Bab 3 Bagian 3
Pesta Teh
Setelah Hinako pingsan di kamar mandi, aku segera membawanya ke dalam kamar dan memanggil Shizune-san.
Awalnya, kupikir dia hanya pingsan saja, tapi dia terlihat sesak dan sepertinya sangat kesakitan. Setelah menyeka tubuh Hinako dengan lembut, aku meminta Shizune-san untuk memeriksa kondisinya.
“Dia mengalami demam ringan,” kata Shizune-san, sambil menatap Hinako yang sedang berbaring di ranjang. “Untuk saat ini, biarkan Ojou-sama tidur seperti ini.”
“...Aku mengerti.”
Shizune-san sudah menyiapkan perlengkapan untuk merawatnya. Saat aku berada di luar kamar, Shizune-san dengan cepat menggantikan pakaian Hinako menjadi gaun tidurnya dan kemudian memberikannya obat untuk diminum. Namun, terhadap tindakannya yang terlihat seperti sudah terbiasa itu, aku merasa sedikit aneh.
“Ada apa?”
“Tidak, hanya saja..., kelihatannya kau sangat tenang.”
“Ya, begitulah, sesuatu seperti ini sering terjadi.”
“Sering terjadi...?”
Terhadapku yang menunjukkan ekspresi bertanya-tanya, Shizune-san mulai menjelaskan.
“Alasan mengapa Ojou-sama pingsan adalah karena stres yang diakibatkan oleh aktingnya sehari-hari.”
Untuk sesaat, aku tidak bisa memhami arti dari kata-kata itu.
“Stres karena akting? Jangan bilang yang kau makusd itu adalah akting yang dia lakukan sepanjang waktu?”
“Ya... Dia memainkan kepribadian yang sangat jauh dari kepribadiannya yang sebenarnya lih? Jadi wajar saja jika di sampai merasa stres.”
Shizune-san memberitahukanku itu dengan jelas. Kata-kata itu mengirimkan gelombang kejut ke kepalaku.
Memang benar, Hinako selalu berakting dengan sangat teliti. Namun, begitu dia sampai di rumah, dia akan kembali ke kepribadian semulanya yang ceroboh, dan meskipun dia tampak lelah, dia tidak terlihat seperti kesakitan. Aku memang sudah bisa menduga kalau dia pasti merasa terkekang oleh aktingnya itu..., tapi, aku tidak menyangka kalau itu akan sangat melelahkan sampai akan membuatnya pingsan.
“T-Tunggu dulu, kenapa kau bersikap biasa saja? Ini beban yang berat sampai-sampai membuatnya pingsan, tau? Bagaimana bisa sesuatu seperti ini diabaikan begitu saja...”
“Sekalipun sampai pingsan, ini adalah demam yang akan mereda dalam beberapa hari. Jangan terlalu khawatir.”
“Tidak, tapi ‘kan, jika dia sampai pingsan seperti ini, bukannya akan lebih baik baginya untuk berhenti berakting—”
“—Tolong urus saja urusanmu sendiri.” Mengatakan itu, Shizune-san menatapku dengan tajam. “Ini adalah keputusan dari Keluarga Konohana. Ini bukanlah sesuatu yang bisa diatur oleh perasaan pribadi..., dan tentu saja, Ojou-sama sendiri juga menyadari hal tersebut.”
Pernyataan bahwa Hinako menyadari hal tersebut terngiang-terngiang di kepalaku.
Alasan dari mengapa Hinako pingsan, dan Hinako sendiri tahu itu, namun dia tetap berakting sampai membuatnya pingsan. Lantas, pada siapa aku harus mengungkapkan kekesalanku? Kemana aku harus mengarahkan perasaan ini?
“Saat Ojou-sama sedang berada di depan publik, dia akan fokus pada aktingnya. Karenanya, dia akan mengendur untuk istirahat satat dia berada di mansion. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa alasan mengapa Ojou-sama akan bermalas-malasan saat berada di mansion adalah karena kelelahan akibat akting yang dilakukannya.”
“...Jadi maksudmu, itu adalah dampak dari akting yang Hinako lakukan, dan ketika dia tidak berada di depan umum, dia akan bermalas-malasan?”
“Benar. Tentunya, dia tetap memiliki kepribadiannya yang alami, tapi..., pada hari ketika sedang libur dimana dia tidak harus berakting, dia akan selalu lebih energik.”
Aku benar-benar tidak tahu tentang itu.
“Itsuki-san. Mungkin lebih baik kau segera pergi tidur, karena jika tidak, itu akan bisa mempengaruhimu saat di sekolah besok.”
“Hah? Di saat Hinako sakit sepeti ini, aku masih tetap harus pergi ke sekolah?”
“Tentu saja, mengingat kemampuan akademis yang kau miliki, sebisa mungkin kau tidak boleh sampai absen.”
“Tapi, aku adalah pengurusnya Hinako...”
“Suatu pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang tepat. Aku adalah orang yang sangat paham tentang apa yang harus dilakukan jika Ojou-sama sampai pingsan.”
Dengan mengatakan itu, Shizune-san menatap lurus ke arahku.
“Aku akan berkonsentrasi merawatnya, jadi kembalilah ke kamarmu, Itsuki-san.”
Keesokan harinya, aku pergi ke Akademi Kekaisaran sendirian.
“Yo, Tomonari! Kemarin itu menyenangkan sekali ya!”
“...Kau benar.”
Saat aku duduk di dalam kelas, Taisho memanggilku dengan santuy. Segera setelah aku ngobrol-ngobrol dengan Taisho, Asahi-san kemudian ikut nimbrung.
“Ngomong-ngomong, hari ini Konohana-san tidak datang ke sekolah, ya.”
“Ya..., mungkin ini seperti yang biasanya.”
Mendengarkan percakapan antara Asahi-san dan Taisho, aku memiringkan kepalaku.
“Biasanya?”
“Oh, kau tidak tahu ya Tomonari. Sesekali Konohana-san akan absen dari akademi. Kudengar-dengar dia membantu bisnis keluarganya. Konohana-san juga sepertinya sangat kerepotan ya.”
Sambil memberikan respon yang normal terhadap Taisho, aku kemudian memikirkannya.
Jadi begitu ya pengaturannya.
Tampaknya Hinako yang biasanya pingsan merupakan suatu kerahasiaan dari teman-teman sekelasnya. Mungkin saja, fakta tersebut dirahasiakan dari semua orang yang terlibat di akademi.
Tapi, jika demikian—tidak ada yang akan mengkhawatirkannya.
Padahal Hinako menyembunyikan sifat aslinya dengan berakting.
Lantas, siapa yang bsia berada di sisi Hinako?
Saat Hinako mengalami kesulitan, siapa yang akan bisa membantunya?
Dengan perasaan yang rumit seperti itu, aku terus menjalani pelajaran demi pelajaran hingga waktunya pulang.
“Kerja bagus untuk hari ini.”
Saat aku masuk ke mobil yang menjemputku, Shizuna-san, yang duduk di kursi penumpang, mengatakan itu padaku. Karena hari ini Hinako tidak pergi ke sekolah, aku memiliki kursi belakang yang luas untuk diriku sendiri. Namun, aku merasa tidak nyaman dengan ini.
“Shizune-san, bagaimana kondisinya Hinako...?”
“Dia masih beristirahat.”
Dengan kata lain, dia belum pulih.
“...Kira-kira berapa lama waktu yang diperlukan sampai dia bisa sembuh?”
“Yah..., menilai dari kondisinya saat ini, kurasa besok atau lusa dia sudah akan pulih. Untungnya, besok adalah hari libur, jadi dia pasti akan sembuh pada hari Senin.”
Syukurlah, aku senang hari ini adalah hari Jumat..., eh, tidak, bukan begitu. Pada hari Senin nanti, Hinako harus pergi ke akademi lagi. Dengan kata lain, dia harus kembali berakting.
Mengapa, sesuatu seperti ini harus terjadi?
Nama dari orang yang pasti tahu akan jawaban untuk pertanyaan itu terlintas di pikiranku.
“Erm..., apa Kagen-san tidak akan datang ke mansion?”
Saat aku bertanya begitu, Shizune-san, yang duduk di kursi penumpang, menjawab sambil tetap menatap ke depan.
“Kagen-sama sedang bekerja. Dia ada di kediaman utama sekarang.”
“Tapi, Hinako sedang sakit, kan?”
“Kagen-sama adalah ketua Grup Konohana. Dia tidak berada dalam posisi untuk bisa menangguhkan pekerjaannya hanya karena Ojou-sama sedang sakit.”
Sesuatu seperti itu, kupikir itu agak tidak adil untuk menekankan bahwa dunia tempat kami tinggal berbeda. Apapun yang dikatakan, aku sama sekali tidak mengerti akan akal sehat ini.
“Ngomong-ngomong, sampai saat ini aku masih belum menanyakannya, tapi..., di mana Ibunya Hinako?”
Setelah jeda singkat, Shizune-san kemudian menjawab pertanyaan itu,
“Beliau sudah meninggal.”
Jawaban itu benar-benar tidak kuduga. Tapi kalau kupikir-pikir, sampai saat ini ibunya Hinako tidak pernah dibicirakan. Jika beliau sudah meninggal, maka tentunya itu akan sulit untuk berbicara tentang beliau.
“...Jadi begitu ya.”
Lagi-lagi, aku tidak tahu akan itu.
Yah, wajar saja. Aku masih baru-baru ini menjadi pengurusnya Hinako. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak hal yang tidak kuketahui.
Namun—ayahnya, Kagen-san, tidak menjenguknya, dan Ibunya telah meninggal dunia. Lantas, berapa banyak orang yang bisa berada di sisi Hinako yang saat ini sedang menderita? Aku ingin tahu..., apakah aku..., bisa menjadi salah satu orang yang berada dalam posisi itu?
“...Umm, mengenai pelajaran hari ini..., bisakah kau membatalkannya?”
“Tidak bisa. Kau masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari Itsuki-san.”
“Kalau begitu, kumohon untuk menyelesaikannya lebih awal dari biasanya.” Mata Shizune-san melebar, dan aku melanjutkan, “Sebagai gantinya, aku pasti akan melakukan yang terbaik dalam belajar hari ini.”
“...Baiklah. JIka demikian, ayo lakukan 1,5 kali lebih cepat dari biasanya.”
Ini akan menjadi jadwal yang sangat melelahkan, tapi aku tidak bisa berpaling dari itu.
Begitu kami sampai di mansion, Shizune-san melakukan apa yang dia katakan. Pelajaran hari ini benar-benar menjadi lebih cepat dari biasanya. Persiapan, pengulasan, kelas etiket, bela diri. Setelah menyelesaikan semuanya, aku sangat lelah sampai kepalaku terasa pusing, tapi sebagai gantinya, aku bisa memiliki waktu luang pada jam 8 malam, dua jam lebih awal dari biasanya.
“Baiklah, pelajaran hari ini sudah selesai.”
“T-terima kasih banyak.... Bolehkah aku pergi ke kamarnya Hinako?”
“Iya, boleh. Aku juga akan pergi ke sana nanti, jadi tolong rawat dia.”
Saat aku meninggalkan dojo, pertama-tama aku pergi ke kamarku untuk membersihkan keringat, dan kemudian dengan cepat pergi ke kamar Hinako. Kamarnya itu redup dengan hanya lampu malam jingga yang meneriangi. Sambil berhati-hati dengan langkahku, aku mendekati ranjang tempat Hinako sedang tidur.
“Oh, Itsuki...”
Hinako, yang sedang tidur di ranjangnya, menyadari keberadaanku.
“Maaf. Apa aku membangunkanmu?”
“Enggak kok..., dari tadi aku cuman melamun doang.”
Sebelumnya Shizune-san bilang kalau sepanjang hari ini dia terus tidur, jadi dia mungkin sudah cukup tidur.
“Itsu~ki..., terima kasih...,” tiba-tiba, Hinako mengucapkan terima kasih. “Aku..., senang..., kau datang ke sini...”
“...Itu sudah jelas, bukan? Aku adalah pengurusmu.”
“......Ehehe.”
Hinako, yang tadinya tampak gelisah dan kesepian, tersenyum lega.
“Beri tahu aku ya jika kau memiliki sesuatu yang kau ingin aku lakukan.”
Saat aku mengatakan itu, Hinako mengarahkan tubuhnya ke arahku dan membuka mulutnya.
“Kalau gitu..., genggam tanganku...”
Dengan perlahan, Hinako mengulurkan tangannya.
“Baiklah, sesuai keinginanmu.”
Seperti yang dia minta, aku menggenggam tangannya. Itu adalah telapak tangan yang sangat kecil. Tangan Hinako, yang lebih mulia dan unggul dari siapa pun di akademi, sangat kurus, kecil, dan rapuh sehingga terasa bisa dipatahkan hanya dengan menyentuhnya.
“...Jadi kau tidur lagi, ya.”
Hinako mendesah kecil saat dia tidur.
Sambil menggenggam tangannya, aku melihat sekeliling.
Hanya seorang diri di ruangan yang sebesar ini pasti akan membuat seseorang kesepian. Merasa kesepian saat sedang sakit adalah hal yang biasa terjadi. Karenanya, seseorang harus berada di sana untuk merawat mereka.
......Aku ingin tahu tahu, apa tidak apa-apa aku berada di posisi itu?
Pikiran seperti itu terlintas di benakku.
Aku bertanya-tanya, apa Hinako benar-benar merasa nyaman hanya karena aku berada di sisinya? Sekalipun aku adalah pengurusnya, itu tidak lebih dari sebatas pekerjaan. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Hinako yang sebenarnya terhadap diriku.
Seorang pelayan yang bisa diganti. Seorang pelayan yang berguna. ...Aku ingin percaya bahwa dia tidak menganggapku dengan enteng. Namun, itu terlalu jauh untuk dikatakan menjadi pelayan biasa, dan kami berdua tetap tenang menjalani hubungan antara pria dan wanita. Memang tidak nyaman, tapi ada kalanya ketika aku bertanya-tanya tentang hubungan ini.
......Kurasa itu tidak dapat dihindari jika saat ini aku memikirkan sesuatu seperti itu?
Setidaknya, aku tahu bahwa dia mempercayaiku. Jika demikian, saat ini, yang harus kulakukan adalah menanggapi kepercayaannya.
“Hinako..., kau pasti akan baik-baik saja kok.”
Rambut kuningnya menempel di dahinya karena keringat. Aku menyingkirkan rambutnya
kesamping, sambil mengelus kepalanya saat melakukannya.
“Mm...”
Kemudian, Hinako tersenyum dengan senyum yang mengembang.
“.........Ayah........ “
Saat aku mendengar ngigauan pelan itu, aku—menjadi paham akan peranku sebagai pengurus.
Jadi begitu ya.
Aku akhirnya tahu apa yang yang Hinako pikirkan tentangku. Dan di saat yang sama ketika aku mengetahuinya, aku merasa semua jarak hubungan yang aneh diantara kami ini menjadi masuk akal.
Baginya aku ada keluarganya.
Hinako pasti sangat menginginkan sosok keluarga.
Aku kemudian teringat akan semua hal yang telah kami lakukan sejauh ini. Memberikan bantal pangkuan, mandi bareng..., aku yakin, Hinako menginginkan kehangatan keluarga dari diriku.
“...Perasaan itu..., aku bisa memahaminya.” Gumamku, sambil mengelus-ngelus kepala Hinako.
Apa yang kupikirkan keluar begitu saja dari mulutku.
“Sesuatu seperti keluarga..., itu pasti sangat membahagiakan.”
Aku teringat pada keluargaku sendiri.
Kedua orang tuaku adalah orang yang tidak berguna, tapi..., tapi bukan berarti itu akan membuatku tidak dapat mengingat betapa baiknya mereka kepadaku. Saat aku sakit, mereka akan merawatku. Saat aku ulang tahun, mereka akan membelikan kue ulang tahun untukku. Tentunya, aku membenci fakta bahwa mereka melarikan diri di malam hari, tapi semua kenanganku bersama mereka tidak akan pernah hilang dari ingatanku.
Sebagai putri dari keluarga Konohana, Hinako pasti menjalani kehidupan yang jauh dari keluarganya saat ini.
Ibunya sudah meninggal. Sedangkan Ayahnya, Kagen-san, jarang menemuinya karena dia selalu bekerja di kediaman utama. Sebagai ganti dia tidak bisa berada di sisi Hinako, Kagen-san mempekerjakan banyak sekali pelayan di dalam mansion ini. Namun bagi Hinako yang tidak menyukai suasana yang kaku, mereka pasti tidak cocok dengan dirinya.
“Itsuki-san.”
Dari belakang, namaku dipanggil oleh seseorang.
Ketika aku berbalik, di sana ada Shizune-san.
“Bagaimana keadaan Ojou-sama?”
“...Dia baru saja tertidur.”
Melihat ke arah Hinako yang sedang bernapas dalam tidurnya, Shizune menganggukkan kepalanya.
“Itsuki-san. Aku punya sesuatu yang cukup penting untuk dibicarakan denganmu, jadi bisakah kita meninggalkan kamar ini dulu?”
“Baiklah.”
Aku mematuhi Shizune-san, yang memberitahuku demikian dengan ekspresi serius.
Namun, saat aku hendak berdiri, Hinako menggenggam tanganku dengan erat. Dalam diam, aku kemudian melakukan kontak dengan mata dengan Shizune-san.
“...Apa boleh buat, ayo kita bicara di sini saja.”
“...Terima kasih pengertiannya.”
Aku mengangguk dengan ekspresi rumit kepada Shizune-san yang berkata dengan suara kecil.
“Ini cerita tentang situasi keluarga Konohana... Apa kau masih ingat apa yang Kagen-sama katakan tentang mengapa Ojou-sama harus berakting?”
“Kalau tidak salah..., ekonomi Grup Konohana sedang tidak baik, jadi mereka berusaha untuk mencari menantu pria yang baik, bukan?”
“Itu memang benar, namun itu hanya tujuan kedua.”
“Kedua...?”
Melihatku merasa bingung, Shizune-san mulai berbicara.
“Alasan utama Ojou-sama melakukan akting adalah agar menantu pria itu diadopsi ke dalam keluarga Konohana.”
Oh, bukan hanya sekadar menjadi menantu saja, tapi menantu itu juga akan diadopsi oleh Kelaurga Konohana.
Dengan kata lain, apa ini seperti mengundang seorang pria ke dalam Kelaurga Konohana sebagai suaminya Hinako?
“Sebenarnya, Keluarga Konohana memiliki ahli waris yang sah. Itu adalah putra tertua Kagen-sama, Takuma Konohana..., kakak dari Ojou-sama.”
“Kakaknya?”
“Ya. Namun, meskipun mereka berdua adalah saudara kandung, mereka hampir tidak mengenal satu sama lain. Takuma-sama mulai tinggal di vila yang berbeda dari vila ini saat Ojou-sama berusia lima tahun.”
Rupanya, sama sepertinya Ayahnya, Kakaknya juga jauh dari Hinako.
“Namun, mengenai Takuma-sama..., ada keraguan apakah dia layak mengambil alih Grup Konohana. Karenanya, jika Takuma-sama tidak terpilih sebagai ahli waris..., maka suami Ojou-sama lah yang akan menjadi pewaris Keluarga Konohana.”
Sekarang semua ceritanya terhubung. Alasan mereka mencari menantu yang dapat diadopsi ke keluarga Konohana adalah karena mereka menginginkan ahli waris.
“Di dalam Keluarga Konohana, pekerjaan tidak hanya dalam terlihat kepada kepala keluarga, tapi juga istri dari kepala keluarga. Dengan kata lain, jika sang menantu dipilih menjadi ahli waris, Ojou-sama juga akan terlibat dalam pekerjaan Keluarga Konohana di masa depan. Untuk mengantisipasi masa depan inilah Ojou-sama melakukan akting. Karena dia pada akhirnya akan memimpin Grup Konohana bersama dengan kepala keluarga, dia haruslah sempurna dan memiliki kepribadian yang akan dihormati orang lain. Misalnya Ojou-sama memiliki reputasi yang buruk, maka akan terjadi gesekan di Grup Konohana. Gesekan itu bisa menjalar hingga mempengaruhi peruntungan perusahaan..., dan akan menimbulkan banyak masalah.”
Setelah mengatakan itu, Shizune-san melihat wajah Hinako yang tertidur.
Hinako Konohana bukanlah gadis biasa.
Dengan total aset sekitar 300 triliun yen. Grup Konohana adalah konglomerat yang dikenal oleh semua orang yang tinggal di negara ini. Yang artinya, dia adalah Tuan Putri,
“Apa kau sudah mengerti? Apa yang harus dipikul oleh Ojou-sama?”
“...Ya.”
Sebelumnya, kupikir aku harus membantu Hinako hanya karena dia menderita. Tentunya, aku yakin kalau pemikiran itu juga tidak salah. Tapi sebelum itu, aku harus memahami situasi yang dihadapi Hinako.
“Mungkinkah aku, lebih baik tidak usah iku campur...?” tanyaku pada Shizune-san.
“...Jika kau ingin membantu Ojou-sama, aku tidak memiliki wewenang untuk menghentikanmu melakukan itu.”
Terhadapan jawaban itu, mataku membelalak.
“Eh, tapi ‘kan kemarin, kau mengatakan padaku untuk mengurus urusanku sendiri...”
“Ya. Itu sebabnya—tolong bantulah Ojou-sama dengan caramu sendiri. Karena bagaimanapun juga, itulah peran dari seorang pengurus.”
Mengatakan itu, Shizune-san memunggungiku dan meninggalkan kamar.
Setelah melihat pintu menutup dengan tenang, aku kembali menoleh ke arah Hinako.
“Membantu Hinako dengan caraku sendiri, ya...”
Aku merenungkan kata-kata Shizune-san.
Agar Hinako bisa berhenti berakting, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi.
Pertama-tama, seorang yang bernama Takuma, kakak laki-laki Hinako, mesti mengambil alih keluarga Konohana. Jika ini terjadi, Hinako akan menikah dengan keluarga lain dan tidak akan terlibat dalam pekerjaan Grup Konohana. Kedua, meskipun suami Hinako yang mengambil alih keluarga Konohana, dia harus berada dalam posisi di mana Hinako tidak perlu terlibat dalam pekerjaannya. Dengan begitu, ketika sifat asli Hinako terungkap, itu akan berdampak kecil pada Grup.
Namun, tak satupun dari itu adalah sesuatu yang bisa kulakukan. Bagaimanapun juga, aku adalah orang yang dipekerjakan. Tidak mungkin pedoman dan tradisi Grup Konohana bisa dikesampingan.
Tapi meski begitu, aku—
“Peran seorang pengurus, ya?”
Bahkan aku, juga memiliki sesuatu yang bisa kulakukan.
Yaitu—sebagai pengurusnya, aku akan terus membantu Hinako.
[Peran pengurus adalah untuk melindungi citra publik Hinako sebagai Ojou-sama yang sempurna. Dengan kata lain, untuk mendukungnya dari balik layar sehingga sifat aslinya tidak terungkap.]
Au teringat akan kata-kata Kagen-san.
Dia mengatakan bahwa peran pengurus adalah untuk melindungi citra publik Hinako, namun—kurasa itu tidak tepat.
Aku yakin, peran sebenarnya dari seorang pengurus adalah..., untuk menjadi orang yang dapat menemani Hinako ketika dia perlu bersantai. Menjadi orang yang dapat menyembuhkan Hinako yang lelah karena berakting. Menjadi orang yang bisa membuat Hinako menjadi dirinya yang sebenarnya.
Jika demikian—bahkan seorang aku pun bisa melakukannya.
“......Baiklah, aku akan melakukannya.”
Penampilan Hinako yang sedang demam umpang tindih dengan diriku yang dirawat oleh orang tuaku semasa kecil.
Hinako yang tertidur sambil menggenggam tanganku terlihat sangat menggemaskan.
Aku ingin melindunginya.
Aku ingin memperlakukannya dengan lembut. Aku tidak boleh sampai tidak memperlakukannya dengan lembut.
Karena Hinako, yang memiliki tubuh yang kecil itu, membawa sesuatu yang sangat berat di punggungnya.
Seseorang harus bersikap lembut padanya.
Jika Hinako pingsan karena kelelahan, maka kelelahan itu harus disembuhkan.
Untuk alasan itu..., aku akan memberi Hinako kehangatan dari sebuah keluarga.
“Hinako..., aku akan melakukan yang terbaik”
Sambil menggenggam tangan kecilnya, aku berumpah begitu.
Hemmm Ribet+Merepotkan
ReplyDelete