Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 3 - Bab 8

Bab 8
Pujian Dewa yang Jatuh


Raungan gemuruh menggetarkan Assault Garden Ketiga. Suatu nyanyian yang keras terdengar melalui kegelapan, membelah awan gelap serta badai di atas kota yang hancur. Suatu suara yang indah sedang membawakan nyanyian pujian dari Sekte Suci.

Di kedalaman Central Garden, di lantai bawah bangsal militer Assault Garden Ketiga, dari tempat yang bisa disebut sebagai jantung dari benteng anti-Void ini, sesuatu muncul ke permukaan.

Sesuatu yang muncul itu merobek sekat yang tak terhitung jumlahnya, bergema saat ia perlahan muncul dengan menyeret sejumlah besar kabel bersamanya. Bahkan senjata anti-Void yang dibuat untuk menghalanginya ia hancurkan dengan mudah. Puncak dari bentuk monster itu menembus tanah dan menyebabkan daerah sekitarnya tenggelam, hingga satu demi satu-satu bangunan yang ada di sekitarnya runtuh.

“...Apa itu Void Lord...?!” Riselia berlari keluar dari mansion, merasa tidak percaya dengat apa yang dia lihat.

Suatu konstruksi besar dari batu dan logam, terbuat dari struktur Assault Garden Ketiga, meletus dari bumi, berdiri tegak seolah-olah menguasai pulau buatan. Itu menjulang setinggi ratusan meter, layaknya katedral kuno. Di bagian atas konstruksi amat besar itu terdapat formasi seperti kristal yang bersinar.

Dan di sana, ada seorang wanita berkulit pucat yang setengah bergabung dengan batu.

“Wanita Suci, Tearis Resurrectia.” Leonis menggumamkan nama musuh bebuyutannya. Wanita itu adalah salah satu dari Enam Pahlawan yang diberikan kekuatan untuk terus tumbuh dan berkembang oleh Kekuatan Cahaya. Dengan menggunakan kemampuan ajaib itulah Tearis bergabung dengan tungku mana.

Tidak, itu tidak akurat... Dia bergabung dengan Assault Garden Ketiga itu sendiri.

Dulu, ketika Archsage Arakael Degradios muncul di Assault Garden Ketujuh, dia juga mencoba untuk bergabung dengan tungku mana. Apa yang dilihat Leonis saat ini mungkin adalah apa yang Archsage coba capai.

“Dia mengambil tungku mana!” seru Riselia.

“Ya. Tampaknya apa yang dikatakan hantu-hantu itu memang benar.” Leonis menatap Void Lord itu dengan pikiran yang masih melekat pada kata-kata dari pria yang sebelumnya.

Nefakess Reizaad... Tadi dia menyebut dewi. Dewi—tampaknya itu adalah cara pria itu mendeskripsikan Void Lord. Walaupun makhluk itu memang benar-benar mengesankan, tapi ada sesuatu yang terasa aneh tentang kesimpulan dari Leonis. Tidak. Mungkin dia memanglah Wanita Suci, tapi dia bukan Dewi Pemberontak. Leonis menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyangkal.

Terlebih lagi, sebagai salah satu dari Enam Pahlawan, Wanita Suci, Tearis, adalah musuh bebuyutan Pasukan Penguasa Kegelapan. Sekalipun orang kepercayaan Azra-Ael salah, dia tidak akan pernah menganggap salah satu dari Enam Pahlawan sebagai Dewi Pemberontak. Di masa lalu ada banyak makhluk suci, tapi hanya ada satu yang dihormati oleh para Penguasa Kegelapan. Dan dia adalah makhluk yang menentang Kekuatan Cahaya: Dewi Pemberontak, Roselia Ishtaris.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Mengapa dia menyebut monster ini sebagai dewi...?!

Nyanyian Void Lord itu bergema di langit kelabu, layaknya suatu pujian yang dimaksudkan untuk memberkati—atau mungkin untuk mengutuk—dunia. Tiba-tiba, tungku mana mulai memancarkan cahaya yang cukup  menyilaukan.

“A-apa yang terjadi—?”

Seolah-olah menjawab pertanyaan Riselia, tungku mana menembakkan seberkas cahaya ke langit.

Vrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!

Cahaya itu menyingkirkan awan yang telah menutupi matahari, memperlihatkan hamparan warna biru yang tak terhingga di atas. Getaran di udara mencapai tempat Leonis berdiri, membuat batu-batu kerikil memantul dari tanah.

Sinar matahari tercurah dari atas, seolah-olah memberkati kedatangan Void Lord.

“Itu... tidak mungkin...” Riselia menelan ludahnya dengan gugup, ekspresinya tampak kaku karena syok.

Jika saja tembakan cahaya itu dilepaskan ke tanah, itu bisa menyapu seluruh sektor Assault Garden.

“Jika makhluk ini mencapai Assault Garden Ketujuh...”

Akademi Excalibur merupakan rumah bagi banyak Pengguna Pedang Suci, tapi apakah sejumlah dari mereka cukup untuk melawan makhluk ini?

“...Kita harus menghentikannya.” Riselia mengepalkan tinjunya.

“Tunggu, tunggu sebentar.” Leonis meraih lengan gadis itu sebelum dia lari secara impulsif. “Apa kau mau mati?”

“Tapi kalau kita tidak menghentikan makhluk itu di sini, semua orang akan... Itu akan terjadi lagi...”

Tidak diragukan lagi, hal ini membuat Riselia teringat akan tragedi mengerikan dan tragis, yaitu Stampede yang terjadi enam tahun lalu. Gadis malang itu terus gemetaran.

“Aku yang akan melawannya,” kata Leonis.

“Leo?”

“Riselia, tunggulah Regina dan yang lainnya di sini. Berkumpul lah kembali dengan mereka.”

Leonis mendongakkan pandangannya pada Void Lord yang menyatu dengan tungku mana. Meskipun alasannya ingin melawan makhluk itu berbeda dari Riselia, tapi dia juga tidak bisa membiarkan makhluk itu berbuat seenaknya. Seperti Archsage Arakael, Tearis Resurrectia adalah musuh bebuyutan Leonis dan telah menempaktkan kerajaannya dalam bahaya.

Terlebih lagi, anak lelaki itu masih ingin tahu alasan mengapa Nefakess menyebut makhluk itu sebagai dewi.

“Amilas, Dorug, Nefisgal, jaga dia di sini,” Leonis memberikan perintah sambil mengalihkan pandangannya ke arah tiga skeleton di belakang Riselia.

“““Sesuai keinginan anda!”“” para ksatria tulang itu menjawab dengan hormat, dan mereka tenggelam ke dalam bayangan Riselia.

“Leo, biarkan aku ikut denganmu!”

“Tidak boleh, itu berbahaya.” Leonis menggelengkan kepalanya.

Tidak diragukan lagi bahwa Riselia telah tumbuh cukup kuat, dan hari ketika dia bisa memimpin pasukan undead Leonis sebagai Ratu Vampir yang sempurna semakin dekat. Namun, Leonis tidak bisa mengabaikan fakta bahwa gadis itu masihlah belum berpengalaman.

“Leo...” Riselia merunduk dan menatap langsung ke mata anak lelaki itu. Terhadap sikap gadis itu, Leonis merasa jantungnya berdetak kencang.

“Enam tahun yang lalu, aku tidak bisa berbuat apa-apa,” dia mulai berbicara, dan Leonis menyadari ada nada sedih yang samar dalam suaranya. “Ayahku dan para Ksatria Crystalia lainnya... Mereka semua menyerahkan nyawa mereka untukku. Apa yang bisa kulakukan hanyalah duduk di tempat perlindungan, berdoa agar Penguasa Kegelapan dari dongeng itu menyelamatkanku.” Riselia menggigit bibirnya dan lanjut berbicara dengan suara yang pelan. “Aku tidak mau merasa seperti itu lagi. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi seorang diri, Leo.”

Riselia meraih kepala Leonis dengan tangannya dan memeluknya dengan erat.

“...Selia...”

Dengan kepala yang dipeluk seperti anak kecil, Leonis hanya bisa menyerah. Pikiran Riselia sudah bulat. Apapun yang Leonis katakan tidak akan menghentikannya.

Dia gadis yang cerdas, tapi juga keras kepala. Yah, kurasa mungkin itu bagian dari kebajikannya. Leonis tersenyum masam. Jika Blackas mendengar hal ini, anjing hitam itu pasti akan berkomentar bahwa Magnus terlalu lunak terhadap pengikutnya.

“Baiklah. Ikut denganku.”

“...Leo!”

“Tapi sekali ini saja.” Leonis menghela nafas.

Lagipula, selama Void Lord masih ada, tidak ada tempat di kota yang hancur ini yang benar-benar aman. Karena itulah, Riselia mungkin lebih baik berada di sisi Leonis. Mereka berdua pun mengamati makhluk raksasa yang perlahan mulai bergerak itu.

“Ayo cepat. Harusnya ada kendaraan dua tempat duduk di belakang mansion.”

---

Sebuah kendaraan militer menabrak puing-puing jalan yang rusak. Dan orang yang duduk di belakang kendaraan itu...

“...Apa itu?!” teriak Regina saat angin menerpa rambut kuncir pirangnya. Central Garden berada di depan, terhubung ke seluruh kota melalui jembatan. Dia menunjuk pada struktur aneh yang mengambang di atas Central Garden.

“Itu Void Lord,” seru Elfiné dengan gugup saat dia mencengkeram kemudi di kursi depan. Sebuah bola Mata Penyihir melayang di atasnya, sibuk memproses informasi. “Monster itu berada di tingkat yang sama dengan Void Lord yang menyerang Assault Garden Ketujuh... Tidak, bahkan mungkin lebih kuat,” simpul gadis itu.

“...Void Lord, ya?” gumam Sakuya  dengan ekspresi yang gelap.

“Ini artinya, laporan yang Lady Selia katakan sebelumnya...” kata-kata Regina terhenti.

“Ya, laporan itu akurat,” jawab Elfiné.

Kendaraan itu menabrak gundukan, membuat bannya menyentak dengan keras.

“Ini sudah melampaui lingkup penyelidikan,” kata Elfiné saat dia menatap tajam makhluk raksasa itu. “Kita harus segera mundur dan melaporkan ini ke akademi.”

“Tapi Lady Selia dan Leo masih berada di Central Garden,” sangkal Regina.

“Ya, aku tahu itu,” Elfiné menyela, menggigit bibirnya saat jari-jarinya mengencang di sekitar kemudi.

Dalam situasi ini, tindakan yang paling baik untuk diambil adalah mematuhi manual pertempuran anti-Void dan mundur. Namun, Elfiné pernah kehilangan dua rekannya dalam apa yang seharusnya menjadi misi penyelidikan sederhana. Di saat itulah Pedang Suci-nya, Mata Penyihir, menjadi kehilangan kekuatan aslinya.

Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi lagi, tidak akan! Pikir Elfineé saat dia menginjak pedal gas. Dengan adanya monster besar seperti itu melayang di atas langit, meninggalkan Assault Garden Ketiga dengan menggunakan pesawat tempur bukanlah pilihan yang baik.

Apa yang harus kami lakukan...?

Duduk di belakang kendaraan yang bergetar itu, Arle Kirlesio menatap tajam pada Void Lord. “Roselia Ishtrais. Aku tidak menyangka dia akan bangkit dengan menggunkan salah satu dari Enam Pahlawan sebagai wadahnya...!”

---

“Pegangan erat-erat, Leo!”

“O-oke!” jawab Leonis saat dia melingkarkan tangannya di pinggang Riselia dengan sekuat yang dia bisa.

Rambut keperakan gadis itu tertiup angin, menyapu pipi Leonis. Mesin kendaraan roda dua itu meraung hidup, dan kemudian lepas landas dengan menyebarkan puing-puing di belakangnya saat melaju. Sambil menggertakkan giginya agar tidak menggigit lidahnya, Leonis menempel di punggung Riselia. Dia menyipitkan mata melawan angin yang tak henti-hentinya menghantam matanya.

Sementara itu, di sisi lain, Void Lord mulai bergerak, meluncur di udara.

“Dengan kecepatan seperti ini kita tidak akan bisa mengejar monster itu... Ini memang agak berbahaya, tapi kita harus melewati jalan raya!” Riselia berbelok ke jalan yang lebih lebar, yang untungnya sebagian besar jalan itu masih utuh. Leonis masih terus memegang pinggang gadis itu dengan erat agar dia tidak terlempar.

A-aku tidak punya pilihan selain melakukan ini! kata Leonis pada dirinya sendiri saat dia merasakan pipinya memerah karena merasakan kehangatan lembut dari tubuh seorang gadis.

Sayangnya, momen yang menyenangkan itu hanya berlangsung sesaat.

Krak! Krak! Krak!

“...?!”

Banyak celah retakan terbentuk di udara di sekitar mereka.

“Void?! Leo, hati-hati!”

Krak... Krak... Krak... Krak...!

Celah retakan itu semakin banyak terbentuk di sepanjang jalan mereka sampai retakan-retakan itu sepenuhnya mengaburkan jalan di depan. Pasukan Void humanoid yang sama dengan yang Riselia dan Leonis temui di atap sekolah muncul dari celah retakan.

“Hantu Ksatria Crystalia...,” Leonis mendengar Riselia bergumam sedih meskipun udara mengalir deras di telinganya.

Hanya ini lah yang tersisa dari para pejuang pemberani dan hebat yang telah bertarung untuk melindungi Assault Garden Ketiga sampai akhir. Wanita Suci telah membangkitkan mereka sebagai monster, bahkan hampir tidak bisa dikenali sebagai manusia lagi.

“...Berani-beraninya kau...?!”

Rambut keperakan Riselia bersinar dengan cahaya mana yang intens. Gadis itu sangat marah pada Void Lord yang telah menodai jiwa-jiwa para ksatria itu. Enam tahun yang lalu, takdir telah mencuri segalanya dari dirinya, dan apa yang terjadi saat ini adalah sesuatu yang semakin memperbesar kemarahannya.

Void-Void itu berdiri untuk menghalangi jalur kendaraan ke depan.

“Petir Hitam, Meyambar Melalui Malam Iblis, Hancurkanlah Jiwa-Jiwa Berkeliaran ini... Vuras Reiya!” Menempel di pinggang Riselia dengan satu tangan, Leonis merapalkan mantra pemusnah tingkat enam. Ebon listrik bergemuruh, menghancurkan Void-Void dalam satu serangan.

“Riselia, maafkan aku, tapi makhluk-makhluk ini sudah...”

“...Ya. Aku tahu...,” jawab Riselia yang menahan kesedihannya. “Tolong buat mereka beristirahat. Setidaknya hanya itu yang bisa kita lakukan untuk mereka.”

“Aku mengerti.” Leonis mengangguk dan memulai merapalkan mantra lain.

Jika tidak teliti dalam menghancurkan mereka berarti jiwa mereka akan terus berkeliaran di reruntuhan ini. Itulah sebabnya Leonis menggunakan sihir tingkat kelima atau lebih tinggi.

“Berkumpullah di Tanganku, Api Sejati yang Melahap Segalanya—Al Gu Belzelga!”

Mantra api tingkat delapan membakar Void-Void segera setelah mereka bermanifestasi, bahkan menghancurkan celah yang mereka bentuk. Suara pertempuran memenuhi jalanan saat Riselia melajukan kendaraan lebih cepat.

Baru setelah Void-Void itu telah dibunuh, Leonis menyadari kalau lagu pujian Sekte Suci telah mereda.

Apa?

Dipenuhi dengan firasat yang tidak enak, Leonis menatap ke arah Void Lord. Alih-alih melantunkan nyanyian, sekarang makhluk itu merapal mantra. Lingkaran sihir yang sangat banyak, begitu banyak sampai-sampai cukup untuk mengaburkan langit muncul di atas Wanita Suci itu.

Itu adalah...!

Saat berikutnya, hujan meteor yang berapi-api turun dari banyak lingkaran sihir itu.

---

Brrrrrrrrr, boom! Brrrrrrrr, boom!

Hujan api turun dari langit, kepulan api melonjak di Central Garden, adegan di tempat itu sudah seperti visi dari hari kiamat.

“...A-apa...? Apa yang terjadi?!” gumam Elfiné dalam keterkejutan.

“Itu adalah mantra penghancur area tingkat sebelas,” gumam Arle Kirlesio. “Hukuman Bintang Surgawi, Io Nemesis... Monster sialan itu.”

“...L-Lady Selia, Leo, apa kalian bisa mendengarku?!” Regina mencoba berkomunikasi dengan dua anggota lain dari peleton ke-18 untuk apa yang terasa seperti kesepuluh kalinya, tapi masih tidak ada jawaban yang datang.

Bola Mata Penyihir yang Riselia dan Leonis miliki bersama mereka mungkin telah hancur dalam kekacauan yang saat ini sedang terjadi. Elfiné membelokkan kendaraan mereka dari jalan raya dan menuju ke jembatan yang terhubung ke Central Garden.

Kepulan api telah mereda, tapi abu dan kotoran berhamburan di udara.

“Elfiné. Mereka datang,” kata Sakuya secara tiba-tiba ketika dia mewujudkan Raikirimaru di tangannya.

“Hah?”

Krak...!

Retakan yang besar terbentuk di udara di depan keempat gadis itu. Awalnya, Elfiné mengira kaca depan dari kendaraan itu telah retak, tapi dia segera sadar bahwa itu adalah retakan yang menandai kedatangan Void.

Saat berikutnya, retakan itu pecah, dan tangan abu-abu yang tak terhitung jumlahnya keluar dari situ.

“...?!”

Elfiné hampir menginjak rem, tapi dia segera berubah pikiran di detik-detik terakhir. Bagaimanapun juga, berhenti sekarang bisa mengakibatkan semua orang akan menjadi mangsa para Void.

“Pegangan erat-erat!”

Menginjak pedal gas, Elfiné melaju ke depan. Kendaraan itu menabrak Void-Void, menjatuhkan mereka saat melintasi jembatan dengan kecepatan penuh. Sayangnya, lebih banyak retakan di udara muncul di depan mereka.

“...Ini sudah seperti apa yang terjadi sebelum Stampede...!” Regina mengamati situasi saat mewujudkan Senapan Naga di tangannya dan menembak jatuh Void di jalan mereka.

“Elfiné, mereka juga datang dari atas!” teriak Sakuya saat menebas Void yang melompat dari celah yang terbentuk di atas.

Anehnya, meskipun kekacauan berkecamuk di sekelilingnya, Arle Kirlesio tetap menatap Void Lord yang melayang. Rambut ponytailnya yang berwarna hijauh menari-nari tertiup angin.

“Duduklah! Itu berbahaya!” kata Regina.

“Dengarkan aku. Aku ingin kalian membantuku,” kata Arle, tatapannya menolak untuk mengalah dari monster yang melayang di atas Central Garden.

---

Kini jalan raya tidaklah lebih dari serakan bongkahan batu. Assault Garden Ketiga telah diterpa meteor, membuat tanah yang tandus itu dipenuhi dengan kawah.

“Sihir suci tingkat sebelas, Hukuman Bintang Surgawi... Itu kekuatan yang cukup mengesankan,” kata Leonis saat dia berdiri di tengah-tengah kehancuran yang luar biasa. Dia telah membangun Penghalang Medan Daya, Lua Meiles, untuk melindungi Riselia dan dirinya sendiri.

Melihat ke sekeliling, dia menatap kendaraan roda dua yang sudah hancur. Meskipun mantra Void Lord telah menghancurkan segalanya termasuk para Void, serangan itu tidak secara khusus diarahkan pada Leonis. Wanita Suci itu bahkan tidak memperhatikan kehadirannya.

“Apa kau baik-baik saja, Selia?” tanya Leonis.

“Ugh... Y-ya...” duduk di bekalang Leonis, Riselia mengerang saat dia memegang kepalanya. Dia sedikit pusing karena guncangan saat terlempar dari kendaraan. Jika tadi Leonis terlambat merapalkan mantra Penghalan Medang Daya-nya, Riselia tidak akan bisa menghindari cedera, bahkan dengan vitalitas dari Ratu Vampir-nya.

Leonis kemudian menatap ke langit. Melayang di atas awan debu, Tearis Resurrectia mulai bergerak lagi.

Apa dia mencoba meninggalkan Central Garden?

Leonis merapalkan mantra kontrol gravitasi untuk terbang, lalu mendarat di bagian jalan raya yang lebih tinggi.

“Tidak akan kubiarkan kau pergi,” Leonis meludah dengan senyum yang berani. Dia mengangkat Tongkat Penyegel Dosa dengan kedua tangannya saat dia mulai merapalkan sihir.

“Abu menjadi Abu, Debu menjadi Debu, Patuhilah Takdir Kehancuran-Mu—Arzam!”

Lingkaran sihir terbentuk di ujung tongkat Leonis, dan dari lingkaran sihir itu, mantra tingkat sepuluh yang memiliki kekuatan penghancur tingkat tertinggi ditembakkan.

Boooooooooooom!

Sebuah bola kehancuran besar meluas dan kemudian melesat ke depan, hingga lesatannya itu sampai mengguncang tanah. Kekuatan sihir ini saja sudah cukup untuk menjatuhkan dewa berpangkat rendah.

Namun, bayangan besar Void Lord berdiri dengan angkuh meskipun api malahap bentuknya. Senjata anti-Void yang telah ia masukkan ke dalam dirinya telah melapisi tubuhnya layaknya armor, tapi sekarang itu meleleh, memperlihatkan daging putih di baliknya yang menggeliat seperti tentakel. Void Lord itu kemudian bersinar samar saat tubuhnya mulai beregenerasi.

Kekuatan penyembuh Tearis Resurrectia, ya.

Monster itu adalah monster yang bahkan masih baik-baik saja setelah menerima serangan mantra penghancur tingkat sepuluh, dan ia terus melayang di udara, menyanyikan pujian sucinya sepanjang waktu.

Jika itu Archsage, tampaknya dia masih memiliki beberapa kecerdasan yang tersisa, tapi yang ini...

Arakael Degradios, meskipun secara signifikan telah membusuk dan rusak, dia masih mempertahankan sebagian dari kecerdasan dan kesadarannya. Akan tetapi, hal yang sama tidak dapat dikatakan terhadap Wanita Suci.

Ya, aku benar-benar terlalu berlebihan dalam memikirkan ini, simpul Leonis yang merasa lega. Untuk berpikir bahwa Void Lord bisa menjadi wadah Roselia saja sudahlah bodoh. Jiwanya yang mulia tidak akan pernah menjelma menjadi monster yang tidak punya pikiran. Tapi jika itu masalahnya, apa yang Nefakess maksudkan dengan “dewi”?

Satu hal yang pasti, jelas bahwa Nefakess terlibat dalam kebangkitan Void Lord ini.

Yah, biarlah. Pada akhirnya aku akan menyeretnya ke depanku dan membuatnya berbicara. Untuk saat ini...

“Wanita Suci dari Enam Pahlawan, Tearis Resurrectia.” Leonis mencengkeram gagang Tongkat Penyegel Dosa. “Wahai engkau makhluk menyedihkan yang telah menyerah pada Void. Hari ini aku akan membuatmu menemui kehancuran abadimu.”

Leonis memutar gagang tongkatnya, melepaskan permata naga yang bertatahkan di ujungnya. Dengan ini, dia mengeluarkan Pedang Iblis yang disegel di dalam tongkat.

 

Wahai Pedang untuk Menyelamatkan Dunia, Diberkahi oleh Surga.
Wahai Pedang untuk Menghancurkan Dunia, Dibuat untuk Memberontak Melawan Surga.

Pedang Suci, Disucikan oleh Dewata.
Pedang Iblis, Diberkati oleh Dewi.

 

Tearis Resurrectia adalah pahlawan dengan kekuatan untuk menyembuhkan dan membangkitkan. Mungkin Leonis bisa mengalahkannya dengan sihir saja saat dirinya masih menjadi Raja Undead. Namun, saat ini dia berada di tubuh seorang anak laki-laki, menghancurkan wanita itu dengan mantranya akan sulit. Karenanya, Leonis menarik keluar Pedang Iblis, senjata pembunuh dewata yang diberikan kepadanya oleh Roselia, Dewi Pemberontak.

Leonis hanya bisa melepaskan segel pada senjata itu apabila kerajaannya berada dalam bahaya, dan dia telah memenuhi syarat itu. Bilah Pedang Iblis berkobar dengan kedengkian.

Seolah bereaksi terhadap kekuatan Pedang Iblis yang menakutkan, Void Lord, yang sejauh ini terus mengabaikan Leonis, sekarang berbalik menghadapnya.

Jadi akhirnya kau berkenan untuk memperhatikanku, ya. Namun sayang, itu sudah terlambat....

Leonis mengeluarkan Pedang Iblis, menahan cahaya gelap yang dilepaskannya.

 

Biarkan Nama-Mu, yang Tenggelam dalam Kegelapan, Dinyatakan—

“Pedang Iblis, Dáinsleif!”

 

“Binasalah, kau yang merupakan seorang dari Enam Pahlawan!” Leonis mengangkat Pedang Iblis dengan kedua tangannya.

Tapi saat dia mengisi pedang dengan mana dan bersiap untuk mengayunkannya...

Kriiiiiiiiiiiiiiii! Dáinsleif memekik mengerikan.

Pedang Iblis beresonansi?! Leonis terkejut kebingungan. Ini adalah reaksi yang sangat berbeda dari saat dia menghadapi Arakael.

Mustahil... Tidak, ini seharusnya tidak terjadi...!

Momen keraguan itu membuat Leonis kehilangan kendali atas kekuatan Pedang Iblis. Pada saat yang sama, tungku mana Void Lord menyala dengan kilatan yang menyilaukan.

Ini buruk.

Bilah cahaya pucat, cahaya yang cukup terang untuk membuat area itu menjadi putih, menembus tubuh Leonis.



close

Post a Comment

Previous Post Next Post