan. “Membunuh mereka adalah misiku.”
Nada suaranya dipenuhi dengan tekad yang begitu mengerikan sehingga membuat siswa/i dari meja terdekat berbalik dan melihat. Leonis telah melihat beberapa orang dengan api yang sama menyala di mata mereka sebelumnya.
...Dia orang yang bertekad membalas dendam.
“Sakuya...,” kata Riselia dengan suara serius.
Dan...
“Maaf, ini bukan cerita yang harusnya kuceritakan kepada seseorang yang baru kutemui.” Sakuya mengangkat bahu, seolah ingin menenangkan diri.
“Tidak, seharusnya aku juga tidak menanyakan itu.”
“Penampilanku memang melanggar peraturan sekolah, tapi mustahil aku tidak mengenakan kenang-kenangan dari kakakku. Aku mendapat izin khusus.”
“Sakuya memiliki rekor yang sangat tinggi untuk membunuh Void dalam misi perorangan. Dia salah satu dari sedikit siswa/i yang mencapai itu selama tahun-tahun awal mereka di akademi.”
“Itu sama sekali tidak mengesankan... Oh, pelayan datang.”
Seorang pelayan berjalan untuk mengambil pesanan mereka, dan Leonis memesan pasta sayuran musim ini.
---
Pasta akhirnya menjadi sangat sesuai dengan selera Leonis. Masakan umat manusia tampaknya telah berkembang pesat dalam seribu tahun terakhir. Mereka sekarang memiliki variasi bumbu yang jauh lebih banyak. Sakuya Sieglinde kembali ke asramanya, mengatakan kalau dia perlu menggadaikan beberapa barangnya.
...Wajar saja jika Leonis jadi bertanya-tanya apakah seorang penjudi di usianya benar-benar akan baik-baik saja.
Meninggalkan restoran, Leonis dibawa ke tempat pelatihan akademi. Tempat itu merupakan labirin fasilitas pelatihan yang digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda. Kompleks itu cukup besar untuk memuat dua atau mungkin tiga kastil dari zaman Leonis.
Tanah ini saja sudah cukup luas untuk mengumpulkan sepuluh ribu prajurit skeleton...
Yang menunggu mereka adalah seorang wanita berseragam militer, berdiri dengan tangan di pinggulnya.
“Tepat waktu. Baiklah. Aku Diglassê Alto, instruktur yang bertanggung jawab atas uji cobamu.”
“Aku Leonis Magnus.”
“...Anak laki-laki yang diselamatkan dari reruntuhan, ya?” Wanita itu memandangnya, sepertinya sedang menilai Leonis. “Kau tidak harus terlalu tegang. Uji coba ini hanya dimaksudkan untuk memastikan tipe Pedang Suci apa yang kau miliki.”
“Tipe?”
“Mereka mendaftarkan kemampuan Pedang Suci-mu sehingga mereka dapat menyesuaikan kurikulum pelatihanmu agar sesuai,” jelas Riselia.
Karena Pedang Suci memiliki kemampuan yang bervariasi, kurikulum yang seragam tidak akan efektif dalam mengembangkannya. Oleh karena itu, intstruktur Pengguna Pedang Suci harus memeriksa setiap pedang dengan mata kepala mereka sendiri dan membuat keputusan seperti apa pelatihan yang terbaik.
“Ya, begitulah cara kerjanya. Sekarang, apa kau bisa menunjukkan Pedang Suci-mu?”
“Baiklah. Datanglah, Tongkat Penyegel Dosa!” Leonis memanggil.
Tongkatnya muncul dari bayangannya dan hinggap di tangannya.
“Jadi Pedang Suci-mu berbentuk seperti tongkat. Jenis kemampuan apa yang dimiliki tongkat itu?”
“Hmm... Kurasa tipe pendukung. Ini menunjukkan kekuatan yang berbeda tergantung pada situasinya.” Leonis memberikan jawaban yang tidak jelas untuk menggambarkan semua yang bisa dilakukan sihirnya.
“Begitu ya. Tipe pendukung serbaguna...,” seru Diglassê saat menginput sesuatu ke dalam perangkat tablet di tangannya. “Baiklah. Apa kau bisa menunjukkan kekuatanmu?”
Dia memainkan pad, dan sebongkah logam yang terduduk di tepi tempat latihan mulai hidup. Itu berkaki delapan dan memiliki bentuk seperti laba-laba. Kristal mana merah yang bersinar—masing-masing seukuran kepalan tangan—dipasang di sendi tempat kaki-kaki itu bertemu dengan tubuh robot.
“Apa itu?”
“Simulator Void yang dikembangkan untuk tujuan pelatihan oleh departemen tekonologi sihir,” kata Riselia. “Ini diprogram untuk bertarung seperti yang dilakukan Void.”
“Kami telah menyetel kinerjanya ke setelan rendah untuk uji coba. Cobalah melawannya.”
“...Dimengerti.”
...Mainan apa ini?
Leonis mengangkat tongkatnya dengan sedikit ketidaksenangan.
Aku akan mengeluarkan Tembakan Gravitasi Penghancur tingkat dua dan menyelesaikannya dengan itu...
Dia ingin melupakan formalitas tak berguna ini secepat mungkin. Dengan tongkatnya yang berkembang pesat, Raja Undead melepaskan mantra tipe gravitasi.
Boooooooooom!
Dengan suara yang memekakkan telinga, Simulator Void itu hancur berkeping-keping.
“...?!”
Diglassê dan Riselia terkejut melihat pemandangan itu.
...Sial, apa aku terlalu berlebihan?
“K-kau menghancurkan Simulator Void yang terbuat dari Metahalcum sampai berkeping-keping...?”
“B-bukankah kau mengatakan bahwa Pedang Suci milikmu adalah tipe pendukung serbaguna? Apa-apaan yang barusan itu...?!”
“Aku, erm, kurasa aku berhasil menyerangnnya di titik lemah?”
“Itu terlihat seperti lebih dari itu! Aku perlu memeriksa Pedang Suci-mu dengan lebih teliti!” Diglassê menatapi Leonis.
...Ini buruk. Yang kulakukan malah membuatnya curiga.
“Duh, sekarang apa yang harus kugunakan untuk uji coba berikutnya...?”
Tidak lama setelah kata-kata itu keluar dari bibir wanita itu, kemudian...
“Tunggu sebentar,” suara yang tidak asing menyela.
Seorang pria pirang yang dikelilingi oleh sekelompok gadis mendekati mereka. Muselle Rhodes.
“Ada apa, Viscount Muselle? Kami sedang menjalani uji coba di sini.” Instruktur Diglassê menyipitkan matan ke arahnya, jelas tidak senang dengan interupsi-nya.
Muselle hanya menyeringai sebagai jawaban, mendekati Leonis.
“Instruktur, apa kau mau mengizinkan jika aku menangani uji cobanya?”
“Apa?” Diglassê mengerutkan alisnya. “Viscount, apa aku perlu mengingatkanmu bahwa duel tidak resmi dilarang di akademi?”
“Aku tidak mengusulkan duel di sini, tapi uji coba. Dengan izinmu, seharusnya tidak ada masalah. Menjadi Pengguna Pedang Suci peringkat atas, aku lebih dari memenuhi syarat.”
Ada senyum sadis di bibir Muselle. Jelas dia sedang mengincar pembalasan.
“...Nak, apa kau melakukan sesuatu padanya?” Diglassê bertanya dengan berbisik, menatap Leonis.
“...Tidak,” jawab anak laki-laki itu.
Diglassê mengangkat bahu menanggapi anak yang pura-pura tidak tahu itu.
“Hmm.”
Wanita itu melirik Simulator Void yang hancur. Menyadari sesuatu dengan jelas, bibirnya melengkung menjadi seringai penuh arti.
“Yah, kurasa itu tidak ada salahnya, mengingat bagaimana simulator ini hancur dan sebagainya.”
...Wanita ini menggunakan ini untuk mengukur kekuatanku.
Leonis secara tidak sengaja menarik perhatian wanita itu dengan apa yang telah dia lakukan sebelumnya.
Yah, biarlah..., pikir Leonis dengan semacam pengunduran diri yang lelah.
“Aku tidak keberatan. Anggap saja orang bernama Muselle ini bisa menggantikan tumpukan sampah yang rusak itu.”
“...Kau barusan ngomong apa, bocah?!” Ekspresi puas pemuda pirang itu dengan mudah berubah menjadi kemarahan.
Dia pasti pria yang benar-benar emosian sampai bisa terpancing pada provokasi yang begitu jelas.
Membuat orang ini ngajak gelud berkali-kali bisa melelahkan...
Leonis berpikir ini bisa menjadi kesempatan untuk menghancurkannya di depan umum.
“Leo, apa yang kau lakukan?!” Riselia meninggikan suaranya karena terkejut, tapi...
“Aku akan membuatmu memakan kata-kata itu...! Hei!” Atas isyarat Muselle, keempat gadis yang datang bersamanya mengeluarkan senjata mereka.
Dua dari mereka memegang pedang, satu tongkat, dan yang terakhir membawa tombak. Sepertinya semua itu Pedang Suci. Mereka bergerak tanpa kemauan seperti boneka.
“Itu empat lawan satu! Tidak adil!” Riselia memprotes.
“Itulah kekuatan Pedang Suci-ku—Dominion, Tongkat Ketaatan Mutlak. Empat orang ini adalah perpanjangan dari senjataku.”
Muselle mengeluarkan tongkat pendek berbentuk tongkat dirigen.
Jadi itu Pedang Suci miliknya...
“Tetap saja itu tidak...!” Riselia memandang Diglassê.
Instruktur hanya mengangkat bahu lagi dan menggelengkan kepalanya.
...Jelas dia menganggap ini menarik pada tingkat tertentu.
“Kurasa aku bisa mengerti itu...,” kata Leonis menanggapi lawannya.
Pasukan undeadnya adalah perpanjangan dari kekuatannya sendiri. Masuk akal bahwa siapa pun yang berada di bawah kendali Pedang Suci pemuda ini akan dianggap sebagai bagian dari kekuatannya dengan cara yang hampir sama.
“Leo...”
“Aku hanya perlu mengalahkan dia dan keempat gadis itu, kan?” tanya Raja Undead.
“Itu benar,” jawab Diglassê dengan anggukan.
“Tunggu. Kalau begitu, aku akan bertarung bersamanya,” sela Riselia. “Aku adalah pengikut... walinya Leo.”
“Selia—”
“Pfft... Ahhahaha! Aku tidak keberatan!” Wajah Muselle berkerut geli.
Menilai dari ekspresinya, sepertinya dia memperkirakan Riselia yang akan ikut campur.
“Tapi aku punya syarat,” tambahnya.
“Apa?”
“Jika kalian kalah, maka kau harus bergabung dengan peletonku.”
“...Apa?!”
“Aku setuju untuk mengambil kerguian di sini, jadi aku harus diizinkan untuk menetapkan itu sebagai syarat dariku.”
“...!” Riselia menggertakkan giginya karena kesal.
Bergabung dengan peletonnya berarti menjadi seperti gadis-gadis yang mengikutinya kemana-mana, dan Riselia sangat menyadari nafsu yang dipendam Muselle untuknya... Apa yang akan terjadi padanya sudah jelas. Wajar jika dia menjadi ragu-ragu di sini...
“Oke.” Leonis adalah orang yang menjawab itu.
“...Hah?”
“Tapi jika kau kalah”—Leonis menunjuk ke arah Muselle—”maka kau harus berhenti mengganggu Selia.”
Dia sengaja memanggilnya Selia dan bukan Riselia untuk memprovokasi lawannya.
“...Ugh. Oke. Aku bersumpah atasa nama Pedang Suci-ku untuk itu.”
“Leo...,” bisik Riselia dengan sedikit gugup.
“Aku tidak berniat membiarkan dia menyentuh pengikutku,” bisik Leo membalasnya.
Gadis berambut perak itu mengangguk, sepertinya juga telah mengambil keputusan.
Ini muncul sebagai gangguan tak terduga, tapi ini akan menjadi kesempatan bagus baginya untuk menguji kekuatan Riselia sebagai pengikut undead barunya.
Dan sementara itu, aku akan memainkan peran pendukung untuk menghilangkan kecurigaan instruktur.
“Instruktur, apa kau bisa meminjamkanku pedang latihan?”
“Tentu. Gunakan itu sesukamu.” Diglassê melemparkan senjata seperti batangan ke arah Riselia.
Saat Riselia menerimanya, bilahnya menjadi bercahaya.
“Apa itu?”
“Artificial Relik, replika dari Pedang Suci yang dibuat untuk tujuan pelatihan. Ini tidak efektif melawan Void, tapi...”
Leonis mengerti. Itu adalah senjata yang menggunakan mana.
“Apa kau memiliki pengalaman terkait ilmu pedang?”
Riselia pernah menggunakan senjata jarak jauh di reruntuhan, jadi Leonis sedikit terkejut dengan pilihannya di sini.
“...Aku memastikan keterampilanku akan tajam ketika Pedang Suci-ku akhirnya terwujud.” Riselia menunjukkan beberapa ayunan latihan.
Posturnya memang terasah dengan baik.
“Pedang Suci mengambil bentuk dari jiwamu. Kupikir jika milikku terwujud, itu harusnya dalam bentuk pedang.”
Riselia melangkah maju, menggenggam senjata latihan di kedua tangannya.
“Aku akan bertindak sebagai penyerang, dan kau akan menjadi pendukung. Begitukan, Leo?”
Anak laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban.
Melihat sekeliling, dia melihat kerumunan kecil penonton berkumpul di beberapa tempat. Rupanya, latih tanding antara Pengguna Pedang Suci selama uji coba cukup menarik untuk dilihat.
“Peraturannya sama dengan latih tanding biasa. Jika seseorang kehilangan kesadaran atau menyerah, mereka dinyatakan kalah. Jika aku merasa ada bahaya bagi kehidupan siapa pun, aku juga memiliki otoritas untuk mengakhiri pertarungan saat itu juga.”
“Jadi mereka hanya harus mengatakan bahwa mereka menyerah, kan?” Seringai ganas terpampang di wajah Muselle.
“Sekarang, duel Pedang Suci, mulai!”
Dengan kata-kata Diglassê, duel uji coba pun dimulai.
---
Saat pertarungan itu dimulai...
“Haaaaaaaaah!”
Teriakan perang terdengar. Riselia menendang tanah dan menyerang ke depan. Dia bergerak cepat ke arah gadis yang paling dekat dengannya dan melakukan serangan.
Oh?
Leonis mengangkat alis karena terkejut. Menjadi vampir mungkin telah meningkatkan kemampuan fisik gadis itu, tapi keterampilannya dengan pedang memang baik. Gerakannya jelas telah dilatih dengan baik dan didukung oleh pelatihan yang ketat.
Gadis yang memegang tombak itu terhuyung-huyung saat serangan mengenai tubuhnya. Riselia mengambil satu langkah ke depan dan menusukkan ujung pedang latihannya ke dada gadis itu. Pada saat itu, mana Riselia diledakkan dan mengirim gadis lainnya terbang.
“Ooooh!” terdengar teriakan para penonton.
“...Apa?!” Muselle mengerang keheranan.
Tampaknya fakta bahwa Riselia tidak bisa menggunakan Pedang Suci telah membuatnya meremehkan kemampuan gadis itu yang sebenarnya.
“Kena kau!” Dia menyerang Muselle.
Pedang Suci Muselle memiliki kemampuan untuk mengendalikan orang lain. Masuk akal jika Riselia mencoba mengalahkannya dengan cepat.
“Kuh... Dasar rendahan!”
Muselle memblokir tebasan udara yang menyerangnya dengan tongkat pendeknya.
...Begitu ya. Jadi dia tidak hanya bisa membual. Dia gesit dan terampil dalam kemampuannya sendiri.
Serangan itu mungkin memiliki beberapa mana, tapi tetap saja itu adalah pedang latihan. Itu bukanlah tandingan kekuatan senjata yang merupakan perwujudan dari jiwa pemakainya. Pemuda pirang itu dengan mudah menangkis serangan itu.
“Ilmu pedangmu kurang elegan!”
“Diam!”
Riselia mengacungkan pedang latihannya dan bersiap untuk menekannya lagi, saat itu...
“...Apa yang kau lakukan?! Lindungi aku!”
Tongkat Muselle berskinar dan mengambil alih komando salah satu gadis.
Boneka yang memegang pedang itu bergerak di antara Riselia dan Muselle, wajahnya tanpa ekspresi dan tanpa jejak kemauannya sendiri.
“...Jangan dengarkan si tolol itu...!”
“Percuma saja,” kata Muselle sambil mencibir. “Mereka semua dengan rela membuat kontrak dengan Pedang Suci-ku.”
...Jadi dia tidak sepenuhnya memaksa mereka untuk patuh.
Gadis-gadis ini memilih untuk menjadi senjatanya; Akademi Excalibur tidak akan menyetujui perlakuan ini kalau misalanya tidak. Selama pertempuran, Muselle bertindak sebagai pemandu dan menyatukan keinginan mereka. Itu juga merupakan strategi yang baik.
...Itu adalah hubungan yang saling menguntungkan. Atau mungkin mereka semua benar-benar memiliki perasaan untuk pria ini... sungguh sulit untuk dipercaya.
Saat Leonis dengan tenang menganalisis situasinya, dia merasakan tatapan tajam di punggungnya. Itu berasal dari Instruktur Diglassê, yang mengawasinya dengan jeli, tabletnya dipegang erat dalam genggamannya.
...Oh, aku hampir lupa kalau ini adalah Uji coba Pedang Suci-ku. Aku terlalu asyik menilai kekuatan pengikutku. Sekarang, apa yang harus kulakukan...?
Mereduksi orang itu menjadi abu akan mudah, tapi itu akan mengungkap kebenaran tentang Leonis... Dan membunuh Muselle bisa menyebabkan masalah tersendiri.
...Kurasa aku akan mencoba untuk membuat kesan yang cukup.
Leonis mengayunkan tongkatnya dan mulai merapal mantra. Memperhatikan itu, Muselle menjauh dari Riselia dan mengeluarkan perintah kepada para pengikutnya.
“Hei! Singkirkan anak itu!”
Gadis pemegang tombak yang Riselia terbangkan sebelumnya melompat berdiri dan menyerang anak laki-laki itu.
“...Leo!” Riselia mengalihkan fokusnya sejenak.
“Aku baik-baik saja! Selia fokus saja padanya!” Leonis melompat mundur sembari masih merapal mantranya.
Saat ini, Leonis hanya memiliki kemampuan fisik anak berusia sepuluh tahun. Tubuhnya memiliki banyak potensi, karena itu milik mantan pahlawan. Namun, jiwanya adalah Penguasa Kegelapan, yang sepertinya menimbulkan semacam gangguan. Leonis tidak bisa bergerak seakurat yang dia inginkan.
Setelah menilai kemampuan targetnya tidak seberapa, gadis pengguna tombak itu mendekat dengan cepat.
“Datanglah, kematian dari Alam Bayangan—Tangan Bayangan, Mesta Mord!”
“Aaah!”
Tangan bayangan melingkari kaki gadis yang bergegas menyerang, membuatnya tersandung dan jatuh ke tanah.
Pemandangan itu membuat mata Diglassê membelalak terkejut.
Pada saat yang sama, Leonis juga menggunakan beberapa mantra penguatan, yang dirapakalkan pada saat yang bersamaan, untuk meningkatkan kemampuan Riselia secara diam-diam. Itu semua adalah mantra tingkat satu: Ketangkasan, Perlindungan Roh, dan Penguatan Pancaindera.
...Kurasa bantuan sebanyak ini diperlukan.
Leonis melakukan yang terbaik untuk meminimalkan mana. Dia bertanya-tanya, apakah Blackas akan mengejeknya karena terlalu protektif terhadap pengikutnya...
Dengan sihir penguatan Leonis yang membantunya, gerakan Riselia menjadi lebih cepat. Dia dengan mudah mengalahkan gadis pemegang tongkat yang menghalangi jalannya. Tebasan berikutnya menjatuhkan gadis dengan pedang itu. Dia berlari di antara para Pengguna Pedang Suci itu dengan kecepatan manusia super.
Dia sendiri sepertinya masih sedikit kewalahan karena kekuatan vampirnya, tapi dia tetap mengalahkan lawannya. Hanya seorang gadis pemegang pedang pendek yang tersisa untuk melindungi Muselle.
“Apa kau berniat untuk berlarian sambil menggunakan gadis-gadis itu sebagai perisaimu, Muselle Rhodes?!” Riselia mengejek dengan provokatif, yang dimana itu menuai sorakan antusias dari penonton.
Tampaknya pemuda itu tidak terlalu populer di antara teman-temannya.
“Itu benar!”
“Jangan lari mulu, Muselle!”
“Habisi fakboi itu!”
“...Lady Selia?!”
Oh?
Suara yang tidak asing bercampur dengan sorakan.
Leonis mengalihkan pandangannya, melihat ke balkon lantai dua fasilitas itu. Di sana ia melihat Regina yang kuncir pirangnya tertiup angin. Tapi Riselia sepertinya tidak memerhatikannya.
“Tsk!” Muselle mendecakkan lidahnya dan mengangkat tongkatnya.
Sepertinya dia berniat untuk mendapatkan kesenangan sadis dari menyiksa Riselia di depan Leonis karena tidak memiliki Pedang Suci-nya sendiri. Namun, semuanya berjalan sangat berbeda dari yang diharapkan pemuda pirang itu.
...Dia tidak akan pernah membayangkan kalau Riselia sebenarnya adalah Ratu Vampir.
“Jangan meremehkanku ataupun kekautan Dominance-ku!” Seberkas cahaya muncul dari tongkat Muselle.
...Apa?
Riselia tiba-tiba membeku saat dia hanya selangkah lagi dari Muselle.
“...!”
Tongkat Muselle bersinar seolah-olah sedang mengaum, dan Pedang Suci masing-masing gadis itu bersinar sebagai tanggapan.
“Mengaktifkan!” “Mengaktifkan!” “Mengaktifkan!” “Mengaktifkan!”
“Kau dengan paksa mengeluarkan kekuatan Pedang Suci mereka?!”
“Waktu bermain-main sudah berakhir!” teriak Muselle, seringai kejam menyebar di wajahnya.
““““Hyaaaah!”“““
Gadis-gadis yang memegang pedang pendek, tongkat, dan pedang panjang menyerang Riselia. Tapi kali ini, mereka bukannya tanpa ekspresi. Mereka benar-benar seperti orang gila.
“—Penghancur Batu (Rock Break)!”
Gadis yang berada tepat di depan Riselia mengayunkan pedang suci berwujud tongkatnya yang bersinar. Kekuatan serangan itu meledak keluar, menghancurkan lantai batu tempat latihan.
...Tidak buruk. Itu tampak cukup kuat, pikir Leonis, terkesan.
Itu setara dengan mantra tingkat dua, mantra Ledakan Batu, Blag, dalam daya tembak. Dengan kata lain, itu cukup kuat untuk membunuh seseorang jika terkena serangan langsung...
Leonis melirik ke arah Diglassê, tapi wanita itu tidak menunjukkan reaksi khusus atas apa yang telah terjadi. Tampaknya sebanyak ini sudah menjadi kejadian sehari-hari di Akademi Excalibur.
“Yaaah! Sambaran Petir (Lighting Charge)!”
Gadis pengguna tombak yang telah disematkan oleh mantra Mesta Mord Leonis melepaskan kekuatan Pedang Suci miliknya. Meski begitu, petir yang dia keluarkan tidak cukup kuat untuk menerobos pertahanan sihir Leonis. Leonis menjentikkan jarinya, dan lebih banyak bayangan menyelimuti gadis itu.
“...Whoa, apa itu ?!”
“Itu cukup menyeramkan untuk anak-anak.”
“Aku penasaran, Pedang Suci apa yang dia miliki...”
Leonis menyadari dia menarik perhatian orang banyak, tapi jujur, dia tidak peduli. Dia mengembalikan perhatiannya pada pertarungan Riselia. Dengan ketiga gadis itu telah menyentuh kekuatan sebenarnya dari Pedang Suci mereka, dia terlihat sedang berjuang.
“—Tubrukkan Udara (Aerial Smash)!”
Siswi pengguna pedang pendek melepaskan serangannya, mengenai Riselia tepat di dadanya. Tubuh mungilnya terlempar ke belakang, memantul beberapa kali di tanah sebelum tergelincir hingga berhenti.
“...Kuh... Ugh...!”
“Ahhaha, ya, ekspresi yang kau buat itu adalah apa yang ingin kulihat.”
Riselia membuat suara kesakitan saat Muselle melihat ke arahnya dengan sangat gembira. “Mari kita tunjukkan bocah nakal itu betapa tidak berharganya dirimu—Ahhh!”
Tubuh Muselle tiba-tiba bergerak-gerak ketakutan.
...Sial. Aku membiarkan aura haus darahku muncul sejenak, dan dia menyadarinya.
“...Aaah, Meiya, kenapa kau jadi begitu kewalahan melawannya?! Dia hanya anak-anak! Hancurkan dia!” Pemuda itu mengarahkan tongkat Pedang Suci ke arah gadis yang terikat oleh bayangan.
“Percuma,” kata Raja Undead sambil mengangkat bahu.
Boneka yang memegang tombak bisa berjuang sekeras yang dia bisa, tapi dia tidak akan pernah bisa melarikan diri.
“...Ugh, apakah Pedang Suci-mu mengendalikan bayangan?” Muselle bertanya, menatap Leonis seolah-olah sedang melihat sesuatu yang menjijikkan.
Kemudian itu pun terjadi.
“...dak... kit...!”
Riselia menancapkan pedang latihan ke tanah dan berdiri dengan terhuyung-huyung.
“Apa...?” Wajah Muselle berubah karena keterkejutan yang tidak menyenangkan.
Dia tidak pernah mengira Riselia akan bangkit kembali setelah menerima serangan dari Pedang Suci.
Dan lagi...
“Ini... bahkan tidak sakit!”
Rambut keperakannya bersinar cemerlang dengan gelombang mana yang intens, dan mata biru esnya telah dipenuhi dengan warna merah darah. Riselia Crystalia adalah Ratu Vampir—yang terkuat dari semua undead. Dia mungkin belum terbangun, tapi jumlah mana di tubuhnya jauh melebihi manusia.
“Sialan, curang...!” Riselia berlari melintasi lapangan dengan tubuhnya diselimuti mana. Tiga gadis yang memegang Pedang Suci berdiri dan bergegas melindungi Muselle. Pedang Riselia melesat di udara, berbenturan dengan tongkat yang dipegang oleh salah satu bidak Muselle.
“—Penjara Air (Water Jail)!”
Mungkin menyimpulkan bahwa mereka tidak akan menandingi Riselia dalam kekuatan kasar, gadis dengan pedang panjang itu melepaskan kekuatan Pedang Suci-nya. Penjara air terbentuk dari udara tipis, menelan Riselia.
“...Ini... Gah, pah...!”
“Ahha, ahhahaha, bagaimana, apa kau menyukai kekuatan Pedang Suci tipe air milik Millis?!” Muselle tertawa keras.
Tapi ekspresi percaya dirinya dengan cepat hancur.
“Sudah kubilang... Aku tidak akan kalah!”
Mana melonjak dari tubuh Riselia, membentuk anggota tubuh seperti sayap saat dia menerobos penjara air.
“...Tidak mungkin...!”
Riselia mengayunkan pedang latihannya dengan sekuat tenaga, menjatuhkan gadis yang berdiri di jalan keluarnya. Dia terus maju, menghempaskan gadis yang memegang pedang pendek ke samping dalam prosesnya. Tidak ada lagi boneka yang tersisa untuk melindungi Muselle. Tapi saat dia mendekatinya...
“...?!”
Dia membeku tepat saat dia akan mengayunkan pedang latihannya.
“...Ke-kenapa...?!” dia bergumam dengan suara goyah.
Pedang latihan jatuh ke tanah dengan suara kering dan berderak. Ujung Pedang Suci Muselle tertancap di depan dahinya.
“Heh, heh-heh... Aku tidak tahu darimana kau mendapatkan kekuatan semacam itu, tapi...” Muselle menyeringai percaya diri. “Pada akhirnya, itu bukanlah tandingan Pedang Suci sungguhan!”
“U... Ugh...!” Riselia berdiri kaku seperti patung, tidak bisa bergerak.
Apa yang dia lakukan?
Muselle tertawa, seolah menjawab pertanyaan Leonis.
“Ini adalah kekuatan dari Tongkat Ketaatan Mutlakku—Pemaksa Kekuasaan (Forced Dominion)!”
Muselle mengambil pedang latihan yang dijatuhkan Riselia dan memukul kepalanya dengan pedang itu.
“Ugh, aaah...!” tidak mampu melawan, Riselia jatuh ke tanah.
“Ini semua salahmu sendiri, Riselia. Kau seharusnya mematuhiku!” Dia memukulinya berulang kali saat Riselia berbaring di sana tak berdaya.
“Ada apa, bocah?! Kau hanya akan menonton?!” Muselle mengejek.
“Hei, hentikan!” “Memangnya menyiksa siswi yang lemah itu menyenangkan?” “Dia bahkan tidak bisa bergerak!”
Penonton mengangkat suara mereka yang mengeluh. Namun, Diglassê tidak bergerak untuk menghentikan pertarungan tersebut.
Kurasa ini sudah berlangsung cukup lama..., pikir Leonis.
Sebagai tuan Riselia, dia tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut.
Aku sudah cukup menonton. Riselia mungkin tidak berpengalaman, tapi dia tetaplah menjanjikan...
Sambil mengangkat tongkatnya, dia mulai merapalkan mantranya.
Kurasa aku harus menahan diri meskipun lawannya adalah bajingan seperti dia. Setidaknya agar tidak sepenuhnya melenyapkannya....
Dia masih bersedia mengambil satu atau dua lengan sebagai balasan atas cara Muselle mempermainkan pengikutnya. Tapi kemudian... Leonis menyadarinya. Mata Riselia masih belum menyerah.
“...kan, kalah...”
“Hah?”
“Bahkan tanpa Pedang Suci, aku tidak akan pernah, kalah darimu!”
“Apa?!”
Riselia bangkit berdiri.
“Tidak mungkin... Bagaimana kau bisa menembus Pemaksa Kekuasaan (Forced Dominion)-ku?!” Pemuda pirang itu terhuyung mundur beberapa langkah dengan mata yang terkejut. “Grr... perlawananmu sia-sia!”
Dia pun melepaskan kekuatan Pemaksa Kekuasaan (Forced Dominion) untuk kedua kalinya...
Tapi...
Setiap pasang mata di sekitar tertuju arah ke Riselia seolah-olah waktu telah berhenti.
“...Hah?”
Tapi yang paling terkejut dari semuany adalah Riselia sendiri. Saat dia berdiri... satu pedang muncul di hadapannya, bersinar dengan cahaya khidmat. Pedang pendek yang begitu indah, orang-orang hanya bisa melihatnya dengan kekaguman. Gagang pedang itu menunjukkan pengerjaan-nya yang indah.
“Tidak mungkin... Ini...” Mata Riselia membelalak saat dia meraih gagang pedang itu. Pedang Suci itu sangat cocok untuknya, seolah-olah dia telah menggunakan itu di sepanjang hidupnya.
“...Pedang Suci ?! Itu tidak mungkin!” Muselle berteriak panik.
Tidak salah lagi. Itu adalah Pedang Suci yang lahir dari jiwa Riselia.
“Whoooooooooooo!”
Para siswa di sekitar bersorak.
“Ooh. Banyak yang membangkitkan Pedang Suci mereka di tengah panasnya pertempuran, tapi putri dari keluarga Crystalia itu jelas melakukan satu pemanggilan yang dramatis...,” Leonis mendengar Diglassê bergumam pada dirinya sendiri. “Aku penasaran, apakah itu ada hubungannya dengan pertemuannya dengan anak itu?”
Dia melirik Leonis dengan tatap curiga. Leonis menanggapi hanya dengan membuang muka, mengalihkan pandangannya kembali ke arah pengikutnya. Mata mereka bertemu, dan Riselia mengangguk sebelum mengayunkan Pedang Suci miliknya.
“—Ini adalah kekuatan Pedang Suci-ku!”
“...Terus?! Apa menurutmu kau bisa mengalahkanku dengan Pedang Suci yang ba—”
Seketika, suara yang merobek udara berbunyi, saat itu juga, Riselia menghilang dari pandangan Muselle.
“—Hah?”
Momen berikutnya, Riselia berdiri tepat di belakangnya. Pedang Suci Muselle telah patah menjadi dua dan menghilang menjadi partikel cahaya.
“Ah... Aaah... P-P... Pedang Suciku...!”
Leonis bisa mendengar saat hati Muselle hancur.
“...Apa yang akan kau lakukan?” Riselia bertanya saat menghunuskan ujung pedangnya ke leher Muselle.
“M-Menyerah! Aku menyerah! “ seru Muselle seraya mengangkat kedua tangannya di ke atas.
Sorakan meriah terdengar dari segala arah di sekitar gadis yang menang itu.
“Lady Selia!” Regina lari dari balkon dan segera memeluk temannya.
“Selamat, Riselia Crystalia,” kata Diglassê sambil tersenyum lembut. “Kerja kerasmu akhirnya membuahkan hasil.”
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWowowowowowowoow
ReplyDelete🗿☝️
ReplyDelete