Bab 30
Pernikahan dan Kompromi
Keesokan harinya.
Di ruang kelas, aku menghela napas dalam-dalam saat jeda setelah berakhirnya sesi pelajaran.
“Yo~, Nishinari, kok kau kelihatan seperti lagi banyak pikiran gitu?”
“Ada apa nih~ Ada apa nih~? Kalau kau mau curhat, kita bisa dengerin loh~”
Taisho dan Asahi-san menghampiriku.
Sungguh, mereka berdua selalu akan datang kepadaku ketika aku ingin berkonsultasi tentang sesuatu. ...Aku yakin, ini bukanlah sekadar kebetulan. Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah pembuat mood di kelas ini dan sangat perhatian pada teman-teman mereka. Karenanya, jika mereka merasa bahwa seseorang lagi dalam masalah, maka secara tidak sadar mereka pasti akan langsung mengajak ngobrol orang tersebut.
“Erm, ada yang mau kutanya sama kalian..., apa pendapat kalian tentang perjodohan?”
“Eh?! Nishinari-kun, jangan-jangan, kau mau dijodohkan?”
“Tidak, bukan aku, tapi temanku.”
“Owalah~, tak pikir kau sudah mengkhianati kita.”
Mengkhianati mereka? Saat aku bingung dan memiringkan kepalaku, Asahi-san kembali berbicara.
“Di zaman sekarang ini, yang namanya perjodohan itu cuman dilakukan oleh perusahan-perusahaan besar~. Kalau menilai dari status sosial kita, perjodohan itu sama dengan mengincar gem*~”
“Tapi bahkan diantara orang-orang setingkat kita, kadang-kadang ada orang tua yang ingin mentunangan anak mereka. Yah, tapi kalau cuman sekedar ditunangkan sih tidak akan seketat dijodohkan..., jadi tentu saja kau akan punya hak untuk menolak.” kata Taisho, menambahkan penjelasannya Asahi-san.
Oh, jadi yang Asahi-san maksud dengan mengkhianati itu dia pikir aku adalah seorang yang sedang mengincar reverse gem*.
[Catatan Penerjemah: Idiom mengincar gem‘Tamanokoshi (玉の輿)’, dan idiom mengincar reverse gem ‘Gyaku Tamanokoshi atau Gyakutama (逆玉の輿)’, artinya, ketika seorang pria/wanita menikahi orang kaya, pria/wanita itu akan menjadi orang kaya. Bahasa kasarnya sih, matre.]
“Tapi, apa kau akan punya hak untuk menolak kalau dalam masalah dijodohkan?”
“Itu sih tergantung pada keluarganya..., atau lebih tepatnya, tergantung pada orang tuanya.” kata Taisho, dengan ekspresi yang rumit.
“Kalau seseorang berada di tingkat yang sama seperti Konohana-san, mungkin dia tidak akan punya hak untuk menolak. Tapi harusnya ada pola dari hal-hal seperti ini yang akan dijelaskan dengan baik pada kita sejak kita masih kecil... Soalnya sekarang publik sangat ketat, jadi kurasa suatu keluarga tidak akan melakukan sesuatu yang terlalu bersifat memaksa pada anaknya. Lagian, kalau sampai jurang pemisah antara orang tua dan anak terlalu lebar dan dalam, itu bisa menyebabkan adanya konflik manajemen perusahaan di kemudian hari.”
Oh aku mengerti, tapi kalau dalam kasusnya Hinako, karena kepribadian yang dia miliki, jadi orang yang bisa dijodohkan dengannya masih belum bisa diputuskan. Tapi mengesampingkan tentang itu, saat aku dibuat mengerti oleh penjelasannya Asahi-san, aku mendapatkan satu kepastian.
Tennoji-san..., jika dia mau, dia bisa menolak perjodohan yang direncanakan untuknya.
Tapi, dia tidak menolaknya. Mungkin alasan untuk itu karena dirinya adalah anak angkat. Dia ingin membalas budi kepada Keluarga Tennoji karena telah membesarkannya, makanya, sejak awal dia tidak berniat untuk menolak usulan perjodohan itu. Dan dengan mengingat keinginannya yang kuat itu, entah dengan siapapun dia dijodohkan, dia pasti akan menerima perjodohan untuknya. Kalau sudah begini, itu sudah seperti sejak awal dia tidak punya pilihan untuk menolak, bukan karena dia tidak berniat untuk menolak.
Tapi, apakah itu benar-benar merupakan hal yang baik untuknya?
Apa tidak apa-apa jika aku mendukung Tennoji-san yang berpikiran seperti itu?
Tidak, itu tentu saja tidak.
Aku tidak boleh berpura-pura tidak menyadarinya, karena berkali-kali, aku telah melihat tanda-tanda bahwa Tennoji-san tidak senang dengan perjodohan yang direncanakan untuknya.
Semenjak rencana perjodohan itu muncul, Tennoji-san jadi tampak lebih murung daripada biasanya. Saat aku bertanya padanya apa dia benar-benar berpikiran positif mengenai perjodohannya, dia justru menjawabku, “Aku memilih untuk diam soal itu”, dimana dalam hal ini aku tidaklah tolol untuk tidak melihat tanda yang begitu jelas itu.
“Apa kau baik-baik saja, Nishinari-kun? Wajahmu kelihatan seperti sedang mengalami masa-masa yang sangat sulit loh...”
“...Aku baik-baik saja. Aku cuman lagi mencoba mencari cara bagaimana menghancurkan perjodohan itu.”
“Tidak, apa kau beneran baik-baik aja?!” Kata Asahi-san, tampak tercengang. “Erm, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan... tapi jangan sampai melakukan sesuatu yang terlalu sembrono, oke?”
“Di cerita-cerita fiksi hal seperti itu sering terjadi, kan? Cerita dimana si heroine akan menikah dengan seseorang yang tidak dia sukai, dan untuk menyelamatkannya, tokoh utamanya akan pergi ke pernikahan itu dan menculik pengantin wanita. Rasanya aku juga ingin melakukan sesuatu seperti itu~...”
“Kalau kau yang melakukan sesuatu seperti itu, bukannya itu malah akan jadi terlihat seperti cerita lelucon?”
“Jangan meremehkanku woy! Kalau aku serius, aku juga bisa tampil keren, tau!”
“Ya, ya~”
Terhadap Taisho yang jadi marah, Asahi-san hanya meng’iya-iyakan.
“Yah, kenyataannya sih, solusi paling cerdas adalah dengan membicarakannya secara baik-baik. Di zaman sekarang ini, kemungkinan perjodohan disetujui tidaklah tinggi, dan pihak lain pun pasti akan mempertimbangkan kemungkinan untuk ditolak. Dan dengan begitu, rintangan untuk memberikan penolakan akan menjadi lebih rendah...”
“Dalam hal ini, ada juga masalah mengenai keuntungan dan kerugian dari masyarakat informasi, kan? Alih-alih membuat masalah menemukan pasangan yang cocok menjadi lebih mudah, dikarenakan ada banyak kandidat, jadi sekalipun ada orang yang mengatakan, [Kau lah yang terbaik!], tapi kenyataannya, orang yang dimaksud itu adalah pilihan yang kedua atau ketiga... Jadi, bahkan jika ditolak pun, perasaan sakit hatinya akan minimal. Sungguh, hidup dunia ini memang sulit.”
“Tapi kudengar bahwa pemilihan semacam itu secara bertahap menjadi menjengkelkan, dan tau-tau saja, entah siapapun itu akan menjadi ‘oke’. ...Dan bukan hanya dalam masalah perjodohan, tapi disaat kau dihadapkan dengan banyak pilihan, secara bertahap kau merasa sulit untuk memilih, dan pada akhirnya kau akan memilih pilihan yang paling terjangkau. Tapi di kemudian hari, kau menyesali bahwa sejak awal harusnya kau tidak memilih apa pun. Karena tanpa disadari, opsi untuk tidak memilih telah hilang dari dalam pikiranmu.”
“Oh~, aku sangat mengerti maksud ucapanmu itu. Ini sama persis dengan ketika aku mulai belajar tentang perdagangan saham. Di saat aku memiliki banyak pilihan, aku merasa seperti tidak bisa memilih dan berpikir, [Aku akan akan berkompromi dulu lalu memutuskan!]. Kemudian, aku salah mengira keputusan yang dikompromikan itu sebagai tindakan yang paling baik, dan merasakan suatu pencapaian... Dan setelah aku kehilangan banyak uang, barulah disitu aku menyadari kesalahanku.”
“Orang-orang seperti itu biasanya akan mengejek orang yang berhati-hati dengan kata-kata, [Tidak berani mengambil tindakan!], kan? Bukankah itu artinya orang-orang seperti itu cuman enggak mau mengakui bahwa dirinya telah berkompromi?”
“......Oi, jangan mengolok-ngolok diriku yang dulu seperti itu!”
Mungkin merasa sadar diri, Taisho menunjukkan ekspresi wajah yang rumit.
“Oh, maaf ya, Nishinari-kun. Tau-tau saja kami malah berbicara berduan aja.”
“Tidak apa-apa kok..., hanya saja yang barusan itu adalah cerita yang mau kubagikan kepada para pencari kerja dan pengguna aplikasi kencan.”
“Pencari kerja...?”
“Aplikasi kencan...?”
Astaga, dasar orang-orang kaya. Tampaknya ketika seseorang berada di kalangan kaum kelas atas seperti mereka berdua, mencari pekerjaan atau aplikasi kencan merupakan suatu hal yang aneh dan membingungkan.
“Tapi kau tahu~, aku juga pernah mendengar bahwa kompromi itu penting dalam pernikahan loh~?”
“Hahh, aku benar-benar tidak mau mendengar soal itu. Topik-topik tentang tidak adanya impian adalah racun bagi anak-anak.”
“Yah, paling tidak setengah dari siswa-siswi di Akademi Kekaisaran ini sudah menjadi pewaris perusahan sebelum mereka menjadi anak-anak.” sambil cekikikan, Asahi-san mengatakan itu pada Taisho yang menutupi kedua telinganya.
Sudah menjadi pewaris perusahaan sebelum menjadi anak-anak, kata-kata yang Asahi-san ucapkan itu meninggalkan kesan yang kuat di telingaku.
LANJUT MIN TANGGUNG
ReplyDeleteLanjut min,dikit lagi beres ini,kira kira plot apa lagi yg di pake di nih novel?
ReplyDeleteJejak vol 2 bab 30
ReplyDeleteSosoan mau nolongin nih itsuki, kalo misal nanti si mirei suka terus nembak gimana coba...
ReplyDeleteGigolo gitu, abis baperin orang eh langsung ditinggalin gitu aja
DeleteLanjut min
ReplyDeleteIni nih yang kurang gua demen ntar mirei ama hinako saingan mending bisa jadi selir salah satu orang eh tapi kalo ntar nolak ya jadi masalah:v
ReplyDeleteMenurutku itsuki terlalu ikut campur gak sih😑
ReplyDelete"sdh menjadi pewaris sebelum menjadi anak²" ntah kenapa denger nya sedih anj
ReplyDelete