Bab 3 Bagian 1
Assault Garden Ketiga
Pukul 13:00 waktu standar Kekaisaran.
Setelah menerima panggilan darurat, Riselia dan yang lainnya bergegas untuk mengganti pakaian mereka dan pergi ke Ruang Konferensi Taktis di menara administrasi Akademi Excalibur.
“Aku Riselia Crystallia, kami datang ke sini karena ada panggilan darurat.”
“—Masuklah.”
Saat Riselia membuka pintu, dia mendapati Diglasee, instruktur dari Peleton ke-18, seorang wanita berseragam militer yang memanajemen informasi sedang duduk bersama dengan Elfine.
Melihat teman-temannya datang, Elfine mendongak dan membungkuk ringan kepada mereka. Lalu, dengan menggunakan isyarat dagu, Diglasse mendesak mereka untuk segera duduk.
Ada apa nih? Apakah ada Void yang muncul? Merasakan suasana yang tidak menyenangkan, Leonis duduk di dekat Riselia dan Regina.
Saat gadis-gadis dari peleton ke-18 itu saling memandang,
“Pertama-tama, ada sesuatu yang aku ingin kalian lihat.” dengan tenang, Diglasse membuka mulutnya.
Wanita manajemen informasi itu membuat anggukan dan kemudian mulai mengoperasikan terminal. Kemudian, video dengan resolusi yang buruk diproyeksikan di atas meja konferensi yang panjang. Itu terlihat seperti video dari laut di suatu tempat, dengan awan abu-abu menggantung di atasnya.
“Video ini diambil tadi pagi menggunakan peralatan observasi yang ditempatkan di pangkalan Pulau Hakura.”
“Pulau Hakura..., kalau tidak salah, itu adalah markas observasi Ranah Ketiadaan, bukan?” tanya Riselia, yang diiyakan oleh Diglasse.
“Ya. Itu sekitar lima ratus kilometer ke arah barat laut dari lokasi Assault Garden Ketujuh saat ini.”
“Ranah Ketiadaan?” tanya Leonis terhadap kata-kata yang asing baginya.
“Ranah Ketiadaan adalah wilayah Terumbu Void. Itu adalah wilayah laut sihir yang tidak pernah bisa dimasuki oleh umat manusia. Ranah Ketiadaan sangatlah gelap sehingga membuat kapal dan pesawat taktis tidak dapat menembus atau bahkan mengamatinya.” Risela menjelaskan. “Kita tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya, tapi kita bisa mengamati tepi luarnya. Kekaisaran Terintegrasi telah membangun pangkalan di pulau-pulau di sekitar Ranah Ketiadaan dan selalu mengawasi pergerakan di perairan.”
Begitu ya. Dengan kata lain, terumbu yang ditemui Hyperion dalam serangan teroris baru-baru ini adalah versi kecil dari Ranah Ketiadaan itu.
Kemudian, Diglasse menunjuk video tersebut dengan ujung jarinya.
“Pukul 04:00 tadi pagi. Peralatan observasi menangkap keberadaan suatu struktur raksasa tertentu—”
Kemudian, sesuatu tercermin dalam video yang memantulkan laut tersebut. Secara perlahan, suatu bayangan yang besar bergerak melintasi laut. Akhirnya, saat matahari terbit, tampilan video berangsur-angsur menjadi lebih jelas.
Apa yang terlihat selanjutnya adalah pulau buatan yang dihubungkan dengan jembatan. Pilar-pilar terbengkalai yang tak terhitung jumlahnya hancur total.
“...Jangan bilang ini—!” Riselia terkejut.
Regina, Sakuya, dan Elfine juga membuka mata mereka lebar-lebar pada saat yang bersamaan.
“Meskipun videonya tidak terlalu jelas, tapi—” kata Diggalse dengan nada yang berat. “Itu adalah Assault Garden Ketiga yang enam tahu lalu menghilang ke Ranah Ketiadaan.”
“......!?”
Segera, ruang konferensi dipenuhi dengan keheningan.
Assault Garden Ketiga.Itu merupakan kampung halaman sekaligus tempat Riselia dilahirkan. Itu adalah nama kota yang seharusnya dihancurkan oleh Void Stampede enam tahun yang lalu.
“Tungku Sihir yang dimiliki oleh Assault Garden Ketiga seharusnya telah benar-benar tidak aktif. Itu ditinggalkan begitu saja dan ditelan oleh Ranah Ketiadaan. Tapi kenapa hal seperti ini—” seru Riselia dengan suara yang bergetar.
“Penyebab dari itu masih tidak diketahui.” jawab wanita manajemen informasi itu.
“Biro Administrasi Akademi Excalibur percaya bahwa Tungku Sihir besar yang telah berhenti itu entah bagaimana menjadi lepas kendali.”
“Tungku Sihir lepas kendali... Apa hal seperti itu memang mungkin?”
“Sejauh ini memang tidak ada kasus seperti itu yang pernah dilaporkan, meksi begitu, dikatakan tidak mungkin juga tidak bisa. Kenyataannya, Assault Gardent Ketiga itu masih bergerak dengan kecepatan konstan.” kata Diglasse.
“Kemana tujuannya?” tanya Elfine.
“Tujuannya tidak diketahui. Namun, jika kita menarik garis lurus dari tempat kota itu sedang mengarah, maka...” Saat itu, muncul suatu gambar di atas meja. Itu adalah peta wilayah laut yang menunjukkan antroposfer. “Itu mengarah lurus menuju ke selatan, atau lebih tepatnya, menuju ke Assault Garden Ketujuh.”
“......!”
Riselia dan yang lainnya saling memandang.
“Pergerakkan dari kota itu lambat, tapi diperkirakan bahwa kota akan melakukan kontak sekitar empat belas hari lagi.” kata wanita manajemen informasi itu.
“Kenapa, kota itu menuju ke sini?”
“Alasannya tidak diketahui, hanya saja—” jawab Elfine, tampak sedikit stagnan, “Segera setelah Assault Garden Ketiga memasuki area laut normal, kami menerima dua sinyal SOS yang dikirimkan kepada Assault Garden Ketujuh.”
“Apa!?”
“...Tidak mungkin...” gumam Riselia, dengan ekspresi tidak percaya.
“Tapi ‘kan, di kota itu..., tidak ada lagi orang yang tersisa—”
“Menurut catatan resmi, maka kau benar. Hanya beberapa orang, termasuk kalian berdua, yang berhasil melarikan diri ke tempat penampungan bawah tanah saat serangan Void Stampede. Sekalipun saat itu ada orang lain yang selamat, tidak akan mungkin bagi mereka untuk bisa bertahan di Ranah Ketiadaan itu. Namun, merupakan fakta bahwa Akdemi menerima sinyal SOS. Tentunya, ada kemungkingan kalau ada semacam kesalahan pada peralataannya, tapi—”
“.....”
Semua orang memperhatikan cerita Diglasse, sementara itu—tatapan Leonis terpaku pada video kota terbengkalai yang terpantul di atas meja. Tidak ada seorang pun di ruangan itu selain Leonis yang menyadari keberadaan suatu hal dan mengetahui apa keberadaan itu.
Karena bagaimanpu juga, itu adalah—
Kenapa? Kenapa hal seperti itu bisa ada di sana?
Sebuah pertanyaan besar berputar-putar di benak Leonis.
Kemudian, Diglasse dengan tenang berdiri dari kursinya dan melihat sekeliling ke semua orang.
“Sekarang, berdasarkan situasi saat ini, kupikir kalian sudah memahami alasan mengapa kalian dipanggil.”
“Apakah kami akan menerima misi penyelidikan ke Assault Garden Ketiga?” tanya Riselia.
“Benar. Aku memerintahkan Peleton ke-18 untuk menyelidiki Kota Terbengkalai tersebut.”
Tidak ada keterkejutan di wajah Riselia. Biarpun dia adalah seorang gadis muda, murid dari Akademi Excalibur adalah ksatria militer. Sudah menjadi kewajiban bagi mereka yang dianugerahi Pedang Suci untuk mempertaruhkan nyawa mereka demi umat manusia dan kota mereka.
“Jika ada situasi krisis yang muncul, kalian diberikan izin untuk mundur dari misi melalui pertimbangan dari pemimpin peleton. Nantinya, akademi akan mengirimkan tim penyelidik berskala besar berdasarkan laporan dari penyelidik lanjutan.”
“—Apa Void itu bisa diselidiki?” untuk pertama kalinya, Sakuya mengangkat suaranya.
“Fakta bahwa kota terbengkalai itu muncul dari Ranah Ketiadaan, maka ada kemungkingan kalau tempat itu telah digunakan sebagai sarang oleh para Void, kan?”
“Saat ini, kami belum melihat adanya Void di sekitar tempat tersebut. Namun, kenyataannya kami masih belum bisa mengamati interior kota secara detail.”
“Erm, bolehkah aku mengajukan pertanyaan?” kata Riselia, sambil mengangkat tangannya.
“Silahkan.”
“Mengapa misi sepenting ini diberikan kepada Peleton ke-18?”
Hingga saat ini, sebagian besar misi yang diberikan kepada Peleteon ke-18 adalah untuk melindungi para pengungsi atau untuk menyelidiki sarang di reruntuhan. Misi penting seperti ini biasanya akan selalu diserahkan kepada peleton yang berperingkat lebih tinggi.
“Ini adalah keputusan Biro Administrasi. Kalau kau adalah orang yang cerdas, kau pasti akan mengetehui maksudnya?”
“...Apakah itu, karena aku adalah putri dari Duke Crystallia?”
“Lady Selia—” gumam Regina saat dia menggigit bibirnya.
Situasi itu segera disadari oleh Leonis.
Jadi mereka menginginkan Pahlawan, ya. Hadeh, emang kok ya manusia itu... Keluh anak itu dengan sinis.
Seorang gadis tragis yang akhirnya menerima kekuatan Pedang Suci setelah kekuatan itu telah tertidur cukup lama. Dia mengambil misi sebagai Pengguna Pedang Suci dan pergi ke kampung halamannya yang dihancurkan oleh Void.
Kisah yang indah seperti itu tentunya akan memikat hati orang-orang.
Seribu tahun yang lalu, di Kerajaan tertentu, ada seorang anak laki-laki yang merupakan Pahlawan yang bernama Leonis Shealto. Perjuangannya memberi harapan bagi banyak orang, namun naasnya, dia justru mati dalam keputusasaan.
Itu mengingatkan anak itu pada kisah lama yang tidak berguna.
“Tentunya, terdapat implikasi politik yang terlibat. Meski begitu, aku sangat memahami kemampuan kalian. Kemenangan kalian pada latih tanding pagi ini juga sangatlah brilian.”
“Terima kasih banyak, instruktur.”
Riselia mengangguk dengan ekspresi tegas dan melihat sekeliling ke wajah teman-temannya.
Regina, Sakuya, dan Elfine masing-masing mengangguk dengan tegas.
“Sedankan untuk Leo—” kata gadis itu saat dia memandang Leonis yang menampilkan eskpresi seolah dia terbuai dalam lamunan.
“Oh, dia baru berumur sepuluh tahun. Selain itu, dia belum lama datang ke sini, jadi sekalipun kalian membawanya—”
“...Kau tidak perlu khawatir, instruktur.” kata Leonis saat dia menyela perkataan Diglasse.
“Leo...”
“Selia, gini-gini aku juga merupakan anggota dari Peleton ke-18.” ujar Leonis, menatap langsung ke mata Riselia.
“...Baiklah. Aku akan terus melindungimu, Leo.”
Leonis tersenyum padanya.
Gadis itu mengetahui sampai batas tertentu kekuatan Leonis sebagai Raja Undead. Meski begitu, matanya yang memandang anak lelaki yang lebih muda darinya itu masih sama seperti saat dia menyelamatkannya di dalam makam.
“Peleton ke-18 menerima misi ini. Kami pasti akan kembali dengan hasil yang memuaskan.”
Riselia meletakkan tinjunya di dadanya dan memberikan hormat kepada instruktur tersebut.
Mantap
ReplyDeleteThank update nya
Semangat min
Mantap
ReplyDeleteNext min
ReplyDeleteKapan ya updatenya
ReplyDeleteMasih menunggu update
ReplyDelete