Bab 2
Kekhawatiran x Saudara
[Teganya kamu melakukan semua ini!]
[K-Kumohon, tenanglah dulu, Haruka!]
[Bagaimana mungkin aku bisa tenang! Bisa-bisanya kau tidak memberitahuku bahwa selama ini kau dan Shigure telah menjadi saudara tiri dan tinggal satu atap...! Mengapa kau menyembunyikan semua ini dariku?]
[I-Itu karena kupikir kau akan terkejut kalau mengetahui bahwa saudari kembarmu tinggal bersama pacarmu..., sumpah, hanya itu alasan mengapa aku menyembunyikan soal ini darimu!]
[Tidak, alasanmu bukanlah itu ‘kan, Onii-san?]
[Shigure!]
Tau-tau saja, aku mendengar suaranya Shigure dan mendapatinya memelukku dari belakang.
Gadis ini, sejak kapan dia ada di sini...?
[Kau yang menyembunyikan semua ini dari Nee-san bukanlah demi dirinya, tapi kau menyembunyikan semua ini dari Nee-san karena kau senang bermesraan denganku bukan, Onii-san?]
Sialan, mengapa dia mengatakan sesuatu seperti ini di depan Haruka...!
[Hiromichi-kun, apa kau mencium Shigure...?]
[T-Tidak! Kau salah paham!]
[Apanya yang salah paham? Kalau kuingat-ingat, Onii-san, sudah berapa kali ya kau menciumku? Kurasa ciuman yang telah kita lakukan sampai saat ini jauh lebih banyak daripada ciuman yang kau lakukan dengan Nee-san? Ayo sini, peluk aku seperti yang biasanya kau lakukan dan katakan, “Aku mencintaimu, aku mencintaimu jauh lebih daripada Haruka.”]
Lah, mana pernah aku mengatakan sesuatu seperti itu!
Aku sangat ingin mengeluh pada Shigure, tapi untuk saat ini aku harus memberi penjelasan terlebih dahulu pada Haruka.
[Dengarkan aku, Haruka! Memang benar kalau aku mencium Shigure, tapi meski begitu aku melakukannya dengan memikirkan dia sebagai kamu! Kata-kata “Aku mencintaimu” yang kuucapkan pun juga kumaksudkan kepadamu...]
[Jadi kau benar-benar menciumnya, ya...!]
[Ugh...]
[Tega ya kamu...! Padahal aku bahkan berpikir untuk menikah denganmu di masa depan nanti....! Tapi, kau justru selingkuh di belakangku! Parahnya lagi, orang itu adalah saudari kembarku sendiri! Kau benar-benar bajingan! Menjijikkan! Aku sangat membencimu!]
[Tunggu, Haruka! Haruka!!!]
“Haaaaa....!”
Tiba-tiba, pemandangan yang terbentang di depanku berubah menjadi langit-langit yang familiar.
J-Jadi yang barusan itu cuman mimpi ya...? Syukurlah..., aku tidak tahu apa yang harus kulakukan kalau-kalau itu adalah kenyataan.
“Cinta..., aku sangat mencintai Shigure adikku yang imut..., aku mencintainya lebih daripada pacarku...”
Hm? Tapi mengapa aku masih mendengar suaranya Shigure meskipun aku sudah terbangun dari mimpi? Aku bingung, tapi saat aku menggerakkan kepalaku, mataku bertemu dengan mata Shigure yang lagi duduk di sampingku.
“...Shigure.”
“Oh, selamat pagi, Onii-san. Jadi kau sudah bangun, ya.”
“Apa yang kau lakukan?”
“Tadi aku hendak membangunkanmu, tapi dalam tidurmu kau mengigaukan namanya Nee-san sampai-sampai aku jadi kesal, jadi aku mencoba memberikanmu sugesti saat kau tidur. Baiklah, biar kulihat seberapa efektifnya itu?”
“Astaga, kumohon, jangan pernah lakukan itu lagi.”
Shigure menyeringai, dan kemudian dia memamerkan gigi taringnya. Ya ampun, bahkan dengan eksrpesi nakalnya seperti ini, dia tetap saja memiliki pesona yang menawan. Kalau saja yang menunjukkan ekspresi ini adalah Takeshi, aku mungkin sudah memukulinya.
“Baiklah, cepat rapikan tempat tidurmu lalu makan, sarapannya sudah siap.”
Sekarang setelah dia menyebutkan itu, aku bisa mencium kalau ruangan ini sudah dipenuhi dengan aroma makanan yang lezat.
Nah, sekalipun saat ini kami lagi dalam masa liburan musim panas, akan tetapi rutinitas harian Shigure masih tetap sama, dimana dia akan bangun pagi-pagi sekali dan kemudian menyiapkan sarapan pada waktu yang sama ketika biasanya kami pergi ke sekolah.
Gaya hidupnya itu patut dicontoh, tapi tetap saja, ini adalah liburan musim panas. Karenanya, menurutku tidak ada salahnya kalau aku sedikit bermalas-malasan..., selain itu, aku habis mimpi buruk, jadi saat ini aku benar-benar mager.
“Berikan aku waktu untuk tidur sebentar lagi, cuman empat jam aja...”
“Tidak, waktu sebanyak itu mah bukan ‘cuman’ namanya.”
“Ini liburan musim panas, jadi itu tidak masalah, bukan?”
“Sekali kau terbiasa malas-malasan, akan sulit bagimu untuk kembali seperti semula, tau! Lagian, bukankah pagi ini kau memiliki pekerjaan sambilan? Ayo cepat bangun.”
Oh, dia benar juga, bisa gawat kalau aku sampai terlambat kerja.
Dan dengan begitu, dengan enggan aku bangun, merapikan tempat tidur, lalu pergi ke westafel untuk cuci muka.
Saat aku kembali, meja sudah diatur di tengah ruangan, siap untuk sarapan.
Menu untuk pagi ini adalah..., roti panggang Perancis.
““Selamat makan.””
Seperti biasanya, kami sarapan bareng.
Roti panggang Perancis yang disiapkan Shigure memiliki tesktur yang sangat lembut sampai-sampai aku bisa dengan mudah memotongnya menggunakan garpu, dan saat dimasukkan di mulut, teksturnya meleleh seperti krim. Sungguh, rasa manis yang lembut seperti ini memang sangatlah cocok untuk mengisi perut di pagi hari.
“Fufufu.”
Memperhatikan ekspresi wajahku, Shigure menyipitkan matanya dengan gembira. Tatapan lembut darinya itu membuatku merasa sedikit malu, jadi untuk menutupi hal tersebut aku segera meraih minumanku.
Awalnya, kupikir itu adalaah teh susu biasa, tapi kemudian kusadari kalau ada sedikit aroma rempah-rempah yang tercampur di dalamya.
“Itu adalah es chai. Aku membuat itu karena kelihatannya enak saat aku melihatnya di video di internet, jadi, bagaimana rasanya?”
“Ini enak, kurasa aku lebih suka ini dibandingkan dengan teh susu biasa.”
“Yah, bagaimanapun juga kau itu orangnya suka sesuatu yang manis saat sarapan.”
“Hm? Begitukah? Yah, aku tidak pernah benar-benar menyadari itu, tapi kurasa memang kalau pagi-pagi aku suka makan sesuatu yang manis. Bahkan saat aku masih tinggal sendirian dulu, kadang-kadang ketika aku sarapan aku akan makan roti keping cokelat atau irisan melon... Tapi ngomong-ngomong, hebat juga kau bisa memperhatikan sesuatu seperti ini dariku.”
“Lagian ‘kan sudah sekitar tiga bulan kita terus sarapan bareng seperti ini, jadi setidaknya aku pasti tahu apa yang kau sukai.”
“......”
Tiga bulan.
Jadi kami sudah hidup bersama seperti ini selama tiga bulan, ya. Itu benar-benar waktu yang tidak terasa, dan mungkin, aku merasa begitu karena aku selalu bersenang-senang. Soalnya, sejak Shigure datang ke sini, hari-hariku menjadi jauh lebih menyenangkan daripada saat aku tinggal sendirian.
Dia seumuran denganku, apalagi dia saudari kembarnya pacarku. Tiga bulan yang lalu saat aku masih sulit berhubungan dengan seorang gadis, pemikiran bahwa aku akan hidup bersama dengan seorang gadis sepertinya sama sekali tidak pernah terbesit di benakku, tapi sekarang ini justru menjadi hal yang biasa untukku. Malahan, aku merasakan perasaan nyaman sampai-sampai aku merasa tidak apa-apa untuk memperlakukannya dengan sedikit ceroboh.
Kurasa ini adalah sesuatu yang disebut sebagai kepercayaan, dan semua ini bisa terjadi karena Shigure bersikap terbuka padaku. Tentunya, senyuman nakalnya itu juga adalah bagian dari kepribadiannya, tapi alasan mengapa dia berani menunjukkan senyuman itu kepadaku adalah agar aku lebih bisa mengekspresikan diriku karena aku biasanya akan gugup saat menghadapi lawan jenis.
Kalau misalnya Shigure yang tidak pernah menunjukkan senyuman seburuk itu di sekolah memperlakukan seperti siswi teladan layaknya image yang dia miliki di sekolah, pria kikuk sepertiku tidak akan pernah bisa akrab dengannya.
Tidak hanya dia selau memasak untukku setiap hari, tapi dia juga selalu baik kepadaku, dia selalu peduli kepadaku. Akan tetapi——
[Kalau mulai kedepannya kau menolakku, maka aku akan memberitahu Nee-san semua yang telah terjadi diantara kita sampat saat ini.]
Aku tidak menyangka kalau dia akan membuat ancaman yang egois seperti itu. Aku ingin tahu, seberapa seriusnya dia soal ini. Apakah sesekali dia akan memerasku dan memaksaku untuk berciuman dengannya seperti yang dia lakukan kemarin? Tidak, tapi ciuman yang dilakukan seperti itu tidaklah berarti apa-apa jika tidak disertai dengan perasaan. Dan itu adalah apa yang Shigure katakan sendiri ketika dia pertama kali menciumku. Itu sebabnya...
“...Fufufu, kalau dipiki-pikir lagi, itu lucu bukan?”
“Eh? Apa maksudmu?”
“Nee-san, sebagai pacarmu, dia tidak pernah melihat wajah imutmu saat kau bangun tidur, dan dia bahkan tidak tahu selera makanmu. Tapi aku, adiknya, telah melihat dan mengetahui itu. Kalau seperti ini, jadinya sulit bukan untuk mengatakan siapa sebenarnya pacarmu?”
“Ughh.”
“Kalau kau tidak keberatan, aku bisa loh memberitahukan Nee-san. Setidaknya, dia harus tahu apa selera makanmu, ckckckck.”
Gadis ini, dia sedang bermain-main denganku menggunakan pisau yang amat tajam, dia mencoba untuk mengatakan bahwa hidupku sekarang ada di atas telapak tangannya.
Sekarang aku mengerti.
Shigure, dia serius tidak berniat untuk berhenti setelah serangan kemarin, dan dia benar-benar akan terus memerasku.
Tidak perlu dikatakan lagi, ini adalah situasi yang sangat buruk.
Sebagai pacarnya Haruka, aku harus memberikan cinta yang tulus dan murni kepadanya karena dia memiliki trauma, jadi tidak mungkin aku bisa mencium Shigure di belakangnya.
Dan dalam situasi seperti ini juga, tidak mungkin aku bisa menumbuhkan ‘cinta sejati’ bersama Haruka. Itulah sebabnya, entah bagaimana caranya aku harus bisa menghentikan Shigure.
“E-Erm, kau tahu, Shigure?”
“Ada apa, Onii-san?”
“Aku mengerti bahwa aku mengatakan banyak hal yang menyatikan padamu demi kepetinganku sendiri, dan itu wajar kalau kau menjadi marah kepadaku. Tapi..., di telepon kemarin, Haruka bilang bahwa dia ingin menikah denganku.”
“Terus?”
“Jika seorang yang pemalu sepertinya sampai mengatakan sesuatu seperti itu..., maka aku ingin memenuhi keinginnya, aku tidak ingin membuat dia sedih. Karenanya, erm, bisakah kau merahasiakan soal aku yang sempat kecewa pada Haruka?”
“Kau tidak perlu khawatir, asalkan kau memperlakukanku dengan baik, aku pasti akan merahasiakan semua itu.”
“...Kalau begitu, aku akan memperlakukanmu sebaik mungkin sebagai adikku.”
“Kau tahu ‘kan kalau bukan itu yang aku maksud?”
Tiba-tiba, Shigure menatap tajam ke arahku. Itu adalah tatapan yang sama seperti ketika dia mengancamku kemarin, dan aku yakin kalau aku baru saja menginjak ranjau darat.
“Onii-sann, tolong katakan ‘Aku mencintaimu’.”
“K-Kau ini ngomong apaan sih tiba-tiba begini...?”
“Hm? Yah, lagi pengen aja. Lagian, bukankah itu adalah kata-kata yang selalu ingin seseorang dengar dari orang yang mereka cintai? Selain itu, sepertinya kau masih belum mengerti posisimu di sini, Onii-san.”
“A-Aku tidak akan mengatakan itu.”
“Oh, kau gak mau mengatakannya? Kalu begitu, kurasa aku akan berhenti saja mendengarkan permintaanmu dan menceritakan semuanya pada Nee-san.”
Mengistirahatkan dagunya di tangannya yang dia topang di atas meja, Shigure menyeringai dan menakut-nakutiku.
“A-Ayolah, tidak ada gunanya juga kalau aku mengatakan itu. Toh itu ‘kan cuman sekadar kata-kata saja.”
“Kalau memang begitu, maka mengapa kau tidak mengatakannya saja? Ayo, buruan~ ♪...”
Nada suaranya ringan seolah-olah dia sedang bercanda, tapi sorot matanya tidak bercanda. Bisa dibilang, cukup menakutkan untuk melawan Shigure saat ini, jadi aku tidak punya pilihan selain menuruti permintaannya.
“......Aku, mencintaimu.”
“Jangan mengalihkan pandanganmu, lihat aku dengan benar, dan coba katakan lagi.”
Kupikir aku bisa memberikan perlawanan minimal, tapi itu sia-sia dan aku harus mengulanginya.
“Aku mencintaimu.”
“...Kalau kau mengacau sekali lagi, aku tidak akan memaafkanmu.”
Tampaknya aku memang benar-benar tidak bisa melarikan diri dari hal ini.
Aaah, bodo amatlah, akan kukatakan! Toh ini cuman sekadar kata-kata yang aku dipaksa untuk mengucapkannya. Dan lagi, sekalipun aku mengatakan sesuatu seperti itu, bukan berarti itu akan mengubah resolusiku untuk memulai semuanya lagi dari awal dengan Haruka.
Ini juga tidak akan membuat keinginan Shigure menjadi kenyataan, malah hanya akan menambah jarak antara dia dan aku . Itu wajar saja, bagaimanapun juga, aku dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin aku lakukan.
Satu-satunya hal yang kurasakan dalam hal ini adalah rasa benci.
Ya, aku benci dengan sisi Shigure yang jahat ini.
Aku benci, benci, benci, benci, benci, benci, benci, benci——
“~~~~”
Tapi meskipun dalam pikiranku aku berulang kali mengatakan aku membencinya, lantas mengapa sih aku ini kok malah jadi sangat deg-degan hanya dengan melakukan kontak mata dengannya.
Jantungku bergetar begitu hebat ketika menatap mata bulatnya saat dia duduk di seberang meja dariku. Dan tidak hanya pipiku saja, tapi seluruh tubuhku rasanya mulai memanas. Aku takut jika aku mengatakan ‘Aku mencintaimu’ dalam situasi seperit ini, aku jadi tidak akan tahu apakah kata-kataku itu serius atau tidak. Namun masalahnya, ini bukan situasi dimana aku bisa lolos tanpa mengatakannya. Lagipula, rute pelarianku juga sudah diputus oleh ancamannya.
Dan dengan demikian, setelah beberapa saat, aku membuka mulutku.
“Aku mencin~taimu~u...”
Akhirnya aku berhasil mengatakan itu meskipun kedengaran sedikit berantakan, dan segera setelahnya aku langsung mengalihkan pandanganku darinya. Aku tidak percaya aku merasa sangat malu dan deg-degan saat mengucapkan kata-kata yang tidak berarti seperti itu, sungguh, aku benar-benar menyedihkan.
Dan seperti yang kuduga, saat Shigure melihat diriku yang menyedihkan ini, dia menunjukkan seringai nakal.
“Fufufu, meskipun tadi kau bilang kalau itu cuman sekadar kata-kata saja, tapi wajahmu tampak sangat merah loh?”
“B-Bacot.”
“Tapi yah, perasaan dari sesuatu yang dipaksakan ini tidak buruk juga, dan mungkin aku akan jadi sedikit kecanduan dengan ini. Meski begitu, aku harus memberimu poin minus karena kau memalingkan mukamu di akhir, namun karena itu imut, jadi untuk kali ini aku akan memaafkanmu.”
“Uggh......”
“Nah, shiftmu untuk hari ini akan berlangsung sampai sore, kan? Aku membuatkanmu bekal makan siang, jadi bawalah itu.”
Setelah mengatakan itu, Shigure meninggalkan tempat duduknya.
Saat aku melihatnya pergi, aku langsung menghela napas panjang.
...Alasan mengapa aku menjadi seperti ini adalah karena Shigure merupakan kembarannya Haruka. Makanya, itu normal kalau aku merasa deg-degan ketika melihat wajah yang sama persis dengan pacarku ada di depanku. Jadi, ini tidak seperti aku jadi deg-degan karena disebabkan oleh Shigure.
Sambil membuat alasan seperti itu, aku kemudian merenungkan apa yang harus aku lakukan mulai sekarang.
Entah bagaimanapun caranya, aku harus menghentikan pemerasaan ini. Tapi, bagaimana aku bisa membuat Shigure menghentikan ancamannya itu? Berbicara kepadanya dengan tulus seperti tadi percuma, jadi apa aku harus melakukannya secara paksa? Tidak, itu berbahaya. Bagaimanapun juga, aku tidak tahu bom macam apa yang akan diledakkan oleh Shigure nantinya.
Selaini tu, menilai dari fakta bahwa aku tidak bisa lagi mempertahankan hubunganku dengan Haruka tanpa adanya kerja sama dari Shigure, jadi bukan ide yang baik kalau aku terlalu memprovokasinya.
Kalau saja setidaknya aku punya sesuatu yang akan memberikan pengaruh yang sama dengan ancamannya kepadaku, aku mungkin bisa melakukan negosiasi dengannya...
“Kyaaaa!!!”
Pada saat itu..., dari dapur, aku mendengar teriakan yang tidak pernah kudengar dari Shigure sebelumnya.
---
Saat aku mendengar Shigure berteriak, aku langsung membuang semua pikiran yang kurenungkan dan segera bangkit berdiri. Akibatnya, lututku membentur meja, tapi aku menggertakkan gigiku untuk menahan rasa sakit dan cepat-cepat menuju ke dapur.
“Ada apa?”
“Onii-san! I-I-I-Itu...!”
Di dapur, Shigure meringkuk di lantai dan memiliki wajah yang pucat yang belum pernah kulihat dari dia sebelumnya, seolah-seolah saat ini dia kehilangan sikapnya yang biasanya selalu tenang.
Jarang-jarang aku melihat dia tampak sepanik ini, jadi sambil berpikir apa yang sebenarnya terjadi, aku melihat ke arah di mana dia menunjuk dengan jarinya yang gemetaran.
Di sana..., hanya ada laba-laba yang menempel di dinding dapur.
“...Owalah, cuman laba-laba toh.”
Kekhawatiranku sontak hilang saat aku menghela napas lega.
Kupikir tadinya ada sesuatu yang mengerikan telah terjadi ketika aku mendengar dia berteriak, tapi rupanya cuman gara-gara ini toh.
Namun, saat pikiranku teralihkan untuk sejenak, Shigure memprotesku:
“A-Apanya yang cuman laba-laba?! Itu ukurannya bahkan lebih besar dari telapak tanganku, tau!”
“Itu jenis laba-laba pemburu, mereka memang biasanya akan keluar di musim panas seperti ini. Nah, karena apartemen ini bobrok dan memiliki banyak lubang serta celah, jadinya kecoa, lebah, dan bahkan musang pun bisa masuk ke sini.”
“K-Kau cuman bohong, kan...?”
Sayangnya, aku serius.
Tapi meski begiu, bagi orang-orang miskin seperti kami ini, laba-laba ini merupakan item SSR.
“Jadi tahun ini kau datang lagi, ya. Bagus, bagus.”
“M-Mengapa kau malah senang? Aku sama sekali tidak mengerti...!”
“Hm? Apa kau tidak tahu, ‘siswi terhormat’? Laba-laba pemburu ini adalah pemburu kecoa. Hanya dengan salah satu dari mereka saja, itu sudah seperti kita memiliki seorang sersan berpengalaman yang akan membasmi semua kecoak yang ada di rumah.”
“A-Aku lebih suka hidup dengan kecoak daripada hidup dengan monster seperti ini!”
...Memang sih, laba-laba itu terlihat seperti monster. Tapi yah, soalnya kan mereka memakan kecoak, jadi sudah sewarjarnya kalau ukuran mereka harus besar.
Bagi orang-orang yang takut pada laba-laba, penampilan mereka ini mungkin bahkan lebih sulit diterima daripada kecoak. Dan menilai dari reaksinya Shigure, tampaknya dia adalah jenis orang yang seperti itu.
“O-Onii-san, cepat singkirkan laba-laba itu!”
“Eh~, jangan. Sersan ini adalah contoh dari serangga yang bermanfaat, soalnya dia tidak akan membuat jaring dan akan berdedikasi dalam memakan hama.”
“Tidak, dari penampilannya saja itu sudah tampak berbahaya! Jadi dari melihatnya saja sudah bisa dipastikan kalau dialah hamanya! Cepat, singkirkan itu dari sini!”
Mungkin karena Shigure berteriak sangat keras, sebelum aku bisa melakukan apa-apa, si sersan berlari keluar ke jendela dengan kecepatan tinggi.
Melihat itu, Shigure sontak menghela napas legas.
“Haaa~”
“Aku tidak menyangka kalau kau takut sama laba-laba.”
“...Kalau cuman laba-laba berukuran normal aku biasa-biasa saja, tapi meski begitu tetap saja ada batasannya. Haah, semua kesenangan yang kudapatkan dari menggodamu telah hancur sekarang.”
“Maka tidak salah lagi kalau ini adalah karma untukmu.”
Lagian sih, dia begitu bersenang-senang saat sedang mengancamku tadi. Namun sekalipun begitu, aku merasa sedikit kasihan padanya saat melihat dia masih meringkuk di lantai.
Tapi tetap saja, aku tidak menyangka kalau dia akan sepanik ini meskipun dia biasanya tidak menunjukkan sisi lemahnya.
...Eh, tunggu sebentar...
Mungkinkah, kalau aku bisa memanfaatkan ketakutannya terhadap laba-laba, aku bisa membuatnya berhenti mengancamku?
---
Ide untuk memanfaatkan rasa takut Shigure terhadap laba-laba.
Hari itu, sambil bekerja, aku menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan soal itu, tapi pada akhirnya itu cuman buang-buang waktu saja.
Soalnya, di tempat pertama aku tidak bisa mengendalikan laba-laba itu sendiri, jadi aku tidak bisa menggunakannya sebagai objek untuk balas mengancam Shigure.
Mungkin memang ada beberapa toko yang menjual laba-laba peliharaan, tapi niatku akan terlalu jelas kalau aku membelinya di saat aku baru tahu kalau Shigure takut pada laba-laba, dan yang terpenting, aku tidak mau menjadikan laba-laba sebagai hewan peliharaanku. Bagaimanapun juga, meskipun aku tidak takut, tapi bukan berarti aku menyukai laba-laba.
Pada akhirnya, di penghujung hari, ketika aku mematikan lampu di kamarku dan berbaring di kasurku, aku hanya kembali ke titik awal dari permasalahanku.
“...Lebih baik aku tidur saja sekarang.”
Terbebani karena terlalu banyak memikirkan ini dan itu, aku meletakkan kepalaku yang kecapekan di atas bantal, tapi saat itu——
Pintu geser yang memisahkan kamarku dan kamarnya Shigure terbuka perlahan.
“Erm, Onii-san, apa kau masih bangun?”
“Iya, ada apa?”
Saat aku mengalihkan pandanganku, aku melihat Shigure berdiri di balik pintu dengan memakai pakaian tidurnya, sedang memegang bantal. Ini sungguh jarang dia masih bangun di jam segini, soalanya biasanya dia akan tidur lebih awal karena besoknya dia akan bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan.
Saat aku masih bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, dia mulai membuka mulutnya.
“Erm, malam ini, boleh tidak kalau aku tidur di kamarmu?”
“HAAAH!”
Sial, seharusnya aku tidak berteriak di jam yang sudah larut malam seperti ini. Aku yakin ini akan membuat tetangga mengeluh besok, tapi ini tidak bisa dhindari, soalnya barusan Shigure mengatakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
...Jangan-jangan, dia mau memerasku lagi?
Dia menciumku, memaksaku mengatakan ‘Aku mencintaimu’ padanya, dan sekarang dia ingin aku tidur bersamanya? Pada titik ini, aku sudah bisa membayangkan apa yang akan dia minta selanjutnya melalui ancamannya itu.
Shigure, apa dia benar-benar berniat mengabaikan perasaanku dan Haruka untuk membawaku ke titik dimana aku benar-benar sudah tidak bisa kembali lagi?
Tidak, aku tidak boleh sampai membiarkan itu terjadi! Entah sekalipun dia mengancamku, tapi tetap saja yang namanya ancaman itu ada batasannya...,
“Aku tidak bisa tidur, soalnya aku parno kalau-kalau laba-laba yang tadi siang masuk ke kamarku...”
J-Jadi itu toh alasannya..., ya ampun, dia membuatku benar-benar terkejut sampai-sampai aku jadi menduga sesuatu yang tidak masuk akal.
Eh, tapi tunggu sebentar, mungkinkah ini kesempatanku?
Sebelumnya aku membuang ide ini karena kupikir itu tidak akan berguna, tapi ini mungkin bisa menjadi kesempatan bagiku untuk menggunakan laba-laba sebagai alat negosiasi untuk membuatnya berhenti mengancamku.
Kalau dia mau tidur di sini, aku bisa memerasnya dengan menyuruhnya berhenti mengancamku.
Ini pasti akan berhasil.
Aku bisa yakin soal itu hanya dari melihat eskrpesi wajahnya yang tampak lemah seperti anjing yang ditelantarkan saat dia memeluk bantalnya, suatu ekspresi yang tidak bisa kubayangkan sebelumnya dari Shigure yang biasanya tak kenal takut.
Dia pasti benar-benar takut pada laba-laba.
Sungguh, ini benar-benar penampilan yang tidak cocok untuknya. Karenanya, jika aku mendorongnya di sini, ada kemungkinan kalau dia akan mendengarkanku. Ini adalah kesempatan yang langka. Ya, ini adalah kesempatan, akan tetapi...., ah, sial.
“...Kita tidak bisa tidur di kasur yang sama, jadi bawalah kasurmu ke sini.”
“Makasih.”
Dengan senyum cerah yang bahkan bisa tampak di ruangan yang hanya di terangi cahaya bulan, Shigure bergegas kembali ke kamarnya untuk mengambil kasurnya.
Melihatnya pergi, aku menghela napas pasrah.
Ya ampun, aku ini benar-benar orang yang cerdasnya setengah-setengah.
Sementara aku merendahkan diriku sendiri karena menyia-nyiakan kesempatan yang muncul, Shigure datang menyeret kasurnya tepat di sampingku dan kemudian berbaring di atasnya.
“Haah~, ada banyak serangga, atapnya bocor, banyak angin masuk, dan saat siang hari suhunya sangat panas..., lantai dua apartemen kayu ini benar-benar bobrok.”
“Tapi rumah yang dulu kau tinggali juga memiliki balance boiler, kan? Jadi bukankah itu sama saja dengan rumah ini?”
“Aku dan ibuku dulu tinggalnya di bangunan beton bertulang UR. Dan karena kami berada di lantai lima, jadi tidak terlalu banyak serangga yang masuk.”
“Gitu toh. Tapi yah, karena laba-laba pemburu tidak akan mendekati manusia begitu saja, jadi kita berdua seharusnya baik-baik saja.”
“Aku tidak yakin soal itu. Soalnya, meskipun aku tidak diberitahukan soal ini dari laba-laba itu sendiri, jadi apa yang akan kukatakan ini mungkin tidak pasti, tapi Onii-san, apa saat SMP kau pernah mengikuti karywasita ke pantai?”
“Iya.”
Aku ingat kalau dulu bersama teman-temanku kami menginap di hotel di dekat laut dan beramin kano.
“Nah, jadi suatu kali saat aku ikut karyawisata ke pantai, kami menginap di peninapan di pedesaan, dan keesokan paginya ketika aku bangun tidur, aku menemukan ada laba-laba besar seperti yang tadi siang merayap di wajahku...”
“Njir...”
“Bahkan sampai saat ini pun aku masih mengingat sensasi ketika bulu-bulu kakinya ada di pipiku. Itu sebabnya, aku takut sama laba-laba.”
“Yah, kalau kau pernah mengalami pengalaman yang menakutkan seperti itu, maka tidak heran kau jadi takut pada laba-laba. Tapi kalau kau terus-terusan memikirkan sesuatu yang kau takuti, kau malah tidak akan bisa tidur. Jadi, lupakan itu dan tidurlah, aku ada di sini bersamamu.”
Sejujurnya, sekalipun tidur di kasur yang berebda, tapi tetap saja tidur bersebelahan dengan seorang gadis membuatku gugup. Tapi karena ini adalah Shigure, aku harusnya tidak akan mengalami kesulitan untuk tidur. Toh setaip malam kami tidur di kamar yang hanya dipisahkan oleh pintu geser tanpa kunci, jadi begitu aku menutup mataku, aku tidak akan bisa melihat wajahnya.
Dan dengan pemikiran itu, aku mengalihkan pandanganku dari Shigure dan berbalik memunggunginya.
Tapi kemudian, Shigure menusuk punggungku dengan jarinya.
“...Apa lagi sekarang?”
“Hei, tolong tunjukkan tanganmu padaku.”
“?”
Apa yang dia mau lakukan saat aku menunjukkan tanganku padanya? Merasa bingung, aku berbalik kembali menghadap Shigure, lalu menarik tangan kananku keluar dari selimut.
Sesaat setelah aku mengeluarkan tanganku, Shigure meraihnya dan menjalinkan jari-jarinya dengan jari-jariku.
“K-Kau ini kenapa sih...?”
“...Tidak kenapa-kenapa, hanya saja kupikir Nee-san tidak akan pernah membayangkan kalau kau dan aku akan berpegangan tangan di kamar yang sama saat larut malam seperti ini.”
“K-Kau ini lagi-lagi ngomongin topik seperti itu... Aku tidak akan mau tidur denganmu loh kalau kau terus seperti ini.”
“Apa kau yakin soal gak mau tidur denganku? Maksudku, kalau begitu kau tidak akan bisa menggunakan ini sebagai alat untuk bernegosiasi denganku.”
“......!”
Dengan tatapan penasaran, dia menatap mataku.
Sepertinya, dia tahu bahwa aku telah berpikir untuk mencoba membuatnya berhenti memerasku melalui ancamannya.
Sungguh, dia benar-benar gadis yang cerdirk
Yah..., memang sih, aku berpikir jika aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk bernegosiasi dengannya, aku pasti akan menyesalinya, tapi..., aku tidak bisa melakukan itu.
Soalnya..., Shigure, dia benar-benar ketakutan.
Bagaimana kalau misalnya aku menggunakan ini untuk bernegosiasi dengannya dan dia menolak untuk bernegosisasi dan kembali ke kamarnya? Bayangan dari dia yang meringuk ketakutan di balik selimutnya langsung muncul di benakku.
Aku benar-benar tidak mau kalau dia sampai ketakutan seperti itu.
Memang benar kalau Shigure mengancamku, tapi sejak awal akulah yang mengambil keuntungan darinya, dan kemudian demi kepentinganku sendiri aku ingin dia menyembunyikan soal itu dari Haruka. Kupikir dia yang menggunakan ini sebagai alasannya untuk mengancamku memang merupakan sikap yang buruk, tapi akar dari permasalahan mengapa semua ini terjadi adalah aku sendiri.
Kalau aku memaksakan keegoisanku pada adikku dan mengambil keuntungan dari ketakutannya, lalu hasilnya aku bahkan tidak bisa memanggil atau melihat dia yang ketakutan dari balik pintu geser..., bukankah itu akan membuatku terlalu menyedihkan? Itulah sebabnya...,
“Aku sama sekali tidak memikirkan tentang itu. Ya ampun, begonya aku ini.”
“...Semuanya terjadi karena kamu seperti ini...”
Pada saat itu, aku merasakan adanya sentuhan lembab di jariku.
Rupanya, itu berasal dari bibirnya Shigure.
Di saat aku terkejut tentang apa yang tiba-tiba dia lakukan, sambil menyeringai, Shigure berbicara...,
“Alasan aku menyukaimu, alasan aku menciummu, alasan aku mengancammu, itu semua gara-gara kamu sendiri, Onii-san! Kau telah salah karena tidah pernah membiarkanku jadi membencimu bahkan sedikit pun! Jadi, kau harus tanggung jawab, oke!”
“......”
Kemudian, dia menatapku seolah-olah dia sedang menatap harta yang berharga.
Matanya yang lembab itu tidak berusaha menyembunyikan luapan cintanya padaku.
Melihat itu, aku segera memalingkan wajahku dan menutup mataku dengan paksa. Soalnya, saat aku melihatnya, aku merasa seperti aku akan tenggelam dalam cinta yang meluap-luap dari matanya.
Dan kemudian, di saat aku terlarut dalam pikiranku, aku bisa mendengar suara desahan napas tidur.
Aku mengintip ke samping, dan kulihat Shigure sudah tertidur sambil memegang tanganku.
Wajahnya tampak penuh dengan ketenangan. Aku tidak tahu ekspresi seperti apa yang biasanya dia tunjukkan saat dia tidur, tapi menilai dari ekspresinya saat ini, aku merasa lega karena dia sepertinya tidak mengalami mimpi yang buruk.
Baguslah kalau begitu, karena kalau tidak, akan tidak ada gunanya kami tidur di kamar yang sama seperti ini.
Tapi mengesampingkan soal itu...,
“...Tangannya sangat kecil.”
Aku dengan lembut balik meremas tangannya dan memikirkan apa yang baru saja dia katakan tentang kesalahanku yang tidak membuatnya membenciku.
Aku ingin tahu, apakah aku bisa memperbaiki banyak hal jika aku melepaskan tangan kecil ini dengan kasar.
Tapi..., tangan ini, ini adalah tangan yang setiap hari selalu membuatkanku makanan yang lezat. Ini adalah tangan yang lembut yang akan memelukku ketika aku mengalami masa-masa yang sulit dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Karenanya, tidak mungkin aku bisa memperlakukan tangan ini dengan kasar.
Tapi...,
Jika aku benar-benar mencintai Haruka, apakah suatu hari nanti aku harus melakukan itu?
“........”
Shigure benar, Haruka, yang saat ini mungkin sedang tertidur, tidak mungkin dia bisa membayangkan situasi seperti ini.
Aku sendiri bahkan tidak percaya kalau aku akan tidur dengan Shigure sambil berpegangan tangan.
Setiap kali satu malam berlalu, jumlah rahasia yang tidak bisa kukatakan pada Haruka semakin bertambah. Dan waktu yang tercepat bagiku untuk memberitahu Haruka tentang hubungan kami adalah tahun depan saat orang tua kami pulang. Namun masalahnya, akan seberapa banyak rahasia di antara kami yang akan menempuk sampai saat itu?
Saat aku menghela napas penuh kecemasan, aku mendengar suara notifikasi LINE di ponselku yang lagi ku cas di samping kasurku.
Siapa yang mengirim pesan di jam segini?
Aku mengulurkan tanganku yang bebas ke ponsel dan melihat tab notifikasi.
Haruka: “Hei, apa boleh akhir pekan ini aku datang ke rumahmu, Hiromichi-kun?”
Sontak saja, aku langsung lupa cara untuk bernapas.
Semangat min :)
ReplyDeleteOtsukare untuk babnya
ReplyDeleteLanjut min, semangat terus
ReplyDeleteSemangat min, makasih udh ngetl
ReplyDelete