Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 21

Bab 21
Untuk memenuhi kewajiban


Sekarang, aku sudah mulai terbiasa dengan latihan dansa dari Tennoji-san.

Dansa ballroom yang kami lakukan ini adalah dansa yang dilakukan oleh pria dan wanita dalam kontak dekat satu sama lain. Jadi pada awalnya, aku merasa minder bahwa aku akan menunjukkan penampilan yang memalukan, tapi ketika aku melihat sikap serius Tennoji-san dalam mengajariku, perasaan minder itu langsung menghilang begitu saja.

“Baiklah, hari ini kita akhiri sampai di sini saja.” kata Tennoji-san, lalu dia menyeka keringatnya dengan ringan.

Saat aku melihat jam, kulihat bahwa hari ini kami baru berlatih selama satu jam.

“Hari ini latihannya lebih cepat daripada biasanya.”

“Ya. Sebenarnya aku pribadi ingin melanjutkannya sebentar lagi..., tapi hari ini aku punya urusan.”

“Urusan?”

Saat aku bertanya balik dengan santai, entah mengapa ekspresinya Tennoji-san langsung menjadi mendung.

“...Sebelumnya aku sudah mengatakan padamu kalau aku akan dijodohkan, bukan? Hari ini rencananya aku akan bertemu dengan calon tunanganku.”

Saat dia memberitahuku hal tersebut, ekspresinya masih tetap tampak mendung.

“Erm..., apa kau tidak mau menerima perjodohan itu, Tennoji-san?”

“Mengapa kau berpikir begitu?”

“Soalnya kau tidak terlihat antusias dengan masalah perjodohanmu ini.”

Sampai saat ini, aku berniat untuk mendukung Tennoji-san dalam perjodohannya karena kupikir baginya ini merupakan hal yang baik. Dan juga, sebelumnya Tennoji-san mengatakan bahwa dia hanya merasa terkejut dengan perjodohannya yang tiba-tiba ini, dan bukannya dia merasa tidak nyaman dengan perjodohan itu sendiri.

Tapi, kebenarannya mungkin tidaklah demikian.

Karenanya, sekali lagi, aku mau bertanya kepada Tennoji-san tentang apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi——

“Kau tidak perlu mencemaskan itu, aku sangat positif kok mengenai perjodohan ini.” Jawab Tennoji-san, dengan senyum yang menipu. “Selain itu..., mengingat posisi yang kumiliki, jadi aku harus menerima perjodohan ini.”

“Posisi...?”

“Ya, dan mumpung kita lagi ngomongin soal ini, jadi ada yang ingin kukatakan kepadamu, Nishinari-san.” Dengan ekspresi yang tidak seperti sebelumnya, Tennoji-san menatapku. “Sebenarnya..., aku adalah anak angkat.”

Kelopak mataku langsung melebar ketika mendengar pernyataan itu. Tapi kemudian, Tennoji-san melanjutkan ceritanya dengan tenang.

“Tapi meskipun aku adalah anak angkat, karena aku diasuh oleh Keluarga Tennoji sejak aku masih bayi, jadi aku tidak benar-benar merasa kalau aku ini adalah anak angkat..., tapi tetap saja, pada dasarnya aku bukanlah putri kandung Keluarga Tennoji.”

Raut wajahnya sedih, tapi dia masih terus berbicara.

“Baik ayah dan ibuku memperlakukanku layaknya aku adalah putri kandung mereka sendiri. Namun demikian, itu tetaplah fakta yang tak bisa disangkal bahwa di nadiku tidak ada darah Keluarga Tennoji yang mengalir... Itu sebabnya, aku harus berperilaku dengan lebih pantas sebagai putri dari Keluarga Tennoji, sehingga sekalipun aku tidak meneruskan garis darah mereka, tapi setidaknya aku harus meneruskan prestasi mereka. Dan itu sudah menjadi tugas yang wajib untuk kulakukan.”

Entah bagaimana aku berhasil membuat otakku yang kebingungan bekerja dan memilah apa yang barusan dikatakan oleh Tennoji-san.

Dengan kata lain, Tennoji-san berpikir bahwa dia tidak boleh mengecewakan harapan Keluarga Tennoji karena posisinya sebagai anak angkat. Dan dia juga berpikir bahwa ini adalah tugas yang wajib dia lakukan.

“T-Tunggu sebentar...”

Saat aku memilah-milah apa yang dia katakan, aku merasa bahwa ada salah satu asumsi yang kumiliki sampai sekarang jadi runtuh.

“Tennoji-san..., apa kau bertunangan karena itu adalah kewajibanmu?”

Menanggapi pertanyaanku, Tennoji-san tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.

“Ya. Tapi bagi orang-orang kelas atas seperti kita, persoalan semacam ini adalah hal yang lumrah.”

Dia mungkin benar, tapi...

Apa ini tidak apa-apa?

Apa benar-benar tidak apa-apa untuk membiarkan semuanya berjalan seperti ini?

Saat aku mendengarkan permasalahan ini, yang langsung terlintas di pikiranku adalah Hinako. Berkat hubungan yang telah kujalin dengan Hinako, aku jadi sangat mengetahui bahwa jika kau melakukan apa yang orang tuamu katakan kepadamu, bukan berarti dengan begitu kau akan bahagia.

Namun dalam masalah kali ini, Tennoji-san sendiri merasa tidak masalah dengan situasinya saat ini. Jadi sebagai orang luar, aku harusnya tidak mengatakan apa-apa, tapi sekalipun aku tahu akan hal itu, tetap saja ini masih menggangguku.

“Kasusku mungkin memang agak tidak biasa..., tapi aku yakin kalau kau akan bisa mengerti situasiku...”

“Apa maksudmu...?”

“Karena..., kau juga adalah anak angkat, ‘kan?”

Kata-kata itu dilontarkan secara tak terduga kepadaku, membuatku menjadi tercengang dengan mulut yang ternganga.

“Apa kau masih ingat tentang apa yang kukatakan di sesi belajar kelompok yang dulu diikuti Konohana-san dan teman-teman lainnya?”

Aku langsung teringat.

Di waktu istirahat sesi belajar kelompok kami saat itu, Tennoji-san bertanya padaku, “Apa kau benar-benar putra pewaris dari sebuah perusahaan menengah?”

“...Seingatku, saat itu kau mengatakan kalau etiket yang kutunjukkan bukanlah etiket dari seseorang yang dididik sebagai pewaris perusahaan.”

“Ya. Pada saat itu, aku menebak identitasmu... Aku berpikir bahwa kau itu sama denganku..., kau mencoba memenuhi kewajibanmu untuk melindungi nama keluargamu.”

Tampaknya, dengan pemikiran yang dia miliki itu, dia jadi mendapatkan kesimpulan bahwa aku adalah anak angkat dari keluargaku, tapi sayangnya——dia salah.

Dia mungkin benar dalam poin yang mengatakan bahwa aku sama sepertinya yang mencoba memenuhi kewajibanku untuk melindung nama keluarga. Namun, nama keluarga yang kulindungi di sini adalah Keluarga Konohana. Selain itu,  aku tidak diadopsi oleh mereka, melainkan aku hanyalah seorang pelayan yang dipekerjakan oleh mereka.

Tentunya, aku tidak bisa menjelaskan hal tersebut kepada Tennoji-san karena itu akan melanggar kontrak antara aku dan Keluarga Konohana.

Selain itu, bukannya aku ini orang yang mahir dalam berpikiran mendalam atau semacamnya, tapi tetap saja aku masih bisa membayangkan akan seberapa banyak masalah yang akan dihadapi oleh Keluarga Konohana jika aku mengungkapkan identitasku di sini.

“...Tolong rahasiakan soal itu.”

“Tentu saja... Fufufu, sepertinya mataku ini memang tidak salah.”

Tennoji-san tersenyum, dan saat aku melihatnya senyumannya itu, kurasakan perasaan yang sakit mencuat di dadaku. Perasaan itu..., itu merupakan suatu perasaan sakit yang sampai saat ini belum pernah kurasakan... Rasa Bersalah.



close

4 Comments

  1. Sad Mirei, harusnya kau mendapatkan kebahagiaan yg kau inginkan, terkadang hidup mewah juga tidak bisa membuat mu terus bahagia 😣

    ReplyDelete
Previous Post Next Post