Maou Gakuin no Futekigousha Volume 4 - Bab 51

Bab 51
Rahasia Pedang


Beberapa saat setelah itu—

Saat aku menaiki tangga Guniel, aku melihat Reno di depanku. Memegang penyiram besi di tangannya, dia menaiki tangga seolah sedang melompat-lompat,

"Reno."

Saat aku memanggilnya, dia berbalik.

"Halo Anosh, kau juga mau pergi ke taman bunga?"

"Iya."

Aku berjalan di sampin Reno dan menaiki tangga.

Fumu. Jarang sekali Shin tidak ada. Lebih aku menggunakan kesepatan ini untuk bertanya.

"Aku mau bertanya, apa bisa roh yang pernah lahir menjadi roh yang berbeda dengan nama yang sama?"

"Eh...? Hmm, entahlah? Jika rumor dan legenda berubah, roh akan berubah sesuai itu. Tapi itu sangat bergantung pada rumor dan legenda saat roh pertama kali lahir." Reno menjelaskan. "Misalnya, aku kan Ibu Roh Agung. Menjadi ibu dari semua roh adalah dasar dari diriku. Jadi, jika di masa depan yang jauh rumor dan legenda menyebar bahwa Ibu Roh Agung Reno bukanlah ibu dari para roh, itu artinya sama dengan aku dihancurkan."

"Jadi maksudmu, rumor dan legenda yang bertentangan dengan rumor dan legenda yang mendasari roh memperpendek umur roh?"

"Benar. Tidak seperti iblis dan manusia, roh tidak bereinkarnasi. Tidak ada yang namanya reinkarnasi atau menjadi roh yang sepenuhnya berbeda. Namun sebaliknya, selama ada rumor dan legenda, roh sulit untuk dihancurkan."

Aku penasaran apakah Avos Dilhevia dapat ditangani melalui rumor dan legenda, tapi yang mendasarinya adalah Raja Iblis Tirani. Jadi sepertinya tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengubahnya.

"Jika rumor dan legenda sesuai untuk Ibu Roh Agung Reno, bahkan yang sudah terbuat nanti bisa terpengaruh. Misalnya, bunga air mata. Dulu tidak ada legenda tentang air mataku yang bisa melahirkan roh. Tapi sekarang aku dapat melakukannya, dan karena itu sesuai dengan rumor tentang Ibu Roh Agung, jadi aku memiliki kekuatan untuk melakukan itu."

Jadi begitu ya.

Yah, bahkan jika aku mendapatkan ide yang bagus, tidak ada bisa kulakukan tanpa menyebarkan rumor dan legenda

“Apa ini ada kaitannya dengan Lina?”

"Yah, mungkin ada kaitannya, tapi aku belum tahu. Aku sedang menyelidikinya."

"Begitu ya, jika kau menemukan sesuatu, beri tahu aku ya."

Saat kami sampai di pintu tak terlihat, Reno membukanya. Di taman bunga air mata ada Misha, Lina, Ray, dan Shin.

Melihat punggungnya, Reno berkata sambil tersenyum.

"Shin, ayo sirami bunganya."

Shin menjaga agar wajahnya tetap menghadap ke depan dan hanya melihat sedikit ke arah Reno.

"Mohon tunggu sebentar. Aku akan berurusan dengannya dulu."

Menghadapinya adalah Ray, yang memegang Pedang Unik. Seperti yang dijanjikan, dia mencoba untuk menyerang Shin dan mengembalikan Sigshesta, tapi dia tampak kesulitan. Setauku, ini sudah tantangan yang ketujuh untuk hari ini.

"Eeehh, tidak adil kalau kau berurusan dengan Ray sepanjang waktu."

"Menyiram bunga juga tidak cocok untukku. Paling-paling aku hanya akan membuat bunga-bunga itu layu."

Reno menjadi kesal ketika mendengar kata-kata itu.

"Kenapa kau malah bilang begitu? Kau kan sudah janji, kalau semuanya akan baik-baik saja. Tolol, dasar Shin tolol!"

Shin melirik ekspresi Reno yang cemberut.

"Merepotkan sekali."

“Apa kau mau kuberitahu sesuatu yang bagus?” gumam Ray saat melihat keduanya

Shin mengangkat alisnya.

"Apa itu?"

"Katakan padanya kalau kau akan membuatku kalah secepatnya demi dirinya, dengan begitu suasana hatinya akan lebih baik."

Jika bukan karena Ray, Reno dan Shin tidak akan berdebat seperti ini. Dia menyarankan agar masa lalu tidak berubah sebanyak mungkin.

“Bukankah hasilnya akan sama saja?”

"Ini sama seperti pedang. Misalnya, bahkan jika tidak bisa memotong, tidak perlu untuk dipikirkan mana yang lebih unggul, cara memotong yang menyebabkan bilahnya tumpah atau yang tidak."

Untuk sesaat, Shin terdiam.

"Kau ada benarnya."

Saat Shin berpikir, Ray melangkah masuk dan mengayunkan Pedang Unik.

"—Kau lengah... hah!"

Suara melingking terdengar saat pedang berbentrokan dengan pedang.

Shin menyerang Sigshesta Ray dengan salah satu dari 1000 pedang muiliknya, Pedang Tanpa Bilah, Cadena Reios.

"Reno."

"Apa?" jawab Reno dengan sedikit kesal.

"Aku akan segera menyingkirkannya, jadi tunggulah sebentar."

Kemudian, ekspresi Reno menjadi santai dan tersenyum.

"Ya, aku akan menunggu."

Dua pedang saling berdesakan satu sama lain dengan suara melengking. Shin menghancurkan serangan pedang berkecepatan tinggi yang dikirimkan Ray.

"Aku terkejut."

"Begitulah. Kau hanya perlu mengubah sedikit arah berpikirmu."

Pada saat Pedang Unik dan Pedang Tanpa Bilah bertabrakan, kedua bilah itu saling tumpang tindih seolah-olah mereka saling menyerap. Ini karena Ray memagenitasi Pedang Unik dan menarik Pedang Tanpa Bilah.

"Bukan itu yang kumaksud. Yang mengejutkanku adalah betapa cepatnya dirimu tumbuh."

Ray melangkah maju dan mendorong Shin dengan pedangnya.

"Setiap kali kita bertarung, kau menyerap lebih banyak teknik pedangku. Dibandingkan dengan saat kita pertama kali bertemu, pedangmu terlihat berbeda."

Shin yang disebut [Seribu Pedang] tidak hanya mengacu pada kepemilikannya atas seribu pedang iblis, tapi juga megacu pada berbagai macam teknik pedangnya. Ray mempelajari seribu teknik itu dengan kecepatan yang menakutkan.

"Kurasa sudah waktunya aku mengembalikan pedang ini padamu."

Ray menempatkan semua kekuatannya ke dalam Pedang Unik. Saat Shin mencoba untuk melangkah, Ray menghapus kekuatan magnet pedang dan membiarkan Pedang Tanpa Bilah itu melewatinya. Sesaat, Shin kehilangan posisinya. Tidak melewatkan celah itu, Ray mengayunkan Sigshesta.

"...Hah...!!"

Merasa yakin telah mengenainya, Ray meragukan matanya saat melihat momen berikutnya.

Sepenuhnya melihat melalui lintasan Pedang Unik, Shin menghindarinya dengan gerakan minimal. Bahkan tidak ada celah satu milimeter antara tubuhnya dan bilah.

"Akan kutunjukkan."

Pada saat yang sama dengan kata-katanya, Ray mengungkapkan keterkejutan.

Kekuatan sihir Shin menghilang.

Itu benar-benar hilang, bahkan tanpa riak.

Kekuatan sihir adalah sesuatu yang memancar dari muasal meski tidak  melakukan apa-apa. Ini bukan masalah sepele untuk menghapusnya sepenuhnya, daripada menyembunyikannya secara sihir. Semakin kuat kekuatan sihirnya, semakin sulit melakukan itu.

Pada saat berikutnya, kekuatan sihir dari Pedang Tanpa Bilah meningkat lebih dari sebelumnya. Dan dengan suara berderak, sejumlah besar kekuatan sihir muncul dari Cadena Reios.

Dia memegang pedang dengan kedua tangan dan mengarahkan ujungnya ke Ray. Dia menyelipkan kakinya dengan gerakan alami dan mengayunkan pedang iblis dari atas. Lebih cepat dari cahaya, bilah Shin menghilang dari pandangan.

Ray yang berhasil bereaksi dengan memegang Pedang Unik.

Bunyi letupan terdengar, dan bunga-bunga di taman bunga beterbangan di udara.

"Itu hampir saja, tapi—"

Saat Ray mengatakan demikian, dia berlutut di tempat.

“......Ggh......ughh......”

Dari bahu hingga pusar, bekas luka pedang muncul dengan kasar. Ray ditebas oleh pedang yang dia yakin telah blokir.

"Ugh... yang tadi itu.........?"

"Rahasia dari Pedang Tanpa Bilang adalah satu, Momen."

Ray mencoba berdiri, tapi dia tidak bisa mengumpulkan kekuatan dan langsung jatuh ke taman bunga. Dia menyembuhkan lukanya dengan sihir pemulihan, tapi sepertinya itu tidak sembuh dengan mudah.

"...Aku sudah ditebas sebelum kau mengayunkan pedangmu ke bawah..."

Shin mengangguk pelan.

“Pedang Tanpa Bilah, Cadena Reios adalah pedang iblis yang menawarkan berat dan kekuatan tak tertandingi. Namun, kekuatan sebenarnya dari pedang iblis ini hanya dapat dibangunkan dengan bekerja pada muasal pedang. Bilah dari Pedang Tanpa Bilah tidak ada pada saat ini, itu selalu memotong masa lalu."

Saat Shin mengayunkan pedangnya yang tidak memiliki bilah, pedang Cadena Reios kembali ke masa lalu dan menebas Ray beberapa saat yang lalu. [Catatan Penerjemah: Mirip-mirip teknik Bercouli di SAO.]

Itu sebabnya, pedang itu menebas sebelum Shin benar-benar mengayunkan pedang ke arah Ray.

"...Apa kau yang mengurangi kekuatan sihir menjadi ketiadaan supaya dapat melepaskan kekuatan sejati dari pedang iblis itu?"

"Ya. Dan ini tidak terbatas pada Pedang Tanpa Bilah. Pedang iblis dan pedang suci memiliki kekuatan yang tersembunyi di baliknya. Itu disebut kedalaman rahasia pedang. Tidak peduli seberapa banyak dirimu meningkatkan kekuatan sihir, kekuatan sejati dari suatu pedang tidak akan pernah muncul. Tidaklah cukup menyatukan pedang dengan tubuhmu. Kau harus mencapai keadaan ketiadaan, menggenggam muasal pedang dengan muasalmu sendiri, dan menjadi satu dengannya. Hanya dengan melakukan itu, kau dapat meraih kedalaman rahasia."

Berbaring telentang, Ray menatap Shin dengan bingung.

"...Apa teknik itu berhasil pada Pahlawan Kanon?"

"Sayangnya, itu adalah pencapaian yang dilakukan setelah semuanya berakhir." Menyimpan Pedang Tanpa Bilah di dalam lingaran sihir, Shin berbalik. “Jika itu dirimu, suatu hari kau pasti akan bisa mencapai kedalaman rahasia pedang iblis.”

"...Aku tidak begitu yakin tentang itu. Aku penasaran, apa aku bisa mencapai titik di mana kekuatan sihirku dihilangkan."

Bahkan saat mengatakan ini, Ray sudah berlatih untuk menghapus kekuatan sihirnya.

Shin tersenyum tipis.

"Aku bersyukur telah menemukan seseorang untuk menunjukkan ini sebelum reinkarnasiku. Karena jika aku bereinkarnasi, kedalaman rahasia mungkin tidak akan pernah bisa dicapai lagi."

Shin mungkin ingin meneruskan ilmu pedangnya kepada orang lain.

Dia tidak mahir dalam sihir muasal, dan jika dia bereinkarnasi, dia tidak tahu apakah dirinya bisa mencapai level itu di kehidupan berikutnya. Meski begitu, Shin tetap memutuskan untuk bereinkarnasi.

Kurasa itu untuk menjadi lebih kuat.

Seperti yang dikatakan Nousgalia, pria ini mungkin menginginkan hati. Bahkan jika harus kehilangan pedangnya, yang merupakan kebanggaan dan kegembiraannya, dan menjadi lebih lemah dari dirinya yang sekarang, di tetap menginginkan cinta. Namun demikian, Shin sama sekali tidak bereinkarnasi.

“Maaf membuatmu menunggu, Reno.”

"Shin! Tunggu dulu, apa artinya ini?"

Reno memiliki perisai batu di tangannya. Setengah bagian bawah dipotong dengan rapi.

Titi dan yang lainnya terbang dengan lembut dan melayang di sekitar Shin dan Reno.

"Dibuat, perisai."

"Titi dan yang lainnya membuatnya."

"Aku sedang berpikir untuk bermain dengan paman pengguna pedang."

"Tapi dibelah dalam sekejap."

"Terbagi dua.",

Titi dan yang lainnya terlihat muram.

"Karena mereka membuat perisai dan ingin bermain, jadi aku melakukan itu."

"Kau harusnya jangan menebas dengan serius. Bermain itu ya, sama seperti saat kejar-kejaran, semacam permainan pura-pura. Akan menyedihkan jika benar-benar dipotong menjadi dua setelah bersusah payah untuk dibuat, ya kan?"

"Memang benar itu menyedihkan, mengingat betapa mudahnya itu dipotong."

"Bukan itu yang kumaksud, sebagai hukuman, kau harus melakukan sesuatu terhadap perisai ini."

"Apa maksudmu?"

"Yang kumaksud seperti memperbaikinya atau mencari kegunaan lain untuk itu."

"Kegunaan lain perisai yang sudah terpotong?"

Reno mengangguk.

"Kau sendiri yang memotongnya, jadi setidakaya kau harus memikirkan itu."

Shin merenung.

"...Apa kau bisa memberiku waktu untuk memikirkannya?"

"Oke. Kalau begitu, kita menyiram dulu."

Reno memberikan Shin penyiram dan secara sihir mengisinya dengan air. Titi dan yang lainnya terbang kesana kemari dan dengan gembira meneriakkan "air", "air", "layu lagi", "bunganya layu" dan seterusnya.

"Seperti kata Titi dan yang lainnya, menurutku bunga air mata akan layu."

Sambil mengatakan itu, Shin menyirami taman bunga dengan penyiram. Dan dalam sekejap, bunga-bunga itu menjadi layu.

Reno tersenyum melihat pemandangan itu.

“Kenapa kau tidak marah?”

"Eh? Kan aku yang menyuruhmu."

“Tapi pas sebelumnya kau marah.”

Reno tersenyum.

"Yang itu adalah salahku. Aku tidak tahu apa-apa tentang Shin. Tapi sekarang sudah berbeda. Shin melakukan yang terbaik untuk menyirami bunga. Kupikir kau telah memberikan cinta. Maka dari itu, aku harus menerimanya."

“Tapi jika tidak memberikan cinta, bunga-bunga ini akan layu loh?” kata Shin saat menatap bunga yang lalu dengan mata dingin.

"Tapi kau tahu, ini adalah bunga yang tumbuh dari air mataku. Aku yakin jika diriku menerima cinta darimu, bunga-bunga itu akan mekar dengan baik."

"...Apa ada legenda seperti itu?"

"Yah. Aku hanya berharap begitu."

Shin menyirami bunga dalam diam. Mungkin dia takut bunga-bunga itu layu, dia hanya sedikit memiringkan penyiram.

"Begitu ya.”

Shin tiba-tiba menutup matanya sambil terus menyiram. Kemudian dia mengulurkan tangannya di depan matanya dan menggerakkannya dengan cara mengelus. Itu pasti Gennul si Serigala Penyembunyi. Dari reaksi Shin, dia tahu bahwa Gennul sedang mengaisnya seperti dirinya adalah anjing.

Aku berpindah ke Misha, yang memperhatikan adegan itu.

"Apa kau melihat sesuatu yang berbeda?"

"Sama seperti biasa."

Ada sosok Lina di kejauhan. Dia duduk memperhatikan Shin dan Reno.

Tiba-tiba, bayangan kecil lewat di depanku.

Para peri terbang ke arahku.

"Anosh, yaho."

"Si penghibur keliling."

"Buat peniruan itu lagi dong."

"Peniruan Raja Iblis."

Kemudian Misha, yang berada di sampingku, mengalihkan pandangannya ke arahku dan memiringkan kepalanya. Sepertinya dia bertanya apa yang harus dilakukan.

"Ayo tunjukkan."

Ketika aku berkata demikian, Misha membuat singgasana dengan sihir Ibis (Arsitektur Kreasi).

Aku duduk di sana dan berkata dengan keras.

"Buatkan gratin jamur untuk makan malam. Apa? Tidak tahu? Lalu apa makanan yang sesuai untuk Raja Iblis? Manusia? Manusia mana bisa dimakan tolol!"

Titi dan yang lainnya tertawa senang.

"Aku sudah memakannya? Semua jamur di Dilhade? Begitu ya, jika perang terus berlanjut seperti ini, panen jamur akan berkurang, Mau bagaimana lagi.”

Aku berdiri dan berkata dengan nada tegas.

"Aku telah menyadarinya. Aku telah sadar kalau konflik tidak akan menghasilkan apa-apa. Malahan, itu justru menghilangkan gratin jamur. Bawa kedamaian ke dalam dunia. Untuk itu, Raja Iblis Anos akan memberikan nyawanya!"

Titi dan yang lainnya terbang dengan momentum yang luar biasa dan mengangkat suara mereka.

Misha mengalihkan mata tanpa emosi ke arahku.

"......Apa itu kisah nyata?"

"Tentu saja ini ciptaan. Bahkan aku tidak mungkin menyerahkan hidupku demi gratin jamur."

Misha mengedipkan matanya.

"Aku percaya itu."

Kemudian Titi dan teman-temannya terbang ke arahku dan berhenti di pundak dan kepalaku.

"Hei, hei."

"Akan kuberitahu."

"Hal yang menarik."

“Cerita iblis tanpa kepala.”

Mereka mengatakannya dengan ceria.

"Tempo hari aku melihatnya,"

“Sedang berjalang di Aharthern.”

"Kepalanya gak ada."

"Serem."

Gadis-gadis itu bergidik.

"Iblis tanpa kepala?" tanya Sasha yang memiringkan lehernya.

"Fumu. Apa itu tubuh Raja Api Kematian?"

Saat aku bertanya, Titi dan yang lainnya berpikir sambil menyilangkan tangan.

"Raja Api Kematian?"

"Orang yang datang tempo hari itu?"

"Orang yang dipotong oleh paman pengguna pedang?"

"Hmmm?"

"Mungkin begitu."

Seperti biasa, mereka mengucapkan kata-kata yang sulit dimengerti.

"Jadi kemana perginya iblis tanpa kepala itu?"

Melompat dari tubuhku, Titi dan yang lainnya mendarat di atas bunga.

“Sisi lain dari tembok.”

“Meninggalkan Ahartheern.”

"Mungkin dia pulang?"

"Mungkin begitu."

Fumu. begitu ya.

Nousgalia mungkin dalam keadaan setengah mati dan setengah hidup setelah dipotong oleh Shin.

Namun, mengingat apa yang terjadi di dua ribu tahun kemudian, dia harusnya bisa bertahan.

Eldemade masih hidup di suatu tempat.

Dia bersekutu dengan Nousgalia dan mungkin tahu sesuatu.

Meski begitu, aku masih tidak tahu apakah iblis tanpa kepala itu Eldemade atau Nousgalia.

"Ayo pergi."

"Kemana?" tanya Misha.

"Ke Dilhade. Asalkan Ray, Sasha, dan yang lainnya tetap tinggal, kita semua masih dapat berbagi pandangan, Lagian, apapun yang terjadi mereka tidak dapat mengubahnya, jadi itu tidak akan menjadi masalah."

Menghilangkan singgasana yang dibuat, Misha menunjuk pada dirinya sendiri.

"Apa aku boleh ikut?"

"Ya."

Setelah meninggalkan taman bunga air mata, Misha dan aku memutuskan untuk pergi ke Dilhade.



close

1 Comments

Previous Post Next Post