Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 4 - Bab 4

Bab 4
Festival Cahaya Suci


Dua hari telah berlalu semenjak serangan laba-laba iblis. Festival Cahaya Suci telah tiba, dan seperti yang diharapkan oleh Riselia, cuaca cerah dan langit tak berawan. Cahaya matahari bersinar hangat di atas batu ubin akademi.

“Mm, kelihatannya bagus! Tempat ini jadi sangat cocok dengan nuansanya!”

Mengangguk puas, Riselia melihat ke sekeliling ruang pertemuan di lantai pertama asrama. Ruangan itu telah dipasangi dekorasi kafe dan sama sekali tak dapat dikenali sebagai ruang pertemuan lagi. Sementara eksterior asrama Hraesvelgr dibiarkan tidak berubah—tua dan bermartabat—gadis-gadis itu telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam merombak interior asrama.

Semua wallpaper telah diubah, membuat dinding ruangan memberikan kesan seperti lukisan yang menakutkan. Lonceng kecil berbentuk tengkorak dan kelelawar digantung di langit-langit, dan ada tiga skeleton yang menghiasi pintu masuk asrama.

“Tempat ini jadi seperti kediaman vampir sungguhan. Rasanya cukup menyegarkan,” ucap Riselia.

“Kediaman vampir yang sebenarnya tidak jauh beda dengan kediaman bangasawan biasa,” Leonis, yang dulu pernah memiliki bawahan vampir, mengoreksi Riselia. “Kebanyakan kediaman mereka merupakan tempat yang cukup suram.”

Meski begitu, Leonis tidak bisa menyangkal bahwa tempat ini tampak sangat cocok untuk undead.

Hmm, ini suasana yang menenangkan. Ini mengingatkanku pada makam bawah tanah.

Pencahayaannya juga sempurna, sampai-sampai Leonis merasa tidak keberatan untuk membiarkan asrama ini jadi seperti ini selamanya.

“Syukur hari ini cuacanya cerah. Yah, meskipun itu agak tidak sinkron sih dengan nuansa kafe kita...,” gumam Regina, sambil melihat ke luar jendela.

“Tapi kalau kontras cukup menambahkan kesenangan juga, bukan?” tanggap Riselia, sambil menampilkan senyum yang dipaksakan.

Di luar jendela, beberapa ekor burung gagak bersarang di pohon terdekat dari asrama, mungkin mereka terpikat oleh kekuatan vampir Riselia.

“Baiklah, sudah waktunya kita berganti kostum dan bersiap-siap,” ucap Elfine, sambil menepukkan tangannya untuk menarik perhatian semua orang.

“Oh, kau benar!” seru Riselia.

Meninggalkan Leonis di belakang, gadis-gadis itu masuk ke kamar Elfine yang dijadikan sebagai ruang rias mereka.

---

Sementara Riselia dan gadis-gadis lain sedang berganti kostum, Leonis pergi ke dapur untuk menyeduh kopi dan kemudian duduk di salah satu meja kafe. Di zamannya dulu, dia sama sekali tidak pernah berpikir bahwa sesuatu seperti kopi akan ada. Itu kesannya seolah-olah kegelapan dari biji terhitam telah terkonsentrasi menjadi minuman. Jika di zamannya dulu ada minuman seperti itu, maka itu adalah minuman yang cocok dengan imej Penguasa Kegelapan. Itu akan menjadi minuman yang sempurna kalau saja rasanya tidak begitu pahit.

Mengesampingkan soal itu..., renung Leonis, sambil menambahkan banyak gula ke dalam cangkir kopinya dan mengaduknya.

Untuk saat ini, tidak ada tanda-tanda lebih lanjut dari iblis pembunuh. Entah apakah hanya ada satu dari antara mereka, atau mungkin mereka sedang menunggu kesempatan yang sempurna?

Leonis juga selalu mengawasi Riselia dengan waspada, tapi sepertinya tidak ada orang yang berniat untuk menculiknya telah melakukan kontak dengannya. Ada beberapa siswa yang mencoba mendekati gadis itu dengan tujuan untuk menggodanya, tapi Leonis merapalkan mantra Delusi Kematian pada mereka, membuat mereka jadi lumpuh karena teror selama beberapa hari.

Leonis mungkin merupakan Penguasa Kegelapan yang paling pemaaf, tapi meski begitu dia tahu cara untuk menanggapi upaya orang-orang yang ingin meletakkan tangan mereka kepada pengikut kesayangannya dengan memberikan mereka hukuman pahit.

Intinya, aku harus tetap waspada untuk sementara waktu lagi.

“—Kami sudah selesai ganti kostum, Leo. ♪”

Saat pintu ruang ganti terbuka, muncul Riselia dalam sosok mengenakan kostum kafenya.

“...S-Selia?!” Leonis hampir saja memuntahkan kopinya, pipinya merona merah.

Gadis berambut perak itu mengenakan kostum kulit enamel yang mengkilap. Kostum tersebut sangat memamerkan belahan dadanya dan memperlihatkan pahanya dengan sangat menggoda. Di punggung kostum itu, ada dua sayap kelelawar kecil yang menempel. Singkatnya, itu adalah kostum yang dibuat mirip dengan imej vampir.

“Hehehe, kau harus jadi anak yang baik, atau kalau tidak nanti ada vampir jahat yang akan menghisap darahmu loh,” ucap Riselia, sambil mengedipkan matanya kepada Leonis yang membeku di tempat.

Dia mungkin berpikir bahwa itu adalah lelucon yang lucu bagi Leonis dimana seorang vampir mengenakan kostum seperti vampir.

Tidak, bukan seperti itu rupanya vampir—itu succubus! tegas Leonis pada dirinya sendiri.

Ya, kedua spesies itu mungkin mirip dalam hal penampilan, tapi succubus termasuk dalam jenis iblis, bukan undead. Sumber referensi yang Riselia kumpulkan mungkin telah mencampur adukkan kedua spesies itu.

“Lihat, Leo menatapmu dengan mata yang sange, Lady Selia. ‘Kan aku sudah bilang, kostum itu terlalu seksi,” ucap Regina dari belakang Riselia.

“Eh?!” dalam keterkejutan, Riselia menatap Leonis.

“A-Aku tidak sange!” Leonis buru-buru memberikan sangakalan.

“Hehehe, apa kau yakin tentang itu, nak?” tanya Regina.

Berbeda dengan kostum Riselia yang menggairahkan, Regina mengenakan kostum oranye terang. Pita rambutnya memiliki desain labu yang membuat Leonis teringat pada monster yang disebut jack-o’-lantern. Namun, tidak ada makhluk seperti itu yang pernah menjadi bagian dari Pasukan Penguasa Kegelapan. Saat Leonis memikirkan soal itu, dia jadi mulai bertanya-tanya tentang apakah jack-o’-lantern itu sungguh ada? Sejauh yang dia bisa ingat, mereka hanya pernah muncul di dalam buku.

Saat pemikiran seperti itu terlintas di benaknya, secara alami mata Leonis tertuju ke arah dada Regina yang tampak agak ketat di bawah kancing blusnya.

“Bagaimana menurutmu, nak? Apa kostum ini cocok untukku?” sambil menunjukkan seringai nakal, Regina mencondongkan tubuhnya ke depan.

“Y-Ya..., kau terlihat sangat imut,” jawab Leonis dengan jujur, sambil mencoba mengalihkan pandangannya dari dada Regina.

Mendengar pujian yang tulus itu sontak membuat rona merah menjalar di pipi Regina. “I-I-Imyyuut...?” Bahkan dia sampai berakhir tidak sengaja menggigit lidahnya.

...Dia sangat imut.

“S-Sungguh, kau benar-benar jago dalam memberikan pujian, nak,” Regina tergagap malu-malu. “Kalau kau terus begitu, saat kau sudah besar nanti kau pasti akan menjadi Penguasa Kegelapan di atas ranjang.”

Hmm, mungkinkah dia...? menyadari sesuatu, Leonis merasa curiga. “Oh, tidak kok, hanya saja kau memang sangat imut, Regina. Kau sungguh cantik,” lanjut Leonis memujinya.

“K-Kau tidak boleh menggoda gadis yang lebih tua darimu seperti itu, nak!” jawab Regina, tampak panik.

“Jujur saja, pita itu sangat cocok untukmu.”

“...Issh, Lady Selia, Leo membuliku!” Regina menangis dan bersembunyi di belakang Riselia, wajahnya tampak memerah sampai ke lehernya.

Begitu ya. Jadi pelayan ini lemah dalam menerima pujian langsung seperti itu, ya, ekspresi Leonis berubah menjadi ganas saat dia menemukan kelemahan Regina yang tak terduga ini.

“Ba-Bagaimana denganku, Leo?” Riselia menatapnya, dengan tatapan yang cemberut kesepian.

Namun, sebelum Leonis bisa mengucapkan pendapatnya...

“F-Fine, aku tidak bisa memakai ini! Ini terlalu memalukan!”

“Jangan khawatir, kau terlihat cantik kok!”

Elfine keluar dari ruang ganti, sambil menarik tangan Sakuya. Kostum yang dia kenakan adalah kostum penyihir gaya lama. Dia memakai topi bundar lancip dan jubah berwarna ebony. Rambut hitamnya yang halus dia geraikan, dan senyumannya yang dewasa membuat gadis itu tampak sangat mirip dengan imej penyihir.

“Kau terlihat menarik, Fine!” puji Riselia, tampak antusias.

“Makasih. Kau juga terlihat cantik, Selia,” jawab Elfine, sambil tersenyum. “Ayo, Sakuya, tunjukkan dirimu pada Leo...”

Sakuya hanya mengintip dari balik pintu, tapi Elfine segera menariknya kelaur.

“...Aah!”

Bertentangan dengan keinginannya, dia keluar dari ruang ganti karena tersandung, membuatnya tanpa sengaja memperlihatkan dirinya kepada semua orang.

Oh, ini..., mata Leonis melebar.

Pendekar pedang wanita muda itu mengenakan rok panjang gothic lolita berwarna hitam-putih. Dia memakai topi mini yang stylish serta bando Alice yang sangat cocok dengan rambut birunya.

“...Ini memalukan, Fine,” gumam Sakuya, sambil mencengkeram ujung roknya.

Penampilannya saat ini sangat berbeda dengan penampilannya saat dia membunuh Void dengan memegang Raikirimaru di tangannya.

“Bagaimana menurutmu tentang penampilannya Sakuya, Leo?” tanya Elfine.

“Kupikir dia terlihat menggemaskan,”

“Apa kau mengejekku, nak?” dengan ekspresi cemberut, Sakuya memelototi Leonis.

Ekspresi merajuknya itu pun juga tampak memiliki keimutan tersendiri. Leonis kemudian memandangi keempat gadis yang sedang berbaris di hadapannya itu. Empat wanita cantik itu sedang melakukan cosplay, dan mereka memiliki pesona tersendiri mereka masing-masing. Dalam hal ini, Leonis yakin kalau mereka pasti akan populer di kalangan pelanggan.

Sepertinya aku akan sangat sibur hari ini.

Leonis akan bertugas di dapur. Tentunya, kalau nanti kafe menjadi sangat ramai dan membuatnya jadi terlalu sibuk, dia bisa memanggil Pelayan Bayangan ataun skeletonnya untuk membantunya.

“Kalau begitu, aku akan memulai persiapanku——”

Mengatakan itu, Leonis hendak menuju ke dapur, tapi kemudian...

“Oh, tunggu dulu, nak,” panggil Regina sambil menghalangi jalannya.

“...A-Ada apa, Regina?” tanya Leonis, sedikit rasa takut menyelimuti hatinya.

“Hehehe... Hehehe...,” Regina cekikikan sambil menyilangkan tangannya. “Sebenarnya, kami juga menyiapkan sesuatu untukmu, nak.”

“...M-Menyiapkan apa?”

“Yah, kalau kau ingin menyesuaikan diri dengan nuansa kafe, maka kau membutuhkan kostum sesuai yang pula.”

“Kostum? Tapi ‘kan aku akan bekerja di dapur, jadi aku tidak akan terlihat oleh pelanggan...”

“Itu benar, bagaimanapun juga kita diberitahu bahwa akan terlihat buruk dari sudut pandang moral publik jika diketahui ada anak laki-laki yang tinggal di asrama perempuan.”

“Y-Ya...”

Tiba-tiba, Regina mengeluarkan kain yang terlipat—gaun berenda.

“Tapi kalau kau menjadi perempuan, maka tidak akan ada masalah.”

“T-Tunggu! Berhenti di sana!” teriak Leonis. “Bagaimana bisa kau sampai pada kesimpulan seperti itu?! S-Selain itu, ini terlalu mendadak, tau!”

“Soalnya kalau aku memberitahumu sebelumnya, kau pasti akan melarikan diri.”

“Tentu saja!”

“Sekarang, pakailah kostum ini. Ini imut loh!”

Regina membentangkan kostum itu untuk dia tunjukkan kepada Leonis. Itu adalah kostum pelayan yang cantik.

“Akulah yang membuat kostum itu,” ucap Riselia.

“Selia?!” Leonis sontak menatap ke arah Riselia, tampak terperanjat.

Pengikutku bersekongkol melawanku?!

“A-Aku tidak mau mengenakan itu; itu ‘kan pakaian perempuan!”  Harga diri Leonis sebagai Penguasa Kegelapan tidak akan mengizinkannya mengenakan sesuatu seperti itu! Saat dia menatap ke arah Regina yang wajahnya menampilkan senyum seringai, Leonis mundur selangakah..., dan tau-tau saja ada seseorang yang meraih bahunya.

“...S-Sakuya?”

“Jangan dendam kepadaku,” ucap Sakuya, ekspresinya tampak serius. “Aku tidak mau menjadi satu-satunya orang yang mengalami penghinaan di sini.”

“T-Tapi kau ‘kan perempuan!” protes Leonis.

“D-Diam! Aku akan membuatmu mengalami hal yang sama sepertiku, nak!”

Sekarang Sakuya telah berbalik sisi melawannya. Tidak memliki jalan untuk melarikan diri, Leonis menoleh ke arah Elfine. Dia yakin, gadis tertua yang selalu bertanggung jawab di antara kelompok mereka pasti akan datang membantunya.

“Hmm... Aku yakin kau akan menjadi gadis yang manis, Leo,” ucap Elfine, sambil menyatukan kedua tangannya untuk menunjukkan permintaan maafnya.

Pada akhirnya, Leonis tidak berdaya untuk melawan.

---

Pukul 08:30 Waktu Standar Kekaisaran.

Gerbang Akademi Excalibur terbuka, dan tak terhitung banyaknya warga yang berhamburan masuk ke tempat itu. Biasanya di hari-hari biasa pun, sebagian dari halaman kampus selalu dapat diakses oleh masyarakat umum. Tentunya, mereka tidak diperbolehkan untuk memasuki fasilitas pelatihan dan gedung akademi. Namun, aturan itu berubah selama hari Festival Cahaya Suci.

Setengah dari pengunjung akademi adalah orang-orang dari Assault Garden Keenam, yang mana saat ini kota tersebut sedang berlabuh di dekat Assault Garden Ketujuh. Kebanyakan dari mereka datang untuk melihat Festival Tarian Bilah Pedang Suci; turnamen skala besar dari pertandingan persahabatan antara Pengguna Pedang Suci.

Biasanya, pertandingan persahabatan akan diproyeksikan ke layar besar di seluruh kota, tapi selama Festival Tarian Bilah Pedang Suci, para penonton diizinkan untuk menonton dari lapangan.

“Pertandingan sore nanti pasti akan sangat meriah, soalnya saat itu ada peleton beperingkat tinggi yang berpartispasi. Dengan begitu, harusnya kita akan memiliki lebih sedikit pelanggan,” jelas Riselia.

“...Aku mengerti. Aku hanya perlu bersabar sampai saat itu tiba.”

“Hmm, apa kau marah, Leo?”

“Tidak,” jawab Leonis dengan merajuk, mencengkeram ujung roknya.

Saat ini anak lelaki itu mengenakan seragam pelayan klasik. Dia memakai wig hitam serta bando Alice di kepalanya. Kostumnya dibuat seperti itu berdasarkan rumor tentang gadis hantu yang biasa muncul di sekitar asrama itu.

“Kau sangat imut, nak! Seperti dugaanku, kostum itu sangat cocok untukmu!” ucap Regina, setelah dia kembali dari menerima pesanan di beberapa meja di kafe mereka.

Mungkin itu adalah caranya untuk balas dendam pada Leonis karena tadi telah membuatnya salah tingkah.

...A-Aku akan mengingat penghinaan ini! Leonis menggertakkan giginya saat semburat kemerahan tampak di pipinya.

“Coba lihat pelayan itu! Dia gemesin banget!” bisik salah satu siswi di kafe.

“Ya, kuharap aku bisa membawanya pulang!” tambah salah satu siswi lain.

Sungguh memalukan, pikir Leonis.

Sementara itu, di meja yang berbeda...

“Apa kalian sudah menentukan pesanan kalian?”

“Sakuya, kau cantik banget...”

“Sakuya, kau imut banget.”

“...Grrr, aku tidak cantik dan imut!  Cepat putuskan pesanan kalian!”

Sakuya yang malang sedang dipermainkan oleh teman-teman sekelasnya.

---

Di tengah-tengah rimbunnya kehijauan hutan lingkungan buatan, berdiri sebuah bangunan yang bobrok. Di salah satu ruang bawah tanah dari bangungan tersebut...

“Ini rencana kita,” ucap gadis dark elf bernama Lena. “Kita akan menggunakan jalur transportasi material bawah tanah untuk menyusup ke lembaga penelitian Assault Garden Keenam. Setelah itu, Zarik akan memimpin unit lain untuk membuat ledakan untuk mengalihkan personil keamanaan. Dengan menggunakan kesempatan itu, kita akan mengumpul para staf lab dan menyandera mereka. Setelah itu, kita akan membuat mereka mengatakan di mana mereka menyimpan Roh Muasal. Simpel, kan?”

“...Oh. Ya, itu simpel.”

“Itu simpel, tapi itulah yang membuatnya jadi tidak terduga.”

Anggota lain dari Pasukan Serigala Iblis menganggukkan kepala mereka, sepertinya merasa yakin dengan keberhasilan rencana Lena.

Apa mereka ini benar-benar tolol?! Ini strategi bunuh diri namanya! Arle, yang juga hadir bersama mereka, memegangi kepalanya dalam perasaan stres.

Beberapa pedang dan senjata sudah tergeletak siap di satu sisi ruangan.

“Aku ingin mendengar pendapatmu, anak baru,” tanya Lena pada Arle. “Apa kau punya pemikiran tentang operasi kita ini?” entah untuk alasan apa, tapi sepertinya dark elf itu menyukai Arle.

“...Aku tidak berpikir semuanya akan berjalan sesimpel itu.”

Arle menggelengkan kepalanya, sambil dengan hati-hati memilih kata-kata yang dia ucapkan. Soalnya, rencana mereka terlalu gegabah dan hampir pasti akan membuat mereka semua terbunuh.

“Jaga ucapanmu, bocah!” seorang beastmen berkepala singa menegurnya.

“Tenang.” Lena mengangkat tangannya, membungkam mulut pria yang marah itu. “Penguasa Kegelapan telah memerintahkan kita untuk mengambil Roh Muasal.”

“Ya. Yang Mulia sendiri telah mengatakan kalau itu adalah gagasan yang bagus,” seorang beastman menimpali.

“Dan kita harus memastikan semuanya dipersiapkan dengan sempurna...,” tambah seorang yang lain.

Penguasa Kegelapan, ya? Arle mengucapkan kata-kata itu dengan getir.

Sebenarnya dia masih ragu, tapi sepertinya Zol Vadis yang memerintah organisasi ini telah menciptakan labirin bawah tanah menggunakan ilmu sihir. Apalagi, disebutkan kalau dia menghancurkan monster seperti naga yang ada di labirin itu.

Seriusan Penguasa Kegelapan ini menyetujui rencana yang gegabah seperti ini?

“Tidak bisakah Penguasa Kege—Tidak bisakah ‘Yang Mulia’ meminjamkan kita kekuatannya dalam operasi ini?” tanya Arle, menemukan cara untuk menyuarakan keraguannya terhadap strategi mereka.

“Yang Mulia masih belum pulih sepenuhnya,” jawab Lena.

“Itulah sebabnya dia mengirimkan kita dalam misi ini,” si manusia serigala, Zarik, menganggukkan kepalanya.

Itu informasi yang berguna!

Jika salah satu dari Penguasa Kegelapan dibangkitkan dengan kekuatan penuh, maka mereka dapat dengan cepat menghancurkan kota manusia ini.

Aku harus membersihkan ancaman ini sebelum mereka sempat membuat kekacauan.

Meski begitu, tampaknya para demi-human ini semuanya mengabdi setia pada Penguasa Kegelapan. Menunjukkan niat buruk apapun kepadanya di sini akan membuatnya semakin sulit untuk mendekati Penguasa Kegelapan ini.

“Aku punya satu pertanyaan lagi. Dengan asumsi kita berhasil menyusup ke tempat yang disebut laboratorium ini, apa kita benar-benar bisa mencuri Roh Muasal?” tanya Arle. Sebagai elf yang tinggal di hutan, gadis itu tahu betul apa yang bisa dilakukan oleh roh yang marah. Dulu ada banyak desa yang dibuat menjadi rata dengan tanah karena memprovokasi mereka.

“Harusnya tidak akan ada masalah soal itu. Kita bisa menggunakan Elemental Buatan dari Perusahaan Phillet.”

“Elemental Buatan?”

“Ya. Penyihir yang telah memberi kami Pedang Iblis, Sharnak, meninggalkan hadiah terakhir ini. Kalau kita menggunakannya untuk merebut Roh Muasal, roh itu akan berada di bawah kendali kita,” jelas Lena, menampilkan senyuman percaya diri.

Apa yang dia maksud adalah Elemantal Buatan berbentuk ular yang yang telah mengendalikan inti Hyperion selama insiden pembajakan.

“Kita harus bertindak sebagai satu kesatuan dan berguna untuk Yang Mulia!”

“Kita akan menjatuhkan palu ke Kekaisaran Manusia yang angkuh dan Pedang Suci mereka!”

Para beastmen meninggikan suara mereka dalam sorakan penuh haus darah.

...Apa tujuan Penguasa Kegelapan merekrut orang-orang bodoh seperti mereka di bawah komandonya?

Tampaknya tidak peduli apa yang mungkin bisa Arle katakan di sini, mereka ngotot untuk melakukan operasi pencurian ini.

Aku berhutang budi para mereka karena telah menyelamatkan hidupku. Kalau aku harus meninggalkan mereka menemui ajal mereka, itu akan membebani hati nuraniku.

Dia berharap keikutsertaannya dalam operasi ini akan memastikan tidak ada yang tewas dalam operasi tolol ini.

Uggh. Sungguh, apa sih sebenarnya yang kulakukan di sini? Pahlawan elf itu menghela napas.

---

“Leo, meja yang di sana memesan teh chamomile dan pai apel.”

“A-Aku mengerti!”

Leonis bergerak dengan sangat sibuk di antara meja-meja dengan mengenakan seragam pelayannya.

Sumpah, mengapa Penguasa Kegelapan sepertiku harus melakukan sesuatu seperti ini?

Ide menarik tentang kafe berhantu, ditambah dengan adanya gadis-gadis cantik yang melayani pelanggan dengan mengenakan kostum imut, telah menarik cukup banyak pelanggan ke kafe mereka. Rencana mereka bisa dikatakan sukses besar. Saking suksesnya mereka samai tidak memiliki cukup kesempatan untuk berkeliling festival selama jam-jam sibuk, bahkan Leonis sampai harus mengerahkan skeleton tingkat tinggi untuk menjadi petugas dapur.

Dan terus seperti itu, jam-jam sibuk pun sudah mulai berakhir.

“...P-Permisi, apa Leo ada di sini?” Suara seorang gadis kecil yang terdengar malu-malu menyebut nama Leonis.

Saat Leonis menoleh ke asal suara itu, dia melihat seorang anak yatim piatu yang tidak asing baginya sedang berbicara dengan Elfine. Dia adalah gadis manis berambut hitam sepanjang bahu—Tessera Lillibel.

“Oh. Apa kamu temannya Leo?” Elfine tersenyum hangat kepadanya.

“Y-Ya...”

“Tuh, Leo ada di sana.”

“...Eh?” Tessera menolehkan pandangannya untuk melihat Leonis, dan segera matanya membelalak terkejut. “L-Leo?...”

“...K-Kau salah orang!” Leonis menutupi wajahnya menggunakan nampan, ingin berpura-pura menjadi orang lain.

“M-Mengapa kau jadi perempuan, Leo?”

Tessera tampak kebingungan.

“Soal itu..., ceritanya panjang...” ucap Leonis, menyerah mencari alasan.

“Ah, aku... Erm, aku mengerti,” Tessera, seorang gadis yang berpikiran dewasa, tampaknya memahami garis besar situasi yang ada.

Untung aja dia orangnya cepat memahami situasi.

“Aku, erm, menurutku kau terlihat sangat imut, Leo,” ucap Tessera, tampak malu-malu.

“B-Benarkah...?” jawab Leonis dengan samar, tidak bisa menerima pujian barusan.

“Oh, Tessera, kau sudah datang. Ayo, duduk di sini,” Riselia kembali dari dapur dan menuntun gadis itu ke salah satu kursi yang tersedia.

“Makasih, Riselia,” jawab Tessera saat dia dengan patuh duduk di kursi di dekat jendela.

“Apa kau yang memanggilnya ke sini, Selia?” tanya Leonis.

“Ya, aku mengirimkan tiket menonton Festival Tarian Bilah Pedang Suci ke panti asuhan untuk anak-anak yang lebih tua.”

Riselia kerja sambilan di panti asuhan tempat Tessera tinggal, dan dia akan pergi ke sana beberapa kali setiap minggu. Dengar-dengar, anak-anak di sana jauh lebih menyukainya daripada manajer tempat itu.

“Bagaimana dengan si kembar, gadis tomboi dan anak laki-laki berkacamata itu? Mereka biasanya selalu bersama Tessera, kan?”

“Millet dan Linze sedang menonton Festival Tarian Bilah Pedang Suci. Aku, erm, aku datang ke sini karena kudengar kau ada di sini, Leo...” jawab Tessera, sebelum dia terdiam malu-malu.

Mendengar itu, Leonis mengerutkan alisnya.

“Pertandingan kami peleton kedelapan belas akan berlangsung besok, jadi datang dukung kami, ya,” ucap Riselia.

“Y-Ya! Aku pasti akan datang dan mendukung kalian!” sambil mengepalkan tinju kecilnya, Tessera menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh.

“——Oh, sungguh konsep kafe yang menarik.”

Dari arah pintu masuk, terdengar suara yang tidak asing. Di sini, Fenris Edelritz, memasuki kafe sambil mengibas rambut pirang platinumnya.

“Mau apa kau ke sini, Fenris?” tanya Riselia, sambil memelototinya dengan ekspresi risih.

“Oh, sungguh sambutan yang tidak biasa. Aku ke sini untuk melakukan pekerjaanku sebagai komite eksekutif. Aku berkeliling untuk memastikan tidak ada peleton yang melanggar aturan... Tunggu dulu, mengapa kau mengenakan pakaian mesum seperti itu?”

Setelah memperhatikan kostum yang Riselia kenakan, wajah Fenris sontak tampak memerah.

“I-Ini bukan pakaian mesum! Ini kostum vampir!”

Tidak, itu kostum succubus, pikir Leonis.

Dan seperti yang Fenris bilang, itu memang pakaian mesum.

“A-Aku yakin pakaian seperti itu mungkin melanggar peraturan...,” ucap Fenris, mengeluarkan terminal untuk memeriksa protokol akademi.

“H-Hei—” Riselia meninggikkan suaranya sebagai bentuk protes, tapi kemudian muncul seseorang menyelanya.

“Terlalu terpaku pada aturan yang ada bukanlah sifat yang harus kau tunjukkan, Fenris. Secara keseluruhan, tugas kita adalah untuk memastikan masyarakat umum menikmati Fesitval Cahaya Suci ini,” ucap seorang pria bertubuh besar yang muncul di samping Fenris.

“Tapi, Liat...!” protes Fenris.

“Maafkan aku, bisakah kau mengizinkan kami beristirahat di sini sebentar, nona kecil?” tanya pria itu, mengarahkan pertanyaannya pada Leonis.

---

Liat Guinness, pria yang juga dikenal sebagai Liat sang Singa Api, adalah kakal kelas dan wakil ketua komite eksekutif, seorang yang menjunjung tinggi ketertiban umum dan perilaku di Akademi Excalibur. Pria muda itu memiliki rupa wajah yang tegas, dan rambut merahnya dia potong pendek. Sesuai dengan julukannya, dia memiliki tubuh yang besar seperti singa. Dia memancarkan aura martabat yang biasanya tidak dipancarkan oleh anak berusia tujuh belas tahun.

Melihat pemuda bertubuh besar itu duduk di salah satu kursi kecil kafe memberikan kesan disonansi tertentu.

“Liat adalah prajurit berpengalaman yang memimpin regu pemusnahan Void ke garis depan. Dia bahkan mungkin jauh lebih kuat dariku,” bisik Sakuya ke telinga Leonis saat gadis itu melewatinya.

Liat habis dikirim dalam misi di Assault Garden Keenam dan baru saja kembali ke akademi setelah setengah tahun absen.

Ya, dia memang memancarkan aura kesatria yang perkasa.

Leonis harus mengakui bahwa Liat memang memiliki sosok yang mengesankan. Tentunya, dia hanya kuat menurut standar manusia, tapi Leonis berpikir pria itu adalah tandingan para pejuang dan ksatria gagah berani yang dia lawan di masa lalu. Terlepas dari apa posisi mereka, Raja Undead itu memiliki kesan positif terhadap orang-orang yang kuat. Saat dia membawa nampan denagn dua cangkir teh di atasnya ke meja Fenris dan Liat, dia memutuskan untuk mentraktrik mereka roti panggang mentega.

“Terima kasih. Baunya enak,” ucap Fenris, kemudian dengan elegan mengangkat cangkirnya dari piring. Sepertinya, dia tidak menyadari siapa pelayan yang sedang melayaninya.

“Haru kuakui, kafe bertema rumah hantu ini memang merupakan ide yang unik dan menarik,” ucap Liat, sambil memperhatikan dekorasi kafe.

“...Meski begitu, aku tidak suka dengan kostum yang tak tahu malu itu,” tambah Fenris sambil mengernyitkan dahinya.

“Y-Yah, hmm, memang itu sangat, ehem..,” gumam Liat sambil mengeluarkan batuk kering yang canggung.

Saat itulah Elfine datang mendekati meja mereka. “Halo, Liat. Sudah cukup lama aku tidak melihatmu. Kuharap kau dalam kondisi sehat,” sapanya dengan nada yang ramah.

“Oh, Elfine. Kudengar kau sudah meninggalkan peleton ketujuh, ya?”

“Ya. Sekarang aku anggota dari peleton kedelapan belas.”

“Begitu ya...”

Dalam perjalanannya kembali ke dapur, Leonis menghentikan langkah kakinya dan mendengarkan pembicaraan mereka. Apa mereka berdua saling kenal?

“Kudengar kau menjadi bagian dari ekspedisi Clauvia di Assault Garden Keenam,” ucap Elfine.

“...Seperti biasanya, kau tahu segalanya, ya?” jawab Liat, sambil menampilkan senyum yang dipaksakan.

“Yah, bagaimanapun juga aku ‘kan seorang penyihir,” respon Elfine, sambil memegang pinggiran topinya dan tersenyum tipis. Tapi kemudian, tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi serius. “Jadi, apa yang digali oleh kakakku di tundra?”

Liat terdiam sejenak. “Itu rahasia. Tapi kau harusnya tahu soal itu.” Dia menggelengkan kepalanya.

Ekspedisi dari Assault Garden Keenam...

Leonis teringat soal laporan yang Lena berikan kepadanya; sesuatu tentang ekspedisi dari Assault Garden Keenam yang menemukan Roh Muasal.

“Kurasa kau benar. Toh data laboratorium kekaisaran tentang masalah itu memiliki perlindungan yang substansial,” ucap Elfine.

“Maaf, kalian berdua, apa yang sebenarnya kalian bicarakan?” tanya Fenris.

“Karena mereka menugaskan Clauvia untuk bertanggung jawab dalam ekspedisi itu, maka itu pasti bukan hanya sekadar penggalian reruntuhan,” lanjut Elfine, sepenuhnya mengabaikan pertanyaan Fenris.

“Jujur saja, aku sendiri juga tidak tahu banyak. Aku di sana hanya untuk menjagai konvoi pasokan.” Liat mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya. “Tapi kudengar bahwa entah apa yang mereka gali dalam ekspedisi itu berada di dalam balok es raksasa.”

“Terus mereka membawa balok es raksasa itu secara utuh ke lab Assault Garden Keenam?” tekan Elfine sembari dia mengangkat alisnya.

“Ya. Sejujurnya, aku tidak punya pemikiran tentang apa kira-kira itu.”

“Begitu ya...” Elfine menggigit bibirnya.

“Leo, bisakah kau melayani meja nomor tiga?” tiba-tiba, Riselia memanggil Leonis.

“Ah, iya!” Leonis buru-buru menjawabnya.

“Tunggu sebentar... Apa dia baru saja memanggil gadis itu Leo?” Fenris sontak menatap ke arah Leonis dengan ekspresi marah.

Sial! Sayangnya, pada saat pikiran itu muncul di benaknya, itu sudah terlambat karena Fenris menatap lekat-lekat wajah Leonis.

“...Kalau kulihat lebih dekat seperti ini, kau memang Leonis!” seru Fenris.

“A-Apa maksudmu?!” Leonis tergagap.

“Kau tidak bisa menipu mata Fenris Edelritz yang tajam ini!”

Dari tadi aku sudah menipu matamu yang tajam itu! Sindir Leonis.

“Yah, selama dia bukan laki-laki, maka tidak akan ada masalah jika dia berada di asrama perempuan, kan?” ucap Riselia, berdiri di antara mereka berdua untuk membela Leonis.

“I-Itu tidak lebih dari sekadar sofisme!” balas Fenris.

[Catata Penerjemah: Sofisme adalah suatu sikap yang berpendapat bahwa kebenaran itu relatif adanya.]

“Tapi coba kau lihat betapa imut dirinya itu! Sekarang dia perempuan, jadi tidak ada masalah!” tegas Riselia.

“Tidak, itu masalah!” bentak Leonis.

Oooooooooh!

Untungnya, sorakan meriah yang terdengar dari lapangan yang cukup jauh dari kafe mereka membuat perdebatan mereka berhenti.

“Sepertinya semua orang menikmati Festival Tarian Bilah Pedang Suci,” ucap Liat sambil menampilkan senyum.

Di sisi lain, para pelanggan kafe juga mulai meninggalkan meja mereka.

“Nak.” Regina tiba-tiba menepuk bahu Leonis. “Jam sibuk sudah mau berakhir, kau bisa pergi keluar dengan Lady Selia.”

“Apa kau bisa menangani tempat ini sendirian, Regina?” tanya Riselia.

“Ya.” Gadis berambut pirang itu mengangguk penuh percaya diri. “Aku ingin kau menikmati festival ini, Lady Selia.”

“Makasih! Ayo pergi, Leo!” seru Riselia, memegang tangan Leonis.

“Ah, tunggu! Urusanku dengan kalian masih belum selesai!” teriak Fenris kepada mereka.



close

1 Comments

Previous Post Next Post