Bab 1
Pagi yang seperti biasanya
“——ya-kun. ——Yuya-kun, bangun!”
Kesadaranku ditarik keluar dari alam mimpi saat seseorang memanggil namaku dan dengan lembut mengguncang-guncang bahuku. Saat aku dengan perlahan membuka kelopat mataku yang masih terasa berat, di depanku aku melihat wajah tersenyum dari siswi SMA terimut di Jepang.
“Selamat pagi, Yuya-kun, hari ini tidurmu cukup lama.”
“Ya..., selamat pagi, Kaede-san. Sekarang sudah jam berapa? Dan bisakah kau memberitahuku mengapa aku memberikanmu bantal lengan? Tadi malam sebelum tidur posisi kita tidak seperti ini, kan?”
Ketika aku memeriska jam di ponselku, waktu sekarang sudah menunjukkan pukul 7 pagi, yang artinya aku bangun sekitar 1 jam lebih lambat dari biasanya. Tadi malam sebelum Kaede-san tidur aku sempat memeluknya, tapi setelah itu aku melepaskan pelukanku sebelum aku juga pergi tidur. Lantas, megapa saat ini aku memberinya bantal lengan?
“Habisnya kau tidak bangun-bangun dan aku merasa kesepian, makanya aku melakukan ini..., te~he.”
Menjulurkan lidahnya, Kaede-san meminta maaf atas kelakuannya. Biasanya, hal ini akan membuat orang normal mengeluh, tapi dalam kasuku, kupikir tingkahnya itu cukup imut jadi aku hanya membelai kepalanya.
Gadis yang pipinya mengendur saat kepalanya sedang kubelai ini adalah Kaede Hitotsuba. Dia adalah gadis cantik yang memenangkan Grand Prix di Kontes Wanita SMA Nasional yang diadakan pada akhir tahun lalu, dan merupakan putri dari Presiden Hitotsuba Elektronik, salah satu perusahaan besar yang dibanggakan Jepang di dunia. Selain itu, dia juga adalah bagian dari hidupku, seorang gadis yang harus kunikahi ketika aku lulus dari SMA.
“Ehehehe, aku suka sekali saat kau membelai kepalaku, Yuya-kun. Tapi, ada hal lain yang aku ingin kau lakukan untukku di pagi hari, apa kau tahu maksudku?”
Senyuman manis Kaede-san berubah menjadi ekspresi yang aku tidak mengerti. Aku selalu terpesona dengan celah yang dia miliki ini, sampai-sampai membuat kepalaku yang mengantuk terjaga sepenuhnya dan jantungku mulai berdetak lebih cepat.
“Hei, Yuya-kun, ayo kita lakukan ciuman selamat pagi?”
Ketika dia dengan lembut membisikkan itu di telingaku, dia menutup matanya dan kemuian mengerucutkan bibirnya. Saat aku mulai berpikir betapa panjangnya bulu matanya dan betapa indahnya bibir merah cerinya, dengan lembut aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, dan kemudian——
“——Aww! Ishh, Yuya-kun, kenapa kau malah memukulku? Di sini tuh harusnya kau menciumku dengan penuh cinta, tau?”
Aku berpura-pura hendak menciumnya, tapi kemudian aku menyentil kepalanya. Tentunya, hal ini membuat Kaede-san mengangkat suara protes, tapi aku mengabaikan protesnya itu dan bangkit dari tempat tidur.
Meskipun sebentar lagi sudah mau bulan Maret, tapi pagi hari masih tetap bersuhu dingin. Karenanya, sebenarnya saat ini aku ingin berendam di air panas, tapi aku tidak banyak punya karena aku benar-benar kesiangan.
“Uugh..., dasar Yuya-kun jahat, tidak berperasaan, pemalu. Kau ‘kan sudah janji kalau setiap hari di malam dan pagi kita akan berciuman?”
Kaede-san yang tampak cemberut mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Lagian, kalau di sebut pemalu sih masing mendingan, tapi kok aku malah disebut tidak berperasan. Dan juga, aku tidak ingat kalau aku ada membuat janji dimana setiap hari di pagi dan malam kami akan berciuman?
“Tentu saja kau tidak ingat, toh yang berjanji padaku adalah kau yang ada di dalam mimpiku.”
“...Kalau begitu maka janji yang kau sebutkan itu tidak ada. Selain itu, sekarang kita tidak punya waktu untuk bersantai. Kalau kita tidak segera bersiap-siap, kita akan terlambat ke sekolah.”
“Kok kamu tega sih? Apa kau tidak akan menciumku? Padahal..., itu adalah sumber daya hidupku hari ini.... hiksss”
Dia menutup wajahnya dengan tangannya, lalu menirukan suara tangis. Tapi, sangat jelas kalau dia melirik ke arahku melalui celah-celah di jarinya. Lagian, sebelum-sebelumnya kami tidak berciuman tapi dia masih berenergi, bukan?
“Pokoknya aku mau dicium! Aku tidak akan bangun-bangun kecuali kau menciumku! Kalau perlu, aku akan tidur kembali dan menjadi putri tidur saja! Apa kau mau aku melakukan itu?”
“Oh, jadi kau mengancamku dengan cara yang baru lagi, ya...”
Layaknya anak manja, Kaede-san mengayun-ngayunkan tangan dan kakinya. Sebenarnya aku bisa saja meninggalkannya begitu saja dan segera bersiap-siap pergi sekolah, tapi itu mungkin akan membuatnya benar-benar menjadi merajuk. Di sisi lain, kupikir itu kelihatan imut ketika Kaede-san mengeluh dan membusungkan pipinya seperti ikan buntal... Eh, tidak, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan sesuatu seperti itu!
“Haah..., kurasa aku tidak punya pilihan lain...”
“——Eh? Tungg——, Yuya-kun?”
Menghela napas dengan sengaja, aku meletakkan tanganku di pipi Kaede-san, kemudian mengusap pipinya itu, lalu mengangkat dagunya dan menciumnya dengan lembut.
“Fufufu, ada apa, Kaede-san? Wajahmu kelihatan merah sekali loh?”
“Uggh..., habisnya kau menciumku dengan tiba-tiba. Kau harus bertanggung jawab dan nikahi aku!”
“Ya, ya, dengan senang hati aku akan menikahimu, atau itulah yang ingin kukatakan, tapi faktanya, di sini akulah yang akan kau nikahi!”
“Oh iya, ya! Setelah lulus SMA nanti kau akan menjadi suamiku! Jadi kemana kau ingin kita berbulan madu? Hawaii? Atau New York? Tapi sulit juga ya untuk mengabaikan pilihan seperti negara modis dengan kota air!”
Melingkarkan tangannya di leherku dan memelukku, Kaede-san berbicara tentang masa depan yang cerah dan bahagia. Normalnya ini bukanlah topik yang biasa, tapi bagi kami, ini adalah masa depan yang disepakati.
Ketika orang tuaku melarikan diri ke luar negeri dengan meninggalkan hutang yang besar, Keluarga Hiotsuba lah yang menanggung hutang itu. Dan sebagai bagian dari kesepakatan atas lunasnya hutang tersebut, aku dan Kaede-san akan hidup bersama dan di masa depan kami akan menikah.
“Bagaimana dengan Danau Garam Uyuni? Oh iya, setidaknya sekali saja aku ingin melihat aurora secara langsung!”
Aku senang kami berbicara tentang ke mana kami harus pergi untuk bulan madu, tapi sayangnya, aku tidak dapat memasukkan informasi-informasi yang dia sebutkan itu ke kepalaku. Soalnya...,
“Ka-Kaede-san...., kupikir aku akan senang jika kau bisa segera melepaskanku...”
“Hm? Ada apa? Mungkinkah kau tidak suka kalau aku peluk?”
“Tidak, bukannya begitu, tapi..., ermm, itumu menyentuhku.”
Ini memalukan, jadi tolong jangan membuatku mengatakannya. Kaede-san adalah tipe orang yang tidak memakai sesuatu saat di malam hari—jangan tanya apa sesuatu itu—jadi sensasi dari dua buahnya ditransimikan langsung melalui piyamanya. Kelembutan dari buah yang montok dan kenyal ini benar-benar mengalahkan kualitas bantal apapun hingga bisa membuatku meleleh tidak berdaya.
“Fufufu, kau salah, Yuya-kun. Mereka tidak menyentuhmu atau semacanya, tapi akulah yang membuatmu menyentuh mereka!”
Eii, meraih kepalaku, Kaede-san kemudian menarikku dengan kuat ke celah ajaib di antara dua bukitnya. Ini membuatku merasa sesak, tapi disaat yang sama terasa enak. Ini adalah roman dari seorang pria untuk mati di tempat seperti ini——eh, ya gak gitu lah tolol!
“Baiklah, sudahi lelucon ini, Kaede-san! Kalau kau terus melakukan ini, aku mungkin tidak akan bisa menahan diri!”
Memobilisasi sedikit akal sehatku yang masih tersisa, aku mematahkan pengekangan dari sang dewi dan turun dari tempat tidur seolah-olah ingin melarikan diri. Namun, sang dewi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penyesalan, dan dia justru tersenyum nakal kepadaku.
“Fufufu, wajahmu yang merah cerah itu imut sekali loh, Yuya-kun. Boleh tidak kalau aku memotretmu? Yah, aku tidak perlu jawabanmu untuk itu!”
Entah dari mana dia mengambil ponselnya, tapi tau-tau saja, Kaede-san sudah memotretku.
Hadeh, bersenang-senang sih boleh saja, tapi kalau terus begini kita akan terlambat, tau?
---
“Yuya-kun, apa waktunya masih sempat, setidaknya kita punya cukup waktu untuk gosok gigi, kan?”
Teriakan Kaede-san mencapaiku yang lagi ada di kamar mandi saat dia sedang mengganti piyamanya ke seragamnya di kamar tidur.
“Ya..., ini masih sempat! Tapi kurasa kau harus cepat-cepat!”
Sambil menjawab dengan suara yang keras, aku memeriksa habit tidurku. Segera setelah itu, aku mendengar ada derak suara langkah kaki.
“Ha..., ha..., ha...! Maaf membuatmu..., menunggu!”
Saat aku melihat Kaede-san masuk ke kamar mandi sanbil mengangkat dan menurunkan bahunya secara berlebihan, secara tidak sadar tanganku yang terulur hendak meraih sikat gigi langsung terhenti.
Tentunya, saat ini dia sudah mengganti piyamanya ke seragam sekolahnya. Tapi, apakah itu berarti kalau dia sudah selesai berpakaian? Jawabanya adalah tidak.
Ritsleting pada roknya berhenti di tengah jalan, dan seragamnya tidak terkancing sampai kancing yang ketiga. Kulit porselen putihnya dan garis decolletage-nya yang tampak sangatlah indah sampai-sampai tidak mungkin kau tidak akan terpana olehnya, apalagi pakaian dalam serta payudara bagian atasnya yang mengintip dari balik seragamnya sangatlah menarik perhatian. Oh, jadi hari ini dalamannya berwarna hijau emerald, ya. Ini pertama kalinya aku melihatnya memakai dalaman itu—eh, tidak, apa sih yang kupikirkan!
“Kau akan masuk angin loh dengan memakai pakaian kayak begitu? Kancinglah kancing bajumu dengan benar.”
Sambil mengangkat bahu, aku memberikan sikat gigi pada Kaede-san dan kemudian menutup kancing di dadanya. Di momen itu, aku merasa aku mengerti seperti apa perasaan orang tua yang sulit dalam mengurus anak mereka.
“Issh..., apa kau ini seorang kakak yang menyayangi adiknya, Yuya-kun? Tapi, kau menjadi sosok kakak yang baik yang menjaga adiknya yang cerobohnya, ya..., itu kedengarannya menarik. Aku sayang kamu, Yuya-onii-chan!”
“Hadeh~, aku sama sekali tidak mengerti apa yang lagi kau bicarakan. Nah, sekarang kenakan rokmu sendiri dengan benar. Kita tidak punya banyak waktu, jadi kita harus bergegas!”
Ya!, Kade-san menjawabku dengan riang, dan kemudian kami menggosok gigi berdampingan. Saat aku melihat ke cermin dan melihat kami menggosok gigi bersama-sama, itu membuatku merasa aneh, karena ini rasanya seperti——
“Rasanya kita seperti pengantin baru, ya?”
“Ya, kau benar.”
Keegosian pertama Kaede-san terhadap orang tuanya membawaku mulai hidup bersamaa dengan dia, dan sejauh ini, sudah ada beberapa hal yang telah kupelajari dari dirinya.
Gadis ini, seorang yang terpilih sebagai siswi SMA terimut di Jepang, sebenarnya adalah gadis nakal, pekerja keras, dan pemalu yang sangat lemah terhadap serangan balik meskipun dialah yang awalnya ngegodain aku.
Sejak hari pertama kami tinggal bersama, aku dibuat sangat kewalahan olehnya ketika dia meminta untuk tidur dengannya atau mandi bersamanya. Dia begitu menikmati reaksiku ketika dia menggodaku, tapi ketika aku membalasnya, wajahnya langsung menjadi merah cerah.
Kupikir aku tidak akan tertarik kepadanya dengan mudah, tapi kemudian aku mulai tertarik kepadanya ketika aku mengetahui bahwa tiap-tiap harinya dia selalu bekerja keras untuk bisa disebut sebagai siswi SMA terimut di Jepang. Yah, meskipun di sisi lain juga dia terlau bekerja keras sampai-sampai jadi sangat kelelahan.
Kaede-san adalah satu-satunya orang yang mengakui usahaku, memujiku, dan menyemangatiku untuk melakukan yang terbaik. Intinya, dia selalu memberikanku kata-kata yang paling ingin aku dengar.
Orang tuaku memiliki banyak masalah, dan sekalipun sudah sewajarnya meskipun ada banyak masalah kami tetap bersama-sama, tapi mereka yang tiba-tiba menghilang menanamkan suatu bentuk trauma di dalam diriku. Lalu kemudian, orang yang datang membawa cahaya ke dalam diriku dan memelukku ke dalam pelukannya adalah Kaede-san. Jika itu adalah dirinya, aku yakin dia tidak akan pergi ke mana-mana, dia pasti akan selalu ada untukku. Karenanya, pada saat kemah pelatihan ekstrakurikuler, di bawah langit berbintang, aku menyatakan perasaanku kepadanya.
Tapi, di saat yang sama ketika aku sudah menyatakan perasaanku, aku berpikir bahwa aku tidak boleh terus-terusan seperti ini.
Situasiku saat ini ada apa yang disebut sebagai pria germo yang diberi makan oleh orang tuanya Kaede-san. Ini adalah posisi yang menyedihkan di mana aku juga bahkan menerima uang saku dari mereka. Aku mencoba untuk sebisa mungkin tidak menggunakannya dan memenuhi kebutuhan pribadiku dengan uang yang kuperoleh dari kerja sambilanku di musim panas, tapi cepat atau lambat uang itu pasti akan habis.
Aku tidak tahu apa yang Kaede-san pikirkan tentang uang sekolah dan biaya hidupku, tapi sebagai seorang pria, aku tidak ingin terus bergantung kepadanya untuk ini dan itu. Dan karena aku telah melihat punggung dari ayahku yang brengsek, aku ingin dapat untuk dapat menghidupi keluargaku yang berharga.
Untuk bisa memujudkan itu, kupikir hal pertama yang bisa kulakukan adalah belajar. Bagaimanapun juga, aku telah diberitahu bahwa nantinya aku akan menggantikan ayah Kaede-san sebagai Presiden Hitotsuba Elektronik, jadi aku ingin memastikan bahwa aku ini lulusan sarjana. Aku tidak mau orang-orang di sekitarku berpikir bahwa aku hanyalah seorang pria yang disukai oleh putri dari pemimpin perusahaan.
Pada bulan April nanti, aku akan menjadi siswa kelas 2 SMA. Ini akan menjadi tahun yang penting bagiku untuk memikirkan rencana masa depanku. Bagiamanapun juga, itu sangatlah penting untuk merencakan masa depan mulai dari sekarang daripada nantinya malah repot dan panik sendiri. Pokoknya, aku harus bekerja keras untuk membangun masa depan yang bahagia bersama Kaede-san.
“Ayo kita lakukan yang terbaik untuk hari ini, Yuya-kun! Ujian akhir semester akan datang, jadi kita harus belajar dengan giat!”
Ujian akhir akan diadakan minggu depan. Di depanku, ada musuh yang harus aku kalahkan.
Lanjut min
ReplyDeleteNice min
ReplyDeletebang. yg di trakteer kok pada dihapusin?
ReplyDeleteSoalnya semua yang ada di trakteer dah di posting di web
Deleteakhirnya yang gw tunggu-tunggu... gw suka banget baca ini novel
ReplyDeleteYang ditunggu-tunggu wkwkwk
ReplyDeleteThanks min update nya
ReplyDeleteTetp semangat min 👍
ReplyDeleteayo min, up lagi
ReplyDeleteNih gw kasih pertanyaan jawab yg bener bro
ReplyDeleteMi mi apa yang bisa basi
Lanjutt
ReplyDelete