[WN] Yujinchara no Ore ga Motemakuru Wakenaidaro? Volume 3 - Bab 5

Bab 5
Konsultasi


“Dengan ini pelajaran hari ini selesai.”

Bel berbunyi menandakan akhir jam pelajaran, dan guru perempuan yang berdiri di podium—Makiri-sensei mendesak ketua kelas untuk memimpin memberi salam. Setelah salam, dia keluar dari kelas.

Aku juga berdiri dan meninggalkan kelas. Kemudian, ketika aku keluar ke arah lorong, aku berpapasan dengan Makiri-sense5, yangKonsultasi meninggalkan kelas sebelumnya.

Seolah mengingat sesuatu, dia menatapku dan mulai berbicara.

"Waktu yang tepat, Tomoki-kun. Jika sekarang kau tidak punya kesibukan, bisakah kau datang ke ruang konseling?"

Aku mengangguk menanggapi perkataannya. Aku tidak memiliki sesuatu yang istimewa untuk dilakukan. Dan sejujurnya, aku berpikir bahwa sudah waktunya kalau Makiri-sensei akan memanggilku.

Dia mengangguk puas. Aku mengikutinya menyusuri lorong dan segera sampai di ruang konseling.

"Silahkan duduk."

Seperti yang dipersilahkan Makiri-sensei, aku duduk di kursi pipa. Dia membuat gerakan merenung dan kemudian membuka mulutnya.

"Aku tidak punya banyak waktu, jadi aku akan langsung ke intinya. Kau melalukan yang terbaik di ujian akhir kali ini. Sungguh luar biasa kau bisa menempati peringkat ke-2 di angkatanmu. Selamat, Tomoki-kun." katanya dan tertawa pelan.

Aku sedikit tekejut. Sejujurnya, aku senang dipuji seperti ini, tapi rasannya agak aneh.

"Terima kasih.... Tapi alasan aku bisa menempati peringkat ke-2 bukan karena kemampuanku sendiri saja, itu berkat Ike yang mengajariku cara belajar. Seperti yang diharapkan, dia itu memang luar biasa."

Ketika aku menyebut naman temanku yang menempati peringkat pertama di sekolah dalam hal akademi selama ini, Makiri-sensei menggelengkan kepalanya dengan perlahan.

"Tidak peduli seberapa baik seseorang mengajarimu, itu akan percuma jika orang yang diajari tidak mau mendengarkan. Tomoki-kun, kau yang menempati peringkat ke-2 itu karena kerja kerasmu sendiri, bukan orang lain. Kau harus bangga pada dirimu sendiri."

"Menurutku itu memang penting untuk memiliki teman yang bisa mengajariku... Tapi ada kasus seperti Asakura yang nilainya tiba-tiba meningkat setelah dia termotivasi, jadi kurasa ini tergantung pada tiap-tiap orangnya."

Saat aku tiba-tiba menyebutkan Asakura, yang menempati peringkat ke-5 di angkatan kami, Makiri-sensei memasang ekspresi canggung di wajahnya.

"Asakura-kun ya..... tidak kusangka dia tumbuh sebanyak itu, aku jadi merasa tidak enak karena menganggapnya buruk saat pelajaranku."

...Itu karena motivasi pria itu selama masa-masa ujian tidak normal, dan ada bimbingan yang akurat dari Ike, jadi aku yakin Makiri-sensei seharusnya tidak bertanggung jawab untuk itu.

"...Jadi, yang mau kubicarakan."

Makiri-sensei memulai ke inti pembicaraan dengan ekspresi serius. Aku secara naluriah memperbaiki postur tubuhku dan menunggu kata-katanya.

"Tomoki-kun dan Hasaki-san. Akhir-akhir ini kalian tampak begitu dekat. Tapi kurasa ada yang lebih dari itu... aku ingin tahu, apakah terjadi sesuatu?"

Makiri-sensei menanyakan perihal hubunganku dengan Kana. Aku yakin kalau ini yang akan dibahas. Malahan aku penasaran, kenapa dia masih belum menanyakan itu sampai sekarang, ataukah itu karena ada ujian akhir.

Bagi pihak ketiga yang tidak mengetahui situasinya, aku akan terlihat seperti pria yang mendua. Tapi... aku telah memberitahu Makiri-sensei bahwa aku dan Touka adalah kekasih [palsu].

Itulah sebabnya hubungan saat ini mungkin tampak lebih terdistorsi.

"Ada banyak hal yang terjadi anatar aku dan Kana."

Aku sempat bingung bagaimana aku harus menjelaskannya, tapi ketika aku menjawab seperti itu, Makiri-sensei bertanya lagi dengan ekspresi serius.

"Bicara saja sebisa mungkin, aku akan sangat menghargi jika kau bisa memberitahuku."

Aku mengangguk terhadap kata-katanya. Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang benar-benar bisa kupercayai. Dia pasti tidak akan memberitahu masalah ini kepada orang lain dengan mudah, dan melakukan kesalahan.

Dia mencoba untuk membantuku, itu sebabnya dia ingin mengetahui situasinya.  Aku bisa tahu itu dari melihat tatapannya yang lugas.

Dengan keyakinan itu, aku mengatakan kepadanya bahwa baru-baru ini aku mengetahui bahwa Kana dan aku adalah teman masa kecil, dan memberi tahu kalau Kana mengatakan dirinya menyukaiku.

Meskipun aku tidak benar-benar memberi tahu kalau Kana dipanggil Natsuo atau hal-hal spesifik yang telah terjadi, tampaknya Makiri-sensei masih tetap bisa mengeerti apa yang terjadi.

"...Jadi, apa jawabanmu Tomoki?" tanyanya.

"Aku menolaknya. Kubilang padanya bahwa aku tidak bisa berpacaran dengannya."

"Kenapa kau menolaknya? Menurutku Hasaki-san adalah gadis yang luar biasa, bahkan dari sudut pandangku sebagai sesama gadis."

"Meskipun hunganku dengan Touka itu [palsu], kupikir hubunganku dengannya itu penting. Dan juga, kupikir tidak sopan untuk berpacaran dengan seseorang ketika aku tidak memiliki perasaan romantis terhadapnya..... Selain itu, aku tidak menyadarinya saat itu."

"Apa maksudmu?"

Ketika Hasaki menyampaikan perasaannya padaku, aku tidak bisa memikirkan hal lain selain kebahagian dan rasa tidak enak karena telah menyakitinya.

Namun belakangan ini, aku merasakan perasaan yang berbeda terkadang mengelilingku.

“Aku—mungkin merasa takut.”

Di kepalaku, aku mengerti bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan setelah aku menolak Kana. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata, tapi terkadang aku takut. Fakta bahwa aku tidak tahu dari mana perasaan ini berasal atau sebenarnya apa perasaan ini membuatku merasa lebih tidak nyaman.

"......Begitu ya" kata Makiri-sensei, lalu, "Aku mengerti situasinya. Dengan kata lain, Hasaki-san belum menyerah padamu dan masih terus mendekatimu. Aku ingin menghormati keinginannya, jadi aku tidak bisa bicara terlalu banyak, tapi... jangan pernah menjadi tidak tulus, oke? ...Maaf telah menyita waktumu begitu banyak. Kau harus segera kembali ke kelas supaya tidak terlambat masuk pelajaran berikutnya."

Sepertinya Makiri-sensei berpikir bahwa ini adalah akhir dari cerita.

"Eh? Tidak, tidak. Aku berpikir bahwa aku bisa mendapatkan nasihat setelah berkonsultasi denganmu."

Sejujurnya, aku ingin berbicara dengan seseorang tentang kecemasan ini.

Biasanya, aku akan membicarakannya dengan Ike terlebih dahulu, tapi sulit untuk berkonsultasi dengannya karena aku belum mengatakan yang sebenarnya tentang hubunganku dengan Touka. Dan jika berbicara dengan Touka, yang mencoba untuk melanjutkan hubungan [palsu] ini, aku hanya akan mendapatkan opini yang bias.

Dengan kata lain, aku hanya bisa berkonsultasi dengan Makiri-sensei, seorang yang bisa diandalkan dan mengetahui hubungan antara aku dan Touka. Meski begitu, Makiri-sensei tidak memberikan nasihat yang jelas...

Ketika aku berpikir begitu dan merasa sedikit putus asa,

"Tidak apa-apa, jangan dipikirkan terlalu serius." Ekspresi lembut dan penuh belas kasih muncul di wajahnya. "Suatu hari nanti—orang yang peduli padamu akan menerima perasaan itu. Aku jamin itu."

......Mendengar itu, aku berpikir bahwa jika dia telah meyakinkaku seperti ini, maka kurasa aku memang tidak perlu memikirkannya terlalu serius.

"Aku mengerti. Seperti yang kau katakan, meski aku tidak tahu kapan suatu saat itu... tapi untuk saat ini, aku akan berusaha untuk tidak terlalu memikirkanya.... Kalau begitu, aku akan kembali ke kelas dulu."

Setelah mengatakan itu, aku berdiri, memunggungi Makiri-sensei, dan mencoba keluar dari ruang konseling. Namun saat tanganku menyentuh kenop pintu,

“Oh, iya”

Ada apa? Berpikir demikian, aku menoleh ke belakang dan melihat Makiri-sensei.

Dia juga ikut berdiri, lalu membuka mulutnya.

"Aku menghargaimu sebagai siswa. Itu sebabnya, jika kau ingin berkonsultasi... aku akan senang untuk bisa berbicara denganmu lagi.”

Ekspresinya yang mengatakan itu terlihat sangat bahagia... Pada saat itu, entah kenapa aku teringat saat aku dan dirinya saling bertatapan dalam jarak yang begitu dekat ketika terakhir kali aku datang ke sini.

"...Aku akan mengandalkanmu di saat itu."

Aku meninggalkan ruang konseling setelah mengucapkan beberapa patah kata, menahan perasaan malu.
close

4 Comments

Previous Post Next Post