Bab 2 Bagian 1
Akademi Kekaisaran
Keesokan harinya.
Aku mengenakan seragam Akademi Kekaisaran yang berwarna hitam dan keluar dari mansion.
Ngomong-ngomong, tadi malam aku meminta tolong pada Shizune-san untuk membawa Hinako-sama kembali ke kamarnya. Dan untuk ponselku yang disitan, karena Hinako-sama menyimpannya di sakunya, jadi aku bisa mengambilnya dengan santai.
Sebuah mobil hitam diparkir di depan gerbang, dan di depannya aku bisa melihat sosok Hinako-sama.
“Aku mau pulang.”
“Kalau anda mengatakan itu dalam delapan jam dari sekarang, saya akan setuju.”
“Mu~u...”
Dengan lugas, Shizune-san menenangkan Hinako-sama yang bertingkah manja seperti biasanya.
“Itsuki-sama, silahkan lewat sini.” ucap Shizune-san, sambil menatapku.
Oh iya, mulai sekarang, aku adalah pewaris dari perusahaan menengah. Saat Shizune-san merujuk namaku menggunakan honorifik ‘sama’ barusan, aku jadi sadar bahwa identitas resmiku telah diubah.
“Baiklah, Itsuki-sama. Anda mau duduk di kursi yang mana?”
Saat aku hendak masuk ke dalam mobil, Shizune-san menanyakan itu padaku. Mungkin..., ini adalah ulasan dari pelajaran etiket yang kuterima darinya tempo hari.
“...Kursi belakang, di belakang kursi penumpang.”
“Benar. Kalau ada supirnya, orang yang memiliki posisi yang lebih tinggi akan duduk di belakang kursi supir, di belakang kursi penumpang, di tengah kursi belakang, dan kemudian di kursi penumpang, intinya dalam urutan seperti itu.”
“Kalau yang mengemudikan mobil adalah orang dengan posisi yang setara, maka kursi penumpang akan menjadi kursi tertinggi, kan?”
“Benar sekali. Anda telah belajar dengan baik.”
Yah, lagian aku sudah diberi pembelejaran Spartan yang tak terbayangkan...
“Normalnya, itu akan menjadi tugas dari pengurus untuk membimbing Ojou-sama ke dalam mobil seperti ini, tapi saya pikir saya akan membiarkan Itsuki-sama melakukan pekerjaan itu secara bertahap. Sekarang..., silakan masuk ke dalam mobil.”
Hinako-sama masuk ke mobil, kemudian aku masuk ke kursi belakang. sedangkan Shizune-san, dia duduk di kursi penumpang.
“Ngan~tuk...”
Buset dah, waktu tidurmu ‘kan sudah banyak sekali kemarin.
Aku berhasil menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar seperti itu dari mulutku, dan beberapa saat kemudian, mobil pun mulai melaju dengan perlahan.
“Karena kalian berdua seharusnya tinggal di rumah yang terpisah, kami akan mengantar kalian sampai di jarak yang tidak terlalu jauh dari akademi.”
“Jadi itu artinya saat sudah dekat kami berdua akan berjalan kakai menuju akademi? Tapi, jika kami melakukan itu, kami mungkin akan diculik seperti kemarin—”
“Jangan khawatir. Kami akan selalu berada di sekitaran perimeter untuk melindungi kalian. Kasus kemarin itu terjadi karena Ojou-sama keluar tanpa memberi tahu kami... Anda, sebagai pengurusnya, bertanggung jawab untuk dapat mencegah situasi seperti itu terjadi.”
“Aku mengerti...”
Ini adalah hari pertama aku bekerja. Sebagai pengurus, aku akan mengawasinya dengan seksama.
“Ngomong-ngomong, aku sekelas dengan Hinako......-sama, kan?”
“Tentu saja. Sebagai pengurusnya, anda akan beraktivitas dengan Ojou-sama setiap saat.”
Sepertinya, aku dan Hinako-sama akan menjadi teman sekelas.
“Itsuki..., kok cara bicaramu begitu?”
“Ugh.”
Jadi dia mendegarkan pembicaraan kami ya...,
Tapi, aku merasa tidak nyaman untuk memanggil Hinako-sama dengan cara bicara normal di depan Shizune-san.
“Shizune, kembalikan cara bicaranya Itsuki.”
“Tapi, Ojou-sama, itu tidak akan menjadi contoh yang baik bagi yang lainnya.”
“Kalau begitu..., hanya jika ada kami dan kau di sekitar.”
“...Dimengerti.” dengan enggan, Shizune-san menurutinya.
“Baiklah, Itsuki..., sekarang kau bisa berbicara secara normal denganku.”
“Aku tidak begitu senang tentang itu...”
Soalnya, tatapannya Shizune-san benar-benar menyakitkan. Sebenarnya sih, aku sama sekali tidak keberatan menggunakan sebutan kehormatan. Lagian, aku telah menghabiskan hampir seluruh hidupku untuk bekerja sambilan, jadi aku sudah terbiasa memiliki hubungan hierarki.
“Itsuki-sama, untuk menghindari terungkapnya identitas anda, mohon gunakan sebutan kehormatan saat di akademi. Menjadi pewaris dari perusahaan menengah adalah status yang agak rendah di Akademi Kekaisaran, jadi akan lebih baik untuk menghindari konflik yang tidak perlu.”
“Aku mengerti.”
Jadi di akademi itu seorang pewaris perusahan menengah memiliki status yang rendah, ya? ...Tapi yah, tanpa disuruh pun, aku pasti akan berbicara dengan hormat.
“Ahhh..., akademinya sudah dekat...” ucap Hinako, trerdengar sangat malas.
“Itsuki...”
“Apa?”
“Gendong~”
Mobil sontak bergetar hebat.
Apa yang Ojou-sama ini katakan secara tiba-tiba? Lihat, bahkan si sopir juga ikutan kaget.
“Ojou-sama. Itu, erm, bukankah itu adalah tindakan yang tidak pantas untuk dilakukan.”
“Kau tahu, Itsuki..., dia punya aroma yang sangat harum.”
“...Be-Begitukah?” ucap Shizune, dengan mata yang membelalak.
“...Itsuki-sama, bolehkah saya mengendus anda untuk referensi di masa mendatang?”
“Tidak..., menurutku aromaku sama sekali tidak harum untuk diendus, jadi tolong jangan lakukan itu.”
“...Issh, kau itu harum, tau~” mengatakan itu, Hinako mendekatkanya hidungnya ke lengan bajuku.
Untuk berjaga-jaga, aku mencoba mengendus diriku sendiri... Tidak, aku tidak mencium bau apapun. Kalau aku harus mengatakannya, yang kucium adalah bau deterjen yang digunakan di rumah kelaurga Konohana.
“Um, Hinako-san. Bagaimanapun juga aku adakah laki-laki, jadi kau tidak bisa begitu terlalu dekat denganku...”
“Cara bicaramu.”
“...Hinako.”
“Gitu dong~...”
Hadeeeh..., kayaknya tidak peduli apapun yang kukatakan, itu akan sia-sia.
Aku menghela nafas, dan di sisi lain Shizune-san menghela nafas lebih dalam.
“Ojou-sama. Kita sudah hampir sampai...”
“...Mm.”
Sekitar tiga puluh menit kemudian, kami sampai di tempat tujuan kami.
Di gang yang sepi, aku dan Hinako diturunkan. Tidak ada orang di sekitar, tapi..., sepertinya ada banyak pengawal dari Keluarga Konohana yang mengintai.
“Itsuki-sama. Terima ini.” mengatakan itu, Shizune-san memberiku tas hitam yang isinya tidak bisa kulihat.
“Apa ini...?”
“Kalau Ojou-sama tidak mau dengar-dengaran, gunakanlah ini.”
Aku hanya memberikan jawaban yang samar-samar, “Ya” sebagai tanggapan atas instruksi yang kurang kumengerti maksudnya.
“Baiklah, semoga hari kalian menyenangkan.”
Shizune-san berterima kasih padaku dengan hormat, dan aku juga berterima kasih padanya dengan ringan, kemudian, kami mulai berjalan menuju sekolah.
“...Aku mau pulang.”
“Yakin nih kau tidak berakting?”
“Belum ada orang lain yang melihatku..., jadi aku bisa santai.”
Sepertinya, Hinako dibekali dengan kemampuan untuk merasa tatapan mata orang.
Tapi ya, meskipun dia yang bilang begitu, sebagai pengurusnya, aku harus melindungi penampilannya sebagai Ojou-sama.
Dan dengan demikian, sambil melihat sekeliling dengan hat-hati, aku dan dia berjalan menuju sekolah.
“...Besar sekali.”
Secara refleks aku menggumamkan itu saat aku berdiri di depang gedung akademi yang sudah seperti mansion itu.
Salah satu sekolah paling bergengsi di Jepang, Akademi Kekaisaran. Namanya mungkin terdengar agak sinting, tapi sebenarnya ini adalah institusi pendidikan yang sangat bagus.
Dengan sedikit ragu-ragu, aku melangkah maju, dan di sampingku—
“Konohana-san, selamat pagi.”
“Selamat pagi.”
Seorang gadis yang rambut kuningnya berkibar tertiup angin dengan elegan menanggapi sapaan siswa-siswi di jalan.
“Hari ini juga Konohana-san terlihat sangat cantik.”
“Iya. Auranya sangat anggun...”
Dari berbagai sisi, aku bisa mendengar suara-suara seperti itu dilontarkan.
Aku mengintip wajah Hinako yang tau-tau saja sudah mulai berakting, dan dia..., terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Aku sampai tidak percaya bahwa gadis dengan perilaku sopan dan elegan di sampingku ini adalah orang yang sama dengan gadis yang ngiler di kamarku tadi malam.
“Ada apa, Tomonari-kun?”
“Whoa.”
Dengan prihatin, Hinako menatap wajahku.
Aku tercengang, kemudian buru-buru menahan mulutku dan memberitahunya tidak ada apa-apa.
Lalu, ketika kami memasuki gedung sekolah, kami pergi ke ruang guru terlebih dahulu.
Untungnya, aku dan Hinako seumuran, jadi kami bisa berada di kelas yang sama tanpa harus memalsukan umurku. Selanjutnya, Shizune-san lah yang akan membantu kami agar kami bisa ditempatkan di kelas yang sama.
“Aku sudah menunggumu. Kau yang bernama Itsuki Tomonari itu, kan?”
Saat aku memasuki ruang guru, aku didekati oleh seorang guru perempuan.
“Namaku Misono Fukushima. Aku adalah wali kelas di Kelas 2A, kelas dimana kau akan ditempatkan. Senang bertemu denganmu, Tomonari-kun.”
“Senang bertemu denganmu juga.” ucapku, sambil menundukkan kepalaku dengan ringan.
“Apa kau kenal dengan Konohana-san, Tomonari-kun?”
“Aah, soal itu...”
Aku tidak bisa langsung berbohong, jadi aku tergagap. Kemudian, Hinako, yang berdiri di sampingku, membuka mulutnya.
“Keluargaku dan keluarga Tomonari-kun sangat dekat, jadi kami sudah lama saling kenal. Itulah sebabnya, karena kami sudah saling kenal, aku memutuskan untuk membimbingnya berkeliling akademi.”
“Owalah, begitu toh.”
Mendengar penjelasan bernada sopan dari Hinako, si guru tampak diyakinkan.
“Tomonari-kun, memiliki Konohana-san sebagai pembimbingmu itu cukup mewah loh.”
“Haha..., kurasa begitu.”
Sensei, apa kau tahu?
Gadis ini, sangat besar kemungkinkannya kalau dia akan tersesat di akademi ini jika dia berjalan-jalan sendirian.
“Hari ini akan ada siswa pindahan yang bergabung dengan kalian.”
Fukushima-sensei, yang memasuki ruang kelas terlebih dahulu, mengumumkan itu.
Kemudian, aku memasuki kelas, dan menyapa semua orang dari depan papan tulis.
“Aku Itsuki Tomonari. Senang bertemu dengan kalian.”
Tidak ada tepuk tangan atau sapaan balik, namun sorot mata dan ekspresi yang ditunjukkan para siswa sangat ramah. Di SMA-ku sebelumnya, kami tidak pernah memiliki siswa pindahan, dan jika ada, itu pasti akan terasa menyenangkan, tapi siswa-siswi di kelas ini tampaknya tidak seperti itu..., entah bagaimana, suasana yang dewasa dan toleran tercipta di ruang kelas ini.
“Tomonari-kun, kau bisa menggunakan kursi kosong yang di sana. Anak-anak..., aku bisa mengerti kalau kalian penasaran dengan siswa pindahan, tapi pertama-tama kita akan memulai pelajaran. Tolong tetap berkonsentrasi,” umum si guru yang berdiri di podium dan melihat sekeliling kelas.
Aku mengambil tempat duduk di belakang, baris kedua dari jendela, dan dengan segera mengeluarkan buku catatan dari tasku.
Mata pelajaran pertama adalah Matematika.
“Baiklah, ayo kita mulai pelajarannya. Kali ini, kita akan belajar tentang integrasi dengan metode substitusi.”
Di SMA-ku sebelumnya, kupikir murid-muridnya baru akan mempelajari sesuatu seperti kalkulus substitusi pada akhir-akhir kelas 3... Tapi di Akademi Kekaisaran, tampaknya itu akan dipelajari saat musim semi di Kelas 2.
“—Itu saja untuk pelajaran kali ini. Anak-anak, jangan lupa untuk kembali mengulasnya.” ucap Fukushima-sensei begitu bel berdering.
Setelah mengucapkan terima kasih, siswa-siswi segera bersiap untuk istirahat.
“...Aku harus berterima kasih pada Shizune-san.”
Aku berhasil mengikuti pelajaran yang barusan diberikan, tapi..., materinya masih terlalu sulit. Meskipun pelajaran pertama baru saja berakhir, tapi saat ini aku sudah merasa seolah-olah aku telah belajar sepanjang hari.
Nah—bagaimana kondisinya Ojou-sama?
Mengingat tugasku sebagai pengurusnya, aku memeriksa kondisi Hinako.
“Konohana-san, ada bagian yang tidak kumengerti di pelajaran barusan...”
“Kalau kau tidak keberatan, aku akan dengan senang hati membantumu.”
Saat dia berada di depan umum, Hinako mengenakan kulit Ojou-sama yang sempurna. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda kalau kulit itu terkelupas.
“Halo, anak baru!”
Dari samping, sebuah suara dengan tiba-tiba memanggilku.
Saat aku menoleh, di sana ada seorang siswa laki-laki yang tubuhnya cukup besar.
“Padahal kau ini cuman anak baru, tapi sombong sekali kau sampai tidak memiliki niatan untuk menyapaku. Ayo, beri aku penghormatan.”
“...Eh.”
Buset dah, pendekatan macam apa ini? Aku bahkan tidak tahu apakah dia lagi bercanda atau serius.
“Hei!
“Aduh?!”
Saat aku kebingungan, seorang siswi pendek muncul dan memukul kepala siswa itu.
“Kau menakut-nakuti Tomonari-kun, tau!”
“Ma-Maaf, barusan itu aku cuman bercanda saja.” ucap siswa itu, sambil menundukkan kepalanya.
“Namamu Itsuki Tomonari, kan? Aku Taisho Katsuya.”
“Aku Asahi Karen, senang bertemu denganmu~”
Saat mereka memperkenalkan nama mereka, aku hanya menanggapi dengan, “Haa.”
Tampaknya, penghormatan yang baru saja siswa itu sebutkan hanyalah candaan.
“Tomonari, kau kesulitan dalam mengikuti pelajaran sebelumnya, kan?”
“......Bagaimana kau bisa tahu?”
“Hahaha! Jangan khawatirkan itu. Setiap siswa pindahan pasti akan mengalami hal yang seperti itu kok.”
“Setiap siswa pindahan? Apa ada orang lain selain aku yang juga siswa pindahan?”
“Tentu. Mereka mungkin tidak dipindahkan pada saat yang sama, tapi perpindahan itu sendiri bukanlah hal yang aneh. Siswa-siswi yang menghadiri akademi ini terkadang terlambat masuk sekolah karena alasan keluarga, dan sebaliknya terkadang ada juga yang lulus lebih awal. Kau yang baru saat ini dipindahkan pasti karena alasan keluarga, kan?”
“Yah, kurang lebih begitu.”
Tampaknya, siswa-siswi di sini menyadari fakta bahwa sekolah ini unik.
“Cuman, aku belum pernah mendengar nama keluarga Tomonari. Apa pekerjaan keluargamu?”
“Keluargaku menjalankan perusahaan IT. Yah, tapi itu tidak terlalu besar...”
Mengingat pengaturan cerita yang Shizune-san buatkan untukku, aku menjawab pertanyaan Asahi-san. Keluargaku menjalankan perusahaan IT menengah, dan aku adalah pewaris perusahaan tersebut.
Saat Asahi-san dan Taisho-san mendengar jawabanku, mereka saling memandang dan mengangguk.
“Karena di pelajaran sebelumnya kau terlihat seperti mengalami kesulitan, jadi aku hanya menduga ini..., Tomonari-kun, kau telah hidup lebih seperti orang biasa, kan?”
“...Begitulah,” tegasku Asahi-san, saat dia tersenyum menggodaku.
“Kau tahu, yang namanya siswa pindahan itu memiliki dua pola. Pertama adalah seseorang yang telah belajar dengan baik di sekolah lain untuk lebih meningkatkan keterampilannya. Dan yang kedua adalah orang yang tidak banyak belajar, tapi karena alasan keluarga, mereka terpaksa menghadiri akademi ini. Dalam kasus pertama, sebagian besar siswa berasal dari keluarga yang relatif kaya, sedangkan dalam kasus terakhir, kebanyakan dari mereka berasal dari masyarakat biasa.”
“Tapi, bagi mereka yang menghabiskan seluruh hidupnya bersekolah di sekolah biasa, akan sulit untuk tiba-tiba mengikuti kurikulum sekolah ini, kan? Karenanya, para siswa yang berada dalam situasi yang sama berkumpul untuk saling mendukung. Aku dan Asahi adalah siswa yang lebih seperti orang biasa. Aku yakin kami dapat membantumu, Tomonari.”
“Jadi begitu, ya...”
Setelah mendengar penjelasan dari mereka, aku menganggukkan kepalaku.
Singkatnya, sebagai sesama orang biasa, mereka bermaksud untuk mengajariku yang merupakan siswa baru tentang berbagai hal. Seperti yang bisa diharapkan dari siswa-siswi Akademi Kekaisaran..., mereka sangat baik hati.
“Terima kasih banyak. Aku sangat menghargainya.”
“Gak usah menggunakan bahasa yang formal. Kita ‘kan teman sekelas.”
“Karena alasan keluarga, aku harus berbicara seperti ini.”
“Oh gitu yah, apa boleh buat... Lagian itu adalah cerita yang umum.”
Di dalam hatiku, aku sudah memanggilnya dengan ‘Taisho’.
Aku diberi tempat tinggal di mansion, makan tiga kali sehari, dan dibayar 20.000 yen sehari. Untuk itu, aku akan memainkan peran pewaris.
“Ngomong-ngomong, ada satu hal yang mau kutanyakan padamu, Tomonari.” ucap Taisho, dengan ekspresi penasaran di wajahnya. “Kau——hubungan macam apa yang kau miliki dengan Konohana-san?”
Mendengar pertanyaan itu, aku merasa seolah-olah udara yang ada di dalam kelas membeku dengan suara yang menusuk.
Eh? Apa...?
Barusan, untuk sesaat, aku melihat pemandangan di mana aku baru saja dipenggal.
“Tadi pagi kalian pergi ke sekolah bersama-sama, kan?”
“Y-Yah..., orang tuaku dengan orang tuanya Konohana-san memiliki hubungan, jadi kami sudah saling mengenal sejak lama. Karenanya, aku memintanya untuk membimbingku berkeliling akademi.”
“Apakah itu benar-benar semuanya?”
“Ya, cuman itu saja...”
“Ini tidak seperti kalian bertunangan atau semacamnya, kan?”
“Bertunangan...? Tidak, sama sekali tidak.”
Bagiku yang merupakan orang biasa, keberadaan yang disebut tunangan adalah sesuatu seperti urban legend.
Saat aku mengangkat bahu, Taisho menggigil dan tersenyum lebar.
“Astaga, kau sangat membuatku takut, tau!!”
“Whoa!?” aku mengerang saat dia menepuk pundakku.
Aku jadi bingung terhadap Taisho yang tiba-tiba menjadi sangat ramah. Dan pada saat yang sama, aku bisa merasakan bahwa ketegangan yang kurasakan sebelumnya telah menjadi lebih rileks, dan teman-teman sekelasku sekali lagi mengobrol dengan damai.
“Yah, yang barusan itu sungguh momen yang menegangkan.”
“Apa maksudmu Asahi-san...?”
“Begini..., Konohana-san itu orang yang sangat terkenal di akademi kita. Bagaimanapun juga, dia adalah putri dari Grup Konohana, memiliki nilai terbaik di akademi, dan memiliki penampilan yang cantik jelita.”
Aku menganggukkan kepalaku, lalu mendesaknya untuk melanjutkan ceritanya.
“Hanya saja, Konohana-san tidak pernah memiliki cerita romantis dengan siapapun sebelumnya. Jadinya kupikir, dia memiliki seorang tunangan di luar sekolah ini... Kemudian tadi pagi. Tomonari-kun datang ke sekolah bersama dengan Konohana-san, ‘kan? Itu sebabnya, [Apa dia itu tunangannya Konohana-san?], semua orang berpikiran seperti itu.”
“...Begitu ya..., jadi di akademi ini ada hubungan pertunangan, ya...”
“Begitulah, aku sih tidak punya. Tapi jika itu adalah keluarga setingkat keluarganya Konohana-san, wajar saja jika mereka memiliki tunangan.”
Kalau dipikir-pikir, pecakapan ini mengingatkanku bahwa aku belum pernah mendengar apakah Hinako memiliki tunangan atau tidak. Yah, karena dia sedang dalam proses mempertimbangkan siapa yang akan dia nikahi, kurasa dia tidak punya. Tidak..., mungkin perihal memiliki tunangan mengganggunya.
“Ngomong-ngomong, aku juga tidak memiliki tunangan. Di masa depan, kalau kau bertemu dengan seorang gadis cantik, tolong perkenalkan aku padanya ya, Tomonari.”
“Akan kuusahakan.” aku hanya tersenyum dan menjawabnya begitu.
Saat aku berbicara dengan Asahi-san dan Taisho, aku jadi merasa sedikit santai. Pada awalnya, aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi ketika aku dipindahkan ke Akademi Kekaisran, tapi... secara tidak terduga, kurasa aku bisa melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik dari yang kupikirkan.
Tepat saat akademi memulai waktu istirahat makan siang.
“Tomonari, apa yang kau lakukan untuk makan siang ini?”
“Kalau kami mau pergi ke kantin...”
Saat aku menyimpan buku pelajaranku di tas, Taisho dan Asahi-san mendekatiku.
“Maaf ya, aku punya sedikit urusan saat makan siang...”
“Urusan?”
Terhadap Taisho yang memiringkan kepalanya, aku menjelaskan.
“Saat istirahat makan siang, aku harus tetap berhubungan dengan orang tuaku. Jadinya, aku akan makan siang dengan bekal yang kubawa.”
“Begitu ya..., sepertinya orang tuamu itu terlalu protektif ya, Tomonari?”
“Ya..., begitulah.”
Ini juga merupakan bagian dari pengaturan cerita yang dipikirkan oleh Shizune-san. Saat aku pertama kali mendengar tentang ini, aku bertanya-tanya, apakah mereka bisa tertipu karena alasan itu, tapi menilai dari ekspresi wajah mereka, tampaknya ketakutanku sama sekali tidak berdasar.
“Kalau dipikir-pikir, rasanya Konohana-san juga sama seperti itu, kan? Dia selalu pergi saat makan siang.”
“Ya..., rumor mengatakan kalau dia membantu bisnis keluarganya selama waktu istirahat makan siangnya. Kudengar dia melakukan panggilan konferensi atau semacamnya.”
Saat aku mendengarkan percakapan mereka, aku melirik ke arah Hinako yang duduk di depanku.
“Konohana-san, kalau kau tidak keberatan, mau tidak pergi ke kantin bersama kami?”
“Maaf, aku harus melakukan beberapa pekerjaan kantor saat makan siang...”
“O-Oh iya ya, tidak apa-apa kok. Maafkan aku.”
Setelah dengan sopan menolak ajakan dari teman sekelasnya, Hinako mengeluarkan bekal makan siangnya dari tasnya dan meninggalkan kelas. Melihat ini, aku juga menarik kursiku dan berdiri.
“Baiklah, sampai nanti.”
“Oke.”
“Kapanpun kau ingin pergi ke kantin, beri tahu saja kami, oke!”
Setelah berpisah dari mereka berdua, aku berjalan keluar kelas dan langsung mencari Hinako. Dia sedang berjalan sendirian di koridor. Aku mengikutinya, dan tentu saja, sambil menjaga jarak tertentu darinya.
Setiap kali dia berjalan di dekat ruang kelas, Hinako terus dipanggil berkali-kali oleh siswa-siwi lain, tapi pada saat dia melewati koridor, tatapan dari orang-orang di sekitarnya mulai berkurang.
Di seberang taman akademi, ada aula siswa lama. Bangunan itu tidak lagi digunakan karena usianya dan beberapa faktor lainnya. Namun, mengingat penampilan dari institut tersebut, pembersihan secara rutin terus dilakukan.
Aku menaiki tangga ke atap. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang di sekitarku, aku membuka pintu.
“Kerja bagus~” [Catatan Penerjemah: Otsukare~.]
Duduk di lantai, Hinako menyapaku dengan ekspresi santai.
“.....Kerja bagus.” [Catatan Penerjemah: Otsukaresamadesu.]
“Cara bicaramu.”
“Ya, ya.”
Sambil memberinya salam yang formal, aku duduk di sebelah Hinako.
“Kau selalu makan siang di sini, kan?”
“Ya. Soalnya kalau di sini tidak ada orang lain.”
Sebagai pengurusnya, setiap saat aku harus berada di sisi Hinako. Dalam hal ini, tampaknya mulai sekarang aku akan menghabiskan waktu istirahat makan siangku di atap ini.
“Bagaimana akademinya...?”
“Sekolah yang bergengsi memang hebat. Kupikir kemarin aku telah melakukan banyak sekali persiapan, tapi bahkan setelah melalui itu, aku masih mengalami kesulitan saat mengikuti pembelajaran.”
“Lakukanlah yang terbaik... Kalau kau sampai mendapatkan nilai yang jelek, kau mungkin akan diberhentikan sebagai pengurusku.”
“......Itu gawat.”
Kalau saja aku tidak bertemu dengan Hinako, aku akan kehilangan rumah dan tidak bisa menghadiri sekolah lagi. Mempertimbangkan hal ini, aku sekarang berada di lingkungan yang sangat diberkati. Karenanya, aku harus bekerja jeras untuk tidak diusir dari lingkungan ini.
“Ayo makan?”
“...Ya.”
Bersama Hinako, aku membuka tutup kotak bekal makan siangku. Bekal yang disiapkan oleh pelayan keluarga Konohana ini sangat mewah dengan ada banyak bahan-bahan langka yang melimpah.
“Luar biasa..., aku belum pernah melihat bekal berkualitas tinggi seperti ini sebelumnya.”
“Mm, tapi makanan yang ada di kantin jauh lebih mewah.”
“Begitukah..., terus kenapa kau tidak makan di kantin saja?”
“Rasanya menyebalkan kalau harus mengkhawatirkan mata orang-orang di sekitarku.”
Jadi begitu ya. Kurasa dia tidak menyukai label selebriti.
“Selain itu..., dengan membawa bekal, aku bisa makan makanan favoritku.”
“Jadi ada makanan yang tidak kau sukai? Seperti apa misalnya?”
“Wortel, paprika, kacang hijau, jamur shiitake, plum kering, tomat, labu...”
“Itu banyak sekali. Atau lebih tepatnya, bukankah kau hanya tidak menyukai sayuran?”
“Oh, jadi aku ketahuan, ya!” ucap Hinako, dengan senyum masam di wajahnya.
Dia benar-benar memiliki kesan yang sangat berbeda dari saat dia berada di kelas. Jika Taisho atau Asahi-san melihatnya yang seperti ini, mungkin mereka akan sangat terkejut sampai jantung mereka seperti akan melompat keluar dari dada mereka.
Mengulurkan sumpitnya ke kotak bekal makan siangnya, Hinako mulai makan. Namun, makanan di antara sumpitnya tumpah dan berceceran.
“Kau menumpahkannya...”
“Mm?”
“Jangan cuman ‘Mm?’ aja...”
Sekarang aku mulai memahami pentingnya keberadaan seorang pengurus... Ini lebih seperti mengasuh daripada mengurus. Entah bagaimana, Hinako mampu berperilaku sempurna saat berada di depan orang lain, tapi saat dia sendirian, dia tidak mampu melakukan banyak sekali hal. Kalau dipikir-pikir, aku ingat bahkan ketika kami diculik, dia menumpahkan minuman dari botol air mineral.
“Suapin.”
Sambil membuka mulutnya, Hinako mengulurkan kotak bekal makan siangnya padaku. Nah, akan sayang sekali kalau isi bekalnya sampai tumpah kemana-mana. Dan karena tidak ada orang lain di sekitar kami, yah..., baiklah.
“...Nih, aaa.” aku mengambil lauk secara acak dan membawanya ke mulut Hino.
“Mmm.....tidak buruk.” ucap Hinako, terlihat puas. “Kenapa kau tidak makan juga, Itsuki?”
“Kau benar.”
Atas saran Hinako, aku mengulurkan sumpitku ke kotak bekal makan siangku. Untuk saat ini, aku memutuskan untuk mencoba telur gulung yang merupakan hidangan standar di kotak bekal makan siang.
“Nyam! Apa ini!? Enak sekali!”
Begitu aku menggerakkan sumpitku, aku jadi tidak bisa berhenti sampai bekalku habis. Daging, ikan, salad, semuanya terasa sangat enak.
“Yang mana favoritmu?”
“Favoritku ya..., Semuanya terasa enak, tapi jika aku harus memilih satu, maka itu adalah telur gulung yang kumakan di awal.”
“Kalau begitu, kuberikan ini padamu.”
“Eh?”
“Sebagai balasannya. Nah, aaa!”
Meletakkan telur gulung di antara sumpitnya, Hinako membawanya ke mulutku. Aku merasa sedikit malu dan enggan saat dia melakukan ini padaku, tapi di depanku, tidak ada tanda-tanda kalau Hinako merasa malu. Jadinya, aku tidak punya pilihan selain membuka mulutku dan memakan terlur gulung itu.
“...Apa rasanya enak?”
“Enak sih..., tapi apa kau yakin memberikannya padaku?”
“Tentu saja, lagian ‘kan aku adalah tuanmu. Jadi aku harus memberimu makan.”
“Memberiku makan, ya...”
“Selain itu, kalau kau sampai meraasa bosan denganku, aku yang akan bermasalah.”
Suaranya terdengar sedikit lebih serius dari biasanya. Mungkin itu hanya imajinasiku, tapi aku tidak bisa mengabaikannya, jadi secara tiba-tiba, aku bertanya kepadanya.
“Ngomong-ngomong, sebelum aku menjadi pengurusmu, kau memiliki pengurus lain, kan? Kenapa orang itu sampai berhenti?”
“Entahlah?” ucap Hinako, memiringkan lehernya.
Kagen-san bilang orang itu berhenti karena stres, tapi yang tidak kuketahui adalah alasan orang itu menjadi stres.
“Berapa lama pengurus lamamu bekerja sebelum dia berhenti?”
“Mungkin, sekitaran dua minggu...”
“Eh.”
Itu jauh lebih singkat dari yang kukira.
“Yang sebelumnya lagi, kupikir sekitaran tiga minggu. Dan yang paling lama ada satu bulan.”
“...Apa kau tahu kenapa mereka sampai berhenti begitu cepat...?”
“Entahlah.”
“Entahlah?”
Sama seperti sebelumnya, Hinako memiringkan kepalanya.
Dia tidak terlihat seperti dia menyayangkan hal tersebut, tapi dia sepertinya tidak peduli juga. Mungkin Hinako tidak terlalu peduli dengan pengurus yang selama ini mengurusnya.
“Padahal kupikir tidak ada pekerjaan lain dengan kesepakan yang sebagus ini.”
“...Kesepakatan yang bagus?”
“Ya. Karena ini adalah pekerjaan yang diberi tempat tinggal, makan tiga kali sehari, dan diatas itu, dibayar dua puluh ribu yen per harinya. Tentu ini banyak tekanannya, tapi ini adalah pekerjaan yang cukup bagus. Belajar di akademi juga sangat sulit..., tapi itu tidaklah buruk kalau kau berpikir bahwa dirimu akan menjadi orang yang berpendidikan...”
Di dunia ini, ada begitu banyak orang yang ingin belajar namun tidak bisa melakukannya. Terutama aku, yang hampir menjadi salah satu dari mereka.
“Bagaimana denganku?”
“Eh...?”
“Dalan kesepakatan yang bagus itu..., bagaimana denganku?”
Aku tidak yakin aku mengerti pertanyaan itu.
“Apa maksudmu...?”
“Muu~.” Mengembungkan pipiya, Hinako menampilkan wajah yang tidak puas.
“Apa kau tidak tertarik mengincar reverse gem.”
[Catatan Penerjemah: Idiom mengincar reverse gem ‘Gyaku Tamanokoshi atau Gyakutama (逆玉の輿)’, artinya, mengincar suatu hubungan yang didasarkan atas harta. Bahasa kasarnya sih, matre. Di atas, Hinako menyebutkan itu dengan kata ‘Gyakutama’.]
“Tidak..., hal seperti itu...”
Apa yang dia maksud dengan reverse gem barusan adalah sama dengan reverse gem yang kutahu? Itu adalah keinginan yang tidak layak bagiku sebelum bertanya apakah aku tertarik atau tidak. Lagiam sejak awal, aku tidak berada dalam posisi untuk berbicara secara setara dengan putri dari Keluarga Konohana seperti ini.
“Itsuki, jangan sampai kau berhenti ya.”
“Saat ini, aku tidak berniat untuk berhenti.”
Saat aku menjawab begitu, Hinako tersenyum lembut dan membaringkan badannya.
“Aku mau tidur.”
“...Kau mau bantal?”
“Mm.”
Karena ada pertukaran yang sama seperti ini ketika kami diculik, aku segera mengerti apa yang dia coba lakukan selanjutnya. Karenanya, segera setelah aku memberishkan pangkuanku, Hinako meletakkan kepalanya di pangkuanku.
“Ehehehe—... ini kenyamanan yang luar biasa untuk tidur...”
“Terima kasih untuk itu...”
Menaruh kepalanya di pangkuanku, Hinako segera mulai bernapas dalam tidurnya. Melihatnya yang seperti ini, aku menyadari bahwa wajah Hinako dalam kondisi yang sempurna. Dia masih memiliki sedikit kepolosan di wajahnya, tapi dia jauh lebih cantik dari kebanyakan model.
Seorang siswa laki-laki yang sehat mungkin sangat senang dengan situasi ini. Tapi entah kenapa, bukannya bergairah, aku justru merasa tenang.
“Entah bagaimana, seperti tidak ada jarak di antara kami...”
Aku tidak berpikir ada jarak seperti sesuatu antara pria dan wanita. Tentunya, terkadang aku menyadari dirinya sebagai anggota lawan jenis, tapi aku yakin kalau Hinako tidak sepertiku, jadinya aku bisa mengendalikan diriku.
Aku diberi gelar pengurus sederhana, tapi kenyataannya, hubungan itu tampak lebih misterius.
Namun... tingkat kenyamanannya tidak seburuk yang kukira.
“Hmm...?”
Tiba-tiba, aku merasakan getaran dari pangkal kaki kananku. Ponsel di sakuku sepertinya melaporkan panggilan masuk.
Di Akademi Kekaisaran ini, penggunaan ponsel dan komputer hanya diperbolehkan selama waktu istirahat. Rupanya, beberapa anak orang kaya sudah terlibat dalam pekerajaan perusahaan sekaligus menjadi seorang pelajar, dan ini sepertinya menjadi alasan untuk perlakuan ini. Memang sih, saat tiba waktunya istirahat tadi, aku merasa seperti mendengar topik ‘day trade’ dari suatu tempat.
“Shizune-san...?”
Aku menggumamkan nama di layar lalu mengangkat telepon.
[Anda terlalu lama mengangkatnya. Lain kali tolong segera angkat dalam 5 getaran.]
“...Itu agak murah hati.”
[Saat berada di akademi, Itsuki-sama tidak akan bisa menganggapi panggilan secara tiba-tiba. Jadi tentu saja saya akan memperimbangkan sebanyak itu,]
Shizune-san tidak hanya orang yang ketat, tapi dia juga orang yang selalu mencari hasil yang tinggi. Dalam pekerjaan sambilanku, aku telah bekerja untuk berbagai atasan, tapi menurutku, Shizune-san adalah atasan yang terbaik, termasuk dalam hal keketatannya.
[Sekarang akademi memasuki waktu istirahat, kan? Sampai Itsuki-sama terbiasa dengan pekerjaan sebagai pengurus, saya akan memeriksa situasi seperti ini selama istirahat makan siang.]
“......Terima kasih banyak”
[Apa Ojou-sama bersama anda?]
“Iya, sekarang, dia sedang tidur.”
Kupikir aku tidak perlu repot-repot memberitahunya tentang bantal pangkuan.
[Apa anda ada mengalami masalah?]
“Untuk saat ini sih tidak ada...., tapi jika aku harus mengatakannya, maka pelajaran di akademi sangat sulit.”
[Kalau begitu ayo lakukan lebih banyak persiapan untuk hari ini.]
“Ehh, kok malah jadi senjata makan tuan gini.”
[Tampaknya kejujuranmu tumbuh dengan baik.]
Tidak, di saat yang sama itu juga berarti aku bodoh.
“Ngomong-ngomong, sebelumnya aku mendengar tentang ini dari Hinako... Apakah benar pengurusnya sejauh ini akan berhenti bekerja setelah paling lama satu bulang menjalani pekerjaannya?”
[...Itu benar] jawab Shizune-san, dengan kesan yang seolah dia kesulitan mengatakannyan
“Boleh tidak aku tahu alasannya?”
[Sampai sekarang, semua pengurusnya adalah bawahan Ayah Ojou-sama, Kagen-sama. Namun, menjadi bawahan Kagen-sama juga menjadi bawahannya Hinako-sama. Oleh karena itu, bahkan ketika mereka bertindak sebagai pengurus, sikap mereka sebagai pelayan pasti akan dikedepankan..., hal itu menyebabkan suasana hati yang buruk bagi Ojou-sama.]
“...Apa itu berarti Hinako tidak menyukai sikap yang menjadi seperti pelayannya?”
[Yah, daripada dikatakan kalau dia tidak menyukai sikap yang menjadi seperti pelayannya, lebih tepatnya dia tidak menyukai sikap mereka yang begitu tegang.]
Yah, kurang lebih aku mengerti itu.
[Ini adalah pertama kalinya kami mempekerjakan orang biasa yang tidak ada hubungannnya dengan keluarga Konohana sebagai pengurus. Dan ketika kami mengalami kesulitan untuk menemukan pengurus berikutnya, Ojou-sama merekomendasikanmu, jadi kami mempekerjakanmu sebagai percobaan.]
“Jadi begitu ya...”
Dari ditunjuk sebagai pengurus hingga pemindahan ke akademi, semuanya berjalan begitu cepat dan lancar sehingga aku sedikit khawatir, tapi sepertinya ini adalah ekspresimen untuk keluarga Konohana. Ini adalah kebijakan untuk mencoba segalanya sebelum memikirkannya, jadi kupikir itu adalah keputusan yang cepat.
[Bagaimana dengan hubungan anda dan Ojou-sama di akademi?]
“Untuk saat ini, aku hanya menjelaskan bahwa ada hubungan antara orang tua kami.”
[Itu pengaturan cerita. Tolong terus jaga jarak seperti itu. ......Apa anda sudah menjalin pertemanan?]
“Karena ini masih hari pertamaku di akademi, jadinya aku belum terlalu menjalin pertemanan... Tapi aku telah berbicara cukup baik dengan Asahi Karen dan Taisho Katsuya.”
[Fumu. Asahi-san dan Taisho-san, ya?] gumam Shizune-san dengan singkat, lalu lanjut berbicara. [Keluarga Asahi-sama menjalankan bisnis retail..., semacam toko eletkroik. Perusahaannya bernama Jaz Holdings.]
“...Aku tidak pernah mendengar nama perusahaan itu.”
Asahi-san dan Taisho mengatakan bahwa mereka adalah murid yang lebih dekat dengan orang biasa. Dengan kata lain, kurasa perusahan mereka bukanlah perusahaan yang besar seperti perusahaan yang diatur untukku.
[Begitukah? Saya pikir Jaz Elektronik adalah toko yang terkenal.]
“...Eh? Jaz Elektronik?”
[Ya.]
Kalau Jaz Elektronik aku pernah mendengarnya, malahan aku menggunakan produknya. Itu adalah toko yang telah muncul di iklan TV berkali-kali, dan sebagian besar mantan teman SMA-ku pasti mengetahuinya.
“B-Bukankah itu adalah toko yang sangat terkenal...!”
[Anda benar. Sebagai toko ritel peralatan elektronik, penjualan mereka termasuk ke dalam lima teratas di Jepang,]
Oi, oi..., apanya yang lebih dekat dengan orang biasa? Bukankah dia adalah Ojou-sama yang luar biasa?
[Ngomong-ngomong, keluarga Taisho-sama menjalankan perusahaan transportasi besar yang terkenal dengan nama Transportasi Taisho.]
“Itu juga terkenal...”
[Begitulah.]
Aku merasa seperti telah dibohongi. Kedua perusahaan tersebut adalah perusahaan yang ternama.
[Bisnis keluarga teman sekolah anda akan sering dibicarakan dan perlu diketahui. Harap terus melaporkan pada kami perkembangan koneksi anda. Ngomong-ngomong, keluarga Itsuki-sama dibuat seolah-olah menjalankan perusahaan IT, jadi mulai hari ini, anda juga akan mempelajari hal-hal yang terkait dengan IT. Setidaknya, anda harus mempelajari beberapa pemrograman.]
“...Mohon bimbingannya.”
[Harap terus berada di sisi Ojou-sama. Jika ada masalah, mohon segera laporkan pada saya.]
Dengan mengatakan itu, panggilan dengan Shizune-san berakhir.
Saat aku menghela nafas dalam-dalam, aku menyadari bahwa Hinako sedang menatap lurus ke arahku.
“Itsuki..., ada apa?”
“Tidak, ermm, aku hanya kehilangan kepercayaan diri dalam berbagai hal...”
Aku ingin tahu, apa aku benar-benar bisa beradaptasi di akademi seperti ini? Baik kanan maupun kiri, semuanya penuh dengan orang-orang elit. Aku merasa suatu saat nanti akan aku akan melakukan kekacauan dan menimbulkan masalah bagi Keluarga Konohana.
“Hei.”
“Ada apa...?”
“Kenapa kau menunjukku sebagai pengurusmu?”
“Hmm......” Setelah berpikir sejenak, Hinako menjawabku. “Karena kupikir..., kau tidak akan cari muka.”
“...Cari muka?”
“Mm.” tegas Hinako dengan singkat.
“Aku suka dengan caramu yang mengurusku..., seperti saat ketika kau mengatakan ‘Ya ampun, mau bagaimana lagi’.”
Aku tidak berpikir kalau konteks yang sebelumnya dan sesudahnya berhubungan. Yah, mungkin dia lagi ngigau.
“Di pelajaran sore ini..., aku ingin bolos.”
“......Tidak boleh.”
“Eeh~...”
Setelah waktu istirahat makan siang selesai, pelajaran kelima dimulai.
“Kalau begitu..., Taisho-kun, bisakah kau mengerjakan soal ini?”
“Eh? ...M-Maaf, aku tidak mengerti.” Taisho, yang ditunjuk oleh guru, mengatakan itu dengan nada meminta maaf.
“Kalau begitu, Konohana-san. Tolong gantikan dia mengerjakan soal ini.”
“Baik.”
Hinako ditunjuk sebagai pengganti Taisho.
Berdiri di depan papan tulis, dia mengambil kapur dan menuliskan jawaban dari soal tersebut.
“Ini jawabannya.”
“Itu jawaban yang tepat. Terima kasih sudah mau mengejarkan.”
Saat Hinako kembali ke kursinya, teman-teman sekelasnya memandanginya dengan perasaan hormat.
Aku sungguh tidak percaya kalau dia adalah orang yang sama dengan gadis yang sebelumnya tidur nyenyak di pangkuanku. Ya ampun, padahal tadi dia berencana untuk membolos...
Kemudian, bel bedering dan kami memasuki waktu jeda.
Saat aku memutar bahu untuk mengendurkan otot-ototku yang terasa kaku, Taisho dan Asahi-san mendekatiku.
“Fuuaaaa, lelah banget. Aku tidak menyukai pelajaran kelima karena itu membuatku mengantuk.” ucap Taisho, sambil menguap.
“Oh, bukankah ini adalah Taisho-kun yang di pelajaran sebelumnya tidak bisa menjawab saat ditunjuk?”
“Ugh..., habisnya mau bagaimana lagi. Aku membuat kesalahan dalam persiapanku.”
Tampaknya persiapan itu sangatlah penting untuk dapat mengikuti pelajaran yang diberikan di Akademi Kekaisaran.
Terkesan dengan Taisho, aku dengan santai melihat ke tempat duduk Hinako.
Lah, kok Hinako tidak ada?
Saat menyadari bahwa Hinako tidak ada di kelas, aku segera berdiri dari tempat dudukku.
“Aku mau pergi ke toilet sebentar.”
Setelah mengatakan itu pada mereka bedua, aku segera pergi mencari Hinako. Belum ada lebih dari lima menit sejak pelajaran sebelumnya berakhir, harusnya dia tidak terlalu jauh dari kelas. Untuk memastikan, aku meninggalkan kelas dan melihat-lihat ke sekeliling koridor—dan segera aku menemukannya dengan mudah.
“...Astaga, jadi Hinako cuman mau ke toilet?”
Sambil mengobrol dengan beberapa siswi, Hinako masuk ke toilet.
Beberapa menit kemudian, Hinako kembali ke kelas dan segera duduk di bangkunya.
Segera setelah aku mencoba kembali ke kelas, ponselku melaporkan adanya panggilan masuk.
[Apa situasi di sana baik-baik saja?]
“Iya.”
Aku punya gagasan tentang si pemanggil, dan seperti dugaanku, pihak lain adalah Shizune-san.
[Ada kemungkingan kalau Ojou-sama menjatuhkan dompetnya,]
“Dompetnya?”
[Iya. Ada perbedaan antara informasi lokasi pemancar yang terpasang pada Ojou-sama dan pemancar yang terpasang di dompetnya.]
“...Aku tidak tahu kalau ada pemancar yang terpasang padanya.”
Kau ini sampai seberapa tidak dipercayainya sih, Hinako?
“Aku akan segera mencarinya...., ngomong-ngomong, apa kau tahu dimana letak pemancarnya?”
[Aku cukup yakin itu terletak di sisi barat bangunan utama, tapi diluar itu, sulit bagiku untuk mengatakan letak pastinya.]
Sisi barat bangunan utama?
Mempertimbangan timing dari paggilan ini dan informasi lokasi tersebut. Itu artinya.......
“Mungkin..., dompetnya terjatuh di toilet.”
[......Oh, jadi begitu ya.]
Dia pasti menjatuhkannya saat dia pergi ke toilet sebelumnya.
[Meskpun di depan umum dia adalah Ojou-sama yang sempurna, tapi dia pasti akan sendirian ketika berada di dalam toilet. Dia itu sering sekali menjatuhkan barang-barangnya.]
“Jadi begitu......”
[Yang jelas, saya ingin anda mengambilkannya.]
Dengan itu, Shizune-san mengakhiri panggilannya.
“Tidak, sekalipn dia bilang untuk mengambilkannya...”
Untuk saat ini, aku pergi ke toilet wanita dan berhenti tepat di depannya saat aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sebagai seorang pria, aku tidak bisa masuk ke dalam. Apa yang harus kulakukan?
“Hei, kau yang di sana?”
Ketika aku kebingungan, sebuah suara memanggilku dari samping. Saat aku menoleh, di sana ada seorang siswi dengan penampilan yang sangat mencolok. Dia memiliki rambut emas panjang yang dililit secara spiral—yang disebut gulungan vertikal pirang. Gadis yang hanya pernah kulihat di dunia manga itu memiliki style yang sangat bagus sehinga itu bisa diketahui meski dia mengenakan seragam sekolah, dan warna kulitnya bahkan putih sekali. Mata cokelatnya memiliki kilatan yang tajam, menunjukkan bahwa dia ini orang yang berpikiran tajam.
“Kau ngapain di sini?”
“Tidak, erm...”
“Oh, kalau dipikir-pikir, aku masih belum memperkenalkan diriku.” kata gadis itu terhadapku yang kebingungan.
“Aku Mirei Tennoji! Aku adalah putri satu-satunya dari pemimpin Grup Tennoji!”
Dengan penuh kebanggaan dan agak sombong, gadis itu menyebutkan namanya.
“Hah.”
“Kenapa kau malah menjawab ‘hah’ yang linglung seperti itu? Tidak mungkin ‘kan kalau kau tidak mengetahui tentang Grup Tennoji.”
“......Maaf.”
Setelah meminta maaf seperti itu, mata Tennoji-san membelalak.
“M-Mustahil, kau tidak tahu? I-I-I-Itu Grup Tennoji loh?”
“Aku minta maaf atas ketidaktahuanku.”
“Itu lebih dari sekedar ketidaktahuan, tahu!”
Teriakan yang bernada tinggi menusuk telingaku.
“Grup Tennoji adalah grup super besar yang asal-usulnya dari manajemen penambangan! Sekarang, Grup tersebut menjadi rumah bagi produsen logam non-besi di Jepang serta produsen bahan kimia utama, dan juga, skalanya sebanding dengan Grup Konohana!”
“......Begitukah?”
Aku dibuat kewalahan terhadap Tennoji-san yang berbicara dengan keras.
“Reaksi itu..., kau pasti tahu tentang Grup Konohana, kan?”
“Eh, ya, begitulah.”
“S-Seperti yang kupikirkan, aku tidak menyukainya, Hinako Konohana...! Karena wanita itu, ketenaranku jadi tidak menyebar...!!”
Saat dia mengatakan itu, wajahnya menjadi merah padam dia menggigil marah. Sepertinya dia punya dendam pribadi.
“...Terus, apa kau sedang dalam masalah?”
Saat Tennoji-san dengan tenang menanyakan hal itu, aku jadi teringat akan tujuan awalku ke sini.
“Di dalam toilet ini tampaknya ada dompet yang tertinggal, jadi aku bertanya-tanya, bagaimana cara supaya aku bisa mengambilnya.”
“Jika itu masalahnya, aku bisa mengambilkannya untukkmu. Harap tunggu sebentar.”
Mengatakan itu, Tennoji masuk ke dalam toilet.
Semenit kemudian, Tennoji-san keluar dengan membawa dompet merah muda di tangannya.
“Yang ini kan?”
“Ya, terima kasih.”
“Mungkin agak terlambat untuk menanyakan ini, tapi kenapa kau yang seorang laki-laki bisa tahu kalau ada dompet yang tertinggal di toilet wanita?”
“Aaah..., tentang itu...”
Memperkerjakan otakku dengan keras untuk mencari jawaban atas pertanyannya, aku kemudian menjawabnya.
“Pemilik dompet ini menyuruhku untuk mencarikannya..., dan setelah memikirkan berbagai kemungkinan, kupikir itu mungkin ada di dalam toilet.”
Aku melontarkan jawaban yang hampir mirip dengan kenyataannya.
Tampaknya, Tennoji-san memandang Hinako sebagai musuh, namun ia sepertinya tidak menyadari bahwa pemilik dari dompet tersebut adalah Hinako. Jika demikian, dia pasti akan puas dengan jawaban yang barus saja kuberikan padanya..., atau begitulah yang kupikirkan, tapi...
“Kau..., bukannya kau hanya dijadikan sebagai pesuruh?” kata Tennoji-san, dengan nada ketidakpuasan. “Kau tidak boleh seperti itu. Karena kau menghadiri akademi ini, maka tentunya di masa depan nanti kau akan berada di posisi otoritas, kan? Kalau sekarang kau dipermainkan oleh orang-orang seperti ini, aku tidak apakah akan masa depan untuk dirimu.”
“Errm, aku akan hati-hati.”
“Aku tidak begitu yakin tentang itu. Kau harus mengatakannya dengan lebih jelas.”
“Aku Akan Berhati-Hati!”
“...Nah, bukannya kau bisa melakukannya jika kau mau mencobanya?” seru Tennoji-san, sambil mengangguk puas. “Dan juga, kau perlu sedikit menegakkan posturmu. Bagaimanapun juga, kepercayaan diri lahir dari postur, benar begitu bukan?”
Seperti yang dia bilang, aku menegakkan punggungku.
“Nah, begitu saja tidak apa-apa.” melihatku yang seperti itu, Tennoji-san menunjukkan senyumannya. “Sepertinya pelajaran selanjutnya akan segera dimulai. Jika kedepannya kau mendapati masalah, maka carilah rambut emas ini.”
Mengatakan itu, Tennoji-san menunjuk ke arah rambutnya sendiri.
Tentunya, itu adalah sesuatu yang bisa dijadikan sebagai label, tapi pada saat yang sama, itu adalah sesuatu yang membuatku merasa penasaran.
“Errrm..., aku mau bertanya sesuatu yang sederhana, apa di akademi ini diperbolehkan untuk mewarnai rambut seperti itu?”
“Ap—!?”
Tennoji-san yang hendak pergi dari sini dengan anggun sontak berhenti di jalurnya dengan teriakan yang aneh.
“M-Menurutmu, rambutku ini diwarnai...?”
“Eh, apa aku salah?”
“M-Menurutmu..., rambutku ini sama seperti logam rendahan yang dicat berwarna emas..?”
“Aku ‘kan tidak mengatakannya sampai sejauh itu.”
Aku yakin kalau aku mengatakan bahwa itu adalah pertanyaan yang sederhana. Ini tidak seperti aku mengejeknya atau semacamnya.
“T-Tidak...” ucap Tennoji-san dengan bisikan, kemudian dia melanjutkan. “Aku tidak mewarnainya...!!”
Sambil berteriak begitu, Tennoji-san berlari ke koridor.
“...Dia pasti mewarnainya.”
Semua pelajaran untuk hari ini telah berakhir, dan akademi memasuki waktunya pulang sekolah.
“Yo, Tomonari. Kerja bagus untuk hari ini.”
“Hei? Bagaimana kalau setelah ini kita mengadakan pesta untuk menyambut kepindahanmu?”
Aku didekati oleh Asahi-san dan Taisho, kemudian ditanyai begitu. Namun, aku meminta maaf pada mereka dengan senyum pahit.
“Maaf, tapi aku disuruh untuk pulang secepat mungkin.”
“Yah, kurasa memang begitu saat kau masih hari pertama menghadiri akademi ini.” kata Taisho, dengan kesan penyesalan.
Aku mulai merasa tidak enak tentang ini. Meskipun sejak pagi tadi mereka sudah baik kepadaku, aku menolak undangan mereka saat siang hari untuk pergi makan siang, dan bahkan sepulang sekolah juga demikian. Sudah sewajarnya bagiku untuk memprioritaskan pekerjaanku sebagai pengurus, tapi... aku ragu-ragu kalau harus terus mengabaikan kebaikan mereka.
“Kalau ada kesempatan, bolehkah aku bertanya-tanya lagi? Aku ingin mengetahui lebih banyak tentang akademi ini.”
“Ya! Kau selalu bebas untuk bertanya pada kami!”
Taisho dan Asahi-san tersenyum. Saat itu, Asahi-san mengeluarkan ponsel dari saku roknya dan melihat ke arah layar.
“Tampaknya aku sudah dijemput, aku pulang duluan ya.”
“Sepertinya hari ini aku juga akan langsung pulang. Sampai jumpa besok, Tomonari.”
Setelah melakukan pertukaran seperti itu dengan mereka berdua, kami berpisah. Aku mengambil tasku dan memutuskan untuk meninggalkan akademi, tapi yah, sekalipun aku bilang begitu..., sebagai pengurus, aku harus memastikan bahwa Hinako pulang dengan benar.
“Baiklah, bagaimana keadaannya Hinako sekarang...”
Tepat saat aku menggumamkan itu, Hinako sudah hendak meninggalkan kursinya.
Karena aku dan Hinako diatur untuk berinteraksi satu sama lain, maka sama sekali tidak masalah jika kami melakukan percakapan normal, tapi jika memungkinkan, aku ingin menjaga jarak untuk mencegah masalah.
Hinako meninggalkan kelas, dan aku diam-diam mengikutinya sambil berusaha untuk tidak diperhatikan oleh orang-orang di sekitarku.
Setelah itu, Hinako keluar dari akademi begitu saja—atau begitulah yang kupirkan, tapi untuk beberapa alasan, dia singgah di sebuah toko
“Tolong beri aku roti ini.”
Hinako membeli roti di konter pembelian, dan setalah mendapatkan roti, ia menuju ke loker sepatu.
Setelah berganti ke sepatu luar ruangannya, dia menuju ke taman alih-alih gerbang sekolah.
Di Akademi Kekaisaran ini, terdapat beberapa taman. Dan kali ini, Hinako pergi ke taman dekat aula siswa lama. Di taman itu ada kolam kecil dan beberapa meja-kursi, tapi tidak ada seorang pun di sana. Tempat itu jauh dari bangunan tempat ruang kelas berada, dan aula siswa lama di dekatnya tidak digunakan karena fator usia, jadi tidak ada orang yang mau pergi ke sana.
Berdiri di tepi kolam, Hinako memotong-motong roti menjadi potongan kecil dan melemparkannya ke dalam kolam tersebut. Segera, ikan mas berenang mengerumuni roti yang dilemparkan.
Tindakannya benar-benar seperti Ojou-sama pada umumnya, dan mungkin, dia memiliki kecintaan pada seni dan rasa kasih sayang terhadap hewan.
Namun, untuk waktu yang lama tidak ada tanda-tanda pergerakan darinya. Shizune-san memberitahuku untuk tidak terlalu sering mampir-mampir saat sepulang sekolah, jadi setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, aku segera mendekati Hinako.
“Apa yang kau lakukan?”
“......Memberi makan.”
Yah, aku bisa tahu itu hanya dari melihatnya.
Melelaspakan topeng Ojou-sama-nya, Hinako yang dalam kondisi sifat asilnya berjongkok dan memandangi kawanan ikan mas yang mengerumuni roti.
“Enak sekali ya...” gumam Hinako. “Kalau seperti ini, kau hanya perlu membuka mulut untuk bisa mendapatkan makanan..., Aku ingin tahu, apa aku bisa bertukar posisi dengan mereka...”
“...Aku yakin kalau ikan mas mengalami kesulitan yang dimana manusia tidak akan bisa mengerti.”
“Begitukah...?”
Tampaknya dia tidak peduli pada hewan, melainkan merasa iri pada mereka. Aku merasa seperti aku tidak bisa mengatakan apa-apa, jadi aku menghela napas.
“Sudah waktunya untuk pulang, aku yakin kalau Shizune-san sudah menunggu kita.”
“......Tidak mau.” jawab Hinaku dengan cemberut, membuat mataku sontak membelalak atas penolakannya yang jelas itu.
“Kau tidak mau pulang? Saat kau sudah ada di mansion, kau bisa bersantai loh.”
“Mana mungkin aku bisa bersantai......, ada sesi belajar, dan juga banyak hal lainnya.”
Jadi begitu ya. Sepertinya sulit juga menjadi Ojou-sama dari Keluarga Konohana.
“Tapi ‘kan, meskipun kau tetap di akademi, bagimu itu hanya akan terasa terkekang.”
“Ini sepulang sekolah, jadi tidak terlalu ramai dan aku tidak merasa terkekang.”
Itu..., mungkin memang benar.
Di Akademi Kekaisaran ini tidak ada sesuatu seperti kegiatan klub yang dilakukan saat sepulang sekolah. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa-siswinya sibuk dengan pelajaran dan pekerjaan mereka saat sepulang sekolah. Selain itu, karena keluarga semua siswa-siswi kaya, jadi mereka dapat menyiapkan kolam renang ataupun lapangan mereka sendiri untuk rutinitas seperti aktivitas klub.
“Tapi tetap saja, kita tidak bisa tinggal di akademi selamanya. Ayo segera pergi dari sini.”
“Gak mau~...”
“Kalau kau males-malesan seperti ini, itu malah akan jadi lebih merepotkan untukmu, kan?”
“Ugh.”
Untuk sesaat, Hinako terlihat merasa sangat tidak nyaman saat dia merenung, tapi pada akhirnya, dia masih kekeh menggelengkan kepalanya.
“Te-Tetap saja..., aku tidak mau.”
Hinako, yang telah kembali ke kenyataan, dalam diam terus melanjutkan memberi makan ikan mas.
Ya ampun, dia benar-benar Ojou-sama yang keras kepala. Nah, sekarang, apa yang harus kulakukan?
“Oh iya, sepertinya aku diberikan sesuatu untuk dapat digunakan di saat-saat seperti ini...”
Aku teringat akan tas hitam yang Shizune-san berikan padaku tadi pagi dan mengeluarkannya dari tasku.
Dia bilang kalau Hinako tidak mau dengar-dengaran, aku bisa menggunakannya, tapi ngomong-ngomong, apa yang ada di dalam tas ini? Saat aku membuka mulut tas dan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya—
“Keripik kentang!!!”
Hinako, yang sejak tadi berekspresi lesu, tiba-tiba menjadi berbinar. Dan seperti yang dia katakan, ada keripik kentang (rasa consomme) di dalam tas hitam itu.
“I-Itu curang..., mana mungkin aku bisa mengalahkan godaan itu...” seru Hinako, dengan suara yang bergetar.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku melihat ada orang yang rela mematahkan kegigihnya demi keripik kentang.
“Kalau begitu aku akan memberikanmu ini asalkan kau mau pulang sekarang.”
“......Gununu.”
Setelah dengan kekesalan, Hinako dengan enggan berdiri dan mengambil keripik kentang itu dari tanganku.
Mulai sekarang, seperti yang telah di atur, aku dan Hinako akan bertindak secara terpisah. Begitu Hinako melewati gerbang sekolah, sebuah mobil hitam muncul dan berhenti di dekatnya. Shizune-san keluar dari mobil dan menyapa Hinako. Aku menyaksikan kejadian itu, berpura-pura menjadi orang asing, dan kemudian melanjutkan berjalan-jalan sendirian.
Aku pun tiba di tempat yang kurang populer di mana kami akan bertemu dan menunggu sebentar.
Beberapa saat kemudian, mobil yang membawa Hinako dan Shizune-san berhenti di dekatku.
“Maaf membuatmu menunggu.”
“Tidak, terimakasih sudah repot-repot datang ke sini.”
Mengucapkan sepatah kata pada Shizune-san yang duduk di kursi penumpang, aku kemudian masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang bersama Hinako.
Bagi orang-orang di sekitar kami, itu terlihat sepeti aku dan Hinako pulang secara terpisah.
“Pertama-tama, terima kasih atas kerja kerasmu di akademi hari ini.”
“Sama-sama dan terima kasih juga.”
Menerima ucapa terima kasih dari Shizune yang memiliki kesan kuat sebagai orang yang tegas membuatku agak terkejut, tapi kemudian segera aku menganggukkan kepalaku,
Duduk di sampingku, Hinako sedang memakan keripik kentang yang baru saja kuberikan padanya.
“Tampaknya apa yang kuberikan tadi pagi berguna.”
“Itu berguna di momen paling akhir. Aku tidak menyangka kalau keripik kentang akan dapat digunakan seperti itu.”
“Bagaimanapun juga itu adalah kesukaannya Ojou-sama. Jarang dimakan, dan rasanya sangat enak.”
“...Loh, itu kan cuman keripik kentang, kok sampai jarang untuk dimakan?”
“Tentu saja, makanan tidak sehat seperti itu tidak pantas untuk putri Keluarga Konohana.”
Tampaknya hanya karena kau punya uang, bukan berarti kau bebas untuk melakukan apapun yang kau inginkan. Malahan, tampaknya mereka justru lebih dibatasi dari orang biasa. Namun—
“Kupikir kalau cuman sekadar keripik kentang saja tidak masalah.”
“Tidak. Ini juga instruksi dari Kagen-sama. ....Tentunya, asalkan itu adalah irisan kentang yang disiapkan oleh koki tidak masalah untuk dimakan terus. Namun, Ojou-sama sepertinya lebih suka yang dikomersialkan.”
Sepertinya, Hinako lebih menyukai rasa yang tidak baik untuk kesehatan. Saat aku melihat ke arahnya, aku melihat bahwa keripik kentang yang dia pegang terlalu besar untuk mulut kecilnya, sehingga, remah-remahnya berjatuhan ketika dia menggigitnya.
“Duh, remah-remahnya jatuh tuh.”
Saat aku meperingatinya, entah kenapa Hinako justru membuat wajah yang bangga.
“......Ini sama saja seperti saat kau menyeruput mie.”
“Hah?”
“Jatuhkan remah-remahnya... Itulah etiket saat kau memakan keripik kentang,”
“Tidak, itu jelas tidak ‘kan.”
Apa sih dia katakan dengan ekspresi bangga di wajahnya itu?
“...Aku akan membersihkannya, jadi angkat tanganmu sebentar.”
Dengan perlahan, Hinako mengangkat tangannya. Sementara itu, aku memungut remah-remah yang jatuh di lutut Hinako dan memasukkan ke dalam kantong plastik yang diberikan Shizune-san kepadaku.
“Itsuki, nih.”
Memanggil namaku, Hinako menawariku bungkus keripik kentang itu,
“...Kau mau memberikannya padaku?”
“Tidak, lakukan seperti ikan mas tadi..., suapin aku.”
Layaknya ikan mas yang menunggu sepotong roti tadi, mulut Hinako menganga terbuka.
Sepertinya aku harus menyuapinya.
“Baiklah, baiklah.”
“Enak...”
Saat aku mengambil sepotong keripik kentang dan membawanya ke mulut Hinako, dia sontak tampak bahagia. Nah, manusia tidak bisa menjadi ikan mas, tapi sepertinya kalau serasa menjadi seperti ikan mas bisa saja.
“Sebagai pengingat untukmu, harap berhati-hati agar Kagen-sama tidak melihatmu melakukan hal seperti ini.”
“...Ya.”
Ini adalah pemandangan yang bisa disalahpahami dalam banyak, jadi mungkin lebih baik tidak menunjukkan kepada siapa pun.
“Kau akan merahasiakann ini ‘kan, Shizune-san?”
“Jika bisa aku ingin segera melaporkannya... Tapi sayangnya, meskipun sekarang kau diberhentikan dari posisi pengurus, kami tidak bisa segera menyiapkan penggantimu. Itu sebabnya, di sini aku menyarankan agar kau memotong itu-mu sedikit karena telah berani-berani memperlakukan Ojou-sama seperti itu.”
“Astaga, jangan begitulah.”
Aku sontak menundukka kepalaku dalam-dalam pada Shizune-san.
Begitu kembali dari akademi, aku langsung menerima pelajaran dari Shizune-san.
“Pertama, kita akan mulai dengan persiapan materi untuk besok. Besok kau akan ada pelajaran administrasi bisnis, jadi kita akan fokus pada pelajaran itu. Cakupan materinya mengenai keuangan perusahaan.”
Di Akademi Kekaisaran, ada begitu banyak siswa-siswi yang akan mengambil posisi manajemen di masa depan. Karenanya, mata pelajaran administrasi bisnis lebih praktis dibandingkan mata pelajaran lainnya. Berbagai pengatahuan perihal cara menjalankan perusahan di tanamkan ke kepalaku oleh Shizune-san.
“Aku telah menilai kuisnya. Nilaimu 87... Kau membuat banyak kesalahan akibat kecerobohan. Ini artinya, kau tidak cukup berkonsentrasi.”
“Iya.”
Persiapan materi, yang akan terus berlanjut hingga aku mendapatkan nilai sempurna, akhirnya terselesaikan dalam waktu tiga jam.
“Selanjutnya kau akan mempelajari etiket. Selain Ojou-sama, ada anak-anak dari orang kaya yang menghadiri Akademi Kekaisaran. Jika kau sampai tidak menghormati mereka, kau dapat menyebabkan masalah yang tidak perlu. Karenanya, yang terbaik adalah mempelajari semuanya selagi kau bisa mempelajarinya. Kali ini, kita akan mempelajari tentang etiket dalam memakan masakan Prancis.”
Bahkan saat makan malam, aku masih tetap menerima pelajaran dari Shizune-san.
Pertama, pegang garpu dan pisau, masing-masing dengan menggunakan jari telunjuk. Makan hidangan ikan hors d’oeuvres tanpa merusak citranya, dan minum supnya tanpa mengeluarkan suara. Kemudian, daging mesti dipotong dengan pisau sesuai dengan pola irisannya, buat itu seukuran gigitan sebelum memasukkannya ke dalam mulut.
“Itu salah. Merupakan etiket Inggris untuk meletakkan pisau dan garpu pada posisi pukul 6 setelah kau selesai makan. Dalam etiket Prancis, itu ditempatkan pada posisi pukul 3.”
“Ah, iya.”
Pisau dan garpu diletakkan secara horizontal dengan pegangan di sisi kanan piring. Pada titik ini, bilah pisau harus menghadap ke arahmu.
“Selanjutnya adalah pelajaran bela diri. Untungnya, tubuh Itsuki-san telah terlatih dengan baik berkat pekerjaan sambilan yang membutuhkan kekuatan fisik, jadi ayo kita kita tingkatkan kekuatan fisikmu dan mempelajari jurus-jurus. Pelajaran hari ini adalah Jujutsu. Pertama-tama, kita akan memulai dengan ukemi ke depan, lakukan itu 100 kali.“
{Catatan Penerjemah: Jujutsu adalah nama dari beberapa macam aliran beladiri dari Jepang. Tidaklah betul jika dikatakan bahwa Jujutsu mengacu pada satu macam beladiri saja.]
Setelah berganti ke seragam judo, aku pergi ke dojo mansion untuk menerima pelajaran bela diri seperti hari sebelumnya,
Setelah berlatih ukemi, aku mempelajari teknik dasar melempar, dan akhirnya kami berlatih dalam pertarungan sungguhan.
“Fuu—!!”
“Naif.”
Pada saat yang sama ketika aku menarik Shizune-san ke arahku, aku menyapu kakiku dan bersiap untuk mengunci.
Namun, Shizune-san memprediksi gerakanku dan melemparkan tubuhnya ke luar. Kemdudian, dia dengan ringan memukul punggungku yang terhuyung-huyung akibat pergerakan yang gagal hingga aku terjatuh ke atas matras.
“Aku bisa melihat waktu penggeseran pusat gravitasimu. Tentunya, itu mungkin bisa mengalahkan seorang yang amatir, tapi itu tidak akan berhasil saat melawan seseorang yang memiliki pengetahuan seni bela diri.”
“I~ya...”
Aku tidak bisa menyembunyikan kelelahanku, jadi aku menjawabnya dengan suara yang menyedihkan.
Di tempat pertama, alasan aku diajari bela diri adalah untuk mewaspadai penculikan, seperti yang menjadi pemicu pertemuanku dengan Hinako. Kudengar dalam banyak kasus, pelaku penculikan adalah orang yang terbiasa baku hantam. Karenanya, kemampuan untuk dapat mengalahkan amatir saja tidak cukup.
“Bo-Boleh tidak, istirahat, sebentar...”
“Tidak boleh. Sebagai pengurus, kau harus melindungi Ojou-sama saat terjadi keaadan darurat. Aku akan cemas kalau cuman dalam latihan setingkat ini saja, kau sampai mengeluh seperti itu.”
Iblis..., orang ini adalah iblis.
Monster. Spartan. Setan. Berbagai kata muncul di benakku. Tapi pada saat yang sama, aku memiliki rasa hormat terhadapnya. Shizune-san melakukan segalanya dengan sempurna, termasuk belajar, etiket, dan bela diri. Selain itu, dia juga melakukan pekerjaannya sebagai pelayan, seperti memasak dan mencuci, tanpa adanya suatu hambatan. Jika Hinako adalah Ojou-sama yang sempurna, maka Shizune-san adalah pelayan yang sempurna.
“Kurasa untuk hari ini sudah cukup. Kau telah melakukannya dengan baik.”
“Te-terima kasih banyak......”
Pada akhirnya, pelajaran bela diri berakhir dalam dua jam setelah aku membuat banyak keluhan.
“Kau menela’ah semua pelajaran yang kuberikan padamu dengan lebih cepat dari yang kubayangkan.”
“Benarkah?”
“Ya. Terutama dalam bela diri, kau mungkin punya bakat dalam bidang itu. Kalau kau kau terus memolesnya, aku yakin kalau kau akan menjadi pandai dalam bidang tersebut.... Di sisi lain, kau agak sulit menela’ah pelajaran etiket.”
“Uggh..., maafkan aku”
Keluargaku memiliki standar hidup yang tidak bisa dikatakan kaya. Aku bahkan masih belum terbiasa menggunakan pisau dan garpu.
“Akan merepotkan jika kau berkeliaran di sekitar mansion dengan penuh keringat seperti itu, jadi silakan pergi mandi. Namun, selagi kau berendam di bak mandi, terima ini.”
Mengatakan itu, Shizune-san memberiku setumpuk kertas.
“Apa ini......?”
“Ini adalah profil dari teman sekelasmu, Itsuki-san. Kau perlu mengetahuinya.”
Bahkan saat mandi aku juga harus belajar ya...? Yah, lagian ini adalah pekerjaan dengan gaji 20.000 yen per harinya. Aku tidak punya pilihan selain menerimanya.
“Oh iya, tadi ada orang lain lagi yang berinteraksi denganku di akademi.”
“Siapa itu?”
“Dia adalah gadis yang bernama Mirei Tennoji. Kami berada di kelas yang berbeda, tapi...”
Saat aku mengatakan itu, mata Shizune-san membelalak.
“Kau berinteraksi dengan Tennoji-sama?”
“Eh, iya..., apa ada masalah dengan itu?”
“Tidak, tidak ada masalah dengan itu. Hanya saja, di akademi, ada rumor yang mengatakan bahwa Tennoji-sama dan Ojou-sama itu seperti kucing dan anjing. Karenanya, itu akan menjadi hubungan yang rumit.”
Aku baru pertama kali mendengar soal itu.
“Kesampingkan Tennoji-sama, tampaknya Ojou-sama tidak ada niat seperti itu. Namun, Grup Konohana dan Grup Tennoji adalah grup korporat yang skalanya hampir sama. Oleh karena itu, sering kali mereka bersaing satu sama lain, dan ada kalanya hubungan antara satu sama lain menjadi tegang.”
“......Begitu ya.”
“Aku akan menyiapkan materi untuk menghadapi Tennoji-sama besok. Untuk hari ini, mohon konsentrasilah untuk mengingat profil teman sekelasmu.”
Aku mengangguk kepadanya.
Ini adalah akhir dari pelajaran hari ini, tapi Shizune-san memintaku untuk juga melakukan pembelajaran secara mandiri. Aku harus memastikan supaya aku mengingat profil teman sekelasku sebelum aku pergi tidur.
Ngomong-ngomong, sepertinya setelah ini Shizune-san akan membersihkan dojo dengan ringan, jadi aku memutuskan untuk meninggalkan dojo terlebih dahulu. Sebenarnya aku sangat ingin membantunya, tapi kekuatan fisikku sudah sampai pada batasnya. Kalau sekarang aku menawarkannya bantuan, aku yakin kalau aku hanya akan memperlambatnya.
“Itsuki...”
Dalam perjalanan kembali ke kamarku, aku bertemu dengan Hinako.
Ngapain dia di sini? Sebelum aku bertanya seperti itu, Hinako mendekatiku.
“Mu~”
“Ada apa?”
“......Kau bau keringat.”
“Yah, itu sudah pasti.”
Aku segera menjauhkan diri dari Hinako yang mengerutkan dahinya.
“Kau mau kemana?”
“Aku mau kembali ke kamarku dan pergi mandi.”
“Mandi? ...Kalau begitu, ikuti aku.”
Hinako meraih tanganku dan membawaku ke suatu tempat.
“Tempat ini......”
“Kamarku.”
Tempat kami tiba adalah kamar pribadinya Hinako.
Ini lebih dari lima kali ukuran kamarku. Kamar tersebut didekorasi dengan gaya yang khas dari kamar seorang Ojou-sama, dengan karpet coklat yang membawakan nuansa menenangkan dan tempat tidur berkanopi.
“Kamar mandinya..., ada di sini.”
Hinako membuka pintu yang menuju ke ruang ganti.
“Oh..., Ini besar sekali”
Kamar mandinya juga jauh lebih besar dari yang ada di kamarku. Atau lebih tepatnya, kamar mandi itu berukuran sama dengan kamarku. Bisa dibilang, ini adalah pemandian umum berukuran mini.
Tapi, kenapa Hinako membawaku ke tempat seperti ini?
“Ayo kita masuk dan mandi sama-sama.”
“......Lah?”
Lah?
Mwehehe
ReplyDeletexxxxxx
ReplyDeleteLah?
ReplyDelete