Saijo no Osewa Volume 2 - Bab 31

Bab 31
Menyamar saat kencan


Masih di hari yang sama, sepulang sekolah, saat ini aku sedang belajar dengan Tennoji-san di kafe di samping kantin akademi.

“Sebentar lagi ujiannya sudah mau diadakan aja, ya.”

“...Kau benar.”

Karena tidak ada orang lain di sekitar kami, jadi aku berbicara dengan Tennoji-san menggunakan cara berbicara yang informal.

Nah, sekalipun saat ini sudah mendekati waktu ujian, tapi aku tidak bisa melihat adanya siswa-siswi lain yang masih berkeliaran di sekitar akademi saat sepulang sekolah seperti ini. Mungkin itu karena sejak awal siswa-siswi dari Akademi Kekaisaran ini bisa berkonsentrasi pada studi mereka saat di rumah, makanya, mereka tidak harus tetap tinggal di akademi untuk belajar.

“Ngomong-ngomong, aku sudah pernah mengatakan ini padamu sebelumnya, tapi aku akan mengatakannya lagi padamu.”

Meletakkan pensil mekaniknya di meja, Tennoji-san lanjut berbicara.

“Aku diizinkan untuk terus berada di akademi ini sampai ujian berikutnya selesai, jadi sesuai yang kurencankan, aku pasti akan mengalahkan Hinako Konohana dalam ujian berikutnya. Lalu setelah itu..., tidak akan ada lagi alasan bagiku untuk tetap menghadiri akademi ini.”

Mendengar kata-kata itu, mataku langsung membelalak.

“Itu artinya...”

“...Yah, kira-kira begitulah.”

Ini artinya, setelah perjodohannya diputuskan, sudah bisa dipastikan bahwa Tennoji-san akan meninggalkan Akademi Kekaisaran.

Namun demikian, dia tidak mengatakan apa-apa perihal dia yang akan meninggalkan akademi ini. Gadis ini..., tidak seperti Hinako, dia adalah seorang yang memiliki hati yang kuat dan dapat menekan kendali dirinya sendiri, jadi dia tidak mau mengatakan ‘Tolong aku’ secara langsung.

“Jangan terlihat sangat mencemaskanku kayak begitu.” Katanya, saat dia tiba-tiba menatapku. “Dapat berkontribusi pada Keluarga Tennoji merupakan kebahagiaan untukku. Karenanya, aku—”

“—Apa kau benar-benar berpikir seperti itu?” Selaku, sambil menatap langsung ke wajahnya yang membuatnya langsung terdiam. “...Tennoji-san, bisa tidak kau meluangkan waktumu untuk satu hari besok?” Matanya membelalak mendengar ini, tapi aku masih lanjut berbicara. “Sebelumnya kau pernah menyiratkan kalau kamu ingin tahu tentang kehidupan orang biasa, kan?”

“Ya, aku memang pernah menyiratkan kalau aku ingin mengetahuinya.”

Tennoji-san adalah anak angkat, tapi karena sejauh apa yang bisa ia ingat adalah dirinya dibesarkan oleh Keluarga Tennoji, jadi dia tidak mengetahui seperti apa kehidupan orang biasa. Karenanya, itu membuatnya tertarik akan gimana sih kehidupan orang biasa itu.

“Bagaimana kalau kita sedikit relaksasi sebelum kita menghadapi ujian? Aku juga ingin berterima kasih padamu untuk semua yang telah kau ajarkan padaku, jadi kalau kau tidak keberatan, aku ingin memperlihatkanmu seperti apa kehidupannya orang biasa.”

Itu mungkin ajakan yang terlalu mendadak, tapi kemudian, setelah Tennoji-san mempertimbangkannya dengan serius untuk sejenak.

“Kau ada benarnya, mumpung ada kesempatan, aku akan meluangkan waktuku.” katanya, sambil tersenyum.

Mumpung ada kesempatan..., kata-katanya itu seolah-olah dia maksudkan bahwa dia ingin membuat kenang-kenangan bagi dirinya kalau dia pernah menjadi murid dari akademi ini.
 
Tapi, jika dia ingin melakukan itu, maka aku akan berusaha mati-matian untuk membuat apa yang dia mau itu tidak terjadi.

---

Besoknya, hari libur.

Setelah berhasil membujuk Hinako dan Shizune-san supaya mau mengizinkanku keluar, aku menunggu Tennoji-san di depan stasiun.

“...Kalau dipikir-pikir lagi, sudah lama aku tidak keluar untuk bermain seperti ini.”

Mungkin semenjak aku mulai bekerja sebagai pengurusnya Hinako, ini adalah pertama kalinya aku keluar hanya untuk bersenang-senang dan bukan untuk bekerja. Sejak aku menjadi pengurus, aku menghabiskan sebagian besar hari liburku untuk belajar, jadi hari ini aku merasa seperti aku memiliki terlalu banyak waktu di tanganku yang membuatku malah jadi merasa gelisah.

Dan lagi..., kalau kupikirkan baik-baik, hari ini aku akan kencan.

Meskipun aku malu untuk mengatakannya, tapi aku belum pernah pergi kencan sebelumnya, jadi tentunya, aku merasa sedikit gugup.

“Maaf membuatmu menunggu.”

Dari samping, suatu suara memanggilku.

Saat aku menoleh, di sana aku bisa melihat Tennoji-san, tapi—

“Tennoji-san, penampilanmu itu......?”

“Ini penyamaran. Hari ini kau akan membawaku ke tempat yang orang-orang sepertiku jarang kunjungi, kan? Makanya, aku menyamar supaya tidak menjadi pusat perhatian.”

Di atas rambut pirangnya yang dia geraikan, dia mengenakan baret berwarna biru muda. Untuk pakaiannya, dia mengenakan blus putih dan rok biru, memberinya kesan yang sedikit santai dan polos dibandingkan dengan kesannya yang mencolok dalam penampilannya ketika berada di akademi. Pakaiannya itu benar-benar menyatu dengan suasana kota, dan bisa dikatakan bahwa penyamarannya sangat baik.

Tapi, sejak awal Tennoji-san sudah memiliki penampilan yang rupawan. Itu sebabnya, dia yang biasanya saja sudah sangat cantik, tapi penampilannya hari ini membuatnya memiliki pesona yang berbeda. Intinya, saking cantiknya, dia sampai menarik perhatian orang-orang yang lewat. Jadi yah, kurasa entah seperti apa pun penampilannya, tampaknya dia masih tetap akan menarik perhatian.

“Erm..., apa penampilanku aneh?” tanyanya, dengan rona merah di pipinya.

Sial, sepertinya aku terlalu berlebihan dalam menatapnya.

“Tidak, penampilanmu tidak aneh kok... Hanya saja, kupikir penampilanmu yang sekarang terasa menyegarkan.”

“Loh? Pas di rumahku ‘kan kamu harusnya sudah pernah melihatku menggeraikan rambutku.”

“Yang kumaksud bukan cuman rambutmu aja, tapi..., gimana ya aku harus bilangnya..., kesanmu secara keseluruhan terasa berbeda...”

Karena aku malu untuk jujur mengatakan, “Penampilanmu menyegarkan dan imut”, jadinyakata-kataku berakhir menjadi terucap tidak jelas.

“Terus? Kau sukanya yang mana? Penampilanku yang sekarang atau penampilanku yang biasanya?”

Oh, pertanyaannya cukup sulit juga.

Tapi, setelah memikirkannya sejenak, aku pun menjawabnya.

“...Kupikir aku lebih suka dengan penampilanmu yang biasanya.”

“Oh gitu ya, jadi kau tidak menyukai penampilanku yang ini ya...”

“Bukannya gitu, cuman kalau kamu berpenampilan seperti biasanya... aku merasa seperti aku sudah lebih akrab denganmu..., atau aku bisa bersikap lebih santai dan alami.”

Saat aku memberitahunya demikian sambil menggaruk pipiku, Tennoji-san terlihat senang.

“Yah, kurasa kau benar. Sejujurnya, aku pribadi juga merasa sedikit tidak nyaman dengan pakaian ini. Soalnya kalau aku berpenampilan seperti biasanya... aku akan terlihat lebih cantik!”

Meletakkan tangannya di dadanya, di menyatakan itu dengan sangat percaya diri.

“Hari ini aku bebas membawamu berkeliling, kan? Aku tidak akan membawamu ke tempat yang berbahaya, tapi aku akan membawamu ke tempat yang tidak terlihat seperti tempat yang akan dikunjungi oleh putri dari Keluarga Tennoji.”

“Tidak masalah, itulah sebabnya aku menyamar. Jadi sekalipun ada banyak orang yang melihat, selama identitasku tidak diketahui, aku dapat melindungi citra publik Keluarga Tennoji, dan aku berencana untuk sepenuhnya bersenang-senang hari ini.”

Seolah menyiraktan bahwa penyamarannya benar-benar sempurna, dia menunjukkan wajah yang percaya diri.

“Tapi ngomong-ngomong, aku terkejut orang tuamu mengizinkanmu keluar. Kau tidak membawa pengawal, kan?”

“Ya, soalnya ayah dan ibuku orangnya sangat toleran.” Katanya, tampak merasa diberkati. “Kau sendiri, apa kau mendapatkan izin dengan mulus?”

“Yah..., itu bohong kalau aku mengatakan aku mendapatkan izin dengan mulus...”

Shizune-san sih langsung memberiku izin, soalnya dia juga tidak mau terlalu banyak membatasi aktivitasku. Yang susah pas mau minta izin sama Hinako. Pas aku bilang kalau aku ingin pergi berduaan saja dengan Tennoji-san, dia langsung menjadi kesal. Ketika aku menjelaskan padanya bahwa aku ingin berterima kasih pada Tennoji-san untuk semua hal yang telah dia ajarkan kepadaku, Hinako jadi berhasil kuyakinkan, tapi kemudian dengan kesal dia mengatakan, “Kau harus menebusnya”, padaku.

“Ngomong-ngomong, Itsuki-san...” Dengan suara yang pelan, Tennoji-san bertanya. “Erm, apa bisa kuanggap kalau kita lagi kencan...?”

“Y-Yah——”

Responku tersendat.

Padahal aku sudah berusaha untuk tidak menganggapnya seperti itu, tapi aku tidak menyangka kalau justru Tennoji-san lah yang akan akan meminta konfirmasi soal itu.

“Y-Yah, kurasa begitu......”

Saat aku meng-iyakan, pipi Tennoji-san jadi sedikit merona.

“...Ini adalah pertama kalinya aku kencan dengan seseorang.” Mengatakan itu, Tennoji-san menatapku dengan tatapan menengadah. “Jadi..., aku sangat menantikan loh semua yang akan kita lakukan.” tambahnya, dengan senyum iseng, namun dengan penantian di matanya.

Sikapnya saat ini membuatku jadi teringat akan semua pelajaran sulit yang telah kuterima darinya selama ini. Dan kalau dipikir-pikir lagi, akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu berduaan saja dengan dia. Makanya, kurasa aku tidak perlu terlalu salting entah apakah ini kencan atau bukan.

“Ya, nantikanlah. Hari ini aku akan membuatmu tahu gimana sih orang-orang biasa akan bersenang-senang.”

Aku juga, hari ini aku akan sepenuhnya bersenang-senang.

Dan dengan begitu, aku pergi ke arah kota bersama Tennoji-san.

---

“Apa-apaan ini!? Apa-apaan ini!? Apa-apaan ini—!?”

Memegang setir, Tennoji-san tampak kebingungan.

Melirik dia yang seperti itu, dengan perlahan aku memutar setirku ke kanan.

Saat ini, kami sedang berada di game center. Secara pribadi, ini sudah cukup lama semenjak aku mengunjungi tempat ini, tapi suasana di sini masih sama seperti sebelumnya. Berbagai macam suara terus mencapai telingaku, dan orang-orang dari berbagai usai, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tengah asik bermain game.

Game yang aku dan Tennoji-san mainkan saat ini adalah game balapan. Dan kini, mobilnya Tennoji-san oleng-oleng di sudut layar, kemudian keluar jalur dan menabrak pagar pembatas.

“Aaaah!?”

Aku terus memimpin, meninggalkan mobilnya Tennoji-san di belakang saat dia berteriak mengeluh.

“—Yes! Juara satu!”

Saat mencapai garis finish, aku langsung melepaskan tanganku dari setir dan menoleh ke Tennoji-san yang duduk di sampingku.

“Kau juara berapa, Tennoji-san...?”

“...Terakhir.”

Melihat dia yang mengatakan itu dengan kecewa, secara refleks aku langsung tertawa.

“Jangan ketawain aku! Gini-gini aku sudah berusaha semaksimal mungkin, tau!?”

“M-Maaf, hanya saja padahal ini adalah game, tapi kau lucu sekali pas mengatakan [Perilakumu tidak beretika!] saat aku melemparkan pisang ke arahmu... Pfft!”

“Issh, sudah kubilang jangan ketawain aku!”

Bukan cuman aku saja, tapi orang-orang yang berada di sekitar kami pun juga menertawakannya, yang mana itu membuatnya jadi semakin kesal.

Tapi kemudian, Tennoji-san kembali tenang, dan kami pun pergi melihat-lihat game yang lainnya. Yah, sebenarnya sih dia masih sedikit kesal karena kekalahannya sebelumnya, tapi sekalipun begitu, dia masih mengamati game-game yang lain dengan penuh minat.

Sepertinya, mengajaknya pergi ke game center ini adalah keputusan yang tepat. Sama seperti Hinako, Tennoji-san sepertinya tidak mengetahui jenis-jenis hiburan semacam ini. Itulah sebabnya, hari ini aku akan memberinya kesempatan untuk mengalami hal-hal di dunia yang tidak dia ketahui ini.

“Itsuki-san, ini gendang apa?”

“Oh, Taiko: Drum Master, ya? Itu salah satu jenis permainan musik..., ayo kita mainkan game ini juga.”

[Catatan Penerjemah: Masuk ke tautan ini kalau mau tau game apa yang dimaksud.]

Permainan musik?, di depan Tennoji-san yang menggumamkan itu dengan bingung, aku memasukkan koin 100 yen ke dalam game tersebut.

Aku kemudian memberitahunya cara memainkan game tersebut, lalu kami pun segera memilih lagu. Tapi, begitu game-nya dimulai, Tennoji-sang langsung jadi kebingungan.

“I-Ini sih bukan permainan musik namanya!!”

Astaga, kemana perginya sikap percaya dirinya yang biasanya? pikirku, saat melihat dia menggerakkan stik drumnya dengan bingung.

Akhirnya, skorku dan skornya Tennoji-san pun ditampilkan.

“Kurasa aku lagi yang menang di game kali ini.”

“Uggh..! Andai saja itu gendang yang beneran, aku yakin aku akan jauh lebih baik darimu...!”

Oh, itu benar-benar lolongan yang unik dari seorang yang telah dikalahkan.

Tapi masih belum menyerah, Tennoji-san mulai mencari game yang lainnya lagi.

“Yang ini game apa, Itsuki-san?”

“Oh, itu Hoki Udara. Sudah lama aku tidak memainkan game ini.”

[Catatan Penerjemah: Masuk ke tautan ini kalau mau tau game apa yang dimaksud.]

“Ini juga apa..., apa ini piringan terbang yang berukuran kecil? Apa aku hanya perlu melemparkan ini saja?”

“Jangan woy! Sini, biar kujelasin gimana cara mainnya.”

Menghentikan Tennoji-san yang hendak melempar kepingan Hoki, aku kemudian menjelaskan cara memainkan game tersebut.

Ya ampun, aku dibuat jadi bingung apakah dia ini orang yang bodoh atau berpengetahuan... Namun, dia yang tidak mengetahui hal-hal seperti ini benar-benar khas dari apa yang dikesankan oleh seorang nona muda kelas atas. Sungguh, dia benar-benar mirip dengan Hinako.

Lalu, setelah memberitahukannya cara memainkan Hoki Udara, kami langsung memainkan game tersebut, dan hasilnya, tentu saja kemenanganku.

“Ayo cari game yang lain!!”

Mengatakan itu, Tennoji-san mencari game yang lain lagi.

“Hmm..., apa itu adalah pacuan kuda?”

“Oh, game pacuan kuda, ya? Gimana kalau kita mainin game itu?”

“Kita gak boleh mainin itu! Minimal kita harus berusia dua puluh tahun supaya kita boleh membeli tiket taruhan!”

“Gak apa-apa, ini ‘kan cuman game.” jawabku padanya, sambil sebisa mungkin menahan tawaku saat dia menjadi resah.

Lalu, meskipun agak sedikit merepotkan saat mendaftar sebagai user, tapi karena itu tidak butuh waktu lama, jadi setelah selesai kami langsung bisa memainkan game tersebut.

“Ugh! Lagi-lagi aku kalah!”

“Yah, jangan sedih begitu, toh game ini mengandalkan keberuntungan...!”

Makanya, Tennoji-san hanyalah tidak beruntung untuk hari ini.

Kemudian, Tennoji-san mencoba mencari game lagi, tapi sebelum itu, dia memutuskan untuk istirahat sejenak.

Setelah membeli minuman untuk dua orang dari mesin penjual otomatis, kami kemudian duduk di kursi di dekat tangga.

“Itsuki-san, apa sebelumnya kau sering pergi ke sini?”

“Kurasa aku lebih sering ke sini untuk bekerja sambilan daripada untuk bermain-main seperti ini. Tapi ketika ada orang yang kukenal datang ke sini, aku akan meminta izin dari manajerku untuk bermain sebentar.”

Nah, itu juga menjadi alasan mengapa aku tidak pernah kalah dari Tennoji-san dalam memainkan game-game yang ada di sini, bagaimanapun juga aku sudah berpengalaman, dan dia masih pemula.

“Tempat ini namanya game center, kan? Ini benar-benar tempat yang menyenangkan. Aku belum pernah mengunjungi tempat dengan nuansa yang seperti ini sebelumnya.”

Yah, tentu saja dia belum pernah mengunjungi tempat dengan nuansa seperti ini. Lagian tempat ini bukanlah fasilitas yang bisa dikatakan sebagai tempat yang aman. Makanya, sekalipun orang tuanya Tennoji-san toleran terhadap hal ini, tapi jika itu Kagen-san, dia pasti tidak akan pernah membiarkan Hinako pergi ke tempat seperti ini.

Namun demikian, ada juga beberapa pengalaman yang cuman bisa didapatkan di sini saja. Dan saat ini, Tennoji-san tampaknya sedang terbuai akan apa yang dia lakukan di sini, buktinya selama dia bermain game dia terus-terusan menunjukkan ekspresi yang senang dan sedih layaknya anak kecil yang polos.

“Baiklah, gimana kalau selanjutnya kita bermain bowling? Tidak.., haruskah kita berkaraoke aja?”

Karena sekarang aku bekerja sebagai pengurusnya Hinako, pengeluaran yang akan kukeluarkan hari ini tidaklah seberapa. Jadi entah itu karaoke atau bowling, kami bisa memainkannya. Intinya, aku ingin memberikan pengalaman yang langka kepada Tennoji-san.

“...Semuanya.” Dengan suara yang terdengar seperti diperas, Tennoji-san berseru kepadaku. “...Ayo mainkan semua game yang ada! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sampai aku menang!”

Sepertinya, aku mungkin telah terlalu banyak merangsang semangat bersaingnya Tennoji-san dalam bermain game. Tapi, karena ini adalah apa yang memang aku inginkan, jadi aku mengangguk dan mengucapkan “Ya” kepadanya.



close

9 Comments

  1. Sungguh imut... Tapi saya mencium bau bau lose tennoji

    ReplyDelete
  2. Seperti biasa tak sadar memberi harapan pada sub heroin

    ReplyDelete
  3. Memberi harapan, tapi tak bisa menggabungkan harapannya. Kok gue merasa ni novel serunya di awal awal doang ya😐

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin maksudnya, misalkan perjodohannya batal.. endingnya MC ga nikaha atau pacaran Ama Mirei, tapi ngebatalin perjodohan mungkin aja yh

      Delete
    2. Nikah Ama hinako dan ga nikahin Mirei gitu maksudnya mungkin. Sulit di pahami kata" aku bukan?

      Delete
  4. Sejauh ini ch ini yang paling banyak gulanya tapi itu gak bikin gw senang cuy, malah gw nyesek kepikiran gimana jadinya kalau mirei lose

    ReplyDelete
  5. Hdeh klo lose pasti langsung turun sih rating ni LN

    ReplyDelete
Previous Post Next Post