Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 2 - Epilog

Epilog


“Pada akhirnya, sel-sel militan di dalam kekaisaran dinyatakan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Hyperion,” gumam Leonis dengan malas.

Dua hari telah berlalu sejak insiden itu. Dia sedang berbaring menatap terminal informasi dari tempat tidur di kamarnya di asrama Hræsvelgr.

Menurut laporan itu, sisa-sisa kelompok Fraksi Serigala menculik Putri keempat dan membajak kapal perang Hyperion. Insiden tersebut mendapat liputan media berskala besar di seluruh kota. Cerita yang diterbitkan tentu saja berbeda dari apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah berhasil keluar dari terumbu Void, Hyperion diselamatkan oleh armada yang dikirim dari Assault Garden Ketujuh. Pemimpin Fraksi Serigala dikenal sebagai Bastea Colossuf, dan tujuannya diasumsikan sebagai penculikan sang putri dan pembajakan Hyperion.

Laporan selanjutnya menyebutkan bahwa para teroris kehilangan kendali atas kapal dan melakukan kontak dengan terumbu Void. Catatan yang sama lebih lanjut menjelaskan bahwa Void-Void yang menyerang kapal memusnahkan para penyerang, sementara Pengguna  Pedang Suci dari Akademi Excalibur mengambil kesempatan untuk merebut kembali kendali kapal dan melarikan diri dari terumbu.

Leonis mengetuk terminal dengan jarinya dan mematikan layar. Informasi apapun mengenai Pedang Iblis yang digunakan beastmen dihilangkan.

Aku seharusnya memeras lebih banyak informasi dari wanita itu.

Leonis mengingat gambaran dari dark elf yang memberikan Pedang Iblis kepada para beastmen.

Wanita itu jelas menyebutkan dewi...

Tentunya itu adalah orang yang sama yang memberikan Sharnak pedang Zolgstar Mezekis. Leonis dengan cermat memeriksa pecahan Pedang Iblis yang dia kumpulkan. Sebagian besar telah dimusnahkan oleh serangan Dáinsleif, tapi beberapa pecahan masih selamat. Mengapa salah satu dari Arc Seven yang hilang menjadi Void Lord? Apa itu terkait dengan bagaimana Arakael Degradio yang merupakan salah satu dari Enam Pahlawan menjadi seperti itu?

Saat Leonis mulai tenggelam dalam pikirannya, terdengar ketukan di pintu kamarnya.

“...?”

Itu tidak mungkin Riselia; karena gadis itu saat ini sedang mandi.

“Hei, nak. Aku masuk ya,” kata suara yang teredam. Setelah itu, Regina, yang mengenakan seragam pelayannya, masuk ke kamar.

“Regina...”

“Aku datang menjengukmu.” Regina memandang Leonis dengan senyum cerah dan duduk di kursi di samping tempat tidurnya. “Bagaimana perasaanmu?” dia bertanya.

“Ototku nyeri, itu saja. Tapi aku belum bisa mengangkat lenganku...”

Itu adalah efek dari memegang Dáinsleif. Pedang Iblis mengeluarkan kekuatannya sebagai pahlawan dan pendekar pedang terkuat, tapi tubuh anak-anaknya tidak bisa menahan kekuatan sebanyak itu untuk waktu yang lama. Akibatnya, Leonis harus menderita nyeri otot untuk sementara waktu.

“Aku membuatkanmu pai apel hari ini,” kata Regina, mengeluarkan hidangan dan beberapa peralatan dari keranjang yang dibawanya.

Aroma apel yang manis menggelitik hidung Leonis, mengingatkannya betapa dia sangat lapar.

“Terima kasih. Aku menghargainya... Aah, aduh...” Leonis mencoba mengangkat lengannya, tapi meringis saat rasa sakit menyerang bahunya.

“Jangan memaksakan dirimu. Ini, aku akan menyuapimu.” Regina memberikan senyum yang agak cemas dan memotong sepotong pai lalu mengangkatnya agar bisa dimakan Leonis.

“T-tidak usah. Aku bisa makan sendiri.”

“Kenapa, apa kau malu? Ayo, bilang 'aah'...”

Karena tidak punya pilihan, Leonis menggigit potongan pai yang ditawarkan Regina padanya.

“...Ini enak...,” kata anak itu.

Adonan pai dipanggang dengan baik, memberikan tekstur yang renyah namun lembab. Rasa manis dan asam dari apel sangat seimbang, menghasilkan rasa nikmat yang memenuhi mulut Leonis. Dia tidak ingat pernah mencicipi pai apel seenak ini, bahkan saat dia masih manusia biasa.

“B-benarkah? Senang mendengarnya...” Regina tersenyum senang dan menawarkan sepotong pai lagi.

Melihat ekspresi cantiknya mengingatkan Leonis akan sesuatu.

“Kau pada akhirnya tidak bertemu dengannya, kan?” tanya Leonis.

Mendengar pertanyaan itu, tangan Regina berhenti. “...Tidak, aku tidak bertemu dengannya.” gadis itu mengangguk singkat.

Putri Altiria sudah meninggalkan Assault Garden Ketujuh saat menjelang siang dengan dikawal oleh armada dari Kekaisaran Terintegrasi. Rupanya, Altiria ingin tinggal lebih lama, tapi setelah insiden itu, dia tidak diizinkan melakukannya.

“Setidaknya kami bisa berbicara melalui roh.” Regina tersenyum puas.

“Kurasa itu benar,” jawab Leonis.

Regina menatap wajah anak laki-laki itu untuk waktu yang cukup lama.

“Terima kasih telah menyelamatkan adikku,” katanya.

“Tidak, aku...” Leonis menggelengkan kepalanya untuk menolak ungkapan terima kasih itu.

Dia tidak melakukan itu demi Regina. Harga dirinya sebagai Penguasa Kegelapan menuntut itu.

“Sebagai tanda terima kasihku, aku akan memberimu sedikit hadiah,” kata Regina.

“Permen lagi?” tanya Leonis.

“Tidak, bukan itu. Sesuatu yang lebih baik dari itu...”

Cup. Regina mencium pipi Leonis.

“...R-Regina?!” waha Leonis memerah hingga di telinganya.

“Ohhh? Apa jantungmu jadi berdegup kencang?”

“B-berhenti menggodaku!”

“Aku... Aku tidak menggodamu.”

Leonis mendongak, apa yang dia lihat adalah wajah Regina yang tersipu.

“Rahasiakan ini dari Lady Selia. Oke, Leo?” dia memintanya dengan senyum nakal saat membawa jari telunjuknya ke bibirnya.

---

“Apa tadi ada seseorang di sini, Leo?” Riselia kelaur dari kamar mandi, tubuhnya tertutupi handuk saat dia mengeringkan rambut peraknya.

“Ya, Regina datang untuk menje—bisakah kau berhenti berjingkrak-jingkrak dengan hanya mengenakan pakaian dalam?!”

Leonis buru-buru mengalihkan pandangannya.

Astaga. Aku mungkin anak laki-laki berumur sepuluh tahun sekarang, tapi dia terlalu ceroboh.

Saat Leonis berjuang untuk menjaga dirinya tidak tersipu lagi, saat itu...

“...Leo.”

Sepasang lengan cantik memeluk tubuhnya dari belakang.

Dia bisa merasakan jari-jari yang dingin di kulitnya. Rambut halus menggelitik wajahnya dengan lembut.

“Kau lagi kerasukan apa Selia?”

“... E-erm...aku...uh...,” Riselia tergagap malu-malu.

Hanya itu yang dibutuhkan Leonis untuk memahami apa yang sedang terjadi. Dia mengangkat bahu. Dorongan vampir Riselia semakin menguasai gadis itu. Itu wajar saja. Dia telah kehilangan banyak mana selama pertarungan di kapal.

“Apa kau tidak bisa menahan diri? Sumpah dah, kau ini pengikut yang merepotkan...” Leonis menghela nafas dan merengut menggoda.

“...Uuu...Nn...” Dia bisa merasakan Riselia menggigil malu di belakang punggungnya.

“...Aku bercanda. Silakan minum darahku.” Merasa tidak enak terhadap pengikutnya, Leonis menyela godaan itu.

“B-benarkah...? Boleh nih?”

“Iya.”

“B-baiklah, kalau begitu... aku akan meminum sebanyak yang kubutuhkan...”

Chomp.

Riselia memeluk Leonis dan membenamkan taringnya ke leher Leonis dalam apa yang terasa seperti hanya gigitan.

“Mmm... Nnng...” Leonis tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerang sedikit. Itu tidak menyakitkan. Justru, itu sensasi yang memabukkan.

...Chomp...Chomp...

Riselia yang dalam keadaan linglung menancapkan taringnya ke leher Leonis lagi dan lagi.

“S-Selia...?”

“...Mmm... Lagiiiii... Schlurp... Mmm...”

Tangannya memeluk Leonis dengan erat, Riselia dengan manis memohon lebih banyak. Nafsu vampirnya semakin kuat. Leonis memiringkan lehernya untuk memudahkan Riselia menghisap darahnya.

...Aku benar-benar terlalu baik terhadap pengikutku. Leonis tersenyum pada dirinya sendiri dan mengalihkan pikirannya ke masalah lain.

Void, Pedang Suci, dan seseorang yang diklaim sebagai dewi. Mungkinkah itu semua terkait dengan reinkarnasi-nya?

Dia tidak memiliki cukup informasi untuk mengetahuinya dengan pasti, jadi pertanyaan itu harus menunggu sampai itu bisa dijawab.

Sudah hampir waktunya bagiku untuk mulai membuat gerakanku sendiri...

Leonis menguatkan tekadnya. Jika ada seseorang yang mengklaim nama gadis itu...

Aku akan menghancurkannya dengan semua kekuatanku.

Leonis tersenyum tak tergoyahkan dan mengepalkan tinjunya.



close

3 Comments

Previous Post Next Post