Bab 4 - Demam X Saudari
“38,5℃, ya…, ini cukup tinggi.”
Besok paginya, suhu tubuh Shigure tinggi sekali saat aku memeriksanya. Dia sedang demam. Kudengar kalau kemarin, sekitaran siang hari, dia merasa kalau tubuhnya sedikit lesu. Dan saat dia pulang ke rumah di malam hari, dia mengalami demam yang tinggi.
Sambil berbaring di atas kasur di kamarnya, Shigure mengeluarkan erangan pelan.
“Ini..., Ini pasti karena kehujanan akhir pekan lalu.”
“Karena waktu itu harinya cerah saat siang, aku tidak bisa menyalahkanmu karena tidak membawa payung, tapi tidak bisakah kau setidaknya membelinya di suatu tempat?”
“Aku sendiri bertanya-tanya, mengapa saat itu aku tidak membelinya?”
“Lah, apa-apaan dengan jawaban yang tidak jelas itu?”
“Tidak, yang kumaksud, aku sendiri tidak ingat apa yang terjadi.”
Apa yang saat ini dia katakan benar-benar tidak sesuai dengan kepribadiannya yang merupakan seorang siswi yang brilian.
“Oh iya, aku lupa menanyakannya padamu, tapi akhir pekan lalu, apa yang kau lakukan di stasiun? Kau bahkan sampai mengenakan pakaian yang biasanya tidak kau kenakan.”
“…Hmm. Itu rahasia.”
“Lah, sekarang kau mau bertingkah seperti orang asing?”
“Saat ini aku tidak sedang dalam mood ingin membicarakan masalah itu. Seorang gadis itu punya banyak rahasia tahu! Uhuk, uhuk.”
Karena dia sedang demam, dia mengalami sakit tenggorokan dan terlihat kesakitan.
…Sebenarnya aku cukup penasaran mengenai dirinya yang bersetelan seperti sedang pergi kencan. Tapi yah, kurasa aku tidak boleh membuatnya terlalu banyak bicara.
Kalau sudah seperti ini, aku tidak akan bertanya lebih jauh.
“Um…, Onii-san, aku akan izin tidak masuk hari ini. Bisakah kau memberitahukan guru tentang itu?”
“Oh, baiklah.”
“Dan juga, Onii-san, makan siangmu nanti ada di kulkas.”
“Jangan cemaskan itu dan kembalilah tidur. Nah, aku harus mengganti kantong esmu dulu.”
“Oke…”
Aku menyentil dahinya, dan menyuruhnya untuk berhenti cemas.
Dia mengangguk, menutup matanya, dan segera tertidur.
Lalu, setelah mengambil kantong es yang telah meleleh dalam semalaman ini, aku meninggalkan kamarnya dan pergi ke dapur.
Aku mencuci kantong es tersebut dengan air, kemudian menaruhnya di dalam freezer. Ini harusnya akan siap untuk digunakan lagi saat siang hari.
Kemudian, aku membuka kulkas.
Di dalamnya, terdapat Ziplock yang penuh dengan Acar Salmon.
Pasti Shigure-lah yang menyiapkan ini tadi malam.
“...Kalau kemarin kau pulang lebih awal, maka kau harusnya isitirahat saja..., dasar tolol.”
Aku mendesah tak percaya.
Bagaimana bisa seseorang sampai sebegitu rela melakukan banyak upaya demi orang lain?
Saat aku masih tinggal sendiri, bahkan untukku sendiri aku tidak bisa membuat roti di pagi hari.
Aku ingin tahu, apakah ini semua karena dia mencintaiku?
“…Astaga.”
Aku menghela nafas panjang dan menelepon pihak sekolah.
Shigure bilang dirinya tidak sedang nafsu makan, tapi kalau dia tidak makan, dia tidak akan bisa sembuh. Itu sebabnya, kuputuskan untuk membuatkan sesuatu yang akan mudah dia telan, yaitu bubur.
Mengambil ponselku, aku ngebrowsing ‘cara membuat bubur yang mudah’. Kemudian, aku mencari-cari bahan-bahan yang tersedia di kulkas, yang dicantumkan di resep yang muncul di paling atas dari hasil penelusuran.
Nah, di sini ada jahe dan telur, hanya saja nasi, daun bawang serta acar plum tidak ada.
Tidak, tunggu dulu.
Seingatku, pas aku memasukkan kantong es ke dalam freezer tadi, aku melihat sesuatu.
“Oh, itu dia!”
Saat aku membuka freezer, aku menemukan ziplock yang penuh dengan sayuran cincang seperti paprika hijau, wortel, jamur, serta bawang. Dan di sampingnya, ada kepalan nasi beku yang dikemas dalam bungkusan plastik.
Oh, jadi begitu toh.
Kalau di saat gabut kita menyimpan bahan-bahan makanan seperti ini, kita akan bisa menyiapkan menu yang lengkap sekalipun itu adalah pagi hari yang sibuk.
Sembari mengagumi upaya Shigure, aku mengambil beberapa daun bawang dan nasi dari penyimpanan. Sayangnya plum kering tidak ada, meski yah, kurasa itu memang mau bagaimana lagi.
Lalu, dengan mengikut petunjuk yang ada di resep, aku mulai membuat bubur telur.
Apa yang mesti kulakukan adalah memasukkan semua bahan ke dalam panci, aduk sampai rata, lalu mengukusnya. Sekalipun aku tidak memiliki keterampilan memasak, aku harusnya bisa melakukan itu.
…Yah, aku ada mengacau sedikit sih pas mecahin telur, tapi bagaimanapun juga aku memang akan menggunakan telur kocok, jadi itu bukan masalah besar.
Setelah matang, dibagian akhir aku menambahkan daun bawan..., dan selesai.
Aroma jahe yang melayang membangkitkan nafsu makanku, dan bubur itu terlihat cukup enak.
Oke, icip-icip dulu.
…Umm. Sip, ini tidak enak.
Rasanya hambar.
Tapi yah, kupikir memang begitulah seharusnya rasa dari bubur.
Ini jelas tidak sama dengan bubur yang banyak kuahnya yang bisa kau dapatkan di dalam hot pot.
…Aku yakin tidak adanya acar plum-lah yang menjadi penyebab dari semua ini.
Nah, haruskah aku menambahkan lebih banyak kecap? Mungkin lebih baik tidak.
“Oh iya, kalau dipikir-pikir, kayaknya aku bisa menggunakan itu.”
Aku mengambil beberapa hal dari kulkas, dan memotong semuanya sebelum menaruhnya di atas bubur.
“Hmm…!”
Rasanya enak!
Whoa! Apa sebenarnya aku ini koki yang hebat?
Kalau seperti ini, aku bisa memberikannya pada Shigure dengan penuh percaya diri.
Menuangkan bubur itu ke dalam mangkuk, aku kemudian membawanya kepada Shigure dengan beberapa topping acak.
“…Hm? Onii-san?”
“Oh, apa aku membangunkanmu? Aku ada buatin bubur nih.”
Saat aku masuk ke kamarnya, lantai berderit dan membuat dia terbangun.
Dia dengan lembut menatapku, melirik ke arah jamnya, dan bertanya.
“…Kok kau tidak pergi ke sekolah?”
“Jangan khawatir, aku sudah memberitahumu yang sedang sakit kok sama guru. Selain itu, aku juga meminta izin satu hari untuk merawatmu.”
“Kau terlalu was-was, aku ini cumam demam aja. Mereka akan berpikir kalau kau sedang berbohong.”
“Aku ini biasanya sangat serius loh, dan lagian, guru sudah tahu kalau kita tinggal berduaan aja, jadi mereka tidak akan berpikir demikian. Selain itu, meskipun itu hanya demam, saat kau sedang sakit, kau pasti ingin seseorang berada di sampingmu, kan?”
Aku bisa tahu itu, karena Ayahku disibukkan oleh pekerjaannya untuk waktu yang lama, ketika aku jatuh sakit, rasanya begitu sepi berada di dalam rumah sendirian. Meskipun jika aku punya cukup tenaga untuk bermaim gim, itu akan menjadi cerita yang berbeda.
“…Kau benar. Rasanya sungguh sulit jika sendirian saat kau sedang sakit… “
Shigure juga sama sepertiku, yang sebelumnya hidup dengan orang tua tunggal tanpa saudara atau saudari. Tampaknya kami memiliki kesamaan dalam hal itu.
Dia kemudian bergumam pada dirinya sendiri, di saat pipinya berkedut dengan sedikit kebahagiaan. Aku lalu duduk di sampingnya, dan menawarkan semangkuk bubur kepadanya.
“Nah, apa kau bisa memakannya?”
“Aku yang harusnya bilang begitu.”
“…Apa maksudmu?”
“Ehehe…, cuman bercanda.”
Itadakimasu!
Setelah mengucapkan frasa seperti itu, Shigure mengambil sesendok bubur yang sudah dikukus.
Dia kemudian meniup-niupnya supaya tidak terlalu panas.
“Fu ~ fu ~…, uhuk.”
Namun, dia terbatuk di tengah-tengah.
Lah, kalau seperti ini, dia tidak akan bisa makan.
Aku mengambil mangkuk dan sendok dari tangannya, dan meniupnya untuk mendinginkannya, kemudian menawarkannya padanya.
“Nih, buka mulutmu…”
“…Kau terlalu baik.”
Yah, mungkin aku sedikit berlebihan, tapi aku absen dari sekolah untuk merawatnya. Itu sebabnya, paling tidak aku harus melakukan ini.
Shigure terkikik, kemudian membuka mulutnya…
“Aaa…!”
Saat itu, wajahku langsung memanas seolah-olah sedang terbakar. Bibir yang semerah ceri dibuka untuk menyambut bubur yang kusuapkan. Lidahnya yang merah cerah menggeliat di dalamnya, yang merupakan sesuatu yang jarang untuk kulihat. Mulutnya basah karena air liur, membuatku teringat akan kejadian di malam itu.
Tunggu…! Dasar goblok! Apa sih yang kupikirkan saat di depanku ada orang yang sedang sakit!
Agar bisa menyingkirkan pikiran-pikiran jahanam di benakku, kuputuskan untuk menutup mataku.
Sambil berusaha untuk tetap bersikap tenang, aku memasukkan sesendok bubur ke dalam mulutnya.
“…Enak.”
“A-Aku senang kalau itu enak.”
“Shibazuke* dapat memangkitkan nafsu makan. Karenanya, bubur ini jadi mudah untuk dimakan.”
[Catatan Penerjemah: Acar yang telah diasamkan dalam air asin, cuka, atau larutan lain dan dibiarkan begitu saja.]
“Habisnya tidak ada acar plum, jadi aku memasukkan itu ke dalam bubur. Jika kau sedang sakit, sulit untuk memakan makanan orang sakit jika makannya tidak memiliki banyak rasa.”
“Apa itu adalah idemu, Onii-san? Aku akan mencobanya. Dan lain kali akan kupastikan untuk menirunya.”
Shibazuke cincang yang kutambahkan secara dadakan pada akhirnya diterima dengan baik oleh Shigure.
Pada dasarnya itu sungguh membahagiakan untuk dipuji oleh Shigure yang pandai memasak, namun aku tidak punya waktu untuk menikmati kebahagiaan itu.
Jujur saja, aku berjuang keras agar otot-otot wajahku tidak bergerak-gerak ketika mengingat kejadian yang terjadi akhir pekan lalu.
Aku maunya dia menghabiskan bubur ini dengan cepat, tapi aku tidak boleh membuat orang yang sedang sakit tergesa-gesa.
Pada akhirnya, dia mengambil cukup banyak waktu untuk menghabiskan semangkuk kecil bubur itu.
“Terima kasih untuk makanannya. Itu enak.”
“Aku senang kau menyukainya.”
Aku menantang cobaan yang sungguh tak terduga, tapi entah bagaimana aku berhasil melaluinya. Aku bertanya-tanya, bagaimana mungkin aku bisa bertahan. Itu sangatlah sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, namun yah, intinya aku berhasil.
Menghela nafas panjang, aku bertanya sembari beres-beresin piring,
“Apa ada hal lain yang kau ingin kulakukan untukmu? Seperti nyuci, bersih-bersih, aatau apapun lah pokoknya.”
“…Bentar, biar kupikir-pikir dulu. Ini…, sudah beres semuanya sih. Aku mau tidur, jadi hari ini tidak perlu nyuci pakaian.” kata Shigure, setelah dia tenggelam dalam pikirannya.
Nah, kalau memang tidak ada sesuatu yang harus kulakukan, kurasa aku akan pergi belajar saja di kamarku.
Saat aku hendak pergi, Shigure kemudian mengingat sesuatu…
“Ah…, apa aku bisa minta tolong?”
“Ya, minta tolong apa?”
“Kemarin aku tidak mandi, dan aku merasa tidak nyaman karena keringatan setelah makan bubur tadi. Jadinya, aku ingin mengganti piyamaku.”
Begitu toh. Yah, tentunya, itu pasti terasa tidak nyaman. Lagian sekarang sedang musim panas, dan rumah ini gak ada AC-nya.
“Kurasa kau perlu pakaian ganti. Oke, serahkan padaku.”
“Tidak, itu kurang tepat. Maksudku, apa kau mau menyekakan punggungku dengan handuk?”
“Eh…”
…Oh, aku mengerti.
Memang benar, sekalipun kau mengganti pakaianmu, rasa ketidaknyamanan gak akan hilang kecuali kau menyeka tubuhmu. Dan yah, kalau itu aku, tentunya aku tidak bisa melakukan sesuatu seperti itu seorang diri, terutama di bagian punggung.
“Aku mengerti. Tunggu sebentar ya, aku hambil handuk dulu.”
Ungkapan ‘Menyeka tubuh seorang gadis’ cukup menggetarkan, tapi yah, pada akhirnya itu hanyalah punggung. Aku tidak akan melihat t*t*knya, p*nt*tnya, pahanya, atau bahkan wajahnya dari belakangnya, dan terus terang saja, kalau cuman punggung, tidak ada perbedaan dalam masalah jenis kelamin.
Meskipun begitu, Aku, yang masih perjaka, tidak menyadarinya.
“Kalau begitu, mohon bantuannya.”
Itu adalah kesalahan perhitungan yang tolol… Ketika aku melihat Shigure duduk dengan tangan menutupi tubuh bagian depannya, dan punggungnya berada tepat di hadapanku, pikiranku langsung meledak.
Saat itu, wajahku menjadi panas seolah itu sedang terbakar.
…Oi, oi, apa-apaan ini?
Apa-apaan dengan kulit putih mulus yang dihiasi dengan sedikit semburat kemerahan ini.
Apa-apaan dengan bahu ramping yang tampak lemah ini.
Apa-apaan dengan tengkuk yang sangat halus dan ramping, sehingga itu bisa pas jika digenggam dengan satu tangan.
…Itu..., benar-benar berbeda dari laki-laki.
Saat ini, aku tidak sedang melihat t*t*k, p*nt*t, paha, atau bahkan wajahnya.
Tapi…, itu benar-benar sesuatu yang disebut “khasnya seorang gadis”!
“…Aa…”
Ini rasanya seperti aku sedang melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat. Namun, aku benar-benar dibuat tertarik seolah-olah aku begitu menginginkannya.
Aku sudah biasa melihat punggung seorang wanita di iklan-iklan sampo. Tapi aku sama sekali belum pernah merasakan sesuatu seperti ini.
Luar biasa, dia cantik sekali…
Darahku mengalir deras, dan jantungku berdetak begitu kencang sampai-sampai itu terasa sakit.
Sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku kalau punggung dari seorang gadis akan sampai semematikan ini!
Haruskah aku menyentuh…, punggungnya?
“Achoo…”
Saat itu, Shigure bersin.
Aku tidak boleh membiarkannya terus-terusan dalam kondisi setengah telanjang. Aku memejamkan mataku seperti saat aku menyuapinya, dan kemudian membulatkan terkadku.
Aku menyentuh punggungnya, cuman yah, hanya dengan handuk.
Itu jelas bukan sentuhan langsung.
Karenanya, aku tidak dapat merasakannya. Ini artinya, sama sekali tidak ada yang perlu dicemaskan.
Aku hanya harus menyeka punggungnya, kemudian memberinya pakaian.
“Nh…, ahn…”
Namun, saat aku meletakkan handuk itu tepat di tengah-tengah punggungnya dan menyekanya secara vertikal, tubuhnya goyah akibat gerakanku, dan dia mendesah pelan.
Aku yakin itu disebakan karena dirinya menjadi lemah karena sedang demam.
Aku harus menopang tubuhnya dengan benar.
Aku tidak boleh menyentuhnya, namun…, menopangnya sama saja dengan menyentuh bahunya dengan tanganku.
Merasakan senasi bahunya yang telanjang, putih, dan ramping dengan tanganku…
Kurasa itu adalah tindak kriminal?
Tapi yah, aku tidak punya pilihan lain selain melakukannya. Karena jika aku tidak melakukannya, itu akan membuat terlalu banyak tekanan pada tubuhnya yang dalam kondisi lemah.
Dengan menempatkan kekuatan sesedikit mungkin, aku dengan lembut meraih bahunya,
“Nh~~~~~~!”
Bahunya kecil sekali sampai-sampai itu pas di telapak tanganku, dan dibandingkan dengan bahu seorang pria, itu tampak seperti mainan. Aku merasakan sensasi yang lembab, serta kehangatan tubuhnya di telapak tanganku.
Aroma yang kucium dari tubuhnya begitu manis…, yah, aromanya tidak seperti bunga sih, tapi tetap saja, itu mirip-mirip. Kupikir aku tidak memiliki kata-kata yang lebih baik untuk dapat menggambarkannya.
Aromanya berbeda dari aroma Haruka yang kucium saat aku bertemu dengannya yang habis melakukan aktivitas klubnya. Namun, itu menarik dan merangsang, yang dimana menarik naluri lelakiku ke permukaan.
Aromanya masuk ke lubang hidungku, dan itu membuatku pusing.
Ini semua terjadi hanya karena aromanya.
Saat ini…, jika aku mengendus-ngendus tengkuk putihnya dan menghirup aromanya sesukaku… Aku ingin tahu, apa yang akan terjadi nantinya.
Apa yang akan terjadi…, pada diriku?
“Onii-san.”
Saat itu, tanpa menoleh ke arahku, Shigure memanggilku.
Aku terkejut sampai-sampai jantungku hampir keluar dari mulutku, tapi aku berhasil menahannya dan menjawabnya,
“K-Kenapa?”
“Onii-san, kau ini benar-benar tolol, kan?”
“…Loh, kok sikapmu tiba-tiba jadi berubah?”
“Aku tahu..., pada dasarnya aku sudah tahu..., jika aku melakukan ini, kau pasti akan merasa gugup. Tapi meski begitu, kau melakukan yang terbaik untuk merawatku, seperti yang seorang Kakak manapun akan lakukan. Namun, aku justru memanfaatkannya sambil berharap kau akan bisa menyadari pesonaku.”
“……”
“Jika kau terus-terusan bersikap baik kepada gadis sepertiku..., aku akan semakin jatuh cinta kepadamu.”
'Apa kau mengerti itu?' katanya, seolah-olah dia sedang menatapku.
…Yah, aku benar-benar tolol. Bahkan aku sendiri berpikir demikian.
Faktanya, kemarin, aku bertanya-tanya, apakah dirinya bisa membenciku. Namun, pikiran-pikiran seperti itu langsung hilang begitu aku melihatnya tidak sadarkan diri.
Aku tidak memaksakan diri untuk merawatnya.
Aku peduli padanya. Aku benar-benar peduli padanya.
Karena Shigure peduli terhadapku, begitu juga aku terhadapnya.
Tentunya, aku tidak menyukai tingkahnya yang mencoba untuk keluar dari batasan antara kakak-adik. Namun, itu tidak berarti aku harus menyakitinya dengan mengatakan sesuatu yang tidak berniat kukatakan, atau dengan sengaja menjauhkan diri darinya. Jika aku sampai melakukan itu, maka aku tidak hanya menjadi orang tolol, tapi juga menjadi seorang bajingan.
Jika aku harus memilih antara menjadi seorang yang tolol atau bajingan, maka dengan senang hati aku akan memilih menjadi orang tolol.
Itu sebabnya, aku memberitahunya.
“Jangan kepedean.”
“……”
“Memang benar kalau terkadang kau akan membuatku merasa gugup, tapi itu cuman karena kau adalah saudari kembar Haruka. Tentunya, aku merasa malu saat dicium oleh gadis yang sama persis seperti Haruka. Namun, itu hanya berarti bahwa aku melihat Haruka melalui dirimu, dan itu juga tidak berarti bahwa aku tidak memiliki perasaan padamu, Shigure. Orang yang paling kucintai adalah Haruka. Perasaanku itu tidak akan goyah dan tidak akan pernah berubah. Karenanya, apa pun yang kau pikirkan tenangku sama sekali tidak masalah. Aku hanyalah…, seorang kakak yang peduli dengan satu-satunya adik yang dimilikinya.”
Setelah itu, aku meletakkan handuk di kepalanya, dan menekannya sedikit agar itu tidak jatuh.
“Nah, aku sudah selesai menyeka punggungmu, sisanya kau seka sendiri dan habis itu ganti pakaianmu. Aku akan belajar di ruang tamu, jadi kalau kau ada butuh sesuatu, panggil saja aku.”
“…Baiklah, makasih sudah merawatku dengan baik.”
“Ini…, hanya sesuatu yang mutualisme.”
Jika Shigure bukanlah adik yang imut, aku juga tidak akan melakukan ini.
Dengan demikian, aku meninggalkan kamarnya dan menutup pintu geser supaya dia bisa mengganti pakaiannya.
***
Tapi tetap saja, kau harus akui bahwa kau tahu caranya berlagak, kan? Hiromichi Sato!
Meninggalkan kamarnya, aku berpikir begitu tentang diriku sendiri.
Kau merasa sange kayak monyet saat melihat punggunya yang indah, namun bagaimana bisa kau tampil dengan kalimat yang sangat keren seperti itu?
Cara yang tidak tepat untuk berlagak, dan kau juga sama sekali tidak punya niatan untuk mundur.
Namun, sama sekali tidak ada kebohongan dalam apa yang kukatakan.
Aku jadi gugup karena sesekali aku akan melihat Haruka melalui Shigure.
Tidak diragukan lagi bahwa dalam pikiranku, aku jauh lebih menyukai Haruka daripada Shigure. Faktanya, saat Shigure menyatakan perasaanku padaku, aku mampu mengatakan bahwa aku jauh lebih menyukai Haruka.
Aku sangat yakin bahwa perasaanku akan selalu untuk Haruka. Karenanya..., apa pun yang Shigure pikirkan tentangku, itu tidak harus kupermasalahkan.
Tapi…, itu, yah…
“Yang jadi masalahnya, aku ingin mencium Haruka lagi…”
Aku ingin mengingatnya.
Aku ingin merasakan ciuman itu.
Aku ingin merasakan sentuhanya bibirnya, sentuhan bibir dari gadis yang paling kucintai, sentuhan bibir dari gadis yang paling kudamba-dambakan.
Aku tidak mampu menahan nafsu ini.
Tapi… Tidak sepertiku, yang sangat ingin berciuman karena tindakan Shigure, aku tidak mau membebani perasaan platonis Haruka.
Aku butuh sesuatu…, sesuatu yang akan membuat Haruka juga ingin berciuman.
Saat aku melamunkan sesuatu seperti itu, aku mendengar ada yang membunyikan bel di pintu depan.
Kami tidak punya interkom, jadi aku melihat melalui lubang intip untuk melihat siapa itu.
“Siapa?”
“Kami dari Satake Transport. Kami di sini untuk mengirimkan paket dari Amerika.”
“Apa? Dari Amerika?”
Mengapa paket itu dikirim dari…, tempat yang begitu jauh? Apa itu adalah paket dari Ayah?
Oh iya, kalau tidak salah, seminggu yang lalu dia mengirim pesan kalau ada paket yang dikirimkan ke sini, kemudian dia bilang aku harus memasukkan paket itu di lemari.
Aku mengambil cap pribadiku dari peti yang ditempatkan di atas rak sepatu dan keluar.
Kemudian, aku mengambil paket yang dikirimkan itu.
Paket itu terdiri dari dua kotak karton besar, serta satu tas vinil besar.
Itu adalah paket yang cukup besar. Semuanya ditutupi oleh debu, dan Shigure pasti akan marah sekali jika aku langsung memasukannya begitu saja ke dalam lemari.
Nah, ayo lihat dulu apa yang ada di dalamnya…
“Ini…!”
Mataku membelalak saat aku melihat apa yang ada di dalamnya.
Saat aku melihat apa yang ada di dalam karton itu, suatu adegan terlintas di benakku.
Itu adalah adegan romantis antara aku dan Haruka yang berciuman di pantai, disaksikan oleh hamparan bintang yang bersinar di langit malam.
Aku pikir, “Ini bisa berguna!”
Apalagi, timingnya sangat sempurna.
Jika aku bisa melewati ujian akhir yang akan dimulai dalam beberapa minggu lagi, maka aku akan mendapatkan liburan musim panas yang telah lama dinanti-nantikan.
Cuman ada masalah lain, aku tidak bisa menggunakannya sendiri.
Aku butuh ‘orang dewasa’ untuk membantuku.
Dan, hanya ada satu orang di benakku yang mungkin bisa menjadi yang terbaik untuk peran itu.
Aku segera mengambil ponselku dan mengirimkan pesan ke temanku, Tomoe Wakabayashi.
Mantap
ReplyDeleteGas min..
Semangat
ReplyDelete