Bab 14 | - Cinta Pertama x Malapetaka -
Aku menyukai senyumnya.
Setiap kali aku memberikan dirinya potongan kue yang lebih besar.
Setiap kali aku kalah dengan sengaja untuk membuatnya menang.
Diriku sendiri tidaklah penting. Kebahagiaannya adalah segalanya untukku.
Aku ingin tetap seperti itu.
Itu sebabnya aku ingin memiliki seorang pacar. Aku ingin dirinya merasa nyaman jika hubunganku dengan Onii-san terungkap.
Itu adalah pemikiran yang sangat bagus.
Aku tidak ingin merusak hubungan kami saat ini.
Hubunganku dengan saudaraku sama pentingnya seperti hubunganku dengan saudariku.
Tidaklah masuk akal meninggalkan luka permanen untuk ketidakpastian singkat seperti cinta.
Aku tidak bisa membuat pilihan.
Aku mengasihani pacarku yang akan dimanfaatkan oleh wanita sepertiku. Aku tidak pernah merasakan cinta, jadi aku memilih pasangan yang kalau bersamanya tidak akan menjadi salah untuk selingkuh, dan memilih pasangan yang aku dapat mempertahankan hubungan hanya melalui hubungan fisik. Namun, karena dia memilihku. Aku akan memeras kembali sejumlah uang yang masuk akal darinya.
Dengan begitu, tidak ada yang merasa rugi dan tidak ada yang tidak bahagia.
Itu adalah cara terbaik untuk membuat segala sesuatunya baik-baik saja. Cara terbaik yang bisa kulakukan untuk mereka.
Benar.
Aku tahu.
Aku tahu itu. Aku sudah tahu itu. Meski begitu...
Saat aku melihat mereka berciuman di taman, semua yang ada di dalam diriku menolak gagasan itu.
Aku menolaknya dan lari.
Aku membuang semua yang kujanjikan pada diriku sendiri.
Setelah itu, aku tidak yakin apa yang kulakukan...
Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai di sini.
Aku tidak tahu ke mana aku berjalan.
Aku tidak tahu apa aku tadi naik kereta atau bus.
Aku tidak tahu apa-apa.
Tau-tau, aku yang basah kuyup karena hujam, sudah berada tepat di depan apartemen tempatku tinggal bersama saudaraku.
Selama waktu itu, aku tidak bisa melihat apapun.
Tidak, aku tidak ingin melihat apa pun.
Satu-satunya hal yang terlintas di pikiranku adalah satu pertanyaan.
Itu semua demi saudariku, kan?
Terus kenapa aku tidak pacaran dengan Aizawa. Jika aku pacaran dengannya, semuanya akan baik-baik saja.
Mengapa aku tidak bisa...
Apa yang kulakukan?
Apakah aku...
Kesadaranku menjadi keruh dan itu menyelimuti penglihatanku.
Tapi... Di tengah kegelapan, aku melihat kilatan cahaya datang dari rumah kami.
Dia pasti sudah pulang ke rumah.
Tapi. aku tidak ingin masuk ke dalam.
Aku tidak tahu bagaimana diriku akan menghadapinya ketika dia memberi tahuku tentang ciuman itu.
Aku takut...
Sekarang sudah jam 9. Dan di luar sedang hujan.
Aku tidak tahu harus pergi ke mana lagi.
Aku menaiki tangga besi yang berkarat. Aku menyadari bahwa kakiku telanjang. Rupanya, aku telah meninggalkan heel-ku yang patah di suatu tempat.
Aku tersenyum pahit mengetahui bahwa sampai sekarang aku sama sekali tidak menyadari itu.
Aku naik ke atas dan menyentuh kenop pintu rumah.
Itu tidak terkunci.
Aku membuka pintu dan menemukan sepatunya di pintu masuk.
"Aku pulang..."
Tapi tidak ada jawaban.
Aku berjalan di lorong dengan kaki yang basah.
Tap, tap, tap, tap.
Jejak kakiku dan tetesan air yang menetes dari rambutku mengotori lorong saat aku menuju ruang tamu.
Dia ada di sana, tertidur nyenyak saat bersandar di dinding.
Makan malam yang ada di atas meja tidak tersentuh.
Dia pasti terlalu lelah untuk makan malam. Dia was-was dengan kencannya dan tidak bisa tidur tadi malam.
Saat ini dia tidur nyenyak, dia pasti sedang memimpikan sesuatu. Kelopak matanya tertutup rapat, pernapasannya tenang, dan mulutnya kendur.
Ada sedikit bekas lipstik merah muda di sudut bibirnya.
"Aha..."
Aku mencium bau segar seperti mint keluar dari tubuhnya.
Pikiranku menjadi kosong, dan pertanyaan-pertanyaan yang menyiksaku begitu lama sirna seketika.
Hanya satu dorongan yang tersisa.
Aku melintasi lorong begitu saja.
Saat aku mendekat, aku menjilat bibir atas dengan lidahku, lalu menjilat bibir bawahku dengan cara yang sama.
Setelah membasahi bibirku secukupnya, aku menempelkan bibirku dengan lembut ke bibirnya.
"Hym..."
Aku meletakkan tanganku di pipinya saat dia menggeliat dalam tidurnya.
Aku menempelkan bibirku ke bibirnya dan menekannya dengan lembut.
Aku ingin mengganti perasaan saudariku dengan perasaanku sendiri.
Akhirnya, aku berhenti dan melihat bekas lipstik saudariku telah hilang.
".................."
Aku bergidik pada kesenangan luar biasa yang kurasakan saat itu.
Oh, begitu ya.
Ini adalah pertama kalinya aku merasa seperti ini. Ibuku pasti merasakan hal yang sama ketika dia menghancurkan keluarga kami.
Perasaan bahwa dunia tempatku tinggal terpecah hanya untuk satu orang ini.
Hal-hal yang kudapatkan dalam hidupku. Hubungan yang telah kubangun. Semuanya... Kepercayaan, persahabatan, kasih sayang, evaluasiku. Semua hal ini menjadi tidak penting di hadapan satu orang ini.
Intens layaknya----Obsesi.
Kurasa ini adalah "Cinta".
Hari ini, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan cinta.
Dia adalah sudaraku, dan pacar dari saudariku.
Tidak ada lelucon yang lebih lucu dari itu.
Kupikir itu gila bahwa ada yang orang ingin berada di panggung ini hanya karena gairah sekilas.
Itulah yang kuyakini.
Tapi--aku jadi tahu.
Saat aku melihat mereka berciuman di bawah jembatan.
Aku tidak bisa menerima pemandangan itu, dan aku menghancurkan idealismeku sendiri.
Aku tahu bahwa diriku memiliki keinginan kuat untuk menghancurkan segalanya kendati menerima pemandangan itu. Dan sekarang setelah aku mengetahuinya, aku tidak bisa lagi membodohi diriku sendiri.
Aku tidak akan mundur.
Meskipun aku menyerah pada potongan kue yang lebih besar.
Meskipun aku menyerah untuk memenangkan permainan.
Aku tidak akan menyerah pada cinta ini.
---
Apa aku mencium Haruka?
Awalnya aku berpikir kalau itu adalah mimpi.
Mimpi bahagia, kenangan akan hari terbaik dalam hidupku.
Tapi aku merasa ada yang berbeda.
Ciuman itu begitu menggairahkan hingga membuatku kewalahan.
Aku tidak pernah merasakan sesuatu yang seperti ini.
Apa itu mungkin untuk memimpikan sesuatu yang tidak kau ketahui?
Tidak, ini---kenyataan.
"Nhm~~~"
Aku segera mendorongnya.
Dia bukan... Haruka.
Aku tidak yakin pada jarak ini, tapi orang yang ada didepanku adalah Shigure, dengan sosok yang basah kuyup.
"Oh, kau sudah bangun ya... Onii-san."
"S-Shigure? Kau... barusan... Eh~~~"
"Apa kau menikmati ciumanmu yang kedua kalinya? Sedangkan aku, aku sih tidak peduli."
Kedua kalinya?
Dia baru saja bilang "kedua kalinya"!
Yang jadi pertanyaan di sini bukanlah berapa kali!
"Ti-tidak, kau m-menciumku, kan? Aku... Kenapa?"
"Cinta adalah satu-satunya alasan untuk mencium seseorang. Aku sudah bilang padamu. Berciuman adalah salah satu cara untuk menunjukkan kepada seseorang betapa dirimu benar-benar mencintainya."
"Cinta? Kau kan membenciku. Terus kenapa?"
"Diam."
Setelah itu, bibirku ditutup dengan paksa untuk kedua atau bahkan ketiga kalinya.
"Shh-Shigure, jangan bermain-main..."
"Aku mencintaimu."
"Terus."
"Aku mencitaimu."
"Tu-tunggu."
"Aku mencintaimu."
Setiap kali aku mencoba mengatakan sesuatu, dia menciumku dengan penuh gairah.
Dari bibir lembutnya, panasnya, perasaannya... cintanya merembes ke dalam diriku. Seperti racun, itu menghentikanku untuk bergerak.
Aku kewalahan oleh cintanya yang begitu kuat.
Matanya basah oleh air mata. Aku melihat bayanganku di matanya. Sambil memelukku, dia berbisik...
"Aku mencintaimu, Onii-san. Aku mencintaimu. Kau begitu baik kepadaku. Aku tidak peduli meskipun kau memilih Nee~san. Kau bisa berpacaran dengannya dan memiliki masa depan yang bahagia bersamanya. Aku tidak butuh semua itu. Aku tidak ingin membuatnya sedih, dan yang lebih penting, aku tahu betul bahwa [Posisi Publik] seperti itu adalah suatu hal yang tolol. Setiap saat mulai sekarang, aku hanya ingin berada di hatimu. Jadi, Onii-san. Apa kau mau berselingkuh denganku?"
Aku mendengarnya. Tapi...
"Kali ini, aku tidak bercanda."
Hm... aku mengerti.
Dia memohon sambil menciumku dengan penuh gairah.
Bahkan orang tolol sepertiku, yang tidak mengerti hati seorang gadis, bisa mengatakan bahwa dia memang serius.
Dia meletakkan tangannya di pipiku. Dan kemudian dia menciumku lagi.
Itu adalah ciuman lembut yang tidak panas seperti sebelumnya.
Pada saat itu... Aku bisa menahan tindakannya. Aku bisa memaksanya pergi.
Tapi aku tidak bisa melakukan itu.
Aku tidak bisa, karena aku terlalu bingung. Mungkinkah itu karena aku diliputi oleh emosinya yang begitu luar biasa?
Aku sendiri tidak tahu.
Yang kutahu hanyalah kalau saat itu aku diserang.
Aku diracuni oleh cinta yang dalam, manis...dan penuh gairah.
...Dan bibir kami bertemu (lagi).
Sentuhannya yang lembut, panas, dan manis menutupi pikiranku.
Aku bahkan tidak bisa mengingat bagaimana rasanya mencium Haruka, ciuman yang kupikir tidak akan pernah kulupakan.
Jadi pada hari aku mencium pacar tercintaku untuk pertama kalinya, aku mencium saudarinya.
Mantap
ReplyDeleteThank update nya
Semangat min
bahaya ini, mantab tapi. good job min
ReplyDeleteNTR momen
ReplyDeleteWawah..plot nya hebat sekali...
ReplyDeleteTuhkan soft ntr mana berat bgt pulak ðŸ˜,w smpe gk bisa milih nge ship mana
ReplyDelete