Bab 2 Bagian 4
Obrolan tiada arti tidak pernah berakhir
Keesokan harinya.
Aku mengunjungi toko CD di pusat perbelanjaan terdekat sendirian.
Tujuannya adalah untuk melihat album CD Yui Saikawa, serta DVD live-nya. Demi menyelesaikan pekerjaan, merupakan hal yang sangat penting untuk mengumpulkan informasi tentang klien. Aku bisa saja mengajak Natsunagi... tapi yah, asisten lah yang harus menangani pekerjaan yang membosankan. Nah, setidaknya begitulah pengalamanku selama tiga tahun.
“Itu cukup banyak.”
Saat aku memasuki toko, aku mendapati ada banyak barang di pojok unggulan Saikawa, CD yang dirilis selama beberapa tahun terakhir, dan monitor yang menayangkan cuplikan liva konsernya di bagian samping.
“Dia benar-benar bisa menari dengan baik meskipun dia memakai penutup mata.”
Aku ingat dia bilang kalau itu adalah bagian dari karakteristiknya. Dia memakai penutup mata berbentuk hati di mata kirinya, tapi dia tampaknya tidak terpengaruh dan terus menari di atas panggung dengan baik.
“—Kimizuka-san”
“...!”
Tiba-tiba aku mendengar suara dari belakangku, dan bahuku tersentak secara naluriah.
“Begitu ya, begitu ya, jadi kau akan merasa senang jika seseorang meniup telingamu ya, Kimizuka-san.”
“Jangan mengasumsikannya seperti itu dan menganggapnya benar sebagaimana adan—Saikawa.”
Ketika aku berbalik, gadis yang sedang muncul di monitor sekarang berdiri di depanku, yang entah karena suatu alasan terlihat gembira.
“Apa tidak masalah kau pergi keluyuran tanpa penyamaran? Kau mungkin akan menyebabkan kehebohan loh.”
“Aku memakai tudung kepala, jadi tidak masalah.”
Ini sangat efektif loh, tambah Saikawa dengan bangga.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di tempat seperti ini, Kimizuka-san? Apa kau mulai tertarik padaku? Apa kau ingin menjadi penggemarku? Apa kau jatuh cinta padaku? Maaf ya, tapi sebagai Idol aku tidak bisa menjalin asmara. Mungkin kau bisa mencobanya lagi di kehidupanmu selanjutnya, oke?”
“Jangan seenaknya berasusmi aku menyatakan cinta dan seenaknya menolakku. Aku di sini hanya untuk melakukan penyelidikan.”
Seorang yang memproklamirkan dirinya sebagai idol ini memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa dia itu yang terbaik.
“Penyelidikan? Begitu ya, begitu ya. Berarti kita sama dong.”
“Kau juga melakukan penyeledikan, Saikawa?”
“Begitulah. Sebenarnya single terbaruku baru saja dirilis minggu lalu. Jadinya aku agak penasaran bagaimana perkembangan single tersebut sekarang.”
Yah, itu benar-benar pantas untuk dipuji. Dia memang tampak sedikit terlena akan dunia, tapi dia sangatlah serius dengan karirnya sebagai idol.
...Tapi, di era seperti ini, dia benar-benar melakukan penyeledikan secara langsung di tokonya? Yah, aku tidak bisa mengatakan apa-apa tentang itu karena aku melakukan hal yang sama.
“Hari ini kau tidak di sini bersama detektif-san?”
“Ya, lagian tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa seorang detektif harus bekerja sepanjang waktu dengan asistennya.”
“Jadi begitu. Tapi tetap saja, dia cantik sekali ya.”
Mengatakan itu, Saikawa kemudian secara alami berdiri di sebelah kananku.
“Nah, kalau dari segi penampilan sih memang cantik, tapi dari segi kepribadian, dia cukup bermasalah.”
“Ah, Natsunagi-san memang cantik, tapi aku lebih cantik.”
“Kau ini benar-benar tidak ragu dalam memuji dirimu sendiri, ya.”
Orang-orang mungkin mengatakan dia hanya menceritakannya seperti itu adalah fakta. Orang-orang bahkan mungkin berpikir kalau idol memang harus sepercaya diri seperti ini.
“Ya, jika aku tidak terlalu percaya diri, sulit bagiku untuk bertahan di dunia idol.”
Astaga, mendesahkan itu, Saikawa merentangkan kedua tangannya.
“Itu merupakan suatu hal yang umum untuk merobek pakaian rivalmu atau memasukkan paku payung di dalam sepatu.”
“Hei, jangan mengungkapkan hal-hal yang tidak menyenangkan di belakang panggung seperti itu.”
“Tapi untuk beberapa alasan, rival-rival seperti itu akan menghilang dari panggung keesokan harinya.”
“Itu kebetulan. Itu hanya kebetulan, kan?”
“Kimizuka-san, apa kau setuju dengan undang-undang pengendalian senjata di Jepang, atau tidak setuju?”
“Kurasa kita baru saja melenceng ke topik yang sangat menakutkan, jadi jangan bicarakan itu! Laigian, setuju atau tidak setuju, sejak awal Jepang tidak mengizinkan rakyatnya memiliki senjata.”
Aku mengatakan itu, mengabaikan semua yang telah terjadi di masa lalu.
“Fufu, aku menyukai reaksi menarikmu itu, Kimizuka-san. Itu lelucon, aku hanya bercanda kok.”
Saikawa kemudian menatapku sambil tersenyum ramah.
“Bagian mananya dari itu yang bisa disebut lelucon.”
“Bagian di mana aku mengatakan kalau aku menyukaimu.”
“Begitu ya, aku mengerti, kau ini hanya bermain-main denganku, kan?”
“Ahaha, itu hanya lelucon.”
Mengatakan itu, Saikawa mengulurkan tangannya ke sudut pengambilan trial test di depannya.
Gadis SMP ini benar-benar sulit dipahami, dan orang-orang tentnunya bertanya-tanya. apa yang sebenarnya dia pikirkan. Menjadi seorang idol memang merupakan pekerjaan yang sulit. Aku berpikir begitu, sambil melihat kara Saikawa, yang mendengarkan CD-nya dengan gembira.
“Mungkin sedikit telat untuk menanyakan ini, tapi apakah semuanya baik-baik saja?”
Begitu aku melihat pemutaran trial test-nya sudah selesai, aku bertanya pada Saikawa.
“Ya? Apa maksudmu?”
“Hari Minggu nanti kau ada live konser di Dome, kan? Meski begitu kau malah menerima pemberitahuan seperti itu. Jadi, bukankah itu akan mempengaruhi suasana hatimu?”
Orang tua Saikawa sudah meninggal, dan ini mungkin menjadi beban yang sangat berat baginya yang hanya seorang siswi SMP.
“...Aku baik-baik saja.”
Saikawa melihat ke depan, dengan tangannnnya menyentuh matanya.
“Karena aku tidak sendirian.”
“......?”
“Papa, mama, mereka selalu—”
Namun, adegan yang tidak biasa ini hanya terjadi sekilas.
“Kau orang yang baik, Kimizuka-san.”
Dia pung berbalik, dan kemudian menatapku.
“Aku orang baik? Hampir tidak ada yang akan mengatakan itu tentang diriku.”
“Mungkin saja emosi manusia akhirnya tumbuh dalam dirimu, Kimizuka-san.”
“Jangan membuatnya terdengar seperti aku adalah [robot yang memperoleh emosi setelah tinggal bersama dengan profesor].”
“Ini adalah kegembiraan, itu adalah kesedihan. Air mata itu mengalir dari hatimu.”
“Apa-apaan dengan bakat film SF yang menyentuh secara tiba-tiba ini?”
“Tapi bisa dibilang, tujuanmu diciptakan hanyalah untuk menghancurkan musuh sambil mengorbankan dirimu sendiri.”
“Ini tidak masuk akal... kembalikan perkembangan yang menyentuh itu kepadaku.”
Aku memegangi kepalaku, “Kau sungguh orang yang menarik, Kimizuka-san” dan Saikawa terkikik, sambil menyelipkan helai rambut di bawah tudungnya ke belakang telinganya. Caranya melakukan itu dengan tangan yang berlawanan terlihat semakin disengaja.
“Asal tahu saja, aku tidak akan tertipu oleh trik murahan seperti itu.”
“Fufu, aku ingin tahu, apa kau masih bisa mengatakan hal yang sama setelah melihat DVD-ku yang penuh daya tarik?”
“Ini hanyala DVD live konser. Jangan membuatnya terdengar aneh atau semacamnya.”
Tapi saat dia bilang begitu, tiba-tiba aku menjadi ragu apakah harus membeli DVD ini di depannya. Aku pun berbalik untuk pergi, ingin membelinya di tempat lain.
“Aku akan pulang.”
“Baiklah. Sampai jumpa.”
Kuserahkan permintaanku padamu, serunya dari belakangku, dan aku hanya melambai padanya dengan tetap membelakanginya.
Aku meninggalkan toko, mengeluarkan ponse cerdasku, dan mengetuk daftar kontak.
“...Ini mungkin lebih merepotkan dari yang kubayangkan.”
Satu dering, dua dering, tiga dering, dan telepon pun berhasil masuk.
[Halo?]
“Ah, apa sekarang kau ada waktu luang—Fuubi-san?”