Bab 2 Bagian 9
Sesuatu yang bisa dilihat mata itu
“Astaga, kau ini ngomong apaan sih, asisten-san?”
Wajah tanpa ekspresi itu segera memudar, dan Saikawa kembali ke senyum idolnya yang biasa.
Keterampilannya itu sangat pro, bahkan membuatku merasa sedikit takut.
“Apa kau mau mengatakan kalau aku mencoba membunuh kalian berdua? Ahaha, mungkin kau lebih cocok menjadi penulis misteri, asisten-san.”
Aku selalu ingin mengatakan kalimat seperti ini, tambah Saikawa sambil tersenyum.
“Tunggu dulu, Kimizuka? Bukannya Saikawa-san sudah mengungkapkan rahasianya? Aku tidak pernah mendengarmu menyebutkan apapun lagi selain itu...”
Diantara kami bertiga, Natsunagi lah yang paling kebingungan.
“Kau bilang kalau pelaku tidak mengincar safir yang ada di ruang harta, melainkan mata kiri Saikawa-san. Karenanya, kita tidak menjaga ruang harta itu dan datang ke tempat ini... hanya itu yang kau beritahukan padaku.”
Ya, aku belum memberi tahu Natsunagi semua kebenarannya.
Aku sempat berharap Saikawa sendiri yang akan mengatakannya, tapi sepertinya aku harus menyerah tentang itu.
“Seperti yang kau bilang barusan, Natsunagi, Saikawa sudah mengungkapkan rahasianya... namun, dia tidak mengungkapkan kebohongannya.”
“Kebohongan? Apa maksudmu?”
Di sisi lain, Saikawa bertanya tentang apa yang kumaksud sambil tersenyum.
“Yui Saikawa—kau bekerja sama dengan pelaku untuk membunuhku dan Natsunagi. Benar begitu kan?”
Mendengar perkataanku, tubuh Natsunagi menjadi kaku.
“Tidak, bisa dibilang, dalam masalah ini Natsunagi hanya terlibat. Yang diincar musuh adalah aku.”
“Bagaimana bisa kau mengatakan itu... apa buktinya?”
Natsunagi, yang seharusnya menjadi detektif, mengajukan pertanyaan, dan sebaliknya, Saikawa sama sekali tidak tampak goyah.
Brrrrrrrt
Lalu pada saat itu, ponsel di sakuku berdering.
“Halo, ini Kimizuka... ya, ya... begitukah? Ah tidak, maaf sudah merepotkanmu... terima kasih banyak. Sampai jumpa nanti.”
Syukurlah. Tampaknya semuanya berjalan dengan baik di sisi lain.
“Kimizuka, siapa itu tadi?”
“Ahh, itu Fuubi-san. Baru-baru saja, dia telah selesai menjinakkan semua bom yang ditanam di sekitar ruang harta kediaman Saikawa.”
Seperti yang diharapkan dari tim penjinak bom yang dikomandoi Fuubi-san. Semua diselesaikan tanpa masalah.
“...! T-tapi, bukannya si pelaku mengincar mata kirinya Saikawa-san... terus kenapa di rumahnya sampai ada bom?”
“Sebenarnya, tujuan mereka ada dua. Seperti perkataanku, yang pertama adalah mata kiri Saikawa. Dan yang kedua—adalah hidup kita, saat kita menjaga kediaman Saikawa.”
“Apa maksudmu? Jadi pelaku tidak mengincar [safir yang ada di ruang harta], tapi [kita yang ada ruang harta]?”
“Ya, begitulah.”
Mereka bermaksud meledakkan kami dengan bom waktu jika kami pergi ke sana tanpa mengetahui apa pun. Ada juga bowgun yang barusan, sepertinya musuh tidak berniat untuk muncul secara langsung.
“Dengan kata lain, ini adalah kebohongan yang Saikawa sembunyikan dari kita. Dia mengetahui rencana pelaku... atau lebih tepatnya, dia diberitahu, kemudian mengarahkan kita ke ruang harta itu.”
“Tapi... apa buktinya?”
Aku tidak bisa percaya itu, tambah Natsunagi yang terus menekan.
“Fuubi-san, dia tidak tahu apa-apa.”
“Eh?”
“Kepolisian tidak pernah diberitahu tentang pemberitahuan tindak kriminal yang dikirimkan ke kediaman Saikawa.”
“Tapi ‘kan... bukannya itu karena polisi tidak menanggapinya? Dan membuat dia menyerahkan masalah ini pada detektif!? Bukankah harusnya seperti itu...”
Natsunagi memandang Saikawa, mata birunya tidak gentar sekalipun.
Itulah bagian dari gangguan yang kurasakan saat pertama kali bertemu Saikawa.
Dengan kekayaan yang dia miliki. Polisi yang tidak bertindak jika dia mengungkapkan masalah ini, baik atau buruk, mereka tidak akan bisa dianggap sebagai polisi.
Setelah itu, untuk berjaga-jaga aku menghubungi Fuubi-san, dan seperti yang kuduga, polisi tidak tahu apa-apa tentang pemberitahuan tindak kriminal yang dikirimkan ke kediaman Saikawa.
Ini artinya, Saikawa tidak pernah memberi tahu polisi, dan justru mencari aku dan Natsunagi karena suatu alasan khusus.
Memang benar dia tidak bisa memberi tahu kami bahwa itu melibatkan hidup kami, tapi kesampingkan Natsunagi, setidaknya aku bisa memahami alasan mengapa hidupku diincar, dan juga siapa pelakunya.
“Tapi, bukankah itu aneh? Mengapa Saikawa-san yang seorang idol melakukan itu... Mungkinkah—”
Apa yang ingin dikatakan Natsunagi mungkin berbeda dari kebenaran.
Dia jelas bukan bagian dari 《SPES》.
“Dia mungkin diancam.”
Dan untuk pertama kalinya, Saikawa menjadi goyah, dan bahunya sedikit bergetar.
“Mungkin ancamannya seperti, singkirkan Kimihiko Kimizuka jika kau tidak ingin mata kiri itu dicuri.”
Mungkin itu adalah kondisi yang diberikan oleh mereka.
Saikawa menjual kami kepada musuh, dengan maksud melindungi mata kiri yang lebih penting dari nyawanya sendiri.
“Tapi Saikawa, orang-orang itu tidaklah naif. Mereka tidak hanya menginginkan nyawa kami. Tapi mereka juga ingin mencuri mata kirimu.”
Tidak, mungkin mereka tidak ingin mencurinya; mereka ingin menghancurkannya.
Mereka ingin menghancurkan mata kiri safir dengan bowgun itu, dan tujuannya adalah—
“Tapi kenapa?” Natsunagi menyelaku. “Jika pelakunya... adalah organisasi yang kau bicarakan, kenapa mereka mengincar mata kiri Saikawa-san? Itu memang indah untuk sekedar mata palsu, tapi ‘kan tidak perlu sampai sebegininya...”
“Mata palsu, ya... Itu bukan sesuatu yang sesederhana itu.”
“Eh?”
Pasti ada alasan yang tepat mengapa itu menjadi sasaran.
“Benar begitu kan, Saikawa?”
Saikawa melirik tas clutch yang kuletakkan di kakiku.
“Itu alat pertahanan diri, kan?”
Suara yang dia buat terdengar baik dan menggemaskan seperti biasanya.
Seperti yang kuduga.
Idol memang hebat. Dia tahu apa yang ada di dalam tasku, namun dia masih bisa menunjukkan senyuman seperti itu.
“Untuk perlindungan diri, ya? Gini-gini aku juga pernah menghadapi beberapa situasi yang mengancam nyawa, tahu!”
Aku segera memasukkan satu tanganku ke dalam tas, dan tangan yang lain mendorong Natsunagi mundur.
Dan kemudian, aku mengeluarkan pistol, dan menodongkannya ke arah—
“Aku tidak akan menyerahkan 《mata kiriku》 pada kalian.”
—Yui Saikawa, yang juga menodongkan pistolnya ke arah kami.