Bab 3 Bagian 1
Pesta Teh
Hari ketiga kepindahanku di akademi.
Saat pelajaran kedua berakhir dan memasuki waktu jeda, Taisho dan Asahi-san menghampiriku.
“Tomonari, bagaimana kalau kita pergi nongkrong bareng sepulang sekolah hari ini? Aku tahu kalau sebelumnya kau mengatakan bahwa kau harus pulang lebih awal, tapi tidak apa-apa ‘kan kalau cuman pergi sesekali?”
Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil tersenyum.
“Hari ini aku tidak sibuk kok, jadi kupikir aku bisa pergi nongkrong dengan kalian.”
“Ooh, bagus dong kalau begitu!”
Sebagai hasil dari pembicaraanku dengan Shizune-san tempo hari, aku diperbolehkan untuk nongkrong saat sepulang sekolah asalkan aku melapor kepadanya lebih dulu. Yah, aku akan melaporkannya saat istirahat makan siang nanti.
“Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi, Tomonari-kun? Kalau tidak ada, biar kami yang putuskan tempatnya.”
“Hmm..., kupikir akan lebih baik untuk menyerahkan masalah tempat kepada kalian.”
Aku tidak tahu banyak tentang di mana biasanya siswa-siswi Akademi Kekaisaran akan menghabiskan waktu mereka saat sepulang sekolah. Karenanya, kuputuskan untuk menyerahkannya pada mereka berdua sehingga aku tidak membuat kekacauan.
“Gimana nih, Taisho-kun? Karena ini adalah perjalanan yang tidak sampai satu hari, kita tidak bisa pergi ke luar negeri, kan?”
“Kalau ke Taiwan jaraknya tiga jam dalam sekali kalan..., tapi meskipun kita hanya pergi makan malam dan langsung pulang, hari ini mungkin sudah akan berlalu. Kupikir lebih baik tempatnya di sekitaran Jepang saja.”
“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau ke Kyoto? Di musim-musim seperti ini, rebung bambu yang ada di Kyoto sangat enak.”
“Kyoto, ya? Oke, di sana aku juga mengetahui restoran yang bagus.”
Saat aku mendengar mereka berdua berdiskusi dengan santai..., aku langsung bersimbah keringat dingin.
Astaga, aku benar-benar telah melupakannya. Begini-begini, dua orang ini adalah pelajar yang elit.
“E-erm, meskipun hari ini aku punya waktu luang, aku tetap harus sudah pulang saat hari sudah malam, jadi kalau bisa, aku ingin tempat yang dekat-dekat saja...”
“Begitukah? Kalau gitu memang sebaiknya tidak usah memilih tempat yang jauh-jauh.”
Ya ampun, kalau saja aku tidak menyela mereka di sini, bisa-bisa aku akan pergi ke Kyoto sepulang sekolah nanti.
“Kalau begitu, bagaimana dengan kafe yang ada di akademi? Itu bisa jadi tempat yang bagus untuk ngobrol-ngobrol, ya ‘kan?”
“Ah, itu memang tempat yang bagus.”
Di samping Taisho yang menganggukkan kepalanya, aku memiringkan kepalaku.
“Jadi gini, akademi ini memiliki beberapa kafe yang disiapkan untuk pengadaan pesta teh. Beberapa di antaranya cukup otentik, tapi karena kafe-kafe itu berada di dalam adakemi, kau tidak memerlukan kode etik berpakaian. Selain itu, kafe-kafe itu cukup populer di kalangan siswa-siswi loh?”
“Jadi begitu ya..., aku tidak tahu kalau ada tempat seperti itu.”
Tapi tetap saja, jika itu adalah kafe yang formal, yang namanya etiket tetap masih harus diperhatikan. Meskipun Shizune-san telah mengajariku tentang etiket, tapi aku masih tetap merasa gugup.
“Yah, karena tujuan kita nongkrong adalah supaya kita bisa lebih mengenal satu sama lain, jadi alangkah baiknya jika itu adalah tempat dimana kita bisa berbicara dengan santai. Kafe yang ada di sebelah kantin harusnya tidak masalah, kan?”
“Kau benar.” serus Asahi-san, setuju dengan saran Taisho.
Dalam hatiku, aku berterima kasih pada Taisho. Aku senang aku tidak harus pergi ke kafe yang formal.
“Cuman, mungkin rasanya agak sepi kalau hanya kita bertiga saja.”
“Kau benar~ Kuharap kita bisa mengajak beberapa orang lagi.”
“Tomonari, kalau kau punya kenalan yang bisa kau ajak, maka ajak saja mereka, oke?”
“Hmm..., baiklah, aku akan memikirkannya.”
Waktu istirahat makan siang.
Saat ini, aku sedang makan siang di atas atap bersama Hinako.
“Itsuki..., selanjutnya, rumput laut.”
“Ya, ya.”
Dengan menggunakan sumpit, aku amengambil sepotong rumput laut dari kotak bekal makan siang dan membawanya ke mulut Hinako.
“Nyam..., rasanya lumayan enak.”
Lah, ini enak sekali, tau!
Sungguh, putri dari kelurga Konohana emang beda dari yang lain, indra perasannya berlevel tinggi.
“Hei..., setidaknya kalau cuman makan, kenapa kau tidak makan sendiri saja?”
“Gak mau...”
“Kalau kau bisa berakting, itu artinya kau bisa makan sendiri jika kau mau, kan?”
“Lakukan pekerjaanmu.”
Ya ampun, kalau dia bilang begitu, jadi sulit bagiku untuk membantahnya.
Sementara Hinako mengunyah makanannya, aku mengganti sumpit dan memakan bekalku sendiri.
“...Itsuki.”
“Hmm?”
“Apa hari ini kau akan pergi nongkrong...?”
“Daripada disebut nongkrong, aku hanya pergi ke kafe dengan teman sekelasku...”
“Aku juga akan bergabung dengan kalian.” dengan nada yang ringan, Hinako mengatakan itu. “Kalau kau mau pergi, aku juga akan pergi.”
“Soal itu..., aku sih tidak keberatan, tapi apa kau sudah mendapatkan izin dari Shizune-san?”
“...Aku akan meminta izinnya sekarang.”
Mengatakan itu, Hinako mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Dengan cara yang tidak biasa, dia mengoperasikan ponselnya dan kemudian menempelkannya ke telinganya.
[Ojou-sama? Apa ada sesuatu yang bisa saya lakukan untukmu?]
Karena dia melakukan panggilan tepat di sampingku, aku bisa mendengar suara Shizune-san dari ponselnya.
“Aku nanti mau pergi ke pesta teh sama Itsuki.”
[......Dimengerti. Sejak awal, saya memang berencana untuk menyesuaikan kegiatan kita dengan rencana Itsuki-sama hari ini. Karenanya, tidak ada masalah jika Ojou-sama juga mau berpartisipasi.]
Ooh, mendapatkan izinnya jauh lebih mudah daripada yang kupikirkan.
Yah, sama sepertiku, Hinako tidak terlalu banyak bersosialasi. Tampaknya telah diasumsikan sampai batas tertentu bahwa Hinako akan memiliki rencana saat sepulang sekolah.
[Tapi, Ojou-sama. Apa anda yakin dengan ini? Bukankah anda sudah hampir mencapai batasan anda...]
“...Aku tidak apa-apa.”
Di akhir, aku mendengar percakapan yang tidak terlalu kumengerti maksudnya, tapi Hinako dengan segera menutup panggilan tersebut.
“Nah, dengan begitu aku sudah mendapatkan izin.”
“Baiklah. Ngomong-ngomong, sejauh ini anggotanya adalah Taisho dan Asahi-san, apa kau mengenal mereka?”
“...Aku kenal kok..., tapi hanya nama mereka saja yang kukenal.”
Terhadap jawaban yang samar-samar itu, aku mengerutkan keningku. Aku ingin tahu, apa dia akan bisa melakukan percakapan yang baik dengan orang yang hanya namanya saja yang dia kenal?
“Erm..., kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk ikut bergabung loh? Ini cuman sekedar nongkrong dan ngobrol-ngobrol saja, dan jika kau tidak berpikir kalau ini akan menyenangkan, akan lebih untuk tidak usah bergabung.....”
“...Kalau kau pergi, aku juga akan pergi.”
Itu alasan yang cukup sulit untuk diterima, tapi jika dia memang mau bergabung, kupikir itu tidak ada salahnya.
Nah, karena waktu istirahat makan siang akan selesai, sambil menjaga jarak, aku dan Hinako kembali ke kelas satu per satu.
“Baiklah, sudah ada ada empat orang, ya...”
Dengan begini, termasuk Hinako, akan ada empat wajah yang hadir dalam pesta teh sepulang sekolah. Kupikir kami berempat saja sudah cukup, tapi..., saat aku memikirkan tentang siapa lagi yang dapat kuajak, seseorang muncul di benakku.
“Nah, karena dia bilang dia ingin menjalin pertemanan..., kupikir sebaiknya aku mengajaknya.”
Dengan pemikiran itu, aku pergi untuk menemui gadis yang kikuk dan kesepian.
Aku dengan mudah menemukan orang yang saat ini kucari, Miyakojima Narika.
Di pelajaran PJOK tempo hari, aku mengetahui bahwa Narika ditempatkan di kelas 2B. Setelah aku memastikan kalau Hinako telah kembali ke kelas dan mulai berakting, aku langsung menuju ke kelas 2B dan segera menemukan Narika dalam beberapa detik.
...Dia benar-benar kesepian.
Aku memang sudah menduga ini, tapi Narika benar-benar menghabiskan waktu istirahat makan siangnya dalam kesendirian. Dia kini sedang duduk di bangku kedua dari belakang dekat jendela, terlihat sedang makan dalam diam.
Kalau dilihat secara sekilas, dia tampak sangat cantik dan bermartabat, tapi kalau dilihat lebih jeli, terdapat kerutan di antara alisnya, dan matanya yang menengadah tampak tidak bersahabat. Dalam hal ini, tidak heran jika tidak ada orang yang mau mendekatinya.
Karenanya, jika memungkinkan, aku ingin berbicara dengannya..., saat aku berpikir seperti itu, Narika menoleh ke tempatku berada.
“......? ......Itsuki!”
Saat Narika memperhatikanku, dia langsung berhenti makan dan dengan penuh semangat berdiri dari kursinya. Kemudian, sambil tidak bisa menahan senyuman di bibirnya, dia mendekatiku.
Di sisi lain, suasana di ruang kelas 2B menjadi gempar.
“M-Mustahil...?”
“B-Baru saja..., M-Miyakojima-san memanggil nama seseorang...?”
Aku bisa mendengar tanggapan yang rasanya menyedihkan, tapi tanpa mempedulikan itu, Narika datang menghampiriku. Saat aku memikirkan bahwa saat ini aku mungkin terlalu mencolok, dengan mata yang berbinar, Narika mulai membuka mulutnya.
“K-Kau ngapain di sini?! Apa kau ada keperluan denganku? K-Kebetulan saat ini aku sedang luang, jadi kau bisa berbicara denganku loh.”
Astaga, dia benar-benar bahagia..., sepertinya dia merasa sangat kesepian meghabiskan waktunya sendirian di dalam kelas.
“Bagaimana kalau kita pindah tempat dulu?”
“O-O-Oke! Kemanapun kau pergi, aku pasti akan mengikutimu!”
Bersama dengan Narika, aku berjalan keluar dari gedung akademi. Sementara itu, tatapan tajam yang tak terhitung banyaknya menusukku dari mana-mana.
Nah, sebisa mungkin aku tidak ingin terlalu jauh dari kelas 2A supaya aku bisa segera bertindak jika terjadi sesuatu pada Hinako. Alhasil, aku memutuskan untuk pergi ke tempat yang kurang populer di belakang gedung akademi, dan kemudian aku berbalik untuk menatap ke arah Narika.
“Erm, aku punya banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu. Selain itu, aku juga belum sempat menjelaskan tentang kejadian yang tempo hari.”
“Tempo hari...? Oh iya, aku masih belum memaafkanmu untuk itu!”
Seolah-olah dia akhirnya mengingatnya, wajah Narika menjadi merah padam dan dia mengungkapkan kekesalannya,
“Pa-Padahal kau ‘kan sudah menjadi pengurusku..., tapi kenapa, kenapa kau tiba-tiba bekerja dengan Konohana-san! D-D-D-Dasar tukang selingkuh!”
“Lah, kok selingkuh...? Lagian, aku yang menjadi pengurusmu itu sudah menjadi masa lalu.”
“Bu-bukankah itu terlalu kejam untuk menyebutnya telah menjadi masa lalu! Aku ‘kan..., aku ‘kan ingin tinggal bersama denganmu lagi!”
“Eh....., be-begitukah?”
Saat aku merasa terkejut, Narika yang sepertinya telah menyadari apa yang barusan dia katakan dengan segera mewarnai wajahnya menjadi merah cerah.
“Waaaaaa?! Lupakan apa yang barusan kukatakan! Abaikan saja itu! Pokoknya lupakan!”
“Ba-Baiklah..., dan juga, bisakah kau sedikit tenang?”
Ya ampun, bukankah tingkahnya menjadi lebih parah daripada saat kami masih kecil...?
“Tentang yang kemarin itu... Sederhananya sih, aku diadopsi.”
“...Diadopsi?”
“Iya, sekarang ayahku adalah direktur dari perusahaan menengah. Dan perusahaannya itu memiliki hubungan dengan keluarga Konohana, jadi di saat aku menghadiri Akademi Kekaisaran, aku akan bekerja di rumahnya Konohana-san.”
“Hmm..., tunggu dulu, kenapa kok bisa sampai seperti itu? Hanya karena keluargamu punya hubungan dengan keluarga Konohana, bukan berarti kau harus bekerja di keluarga mereka, kan?”
Aku juga berpikir begitu kok. Tapi dengan tenang, aku mengingat pengaturan cerita yang mati-matian kuingat tadi malam.
“Apa kau tahu sesuatu yang disebut ‘behavioral apprentice’?”
“Ya. Itu adalah sesuatu dimana kau akan tinggal dan bekerja di rumah orang kaya dan belajar berbagai hal tentang etiket. Di Jepang, itu populer selama era Meiji, dan di Eropa, itu adalah kebiasaan dari Abad Pertengahan.”
Ooh, dia benar-benar telah banyak belajar. Yah, bagaimanapun juga Narika adalah murid dari Akademi Kekaisaran, jadi kepintarannya sudah pasti tidak bisa dibandingan denganku.
“Aku yang bekerja di keluarga Konohana itu kurang lebih seperti magang.... Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang etiket. Karenanya, aku bekerja sebagai imbalan untuk belajar di keluarga Konohana.”
“...Begitu toh, aku mengerti sekarang.”
Kalau aku pikir-pikir lagi, bagaimana bisa Shizune-san dapat membuat pengaturan cerita yang seperti itu? Pemalusan itu tampaknya sempurna, dan bahkan jika diselidiki, dia akan bisa menutupinya sampai batas tertentu.
“T-Tapi ‘kan..., kalau memang itu masalahnya, kau juga bisa bekerja di rumahku.”
“Sekalipun kau mengatakan itu, apa yang pertama kali terlintas di pikiranku adalah keluarga Konohana...”
“......Mu~,” gumamnya, sambil mengerutkan kening
“Hei, kalau bisa, jangan beri tahu siapa-siapa tentang ini ya.”
“...Iya, aku tahu kok. Lagipula, menjadi anak yang diadopsi adalah posisi yang rapuh.”
Tentunya ada alasan lain mengapa aku ingin dia merahasiakannya, tapi sepertinya Narika menafsirkannya dengan mudah. Kurasa begini saja sudah cukup untuk menjelaskan hubungan antara aku dan Hinako.
“Ngomong-ngomong, Narika. Apa sepulang sekolah nanti kau memiliki kesibukan?”
“Sepulang sekolah? Hmm, aku punya waktu luang sih.”
“Kalau begitu, apa kau mau pergi ngobrol-ngobrol di kafe?”
“Ngobrol-ngobrol di kafe? J-J-Jangan bilang itu..., pesta teh!?”
“Yah, begitulah.”
“I-iya, aku mau!” Serunya, dengan mata yang berbinar. “S-sejujurnya, aku sudah lama ingin ikut dalam pesta teh...! Kudengar bahwa semua siswa-siswi di Akademi Kekaisaran mengadakan pesta teh untuk memperdalam persahabatan mereka, tapi aku, tidak pernah diundang oleh siapa pun... Kupikir itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kulakukan sampai aku aku lulus dari akademi ini...”
“B-Begitu ya..., itu terdengar sulit untukmu.”
Entah mengapa setiap kali aku berbicara dengan Narika, aku jadi selalu merasa kasihan.
“Ngomong-ngomong, ada tiga orang lain lagi yang akan ikut dengam kita, Taisho, Asahi-san dan Konohana-san dari kelas 2A.”
“...Eh? Ada orang lain yang akan ikut...?”
“Ya. Bisa diilang, ini adalah pesta penyambutan pemindahanku di akademi ini.”
“Ya. Bisa dibilang, ini adalah pesta penyambutan pemindahanku di akademi ini.”
“Pesta penyambutan..., oh begitu ya. Dari apa yang kudengar, kau baru saja pindah ke sini beberapa hari yang lalu.”
Sepertinya murid pindahan bukan merupakan hal yang aneh di Akademi Kekaisaran, tapi meski begitu, rumor masih beredar dengan ringan. Narika juga sepertinya tahu kalau aku baru-baru saja pindah ke sini.
“Aku ingin bergabung dalam pesta itu..., cuman aku agak cemas..., mungkin aku tidak akan bisa melakukan pembicaraan dengan baik...”
“Bukankah kau bisa berbicara dengan baik saat bersamaku?”
“...Itu ‘kan karena kita sudah saling kenal sejak lama, jadi kupikir aku tidak perlu merubah cara bicaraku.”
“Lantas, kenapa kau tidak memperbaiki cara bicaramu saat berinteraksi dengan orang lain?”
“K-kalau aku bisa melakukan itu, maka aku tidak akan mengalami kesulitan seperti ini!!” Seru Narika, dengan air mata di sudut matanya. “Selain itu..., ini juga karena beberapa faktor lain.”
“......Apa maksudmu?”
“Jika aku boleh mengatakannya sendiri, keluarga Miyakojima adalah keluarga yang relatif ternama. Oleh karena itu, sebagian besar siswa diintimidasi oleh latar belakang keluargaku... Jadi bukan hanya karena aku orang yang canggung, tapi sejak awal pihak lain sudah merasa terintimidasi olehku.”
“...Jadi begitu.”
Ini mah, sudah pasti bukan masalah pribadinya Narika.
“Dalam hal itu, Konohana-san adalah orang yang luar biasa. Aku benci mengakuinya karena dia telah mengambilmu dariku, tapi..., aku benar-benar merasa iri dengan popularitasnya. Biasanya, seseorang dengan keluarga yang setingkat dengan keluarga Konohana, sebagian besar siswa akan menghidnarinya..., tapi meski begitu, Konohana-san didekati oleh banyak orang tanpa adanya perasaan sungkan. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa dia memiliki popularitas yang seperti itu...,” kata Narika, sambil menundukkan kepalanya.
Aku mungkin tahu mengapa Hinako sangat populer. —Itu karena aktingnya. Hinako adalah Ojou-sama yang sempurna, dan dia benar-benar bertindak untuk disukai oleh semua orang. Tapi tentu saja, aku tidak bisa mengatakan itu kepada Narika.
“Aku tidak tahu mengapa Konohana-san begitu populer, tapi..., jika kau berbicara dengannya, kau mungkin akan menemukan beberapa petunjuk.”
“...Kau benar. Lagipula kau juga akan ada di sana nanti, jadi aku ingin sekali berpartisipasi dalam pesta teh sepulang sekolah itu.”
Mengatakan itu, Narika mengepalkan tinjunya seolah-olah mengumpulkan keberanian.
“T-Tapi, apakah itu tidak apa-apa? Mungkin dengan adanya diriku, aku akan membuat perasaan yang tidak nyaman di sana...”
“Kupikir tidak apa-apa..., mungkin.”
“Mungkin......?”
“Pasti tidak apa-apa kok.”
Aku menghibur Narika yang cemas sambil menghela napas.
Baik Asahi-san maupun Taisho tidak membenci Narika. Secara khusus Asahi-san, dia pernah bilang bahwa sebelumnya dia sempat mendekati Narika supaya mereka bisa berteman. Jika demikian, mereka pasti tidak akan berpikir demikian jika Narika bergabung dalam pesta teh tersebut.
Saat aku berpisah dari Narika dan hendak kembali ke ruang kelas 2A. Dari belakang koridor, aku bisa mendengar suara dua siswi yang sedang bercakap-cakap.
“M-Makasih ya sudah mau membantuku!”
“Tidak perlu berterima kasih kok.”
Seorang siswi berambut pirang yang tergulung secara vertikal secara bermartabat menjawab gadis yang membungkuk kepadanya. Menyaksikan penampilannya yang sangat mencolok itu, namanya tanpa sengaja bocor keluar dari mulutku.
“Tennoji-san?”
“Ara~, kau ‘kan yang kutemui tempo hari...” mengatakan itu, mata Tennoji-san yang menatap ke arahku sontak menyipit.
Ngomong-ngomong, sebelumnya perpisahan kami agak aneh, dan karena akan canggung jika momen itu sampai teringat, aku segera mencari topik lain untuk dibicarakan.
“Erm, kau lagi ngapain?”
“Yah, aku tidak melakukan sesuatu yang khusus. Aku hanya membantu siswi yang piket membawakan perlengkapan untuk pelajaran berikutnya.”
Seperti yang kupikirkan saat sebelumnya dia mengambilkan dompet Hinako yang tertinggal di dalam toilet, terlepas dari penampilannya, Tennoji-san adalah orang yang baik hati. Sepertinya dia berinisiatif untuk membantu orang-orang setiap harinya.
“Oh iya, aku sudah mendengar tentang dirimu loh. Kau itu siswa pindahan, kan?”
“Ya. Aku Itsuki Tomonari, aku pindah ke akademi ini kemarin lusa.”
Meskipun sudah terlambat, aku ingat bahwa aku belum memperkenalkan diriku padanya, jadi aku menyebut namaku.
“Jadi, Tomonari-san... Ada beberapa rumor yang beredar belakangan ini..., sepertinya kau pergi ke sekolah bersama dengan Hinako Konohana.”
Kalau dipikir-pikir kembali, Tenooji-san melihat Hinako sebagai musuhnya. Kalau seperti ini, akan merepotkan kalau dia juga sampai melihatku sebagai musuhnya. Kurasa aku harus membuat alasan di sini.
“Memang benar kalau aku pergi ke sekolah bersamanya pada hari pertama aku pindah ke akademi ini, tapi itu agar dia bisa mengajakku berkeliling. Dan baik hari ini serta kemarin, kami pergi ke sekolah secara terpisah. Lagipula, keluargaku dan keluarganya Konohana-san punya hubungan. Jadi yah, hanya sekadar begitu saja.”
“...Begitukah? Jadi kau bukan bagian dari Faksi Konohana?”
“Faksi Konohana?”
Saat aku memiringkan kepalaku, Tennoji-san memberi penjelasan.
“Aah, itu hanyalah sesuatu yang kusebut-sebut sendiri. Di Akademi Kekaisaran ini, ada banyak siswa yang mengagung-agungkan Hinako Konohana, jadi aku menyebut mereka yang seperti itu sebagai bagian dari Faksi Konohana.”
“...Begitu ya.”
Jadi intinya, semacam klub penggemar gitu, ya? Sepertinya Akademi Kekaisaran ini juga lebih biasa dari yang terlihat.
“...Tennoji-san, apa kau membenci Konohana-san?”
“B-Bukannya aku membencinya! Hanya saja, karena Hinako Konohana, ketenaranku menjadi berkurang!” Dengan nada yang terdengar panik, Tennoji-san mengatakan itu. “Aku mengakui kemampuan dari Hinako Konohana. Dia terlihat sebaik diriku, dan nilainya juga sama dengan nilaiku. Jadi sudah sewajarnya kalau dia menjadi populer.”
“Kau terdengar cukup percaya diri dalam membuat pujian untuk diri sendiri...”
Sungguh, bisakah kau memberikan sedikit dari kepercayaan dirimu itu pada Narika?
“Tapi, wanita itu, Hinako Konohana..., dibandingkan dengan diriku yang merupakan putri dari Grup Tennoji, dia terlalu dielu-elukan! Padahal Grup Tennoji adalah perusahaan dengan skala yang sebanding dengan Grup Konohana, dan malah sejarah kami jauh lebih dalam daripada mereka! Dengan kata lain, akulah yang seharusnya, seorang dirikulah yang seharusnya menjadi fokus perhatian di Akademi Kekaisaran ini.”
Mengatakan itu dengan sangat tegas, Tennoji-san memelotiku.
“Jika kau bukan bagian dari Faksi Konohana, kau juga pasti berpikir begitu, kan?!”
“Eh? Yah, itu...”
“Benar begitu, ‘kan? Benar begitu, ‘kan? Aku benar-benar tidak menyukainya! Aku tidak mengerti, kenapa malah wanita itu yang jauh lebih menonjol daripada diriku! Aku yakin wajah cantik dan sikap bermartabat yang biasa dia tunjukkan itu akan menjadi wajah pemalas dan bersikap tidak berguna saat dia pulang di rumahnya.”
Barusan, dia benar-benar telah menyentuh kebenarannya..., tapi yah, mending aku diam saja.
“Apakah ini karena kebaikannya pada orang lain? ...Tidak, selama dirimu adalah keturunan dari orang besar, maka kau harusnya bersikap tegas seperti diriku. Terlalu banyak tersenyum justru malah dapat merusak martabatmu, dan mengajari seseorang apa yang mereka tidak pahami dalam studi mereka bukan merupakan hal yang terbaik bagi mereka jika itu dilakukan dengan terlalu berlebihan. Lagipula, tempo hari wanita itu—”
Terhadap Tennoji-san yang bergumam pada dirinya sendiri, aku memberitahukan apa yang saat ini kupikirkan.
“Tennoji-san, kedengarannya kau tahu banyak tentang Konohana-san, ya?”
“Ap—!? T-T-T-Tidak juga, ini suatu hal yang sangat normal!”
Dengan wajahnya yang menjadi merah padam, Tennoji–san menyangkal itu secara berlebihan.
“Aku dan Hinako Konohana itu..., yap, rival! Kami adalah rival! Karenanya, wajar jika kami saling mengetahui tentang satu sama lain! Dikatakan bahwa jika kau mengenal pihak lain dan mengenal dirimu sendiri, kau tidak akan pernah kalah dalam seratus pertempuran!”
Saat dia mengucapkan itu, aku memikirkan sedikit tentang karakter dari Tennoji-san.
Sebelumnya Narika sempat bilang, bukan?
Saat kau membawa nama keluarga yang ternama, maka orang-orang di sekitarmu akan menyusut. Tennoji-san membawa nama keluagara besar Grup Tennoji di pundaknya, jadi mungkin dia sama kesepiannya dengan Narika.
Namun, jika itu adalah Hinako.... jika itu adalah siswi dengan skala keluarga yang sama, Hinako pasti bisa membangun hubungan yang setara dengan Tennoji-san. Mungkin saja, Tennoji-san terobsesi dengan Hinako karena alasan itu.
“Erm..., apa sepulang sekolah nanti kau punya kesibukkan?”
“Sepulang sekolah? Yah, aku punya waktu luang, memangnya kenapa?”
“Sepulang sekolah nanti, aku dan teman-temanku berencana mengadakan pesta teh di kafe di sebelah kantin. Ngomong-ngomong..., Konohana-san juga akan ikut bergabung dalam pesta teh itu.”
“H-Hinako Konohana!?” Terkejut, mata Tennoji-san terbuka lebar. “Oh, kau pasti sedang mencoba merayuku untuk bergabung dengan Faksi Konohana, ‘kan...?!”
“Mengapa kau sangat waspada seperti itu...? Aku ‘kan cuman mengajakmu untuk pergi nongkrong bareng.”
Dia terlalu parno tentang Hinako.
“Y-Yah, jika wanita itu benar-benar bersikeras ingin aku ikut bergabung, kurasa aku tidak punya pilihan selain bergabung dengan kalian.”
“Tidak, ini tidak seperti Konohana-san ada mengatakan sesuatu seperti itu...”
“...Begitukah?”
“Begitulah.”
“......”
“......”
“......”
“...Oh, kalau tidak salah dia memang ada mengatakan sesuatu seperti itu, jadi maukah kau berpartisipasi dalam pesta teh tersebut?”
“A-Apa boleh buat! Kalau begitu, aku akan berpartisipasi!”
Suasananya terasa canggung, jadi aku memutuskan untuk berbohong dengan lembut. Saat itu, mata Tennoji-san tampak berbinar. Kurasa dia benar-benar ingin ikut dalam pesta teh ini.
“Bagaimanapun juga, dikatakan jika kau megnenal pihak lain dan mengenal dirimu sendiri, kau tidak akan pernah kalah dalam seratus pertempuran!”
Aku sudah dengar itu tadi.
Wow🗿☕
ReplyDelete