Bab 12
Hari Kedua Kemah Pelatihan Esktrakurikuler
Pelukan stroberi di atas salju dan malam persiapan tekad
Hari kedua kemah pelatihan ekstrakurikuler.
Hari ini, di pagi hari kami akan bermain ski, dan kemudian di malam harinya kami akan mengamati langit berbintang.
Untukku pribadi, hari ini adalah hari yang menentukkan takdirku.
“Fufufu, aku udah gak sabar mau main ski, Yuya-kun. Dan karena kau masih pemula dalam hal ini, jadi secara eksklusif aku akan mengajarimu ”
Mengatakan itu dalam suasana hati yang baik, Kaede-san membawa papan ski di bahu kirinya dan memegang tongkat di tangan kanannya. Semangatnya saat ini benar-benar tinggi sampai-sampai seperti ada simbol ♪ yang ditambahkan di akhir perkataannya.
[Hey, coba lihat itu, pakaian ski Hitotsuba-san dan Yoshizumi-kun sama, itu pasti pakaian couple, kan? Aku iri.]
[Hitotsubua-san bisa tertawa santai seperti itu, dan Yoshizumi-kun juga terlihat biasa saja..., sungguh, mereka berdua benar-benar pasangan yang cocok.]
[Apa Yoshizumi-kun tidak malu mengenakan pakaian couple seperti itu?]
Aku bisa mendengar suara gadis-gadis yang berbisik satu sama lain, namun di sini biarkan aku mengoreksi satu hal. Couple-an begini tuh cukup memalukan, tau! Dan lagi, aku sih tidak merasa buruk saat disebut kalau aku dan Kaede-san adalah pasangan yang cocok, cuman ‘kan baru nanti malam aku akan mengungkapkan perasaanku padanya.
“Kenapa kau bengong gitu, Yuya-kun? Mungkinkah kau takut bermain ski? Jangan takut, lagian ‘kan salju adalah teman!”
Astaga, jangan mengatakan itu layaknya kalimat terkenal dari karakter utama manga sepak bola: bola adalah teman. Soalnya sekalipun jatuhnya di salju, tapi tetap saja yang namanya jatuh itu menakutkan, tau?!
“Fufufu, loh kan sebelumnya aku sudah bilang? Kalau aku pasti akan menangkapmu saat kau akan jatuh, Jadi tidak perlu takut, langsung aja lompat ke dadaku, oke?”
Aku ingin melakukan itu, malahan, kepalaku-lah yang sangat-sangat ingin kujatuhkan di dadamu. Cuman kau yang lagi cengengesan itu sedang berfantasi tentang kau yang menyelamatkanku dari kejatuhan dan memelukku di atas salju, kan?
[Sialan... Yoshizumi bajingan itu, dia terlalu terbawa suasana...!]
[Biarkan aku yang berada di posisi ituuuuuuu——!]
[Begini saja, bagaimana kalau kita musnahkan Yoshizumi?]
Bacot lu semua! Lagian aku tidak terbawa suasana dan aku tidak akan menyerahkan posisi ini!
“Hari kau menunjukkan banyak sekali ekspresi, ya. Tadinya kupikir kau akan malu, tapi kemudian kau mengerutkan alismu dan marah. Entah mengapa, kau yang seperti ini terasa baru bagiku.”
“Aku tidak malu ataupun marah, bukannya itu cuman imajinasimu saja, Kaede-san?”
“Fufufu, kalau menurutmu begitu maka kita anggap saja seperti itu. Nah, ayo cepat! Lereng sudah menunggu kita!”
Jangan memeluk lenganku saat kau membawa papan, itu bahaya tau! Dan lagi, sekalipun kau memakai pakaian yang tebal, sensasi dari dua buah melimpahmu itu tidak bisa disembunyikan! Aku bahkan sampai bisa mendengar desahan kecemburuan dan kertakan gigi yang penuh kebencian di sekitarku, tapi yah, kurasa lebih baik aku abaikan saja.
Perasaan mendaki gunung bersajlu saat duduk di lift dan kesan tidak biasa karena adanya papan yang menempel di kedua kakiku membuatku merasakan ketakutan yang tak terlukiskan.
[Catatan Penerjemah: Lift yang dimaksud di sini adalah lift kursi, kalau mau tau lebih lajnut baca di sini: Lift Kursi.]
“Fufufu, lift-nya tidak akan jatuh, jadi kau tidak perlu was-was. Yah, meskipun begitu liftnya biasanya akan berhenti sesaat.”
“A-Aku tidak was-was! Takut juga tidak. Bukankah itu cuman perasaanmu saja, Kaede-san?”
Jadi lift-nya akan berhenti sesaat, ya? Kuharap aku bisa bertahan dari itu,
“...Hmm, begitu ya. Kalau gitu..., eiii!”
“Hyaaaa?! Pikirmu apa yang kau lakukan?!”
Kau ini tolol apa, Kaede-san?! Apa yang kau pikirkan tiba-tiba meraih bahuku dan menggoyangkannya? Bagaimana kalau aku jatuh? Tidak peduli seberapa lembutnya salju yang ada di bawah, itu bahaya tau kalau terjatuh dari ketinggian seperti ini!
“M-Maaf, aku tidak menyangka kau akan seterkejut ini..., jadi, kau benar-benar takut, ya.”
“Justru karena perbuatanmu aku jadi takut! Kau membuatku terkejut, tau?! Jadi jangan salah paham kalau aku takut terhadap hal lain!”
“...Aku benar-benar minta maaf. Tapi jangan khawatir, aku akan memegang tanganmu, jadi kau tidak perlu takut.”
Sudah kubilang, aku tidak takut!!! Tapi kenapa kau malah memberiku pandangan yang penuh belas kasih seperti itu?! Dan yah, karena sekarang kita sedang di lift, jadi tidak akan memalukan untuk berpegangan tangan karena gak ada yang bisa lihat. Dan di atas segalanya, aku senang bisa berpegangan tangan dengan Kaede-san.
“Fufufu, oh iya, kupikir kau harusnya sudah tahu soal ini, tapi turun dari lift jauh lebih sulit daripada menaikinya, loh? Jadi kalau kau tidak turun pada timing yang tepat, bisa-bisa kau akan jatuh.”
“...Seriusan?”
“Ya, serius. Apalagi, itu akan sangat berbahaya kalau jatuh di depan lift, jadi nantinya seluruh lift akan diberhentikan secara darurat. Kalau itu terjadi, pengguna lain akan ditinggalkan tetap di udara sampai kau bangun dan dipindahkan, jadi bisa dikatakan itu adalah tanggung jawab yang besar.”
Buset dah, mengapa kau malah menyeringai dan mengatakan sesuatu yang membuat orang merasa tidak nyaman? Apa kau sebegitu senangnya melihatku gemetaran seperti anak rusa yang baru lahir?
“Isssh, semuanya pasti akan baik-baik saja, jadi kau tidak perlu seserius itu. Aku akan memegang tanganmu dengan erat dan kita akan turun bersam-sama, jadi kau tidak perlu khawatir. Serahkan saja semuanya padaku..., Yu~u~ya-kun.”
Jangan meniup-niup telingaku di lift yang sulit bagiku untuk bergerak seperti ini! Apalagi sampai menggigit daun telingaku!
“A-A-A-Apa yang tiba-tiba kau lakukan, Kaede-san?! Kau membuatku terkejut, tau!!”
“Habisnya daun telingamu ada tepat di depanku..., apa itu tidak boleh?”
“Tentu saja tidak boleh! Sekarang ini kita lagi ada di lift, tau?! Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu! Kalau kau memang mau melakukannya, tidak bisakah setidaknya kau melakukannya di ruangan yang cuman ada kita berdua aja? Kalau seperti itu dengan senang hati aku juga akan——“
Aku hendak mengatakann kalau dengan senang hati aku juga akan menggigit daun telinganya, tapi dengan segera aku langsung menahan lidahku. Soalnya, kalau aku mau mengatakan itu, maka aku bisa mengatakannya tergantung pada hasil di malam ini. Karena kalau tidak begitu, hatiku tidak akan akan jernih.
“Apa yang akan kau lakukan dengan senang hati terhadapku, Yuya-kun? Tolong beritahukan itu padaku. Kalau kau tidak kasih tahu, nanti aku akan jadi penasaran sampai-sampai tidak akan bisa tidur malam ini.”
“Kalau gitu ya gak usah tidur..., eh, maaf! Intinya, pikirkanlah waktu dan tempatnya! Jangan di sini..., aku maunya di..., oh tidak, lupakan itu! Lupakan yang barusan! Lupakan!”
“——Fufufu, kalau gitu, aku akan menggigit daun telingamu sepuasku saat kita pulang nanti, oke?”
Senyuman Kaede-san saat dia mengatakan itu memesona layaknya senyum penyihir, membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Dan di atas segalanya, aku yakin dia serius karena Hitotbusa Kaede adalah seorang yang pasti akan melakukan apa yang dia katakan.
“Nah, nantikan saja itu setelah kita pulang nanti. Baiklah, Yuya-kun, apa kau sudah siap?”
“Eh? Kau mau aku bersiap menerima gigitanmu di daun telingaku? Bukankah ini terlalu cepat?”
“Fufufu, maksudku bukan itu, tau! Yang kumaksud adalah bersiap turun dari lift. Lihat, tujuan kita sudah ada di depan.”
Oh, dia benar. Duh, gimana nih? Gara-gara dia, aku jadi sama sekali tidak mensimulasikan proses turun dari lift di kepalaku. Dan karena itu, pikiranku menjadi hampa seolah-olah dunia perak menyebar di sekitarku, tapi...
“Pegang tanganku, Yuya-kun—yap, dengan begini kau akan baik-baik saja. Letakkan papanmu di tanah dan berdirilah dengan kuat seperti yang kulakukan. Kalau kau melakukan itu, kau akan mulai meluncur secara alami.”
Mendengar Kaede-san menyuruhku melakukan itu, aku menganggukan kepalaku.
Baiklah, asalkan aku aku memegang tangannya, aku pasti akan baik-baik saja.
“Nah..., ayo mulai!”
Menanggapi aba-aba darinya, aku berdiri. Tapi, timingku saat berdiri sedikit terlambat, jadinya Kaede-san yang menarik tanganku membuatku kehilangan keseimbangan, namun untungnya, lift menahan pantatku dan aku berhasil mempertahankan momentum serta naik ke lereng tanpa jatuh.
“Kau berhasil, Yuya-kun!”
“Hahaha..., meski begitu pantatku jadi tersentak. Tapi yah, itu masih lebih baik daripada jatuh.”
Aku merasa seolah-olah aku telah melakukan semuanya, tapi kenyatannya aku masih di titik awal. Mulai dari sinilah hal yang sebenarnya akan dimulai.
“Jangan khawatir! Kau bisa mengandalkan Kaede-sensei ini! Aku pasti akan menjadikanmu pemain ski yang hebat!”
“Mohon bimbingannya, Kaede-sensei.”
Aku akan melakukan yang terbaik sehingga ketika waktunya tiba bagiku untuk bermain ski dengan ayahnya Kaede-san, aku akan siap!
---
“Pertahankan papanmu pada posisi bentuk angka delapan dan luncurkan dengan perlahan. Jangan panik, kalau kau melakukannya seperti yang telah kau latih di bawah lereng, kau akan bisa berhenti dengan benar.”
[Catatan Penerjemah: Bentuk angka delapan yang dimaksud adalah kanji “å…«”.]
“Y-Ya..., aku mengerti. Aku akan meluncur di posisi bentuk angka delapa, dan saat berhenti, berikan banyak tekanan ke arah bawah. Ya, aku yakin aku pasti bisa.”
“Fufufu, jangan terlalu gugup begitu. Kalau kau takut, maka jatuhkan saja dirimu mulai dari pinggang ke belakang. Dan saat kecepatannya nanti meningkat, jangan panik, kau mengerti?”
Aku menganggukkan kepalaku, tapi meksipun jalur yang akan kulalui adalah jalur yang lembut untuk pemula, bagiku itu masih cukup menakutkan. Namun di sisi lain, Kaede-sensei yang sudah dilengkapi dengan kacamata mulai meluncur dengan gagah. Whoa, sosoknya itu meninggalkan jejak ganda yang sejajar dengan indah. Jujur saja, dia sangat keren saat dia meluncur menuruni lereng seperti angin.
“Yuya-kuuuuuuun! Meluncurlah sampai di sini!”
Buset dah, seriusan nih? Dia sudah mencapai dasar dalam waktu sesingkat ini. Tapi, sejujurnya, dia yang tersenyum dan melambai-lambai padaku ini rasanya sedikit memalukan. Soalnya, gara-gara tingkahnya itu, semua mata di sekitarku jadi terfokus padaku.
Ya, selain kami, ada banyak orang lain di lereng ini. Apalagi, ini adalah jalur untuk pemula. Jadi tidaklah heran kalau rentang usia orang-orang yang ada di sini tergolong rendah.
“Ada apaaaaaaa, Yuya-kun? Cepatlah meluncuuuuuuurr!”
Kumohon, tolong jangan mempermalukanku lebih jauh lagi, Kaede-sensei. Lihat tuh, para ayah, ibu, dan anak-anak di sekitarku jadi menatapku dengan wajah tersenyum. Ugh, aku takut, tapi aku harus pergi!
Dengan perasaan layaknya pilot andalan Mobile Suit, dan setelah berteriak keras di dalam pikiranku, aku langsung meluncur menuruni lereng.
“Bagus, seperti itu! Tetap seperti itu, Yuya-kun!”
Seriusan nih aku meluncur dengan baik, Sensei?
Tapi, meskipun aku meluncur dengan baik, pendirianku canggung dan aku cuman bisa meluncur lurus.
Erm, kalau aku mau berbelok, maka aku harus meletakkan kaki yang berlawan di depan dari arah yang kuinginkan, bukan? Atau haruskah aku meletakkan beban di kaki yang berlawanan dengan arah yang ingin kubelokkan? Baiklah, pemikiran yang bagus di sini adalah untuk mengedepankan kaki sampai aku terbiasa. Jadi pertama-pertama, gerakkan kaki kiriku ke depan.
“Bagus! Kau berbelok kanan dengan benar! Selanjutnya, cobalah belok ke kiri!”
Iya, iya, aku tahu, Sensei.
Nah, jika ingin berbelok ke kiri, maka aku harus menggerakan kaki kananku ke depan.
Oh, mengubah arah ini tidaklah terlalu sulit.
“Hahaha! Rupanya melakukan belokan cukup mudah! Sepertinya aku bisa menangani ini, Kaede-san!”
Meskipun ini adalah pertama kalinya aku bermain ski, tapi aku bisa meluncur dengan baik yang mana itu membuatku jadi terbawa suasana. Dan karena aku sudah bisa berbelok ke kanan dan ke kiri dengan baik, jadi aku memutuskan untuk meluncur lebih cepat, dan mengambil posisi condong ke depan seperti yang biasanya kulihat di video.
“—Yuya-kun?! Jangan begitu, itu bahaya!”
“Jangan khawatir! Aku bisa menanganinya kok!”
Biar kusimpulkan. Aku tidak bisa menanganinya. Segera setelah aku mencodongkan tubuhku ke depan, akselerasiku semakin dipercepat, dan tau-tau saja aku mendapati diriku telah berbelok ke arah kanan. Itu pasti karena aku panik dan memberi terlalu banyak kekuatan di kakiku. Tujuanku sudah dekat, tapi di saat yang sama jaring pengaman juga semakin mendekat. Kaede meneriakkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.
“Uwaaaa—“
“Yuya-kun—“
Dengan kecepatan yang wajar, aku terjun ke jaring pengaman dan jatuh ke atas salju. Untungnya, tumpukan salju ini selembut salju segar, jadi rasanya tidak sakit.
Aku pun mencoba untuk berdiri, tapi papan menghalangiku dan membuatku jadi tidak bisa berdiri. Itu sebabnya, aku hendak melambai pada Kaede-san yang tertatih-tatih memanggil namaku untuk memberitahu dia bahwa aku baik-baik saja, namun saat itu—
“Yuya-kun——!”
“——Kaede-san?!”
Kusadari, Kaede-san berlari menaiki lereng dan kemudian melompat ke dadaku. Aku berhasil menangkapnya, tapi itu membuatku kembali terkubur di dalam salju.
“Issh! Kenapa kau malah mempercepat kecepatanmu! Bagaimana kalau kau sampai terluka?”
“Maaf, hanya saja tadi aku merasa bisa menanganinya...”
“Dasar bodoh...”
Pada akhirnya, Kaede-san yang berbicara tanpa daya membenamkan wajahnya di dadaku.
Hal ini sontak saja membuat keluarga-keluarga yang ada di sini untuk berlibur menatap kami sambil tersenyum, sedangkan para siswa yang menunggu di atas lift memancarkan hasrat membunuh ke arahku, dan di sisi lain para siswi tersipu dan beteriak kegirangan.
“Erm..., Kaede-san, cepat bangun, karena kalau tidak kau akan menggangu yang lain. Jadi..., bisakah kau menyingkir sebentar?”
“...Gak mau. Aku gak akan menyingkir.”
“Jangan gitu lah. Aku janji tidak akan melakukan ini lagi, jadi untuk sekarang menyingkirlah dariku. Saat kita pulang nanti, aku akan memelukmu sebanyak yang kau mau.”
Sambil mengatakan itu, aku menepuk-nepuk kepalanya. Kurasa tidaklah apa-apa kalau aku melakukan ini, soalnya, tidak mungkin aku bisa balas memeluknya di depan umum seperti ini. Tentunya, itu tidaklah buruk untuk berhubungan dekat dengan dia di atas salju seperti ini, dan aku sendiri sebenarnya tidak mau dia menyingkir, namun masalahnya pemikiran jernihku sudah hampir mencapai batasnya.
“Jangan lupakan apa yang barusan kau katakan itu?! Saat kita pulang nanti, aku akan membuatmu memeluk dan membelai kepalaku sampai aku puas, itu janji, oke? Kalau kau kau melanggarnya, kau harus menelan seribu jarum!”
“S-Seorang pria tidak akan pernah menarik perkataannya, jadi cepatlah berdiri.”
Akhirnya, dengan pipi yang merona, Kaede-san berdiri dan kemudian mengulurkan tangannya padaku. Merasa sedikit malu, aku meraih tangannya dan dia menarikku, membuatku jadi bisa berdiri dengan baik.
“Oh iya, kalau misalnya nanti aku yang jatuh, maka itu adalah giliranmu untuk memelukku, oke?”
Setelah membisikkan itu ditelingaku, Kaede-san menuruni lereng dengan cepat. Tak perlu dikatakan lagi, tingkahnya itu membuat pipiku langsung memanas, dan aku bersumpah kalau aku akan membalas ini nanti malam.
---
Setelah mengikuti pelajaran pribadi dari Kaede-san, aku akhirnya tumbuh hingga titik dimana aku bisa bermain ski di jalur lanjutan. Memang sih, sesekali aku terjatuh, tapi setidaknya tidak ada kejatuhan yang mencolok kecuali saat pertama kali aku menabrak jaring pengaman, dan Kaede-san juga tidak datang dan memelukku.
Dan sekarang, waktu sudah menunjukkan pukul 19:30, yang artinya hanya setengah jam yang tersisa sampai waktu pertempuran yang akan menentukan takdirku dimulai. Dan sampai tiba saatnya pengamatan langit berbintang dimulai, saat ini aku hanya menghabiskan waktuku di pondok.
Ngomong-ngomong, makan malam tadi adalah steak yang sempat dibicarakan tempo hari. Sungguh, tadi itu anak laki-laki jadi sangat bersemangat. Aku bisa mengerti perasaan mereka, soalnya aku sendiri berpikir kalau steak yang dibuat itu adalah steak tertebal yang pernah aku lihat. Namun, meskipun tebal, steak itu sangat empuk sehingga pisau dapat memotongnya dengan mudah. Manisnya daging langsung menyebar begitu dimasukkan kedalam mulut, dan karena dagingnya tidak terlalu banyak, jadi itu mudah bagi anak perempuan untuk memakannya. Dan saat ketika aku selesai makan hidangan penutup, sontak kelelahanku hilang dan hatiku dipenuhi dengan rasa kenyang dan bahagia.
“Ahhh..., ini benar-benar kebahagian. Saat bermain ski tadi memang agak sedikit berantakan, tapi aku senang bisa makan daging yang enak.”
“Bagiku sih bermain ski tadi adalah yang terburuk gara-gara ada dua orang yang menciptakan ruang manis sialan. Tapi yah, dagingnya tadi memang enak, jadi kupikir tidak ada poin minus.”
Berada di ruangan yang sama denganku, Mogi dan Sakaguchi memberikan kesan mereka tentang hari ini sambil menatapku. Hmm, aku membuat ruang manis? Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Yang ada, dari awal sampai akhir bermain ski Kaede-san terus menertawakan dan memperlihatkanku dalam sosok yang menyedihkan.
“Meskipun aku melihatnya dari jauh, tapi aku yakin kalau kalian berdua menciptakan ruang yang hanya untuk kalian berdua saja di lereng pemula. Maksudku, kalian itu terlalu sering bermesraan, tau!”
“Aku dan Kaede-san bermesraan? Mana mungkin kami begitu, yang ada aku hanya terlihat seperti aku diejek secara sepihak, tau?”
“Kau tahu, Yuya, kekasih tolol adalah apa yang orang-orang bilang terhadap kalian. Kami punya semua bukti, mulai dari interaksi kalian yang begitu intim di atas lift, Hitotsuba-san yang memelukmu dan kau yang menepuk-nepuk kepalanya ketika dia khawatir tentang kau yang terjatuh, dan masih banyak lagi. Sayangnya, di sini kau tidak bisa beralasan, Yuya.”
Seolah-olah setuju dengan kata-kata Shinji, Mogi dan Sakaguchi mengangguk bareng. Tapi, kedengarannya tadi Shinji mengatakan itu seolah-olah dia ada di sana melihatnya langsung. Mungkinkah, dia ada disekitar kami?
“...Tuh, kan! Kalian begitu tersesat di dunia kalian sendiri sampai-sampai lupa kalau aku dan Akiho berada tepat di belakang kalian saat di lift. Dan begitu kalian turun dari lift, kalian langsung meluncur begitu saja...”
Kalau kuingat-ingat lagi, memang benar kalau Shinji dan Otsuki-san mengantri menaiki lift bersama kami. Oh begitu ya, jadi itu sebabnya dia melihat semuanya. Kalau memang begitu, maka kalian harusnya jangan cuman diam dan cobalah berbicara dengan kami.
“Mana bisa kami ngajak kalian bicara! Kaliang berdua tenggelam dalam dunia kalian sendiri dan terus seperti itu, rasanya tuh seperti ada penglahang yang akan membuat orang lain menjauh dari kalian, tau! Selain itu, kalau kami mencoba mengajak kalian bicara, kalian pasti akan marah, kan? Menganggap kami mencoba mengganggu kalian atau semacamnya.”
“...Itu pasti.”
“Nah kan, kalian ini memang benar-benar kekasih tolol. Tidak, kalian berdua tidak berada di tingkat itu. Kalian ini generasi kedua kekasih tolol yang terlalu intim. Hmm..., bagaimana menurut kalian? Apa kalian punya sebutan yang pas?”
“Bagaimana kalau ‘Penggeram Pria’? Kalian tahu ‘kan seberapa banyak pria yang jadi geram ketika melihat mesranya mereka berdua?”
Apa maksudmu dengan ‘Pengggeram Pria’, Mogi? Kalau kau menyebut kami begitu, maka kombinasi antara Shinji dan Otsuki-san saja sudah terlalu mesra hingga lebih dari cukup untuk membuat para pria geram. Bukankah itu aneh kalau cuman menerapkan sebutan itu hanya padaku dan Kaede-san?
“Kalau aku sih, kurasa aku mau membentuk kelompok korban kelebihan gula aja...”
Lah? Sakaguchi, apaan sih ‘kelompok korban kelebihan gula’ yang kau katakan itu? Apa kau mengeluh mulas saat melihat serta mendengar kemesraanku dan Kaede-san yang terlalu manis?
“Saran kalian berdua cukup bagus. Kalau aku sih..., bagaimana kalau Meotople? Dan kalau kemesraan mereka bikin mulas, bagaimana kalau Mucouple?”
[Catatan Penerjemah: Meotople (メオトップル) kepanjangan dari Married Couple (Saking mesranya udah kayak suami-istri). Mucouple (ムカップ ル) kepanjangan dari Muneyake Couple / Pasangan Pemulas (Saking manisnya kemesraan mereka bikin orang jadi mulas kelebihan gula),]
Seolah-olah memikirkan soal itu saja sudah menyenangkan, Shinji terus tertawa. Dan setelah itu, mereka bertiga dengan cepat mulai mendiskusikan julukan untukku dan Kaede-san, sebagai pengganti dari julukan kekasih tolol. Sungguh, aku benar-benar tidak bisa mengerti mereka.
Tapi jujur saja, saat ini, aku tidak punya waktu untuk meladeni mereka. Kurasa lebih baik aku kembali ke kamarku dan mensimulasikan pengungkapan perasaanku.
“Pegang tangannya dengan lembut, letakkan tanganku di pundaknya saat dia terkejut, tatap matanya, dan katakan ‘Aku mencintaimu’. Sip, ini tidak sulit. Jangan pesimis..., karena ini adalah Kaede-san, maka pasti...”
Layaknya mantra, aku mengucapkan kalimat tersebut berulang kali dan mempersiapkan diri untuk pertempuran yang menentukkan.
Sungguh, pengakuan cinta benar-benar suatu pengalaman yang sangat menegangkan.
---
Waktu berlalu dengan cepat, dan karena tidak ada gunanya cuman berdiam di dalam kamar, jadi aku berpikir untuk mencari udara segar sekaligus menenangkan pikiranku.
Dengan pemikiran tersebut, aku meninggalkan ketiga orang itu di pondok dan pergi duluan, tapi pada saat aku hendak pergi tadi aku dibuat muak ketika melihat ekspresi Shinji yang menyiratkan seolah-olah dia tahu segala sesuatu yang akan terjadi.
Saat aku melihat ke atas langit, ada banyak bintang yang tersebar di malam yang gelap. Ini merupakan pemandangan fantastis yang tidak akan pernah bisa dilihat di daerah perkotaan, dan dibawah langit berbintang ini, aku dan Kaede-san akan——
“Oh, Yuya-kun...”
Saat aku berjalan ke Manor House, aku dipanggil oleh suara seorang gadis. Dan di sini, cuman ada satu gadis saja yang akan memanggilku dengan nama depanku.
“Kaede-san, loh, dimana Otsuki-san dan teman-temanmu yang lain?”
“Mereka dan Akiho-chan lagi nonton TV. Aku pergi duluan karena ingin melihat bintang-bintang, tapi apa kau juga sendirian? Di mana Higure-kun dan teman-temanmu yang lain?
“...Yah, mereka dan Shinji lagi berbicara omong kosong. Dan karena mereka bertiga mengejekku, aku jadi muak dan pergi keluar.”
Sambil mengatakan itu, aku mencoba tersenyum untuk mengelabuinya. Soalnya, tidak mungkin aku bisa mengatakan kalau aku lagi mensimulasikan pengungkapan perasaaanku kepadanya, makanya aku pergi keluar untuk menenangkan diri. Lagian, itu memang benar kalau aku lagi di ejek di pondok, jadi aku tidak bohong.
“Issh, mereka jahil sekali mengejek-ngejekmu seperit ini. Tapi memangnya apa yang mereka katakan padamu? Aku penasaran!”
“...Meotople.”
Aku menjawabnya dengan suara yang pelan saat dia menutup jaraknya denganku. Aaaah, ini adalah aromanya Kaede-san yang biasanya, aroma yang enak dan menenangkan.
“...Eh? Meo— kau bilang apa?”
“Astaga, Meotople. Mereka lagi mencoba memikirkan sebutan yang melampaui kekasih tolol untuk kita.”
Ya ampun, padahal aku belum mengungkapkan perasaanku, tapi kenapa kami sudah sampai harus disebut kekasih tolol? Kalian tuh baru bisa membahas soal ini setelah apa yang akan terjadi malam ini, tau!
“Sepertinya Higure-kun dan teman-temanmu yang lain juga cukup merepotkan, ya. Tapi yah, aku sendiri juga banyak diomeli sama Akiho-chan. Katanya dia kaget melihat kita bermesraan meskipun dia dan Higure-kun ada dibelakang kita. Tampaknya yang dia maksud adalah saat kita di atas lift. Tapi pada dasarnya apa yang kita lakukan itu normal, kan?”
Yah, kalau bagiku dan Kaede-san, interaksi kami di atas lift tadi sih normal-normal aja. Dan dalam hal ini, aku tidak tahu apa yang akan Shinji dan Otsuki-san pikirkan ketika tahu kalau aku dan Kaede-san tidak hanya tidur di ranjang yang sama, tapi terkadang juga saling berpelukan saat tidur.
“Intinya, entah apa yang orang lain katakan, itu sama sekali tidak masalah. Jadi, Yuya-kun—“
Kaede-san mengulurkan tangannya padaku.
Tanpa diberitahu apa yang harus aku lakukan, aku meraih tangannya, menjalinkan jari-jari kami dan meremasnya.
“Fufufu, karena tidak ada mantel jadi kita tidak bisa menyembunyikannya, tapi terkadang melakukannya seperti ini juga tidak buruk, kan?”
“...Kau benar.”
Aku ingin mengungkapkan perasaanku padanya saat ini juga, tapi sayangnya tidak bisa. Soalnya, waktu untuk pertemuan sudah dekat, jadinya siswa-siswi mulai keluar dari pondok.
“Aku sudah tidak sabar mau mengamati langit berbintang.”
“...Kau benar.”
Sambil mengulangi kata-kata yang sama, aku memperkuat cengkramanku di tangan Kaede-san. Kuharap, setelah ini pun aku masih dapat terus memegang tangannya.
Aku tidak akan pergi kemana-mana kok, Yuya-kun.
Saat itu, aku merasa seperti aku bisa mendengar gumaman lembut dari Kaede-san.
Setelah mengikuti pembelajaran singkat di Manor House, setiap orang diperkenankan untuk pergi ke tempat yang mereka mau untuk mengamati langit berbintang. Dan dengan begitu, aku, Kaede-san, Shinji, dan Otsuki-san pergi ke bukit yang memiliki pemandangan yang bagus.
“Jangan khawatir, Yuya. Saat waktunya tiba, aku dan Akiho akan pergi supaya kalian berdua bisa berduaan. Jadi, segeralah menjadi Meotople.”
“Hadeeeh, jadi akhirnya kalian memutuskan untuk menyebut kami Meotople, ya...”
Sambil berjalan di belakan Kaede-san dan Otsuki-san yang lagi ngobrol-ngobrol sambil melihat ke atas langit, Shinji mengucapkan sebutan yang telah diputuskan pada diskusi tolol sebelumnya. Tampaknya, alasan mengapa diputuskan menjadi meotople adalah karena aku dan Kaede-san begitu kasmaran layaknya suami-istri. Tapi yah, aku pribadi tidak peduli soal itu.
“Kupikir itu sebutan yang cocok, soalnya ‘kan kau dan Hitotsuba-san sudah seperti pengantin baru yang kasmaran.”
Saat Shinji mengatakan itu dengan gembira, sontak aku langsung menyentil kepalanya. Apanya yang suami-istri?! Jangan datang dan menganggu di pertarungan besar pertamaku, sialan! Cepat pergi dari sini!
“Ya, ya, aku mengerti. Para penggangu akan segera pergi, jadi—semoga berhasil, Yuya.”
Saat Shinji mengatakan itu, dia kemudian menepuk punggungku. Pembicaraan ini mungkin adalah cara dia mencoba untuk menenangkanku yang begitu gugup dan cemas seolah-olah jantungku akan meledak.
“Hitotsuba-san juga terlihat agak gelisah, jadi kupikir Akiho sedang mencoba menenangkannya dengan caranya sendiri. Haedeeh, kalian sungguh pasangan yang merepotkan. Dan pada dasarnya, ini semua gara-gara kamu.”
“...Berisik, tidak kau beritahupun aku sudah tahu.”
Sesekali, Kaede-san akan menoleh ke belakang dan menatapku. Tatapan mata yang dia berikan itu hanya mengartikan satu hal: Kau ingin aku ada di sampingmu ‘kan, Kaede-san? Aku tahu kok, aku akan segera menyusulmu.
“Tinggalkan kami berdua, Shinji. Kau sendiri juga ingin bermesraan dengan Otsuki-san, kan?”
“Ya, aku ingin melihat langit berbintang yang indah ini sambil bermesraan dengan pacarku.”
Saat kami dengan cepat mendekati mereka berdua, aku segera berdiri di samping Kaede-san, dan Shinji segera berdiri di samping Otsuki-san. Lalu, setelah Shinji memegang tangan Otsuki-san:
“Kalau gitu, tidak masalah ‘kan kalau mulai dari sini kita berpisah? Aku dan Akiho ingin melihat langit berbintang ini berduaan aja, dan kalian juga inginnya seperti itu, kan?”
“Aku setuju, aku sendiri juga ingin melihatnya berduaan saja dengan Shin-kun, jadi ayo kita lakukan seperti itu! Kaede-chan, kau juga ingin melihatnya berduaan dengan Yoshi, kan?”
“Y-Ya! Aku ingin melihatnya berduaan dengan Yuya-kun. Kau juga setuju ‘kan, Yuya-kun?”
“Tentu saja, aku pribadi juga ingin melihatnya bersama Kaede-san tanpa diganggu oleh siapapun.”
Sama seperti yang dilakukan Shinji, dengan lembut aku menggengam tangan Kaede-san dan menjalinkan jari-jari kami. Tindakanku ini membuat Kaede-san terkejut, tapi aku terus melanjutkan kata-kataku.
“Kalau gitu, sampai jumpa lagi. Ayo pergi, Kaede-san.”
“Y-Ya...”
Dengan lembut, aku menarik tangan Kaede-san yang tiba-tiba menjadi diam seperti kucing, dan kemudian mulai berjalan.
Baiklah, sekarang, kemana kami harus pergi? Sebisa mungkin sih aku maunya tempat yang tenang.
“Lewat sini, Yuya-kun. Aku diberitahu kalau perbukitan di depan adalah tempat yang bagus untuk melihat bintang-bintang namun jarang diketahui. Jadi, bagaimana kalau kita ke sana saja?”
“Oh, rupanya ada tempat seperti itu, ya. Ngomong-ngomong, siapa yang memberitahumu? Instruktur?”
“Ya. Saat aku bertanya di mana tempat yang terbaik untuk mengamati langit berbintang, dia memberitahuku tempat ini. Ayo cepat ke sana!”
Tau-tau saja, aku ditarik oleh Kaede-san dengan cara yang sama seperti yang biasa dia lakukan. Tapi, itu berbahaya kalau berlari di tempat yang gelap seperti ini, dan selain itu di tanah juga ada banyak salju, jadi akan gawat kalau kami sampai terpeleset.
“Tidak masalah! Ayo, Yuya-kun, cepatlah—kyaa!!”
“Kaede-san—!”
Aku menarik Kaede-san ke arahku saat dia terbawa suasana hingga hampir terjatuh karena tersandung oleh tanah yang membeku. Tak pelak, kami berakhir berpelukan, namun perasaan lega menghampiriku lebih dulu sebelum rasa malu.
“Kan sudah kubilang, apanya yang tidak masalah?! Ini benar-benar bahaya, tau?”
“M-Maaf, dan terima kasih.”
Dengan lemubt, Kaede-san menyandarkan kepalanya di dadaku. Ekspresinya yang menyesal itu terlihat lucu sampai-sampai sulit bagiku untuk menggambarkannya. Dan kemudian, tau-tau saja, dia melingkarkan lengannya di pinggangku dan memelukku dengan erat. Aku senang sih, tapi kalau seperti ini kami tidak akan bisa berjalan.
“Hei, kalau kita tidak segera pergi, kita tidak akan punya waktu untuk melihat bintang-bintang loh?”
“Uuh..., sebentar lagi, aku ingin melakukan ini sebentar lagi..., apa enggak boleh?”
“...Enggak.”
Enggak..., untuk saat ini..., tambahku di dalam hati, dan kemudian dengan lembut melepaskan tubuh Kaede-san. Dia mengeluarkan desahan kecewa, tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya dan mulai berjalan.
“Ayo, Kaede-san. Ada sesuatu yang mau kuberitahukan padamu, jadi setelah itu jika kau tidak keberatan, erm...”
Aku ingin memelukmu, izinkan aku memelukmu, aku ingin mengatakan itu, namun sayangnya, aku tidak bisa mengatakannya. Soalnya, itu sangat memalukan, Selain itu, kalau aku mengatakan itu, itu sudah seperti aku memberitahunya tentang apa yang akan kukatakan.
“Saat kau sudah mengatakan apa yang ingin kau katakan itu..., bisakah kita melanjutkan ini?”
Itu akan tergantung pada jawabanmu, Kaede-san.
“Fufufu, aku sangat menantikan cerita pentingmu itu, Yuya-kun. Aku tidak sabar untuk segera mendengarnya, jadi ayo cepat,”
Eh? Mungkinkah aku yang ingin mengungkapkan perasaanku sudah dia ketahui?
Bentar.... itu si Nikaido entah kemana hilang ya, kek udah lenyap ae tuh karakter aowkwk
ReplyDeleteWkwk
Delete