Bab 5
Assault Garden Keenam
Sorakan yang nyaring terdengar pecah dari lapangan pertandingan. Ini merupakan saat yang paling menarik dari Festival Bilah Pedang Suci. Di pagi hari, kafe penuh dengan pelanggan, tapi sekarang jumlah pelanggan sudah cukup berkurang. Sekarang Leonis dan Riselia sepertinya sudah sampai di Assault Garden Keenam.
Saat Elfine sedang membersihkan salah satu meja, tiba-tiba terminalnya mulai berdering.
“...Apa ini?” ucap Elfine, melihat ke arah terminalnya.
“Ada apa?” tanya Regina yang sedang mencuci piring.
“Aku menerima panggilan dari biro administrasi,” jawab Elfine.
“Panggilan...? Tunggu sebentar, kau tidak berpikir kalau ada Void yang muncul, kan?!” tanya Regina, tangannya berhenti bekerja.
“Void?!” Sakuya, yang saat ini sedang menyingkirkan pisau dan garpu, langsung bereaksi terhadap kata itu.
Tapi, Elfine menggelengkan kepalanya. “Tidak, ini bukan panggilan darurat. Ini pasti sesuatu yang lain.”
Biro administrasi sering meminta bantuan Pengguna Pedang Suci dengan kemampuan yang berfokus pada analisis data seperti Elfine. Pedang Suci dengan kemampuan seperti itu sangat langka, jadi ada aturan yang menyatakan bahwa mereka bekerja di bawah biro administrasi saat bertugas di peleton yang ditugaskan untuk mereka.
“Boleh ‘kan kalau aku keluar sebentar?” tanya Elfine, dengan nada suara meminta maaf.
“Ya, kami berdua bisa menangani semua ini dengan baik; toh sekarang kita punya lebih banyak waktu luang,” jawab Regina.
“Makasih, aku akan segera kembali.”
Meski begitu, dia tidak bisa pergi ke kantor biro dengan masih mengenakan kostum penyihirnya. Dan karena panggilan itu tidaklah mendesak, jadi Elfine pikir dia punya waktu untuk ganti pakaian. Mengapa mereka memanggilku di hari Fesival Cahaya Suci? pikir gadis itu saat dia memasuki ruang ganti.
Sambil melepas topi penyihirnya, dia menyisir rambutnya dengan jarinya. Mungkinkah ada anak yang tersesat, dan dia dipanggil untuk mencari orang tua mereka? Soalnya, Elfine pernah diminta untuk membantu biro dalam menghadapi kesulitan seperti itu sebelumnya.
Atau mungkinkah mereka tahu bahwa aku telah menyusup ke Astral Garden?
Elfine telah beberapa kali menggunakan terminal ruang manajemen informasi untuk meretas jaringan informasi ibu kota. Tentunya, gadis itu merasa yakin kalau dia tidak meninggalkan jejak apa-apa, tapi jika aksinya itu diketahui, maka dia akan menerima lebih dari sekadar tamparan di pipi.
Tidak, itu tidak munggkin. Toh aku menggunakan Mata Penyihir untuk menyelubungi diriku sendiri...
Dia melepas sepatu botnya dan membuka kancing tali kostumnya di bagian belakang, memperlihatkan bra hitam dewasa yang menutupi payudaranya, lekukan semok di pinggangnya, serta kulitnya yang halus dan seputih salju murni.
Kayaknya berat badanku sedikit naik. Aku harus kurang-kurangi makan yang manis-manis, pikir Elfine, sambil mencubit daging kecil dari perutnya yang sebenarnya rata, dan tiba-tiba...,
“Oh, Fine, jadi sekarang kau sudah cukup dewasa ya untuk mulai peduli dengan sesuatu seperti ini?”
“...Whoa?!” Merasakan belaian lembut dari punggungnya, Elfine melontarkan teriakan terkejut.
“Hehehe, apa aku membuatmu terkejut?” seseorang berbisik di telinganya. Orang itu kemudian memindahkan lengannya dari punggung Elfine ke perutnya, mencubit dan menusuk-nusuknya.
“Hmm. Menurutku kau tidak perlu khawatir soal daging kecil di perutmu ini,” ucapnya orang itu.
“...Nnn, C-Clauvia... Apa yang kau lakukan di sini?!”
Elfine berputar, menatap mata wanita itu dengan tajam. Dia adalah wanita berusia akhir dua puluhan yang mengenakan jas putih. Dia memiliki perawakan wajah yang anggun dan cantik, seperti salah satu aktris terkenal di ibu kota, dengan rambut berwarna hitam yang indah seolah-olah kegelapan malam larut ke dalam rambutnya. Dia adalah petugas penelitian berpangkat tinggi, Clauvia Phillet.
Kakak perempuan Elfine itu kemudian memandang adiknya dengan sorot mata nakal. “Jangan menampikan ekspresi menakutkan seperti itu padaku, oke? Nanti wajah cantikmu jadi rusak loh.”
“Issh. Bagaimana kau bisa masuk ke dalam sini?” Elfine merengut pada kakaknya.
“Dari tadi aku sudah ada di sini, tau. Aku salah satu pelanggan di kafe kalian.”
“...Hah?”
Melihat reaksi adiknya itu, Clauvia mengangkat bahu. “Kau tahu kemampuan Pedang Suciku, tapi kau masih saja lengah sepanjang waktu, Fine.”
Kemampuan untuk mengacaukan persepsi orang lain, kenang Elfine.
Dengan kata lain, Pedang Suci Clauvia memungkinkannya untuk menghilangkan dirinya dari kesadaran orang lain. Menurut perkiraan militer, kekutan seperti itu hanya berada di tingkat D. Itu bukanlah Pedang Suci yang hebat untuk digunakan melawan Void secara langsung, makanya Clauvia menjadi seorang peneliti.
“Kostum penyihirmu yang tadi? Itu benar-benar menggemaskan,” ucap Clauvia dengan nada yang nakal.
“...Apa maumu?” tanya Elfine dengan sorot mata tidak senang.
“Mauku? Tentu saja aku ingin melihat adikku yang imut——”
“Jangan bohong,” sela Elfine.
“Eh?!” respon Clauvia dengan ekspresi terkejut.
Reaksinya tadi itu terlalu berlebihan kalau dia memang sungguh-sungguh.
“Dengar, Clauvia, aku ingin ngobrol denganmu, tapi aku menerima panggilan dari biro administrasi, jadi aku harus pergi,” ucap Elfine.
“Oh, itu? Itu aku yang memanggilmu,” ucap Clauvia dengan nada acuh tak acuh.
“...Hah?”
“Aku meretas salah satu terminal biro dan mengirimimu panggilan,” ucap Clauvia sambil menyeringai. “Keamanaan mereka cukup sulit juga untuk ditembus,”
Denga sikap yang acuh tak acuh, wanita itu menyatakan sesuatu yang sangat berbahaya. Namun, Elfine tahu betul bahwa kakaknya itu bisa melakukan tindakan seperti itu tanpa kesulitan.
“Meretas biro administrasi itu tindak kriminal, Clauvia.”
“Ya, itu tindak kriminal. Tapi...”—Clauvia menatap lurus mata adik perempuannya—“sebagai seorang yang menyusup ke Astral Garden, kau tidak memiliki hak untuk mengatakan itu. Apalagi, kau melakukannya dengan menggunakan terminal Akademi Excalibur...”
“...?!”
“Hehehehe. Tidak perlu takut. Mungkin cuman aku saja satu-satunya orang yang menyadari ini. Dan tentunya aku tidak akan pernah menjual adikku yang berharga, bukan?”
“Apa maumu?” tanya Elfine dengan ekspresi kaku.
“Oh, kau langsung ke intinya, ya?” bisik Clauvia sambil menyeringai sinis. “Aku ingin kau menganalisa relik yang kami bawa ke lab dengan Pedang Sucimu.”
“Maksudmu benda yang ditemukan dalam ekspedisi penelitian Assault Garden Keenam di tundra?”
“Ya. Sejujurnya, kami tidak bisa menganalisanya,” Clauvia terkekeh saat dia meluncurkan jarinya di sepanjang selangka Elfine. “Tapi dengan adanya bantuanmu, kupikir kami mungkin akan bisa membuat terobosan.”
“...Apa itu ancaman?”
“...Tidak, tidak. Aku hanya sekadar meminta bantuanmu.”
Mendengar permintaan kakaknya, Elfine menggigit bibir bawahnya. Fakta bahwa Clauvia tahu tentang penyusupannya ke Astral Garden membuatnya tidak bisa menolak permintaan Clauvia.
“Aku ingin tahu satu hal...,” ucap Elfine dengan suara pelan. “Apa yang sebenarnya kau temukan?”
Bibir Clauvia melengkung membentuk senyuman. “Bentuk kehidupan kuno yang muncul ke permukaan.”
“...Bentuk kehidupan?”
“Ya. Itu adalah apa yang orang-orang dari zaman kuno sebut sebagai Penguasa Kegelapan.”
---
“Padahal kau tidak harus mengganti pakaianmu loh, Leo.”
“A-Aku tidak mau memakai kostum seperti itu lebih lama dari yang seharusnya!” teriak Leonis dari kursi belakang kendaraan militer Riselia.
“Tapi dengan mengenakan pakaian itu kau jadi sangat imut, tau... Oh, kita akan memasuki terowongan.”
Melihat ke atas, Leonis bisa melihat adanya cahaya yang bersinar di depannya. Saat mereka keluar dari jembatan pengghubung kota dan melewati gerbang sertifikasi, pemandangan dari gedung-gedung tinggi berlatar langit biru cerah terhampar di depan mereka. Di tengah-tengah pemandang kota tersebut, terdapat dua bangunan besar dan megah yang memancarkan presensi yang kaut.
“Itulah museumnya, dan bangunan tepat di sampingnya adalah institusi penelitian anti-Void,” jelas Riselia.
“Itu ukurannya lebih besar dari yang kubayangkan...,” gumam Leonis.
Dalam hal ukuran, bangunan tersebut menyaingi perbendaharaan Death Hold. Setelah mengemudi beberapa saat, mereka berdua sampai di kawasan bisnis, dan Riselia mulai melambatkan laju kendaraannya.
“Ini adalah Academy Street yang terkenal di Assault Garden Keenam. Di sini ada banyak sekali toko makanan,” ucap gadis itu.
Begitu ya.
Seperti yang Riselia bilang, aroma yang menggugah selera bisa tercium dari segala arah.
“Apa kau lapar, Leo?”
“Ya, sedikit...,” jawabnya dengan jujur.
Saat istirahat tadi, dia makan beberapa pai apel buatan Regina, tapi bagaimanapun juga Raja Undead itu berada di tubuh anak laki-laki yang dalam masa pertumbuhan. Sekarang perutunya sudah mulai keroncongan.
“Kalau gitu, ayo kita beli sesuatu untuk di makan sebelum kita pergi ke museum,” putus Riselia. Dia kemudian memarkirkan kendaraannya di bahu jalan dan mengeluarkan terminalnya.
“Hmm, seingatku, di sekitar sini ada toko crepe yang terkenal... Ah, itu di sana,” ucap Riselia, menunjuk ke arah toko yang ada banyak siswa sedang mengantri di depannya. “Di toko ini kau bisa memilih topping kesukaanmu. Kau mau pakai topping apa, Leo?”
“...Aku, erm, aku tidak tahu.”
“Kalau gitu kita akan memesan yang klasik saja. Cokelat, stroberi, dan krim segar.”
“Oke. Oh, ini kreditku...,” ucap Leonis, hendak mengeluarkan terminalnya.
“Tidak usah, aku yang akan traktir,” ucap Riselia, menghentikan Leonis. “Kau sudah bekerja keras hari ini.”
“Sungguh? Makasih.”
Awalnya, Leonis merasa tidak nyaman untuk dimanja seperti ini oleh pengikutnya. Soalnya itu jadi terlihat seperti penghinaan terhadap martabatnya sebagai seorang Penguasa Kegelapan. Namun, Blackas bilang padanya kalau akan terlihat lebih alami bagi seorang anak berusia sepuluh tahun untuk menerima kemurahan hati orang lain. Itu sebabnya, Leonis memutuskan untuk mengikuti saran dari rekannya itu.
“Di sini ada berbagai macam toko makanan. Kita bisa mencobanya satu-satu,” ucap Riselia, tampak antusias.
“...Nanti berat badanmu naik loh kalau kebanyakan makan,” tegur Leonis.
“K-Kau benar... Yah, membeli dua mungkin terlalu berlebihan, jadi aku akan membeli satu saja.”
“Kuserahkan padamu.”
Tapi yah, itu tidak seperti berat badannya vampir bisa bertambah.
Riselia mengambil crepenya dengan satu tangan dan memegang crepenya Leonis dengan tangannya yang lain.
“Baiklah, sekarang ayo kita pergi ke toko berikutnya. Yang di sana itu benar-benar populer!”
“...S-Selia, kau tidak harus memegang tanganku!”
“Kau tidak tahu jalanan kota ini, bagiamana kalau kamu tersesat nani? Ayo pergi.”
Risela mulai berjalan, sambil menggengam telapak tangannya Leonis.
---
Bertengger di atas atap, sesosok gelap sedang menyaksikan Leonis dan Riselia berjalan pergi.
Issh, t-tuanku...!
Itu tidak lain dan tidak bukan adalah Shary. Sesuai perintah yang Leonis berikan kepadanya, dia telah memperluas jangkauan koridor bayangan ke Assault Garden Keenam, sambil mengawasi setiap makhluk mencurigakan yang mungkin melakukan pergerakan. Namun, saat pembunuh itu sedang berjaga-jaga dengan penuh kehati-hatian, dia melihat Leonis dan Riselia berpegangan tangan dan menjadi benar-benar merajuk.
Riselia Crystalia adalah pengikut Leonis yang dicipakan oleh Leonis sendiri. Apalagi, gadis itu adalah Ratu Vampir, undead tingkat tertinggi. Saat ini gadis itu masih tidak berpengalaman, tapi dia pasti akan bisa menjadi komandan yang kuat ketika Pasukan Penguasa Kegelapan bangkit kembali.
Terlebih lagi, Riselia bahkan telah menyelamatkan nyawa Leonis selama pertempuran di kota yang hancur. Tentunya Shary merasa berterima kasih tentang hal itu, tapi...
S-S-Seorang pengikut biasa berani menempel pada beliau seperti itu! Itu..., itu kurang ajar namanya! Itu tidak pantas!
Shary menatap telapak tangannya. Sebagai seorang pembunuh, tangannya itu telah memberikan kematian instan dan mutlak kepada musuh-musuh Penguasa Kegelapan-nya. Meski begitu, dia tidak pernah memegang tangan tuannya itu seperti yang Riselia lakukan.
Aku tidak bisa..., melakukan sesuatu yang sangat lancang seperti itu...
Mengangkat kepalanya, Shary terus memperhatikan mereka berdua yang membeli lebih banyak manisan. Ditarik oleh bawahan berambut peraknya, Leonis mengikutinya dengan pipi yang tampak memerah. Gadis itu mungkin tidak tahu..., tapi tidak diragukan lagi kalau dirinya adalah terget dari kasih sayang Leonis.
Jika Riselia menumbuhkan kekuatannya sebagai Ratu Vampir, pada akhirnya dia akan layak untuk mendampingi Leonis, melayani Leonis sebagai pelayannya. Kalau sudah begitu, Shary mungkin tidak akan diperlukan lagi.
Pembunuh itu jadi gugup dan mengepalkan jarinya di sekitar cincin tulang yang Leonis berikan kepadanya.
“...?!”
Berputar dengan sangat tajam, Shary melemparkan belati bayangan, tapi belati itu hanya menusuk tanah dengan suara yang melengking.
“Tunjukkan dirimu?!” dengan dingin, Shary mengatakan itu sambil menarik beberapa belati lagi dari bawah roknya.
Bayangan mulai berputar spiral dan kemudian membentuk wujud manusia. Sama seperti makhluk laba-laba yang Leonis lawan beberapa hari yang lalu, makhluk ini juga merupakan iblis.
“Sepertinya kau bukanlah manusia biasa. Apa kau pengikut vampir, nak...?”
“Vampir...?” terkejut, Shary mengernyitkan alisnya.
Tidak diragukan lagi, iblis ini mengincar Riselia Crystalia.
Aku harus segera melaporkan ini pada tuanku.
Namun, saat Shary mencoba mengirimkan pesan telepati kepada Leonis, dia tidak bisa melakukannya.
Telepatiku dimatikan?!
“Kau berada di dalam penghalang isolasi,” ucap iblis itu sambil menampilkan senyum seringai.
“?!”
Merasakan munculnya kehadiran lain, Shary segera melompat ke udara. Bayangan tempat dia berdiri barusan menggelagak dan bergerak saat muncul dua mahkluk lain—iblis berbentuk seperti kelelawar dengan tendril menggeliat yang memanjang dari lengan mereka.
“Kau tidak memerangkap kami dalam jebakanmu, nak. Kamilah yang menjebakmu,”
---
Setelah mengunjungi beberapa toko makanan, Leonis dan Riselia pergi ke musem dan sekarang berdiri tepat di depan gedung yang megah.
“Makan sambil jalan-jalan rasanya menyenangkan, bukan, Leo?” ucap Riselia, sambil mengunyah sate.
“Kalau kau makan sebanyak itu nanti perutmu gak punya ruang untuk makan malam loh,” ucap Leonis terheran-heran, meskipun dia sendiri juga sedang menikmati sate.
Jus daging yang hangat memenuhi mulutnya saat dia menggigit bagian luar yang digoreng. Mengunyah bagian tulang rawan benar-benar memuaskan sang Raja Undead.
“Ini dan makan malam itu punya ruang masing-masing untukku,” jawab Riselia, sambil mengangkat tubuhnya.
Tiba-tiba, tetesan air mulai turun dari langit.
Riselia sontak mendongak, sambil melindungi matanya menggunakan tangannya. “...Eh, hujan?”
“Sepertinya ramalan cuaca biro administrasi salah,” pungkas Leonis.
“Sepertinya begitu. Tapi yah, perubahan cuaca yang tiba-tiba sudah merupakan bagian dari kehidupan di pulau buatan.” Pemandangan awan-awan gelap di langit membuat Riselia cemas. Dia juga bisa melihat kiliat menyambar ke arah pesisir. “Meski begitu, hujan ini sangat mendadak. Sepertinya besar kemungkinan kalau ini akan berubah menjadi badai.”
“Kalau gitu, ayo cepat masuk ke museum,” usul Leonis.
“Baiklah...”
Mereka berdua bergegas pergi ke gedung museum saat butiran-butiran air memercik ke tanah. Mereka kemudian menunjukkan ID pelajar Akademi Excalibur mereka di gerbang dan memasuki tempat itu. Di sekitar pintu masuk museum, ada cukup banyak siswa-siswi lain yang juga mengenakan seragam seperti mereka yang berkumpul.
“Kau bisa masuk dengan biaya untuk anak-anak, Leo,” ucap Riselia padanya.
“Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil,” jawab Leonis, terdengar kesal.
Namun, karena biaya masuk menggunakan informasinya yang terdaftar saat dia mendebet kreditnya, itu secara otomatis menerapkan diskon, jadi pada akhirnya dia membayar tiket untuk anak-anak.
Di alun-alun di depan gerabang, terdapat sebuah monumen pedang besar yang berdiri kokoh di atas batu.
“Apa itu?” tanya Leonis.
“Itu monumen Pedang Suci,” ucap Riselia, mengacungkan jari telunjukknya. “Dikatakan bahwa enam puluh empat tahun yang lalu, ketika Void mulai melakukan invasi, Yang Mulia Kaisar dianugerahi kekuatan Pedang Suci pertama. Saat invasi kedua terjadi, Yang Mulai mempertaruhkan nyawanya, dan kekuatan Pedang Suci itu hilang, tapi...”
“Yang itu benar-benar terlihat seperti pedang, ya,” ucap Leonis.
“Begitulah. Toh alasan mengapa kekuatan yang planet ini berikan kepada kita disebut Pedang Suci dikarenakan Pedang Suci pertama berbentuk pedang.”
Hoou, museum ini memang tempat yang hebat. Belum melihat pameran yang sesungguhnya saja aku sudah membuat beberapa penemuan informatif.
Bagian dalam museum dipenuhi orang, kebanyakan dari mereka mungkin masuk untuk berteduh dari hujan yang turun secara tiba-tiba. Dengan tangan yang masih menggenggam tangan Leonis, Riselia memimpin anak lelaki itu berjalan. Tentunya, dia sudah pernah pergi ke museum ini beberapa kali dan cukup familiar dengan tempat itu.
“Kalau kau mau melihat semua yang dipamerkan di museum ini dengan benar, maka satu hari saja tidak akan cukup,” ucap Riselia kepada Leonis.
“...Kurasa juga begitu,” jawab Leonis sambil mengangguk.
Menilai dari ukuran tempat itu saja, Leonis tidak merasa heran dengan apa yang Riselia katakan. Selain bangunan utama, ada juga paviliun dengan kebun raya yang menampung tanaman dari seluruh dunia.
“Untuk saat ini, ayo kita ikuti rute yang disarankan dan melihat-lihat,” putus Riselia.
---
Mereka berdua meninggalkan gerbang depan dan pindah ke aula terbuka yang besar.
A-Apa-apaan itu?!
Di tengah-tengah aula itu, ada sekumpulan tulang raksasa yang dipajang.
“Itu adalah raja dunia binatang purba. Itu kerangka naga,” ucap Riselia, menyadari keterkejutan Leonis.
“Naga...?!”
Leonis sontak mendekati pagar yang mengelilingi benda itu, menatap kemegahannya yang menjulang tinggi dengan perasaan kagum. Bentuk kerangka itu sangat berbeda dengan Cacing Besar yang dia temui di labirin. Itu adalah kerangka naga yang sempurna.
Apalagi itu ukurannya cukup besar. Berdasarkan bentuk tanduknya, sepertinya itu adalah naga merah?
Setelah semua yang telah terjadi, Leonis percaya bahwa naga sangat bermartabat dan menginspirasi. Dalam antusiasmenya itu, Penguasa Kegelapan itu bahkan hampir mencodongkan tubuhnya ke atas pagar.
“L-Leo, kau tidak boleh menyentuhnya!” Riselia menariknya mundur. “Kau harus mematuhi peraturan museum.”
“A-Aku mengerti. Maaf, aku hanya jadi sedikit bersemangat...,” dengan nada suara yang lemah, Leonis meminta maaf.
Aku sama sekali tidak menyangka akan menemukan karya yang sangat indah di tempat seperti ini...
Menyeringai, Leonis melirik kerangka naga itu. Sebelumya dia sudah menyerah untuk memperbaiki naga tengkoraknya, soalnya dia pikir kalau bahan yang dia butuhkan tidak ada di zaman ini. Tapi, sekarang sudah lain cerita.
“Di mana mereka menemukan kerangka ini?” tanya Leonis, terdengar antusias.
“Erm, itu bukan kerangka sungguhan, Leo,” ucap Riselia, menampilkan senyum kaku.
“...Eh?”
“Kerangka yang sungguhan ada di lab di ibukota. Yang itu cuman replika.”
“R-Replika?”
Leonis menatap kerangka itu, dan seperti yang Riselia bilang, setelah dia memperhatikan lebih teliti, dia mendapati bahwa kerangka itu bukanlah tulang asli, melainkan faksimile yang ditempa dengan teliti. Sekalipun di sini dia merapalkan sihir Alam Kematian, dia tidak akan bisa untuk memanipulasi kerangka tersebut.
Berani-beraninya mereka membodohiku dengan tulang palsu, Leonis menggertakkan giginya.
“Tapi, di dalam ada kerangka-kerangka lain yang asli loh,” tambah Riselia, menarik tangan Leonis saat mereka meninggalkan kerangka naga itu.
Mereka pergi dari aula terbuka dan berjalan menyusuri rute yang disarankan. Mereka melewati terowongan, mencapai ruang berikutnya. Di sana, di balik kota kaca transparan, Leonis bisa melihat kerangka makhluk purba yang dipamerkan.
“Ini adalah pameran tulang hewan purba yang ditemukan di reruntuhan kuno. Kebanyakan dari ini ditemukan oleh tim ekspedisi Akademi Excalibur.”
Leonis hanya setengah mendengar penjelasan Riselia.
Oooh, ini adalah kerangka ogre!
Wajah Leonis menempel pada kota kaca. Di balik kaca itu, terdapat kerangka tulang yang sangat besar, tingginya kurang lebih tujuh atau delapan kali lebih tinggi dari dirinya. Ogre adalah ras yang melayani Dizolf Zoa, Raja Amarah. Mereka merupakan makhluk raksasa yang memakan manusia dan demi-human.
Banyak dari mereka yang bodoh dan barbar, tapi ada juga ogre yang cerdas yang disebut dukun ogre. Dukun-dukun itu bisa merapalkan mantra hingga tingkat ketiga.
Tulang dada ogre itu memiliki tanda yang menyiratkan bahwa makhluk itu telah ditusuk dengan pedang. Sepertinya, kerangka yang satu ini terbuat dari tulang sungguhan.
Kupikir aku bisa menggunakan beberapa kerangka yang ukurannya besar.
Ogre bisa menjadi partner berlatih yang cocok untuk Riselia. Bagaimanapun juga, gadis itu sekarang sudah mendekati titik dimana prajurit biasa tidak lagi menjadi tantangan untuknya.
Bisa gak ya aku mencurinya tanpa ada yang memperhatikan?
Jika apa yang Leonis inginkan adalah mengambilnya, dia bisa menelan benda itu ke Alam Bayangan. Namun, jika dia membuat yang palsu dan memajangnya sebagai penggantinya, maka mungkin tidak ada yang sadar kalau kerangka itu hilang. Tenggelam dalam renungan, Leonis menyilangkan tangannya.
“Kau sedang berpikir untuk melakukan sesuatu yang buruk lagi, kan, Leo?” Riselia menatapnya dengan ekspresi marah.
“...K-Kok kamu bisa tahu?!” Terkejut karena ketahuan, Leonis sontak mendongak kebingungan. Soalnya tadi dia bahkan tidak pernah menampilkan wajah yang tampak berniat jahat.
“Aku adalah pengikutmu. Aku bisa melihat menembus dirimu dan tahu apa yang kau pikirkan,” canda Riselia sambil tersenyum.
Sepertiya aku harus berhati-hati saat berada di dekatnya, pikir Leonis, mendecakkan lidahnya merasa kesal.
Untuk saat ini, dia memutuskan untuk menyerah mencuri kerangka ogre itu. Saat dia memperhatikan sekelilingnya, dia bisa melihat lebih banyak kerangka monster. Griffon, naga, kobold, harpy, inti iblis yang mengkristal...
“Sungguh aneh ya bahwa beberapa abad yang lalu, ada makhluk-makhluk seperti ini yang berkeliaran di mana-mana? “ bisik Riselia.
Dari sudut pandang Leonis, itu tidaklah aneh.
“Apa semua monster ini punah pada suatu saat?” tanya Leonis.
“Ya. Orang-orang menyebut peristiwa ketika mereka semua mati sebagai Great Divide (Perpecahan Besar).”
Apa yang menyebabkan banyak sekali monster di permukaan menghilang masih belum diketahui. Ada kemungkinan kalu itu disebabkan oleh jatuhnya meteor atau tersebarnya wabah terkutuk. Bisa jadi juga itu dikarenakan mana planet yang menjadi tak terkendali. Beberapa orang juga ada yang berpikir bahwa Void telah muncul berabad-abad lalu untuk memusnahkan mereka, namun kebetulan saja umat manusia tidak tahu soal itu.
Void, ya?
Bentuk kehidupan misterius yang muncul dari celah udara masih merupakan misteri. Namun, bentuk mereka memiliki karakteristik dari makhluk purba. Orang-orang bahkan sampai menyebut mereka dengan nama monster-monster itu, seperti Void kelas ogre atau Void kelas wyvern.
Leonis curiga kalau mereka tidak lahir dari kehampaan, tapi sejak awal merupakan makhluk hidup yang telah diubah oleh semacam pengaruh eksternal. Archsage, Arakael Degradios, dan Wanita Suci, Tearis Resurrectia, mereka berdua telah dibangkitkan sebagai Void. Tearis pun juga telah mengubah jiwa Ksatria Crystalia menjadi Void. Dalam semua kasus itu, entitas yang ada telah dipengaruhi sesuatu untuk dibuat menjadi Void.
Tapi jika memang begitu, lantas mengapa Void muncul dari retakan di realitas? Apa yang sebenarnya berada di sisi lain dari retakan itu? Leonis merenungkan pertanyaan-pertanyaan itu, tapi dia tidak dapat menemukan jawabannya.
“Oh, Leo... Dan, Selia?” Suara seorang wanita memanggil mereka dari arah belakang. Leonis dan Riselia segera berbalik bersamaan dan meihat ada dua orang yang sedang menatap mereka.
“Fine?” ucap Riselia, tampak terkejut.
Ya, orang memanggil mereka adalah Elfine. Sekarang dia sudah berganti pakaian ke seragam akademinya. “Oh, erm...,” dia tergagap, tingkahnya tampak lebih canggung daripada biasanya.
“Mm, mereka siapa? Apa mereka temanmu, Fine?” wanita berjas lab yang berdiri di samping Elfine menanyakan itu.
Dia memiliki rambut hitam sepanjang bahu. Wajahnya mirip dengan Elfine, dan dia sangat cantik.
Hmm. Dia terlihat mirip seperti Elfine...? Leonis mengerutkan alisnya.
“Aku kakaknya Fine, Clauvia Phillet.”
Kakaknya? Oh, jadi begitu ya. Itu menjelaskan alasan mengapa mereka berdua terlihat miirp. Tapi, kepribadian mereka tampak berlawanan.
Sesuatu tentang Clauvia memberi Leonis perasaan kalau wanita itu adalah jurang rahasia tak berdasar, seolah-olah dia memiliki semacam aspek iblis.
“Oh, jadi kau ya kakaknya Fine! Aku, erm, Riselia Crystalia,” sapa Riselia, saking semangatnya sampai kata-katanya jadi tersendat. “Aku satu peleton dengan Fine, dan, erm, dia selalu mengatasi kegagalanku, dan—”
“Tenanglah, Selia.” Elfine memandang temannya itu dengan senyuman canggung.
“Crystalia?” Mendengar nama tersebut, mata Clauvia sedikit menyipikit. “Begitu ya, jadi kau adalah...”
“Aku Leonis Magnus, juga merupakan anggota dari peleton kedelapan belas,” sapa Leonis dengan sopan.
“Senang bertemu denganmu... Eh, kalian punya anak kecil di peleton kalian?” tanya Clauvia, tampak sedikit terkejut.
“Leo adalah Pengguna Pedang Suci,” tegur Elfine kepada kakanya sebelum dia beralih ke Riselia. “Jadi, kalian berdua datang ke museum untuk kencan?”
“Ya. Leo bilang dia mau mengunjungi museum ini.”
Kencan? pikir Loenis, merasa bingung.
“Kalian tidak akan bosan di tempat ini,” ucap Elfine. “Kalian bisa berkeliling ke banyak sisi di tempat ini, jadi silakan kembali kapan saja selama Assault Garden Keenam masih berlabuh.”
“Jadi, ngapain kau dan kakakmu ke sini?” tanya Riselia.
“Clauvia mengancam—maksudku, ehem, Clauvia meminta bantuanku untuk melakukan sesuatu,” jawab Elfine, sambil mengangkat bahu. “Itu sebabnya, sekarang aku akan membantunya menganalisa relik yang mereka gali di tundra.”
“Apa?! Itu luar biasa!” seru Riselia.
“Tentu saja, soalnya Fine kecilku ini sangatlah berbakat,” ucap Clauvia, terlihat merasa sangat bangga.
Elfine memelotinya dengan tajam sebelum dia lanjut berbicara.
“Intinya, kami mau pergi ke lorong khusus dan terbatas yang menghubungkan mesuem ini dan lembaga penelitian di lantai bawah tanah.”
Dengan kata lain, mereka hanya kebetulan bertemu dengan Riselia dan Leonis dalam perjalanan mereka.
Objek yang mereka temukan di tundra, ya. Ini kesempatan yang bagus. Saat Leonis pertama kali mendengar soal ini dari laporan yang Lena berikan, dia setengah siap untuk menghiraukan itu sepenuhnya, tapi tentunya dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk bisa mendapatkan Roh Muasal.
“Erm, aku mau tanya...?” dengan ragu-ragu, Leonis berbicara kepada Clauvia. “Apa ada cara supaya kami bisa melihat relik itu?”
“...Leo?” Elfine sontak memandangnya dengan ekspresi terkejut.
“Hmm? Apa kau tertarik dengan reruntuhan kuno, nak?” tanya Clauvia kepadanya.
“Ya.”
“Begitu ya. Yah, relik itu adalah rahasia militer, jadi orang luar tidak diperbolehkan mendekatinya...,” jawab Clauvia, membuat gerakan termenung yang teatrikal.
Kalau wanita ini bilang begitu, maka aku harus mengendalikannya saja.
Namun tepat saat Leonis bersiap untuk menggunakan Mata Iblis Pengendali miliknya...
“—Tapi tidak apa-apa. Kalau kalian cuman mau lihat, aku tidak keberatan,” ucap Clauvia Phillet sambil mengedipkan matanya.
“Kau tidak keberatan?” tanya Leonis, tampak terkejut.
“Clauvia?” Elfine menoleh ke arah kakaknya dengan sorot mata merasa curiga.
“Sejujurnya, aku tidak bisa membiarkan kalian melihatnya. Tapi karena kalian berteman dengan Fine, jadi aku akan membuat pengecualian.”
---
“Nafas istirahat, berikanlah anugerah tidurmu—Awan Penidur.”
Segera setelah rapalan itu diucapkan, awan penidur memenuhi area pusat institusi penelitian anti-Void, dan semua staf lab di sana jadi tidak sadarkan diri.
“Sekarang kita tidak perlu menyakiti siapa pun,” ucap Arle Kirlesio dari balik tudung dan topengnya.
“Kerja bagus, anak baru. Apa itu semacam sihir elf?” tanya Lena, menepuk pundak Arle.
“Yah, kira-kira seperti itu...,” jawab Arle, tidak antusias.
“Kami sudah selesai merusak kamera keamanan,” ucap salah satu beastmen.
“Untuk saat ini, ayo kita ikat semua orang.”
“Ya...”
Kelompok itu pun mulai bergerak mengikat para peneliti yang sedang tidak sadarkan diri.
Untung saja tidak ada yang tidak terpengaruhi sihirku.
Arle merasa lega bahwa tidak ada orang yang harus terluka.
“Jujur aku tidak menyangka kita bisa melakukan ini dengan mudah,” ucap Lena. “Kupikir keamanannya akan lebih ketat, mengingat di tempat ini mereka menyimpan Roh Muasal.”
“Ada tiga Pengguna Pedang Suci yang ditugaskan untuk berjaga di sini; itu adalah keamanan yang sangat ketat,” respon salah satu beastmen.
“Hmm. Kurasa kau benar.”
Tadi Arle telah menyerang Pengguna Pedang Suci itu secara tiba-tiba dan mengalahkan mereka. Pedang Suci adalah kekuatan dengan berbagai kemampuan, tapi pengguna mereka tidak terorganisir dengan baik. Gadis berambut biru yang bertarung dengan Arle di kota yang hancur masih jauh lebih kuat.
“Hah? Tunggu, kalian dari Fraksi Serigala...” seru salah satu peneliti pria yang terjaga.
“Kami bukanlah Fraksi Serigala lagi.” Lena mendekati pria itu, menatapnya sambil memegang pisau. “Kami adalah Pasukan Serigala Iblis.”
“Hiii!” pekik peneliti itu merasa takut.
“Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Tim ekspedisi Assault Garden Keenam menemukan sesuatu di tundra, kan?”
“...!”
“Jangan berpura-pura tidak tahu. Kami tahu tentang Roh Muasal yang kalian miliki di sini?”
“Roh? Apa yang kau bicarakan?”
“Jadi kau memilih untuk berpura-pura tidak tahu, ya?” geram salah satu beastmen. “Kalau begitu...”
“Hei, jangan lakukan itu,” Arle menghentikan beastmen yang hendak melukai peneliti itu.
“Yah, baiklah kalau kau mau berpura-pura bodoh,” ucap Lena. “Kami hanya perlu menggunakan ini.”
Dia mencuri kunci kartu si peneliti, memasukkannya ke terminal, lalu mulai mengetuk-ngetuk papan ketiknya.
“Hehehe, sebenarnya aku cukup jago dengan hal semacam ini...,” gumam Lena dengan perasaan bangga. “Baiklah, jadi Roh Muasal itu ada area tersegel ketujuh, ya.”
Lena menekan tombol, dan video muncul di monitor terminal. Segera, dia menatap video itu dengan eksperesi terheran-heran. “Hm? Tunggu, apa ini...?”
“Ada apa, Lena?” tanya anggota Pasukan Serigala Iblis lainnya.
Arle ikutan mengitip video itu dari belakang Lena dan langsung menahan dirinya agar tidak berteriak.
Tidak mungkin... Mengapa...? Bagaimana bisa itu ada di sini?!
---
Leonis dan yang lainnya melewati lorong khusus museum, pindah ke lantai bawah tanah laboratorium. Clauvia berjalan di depan, membuka pintu yang terkunci di sepanjang jalan mereka.
“Apa kakakmu adalah orang yang sangat penting, Elfine?” tanya Leonis pada Elfine dengan suara yang pelan.
“Dia adalah peneliti utama Perusahaan Phillet dan otoritas terdepan dalam hal eksperimen anti-Void,” jawab Elfine, tatapannya tertuju tajam ke punggung kakak perempuannya.
Kurasa mereka berdua tidak begitu akur, simpul Leonis.
Tiba-tiba, Clauvia berhenti di depan lift dan menempelkan terminal komunikasi ke telinganya. “Ini aneh...,” gumamnya.
“Ada apa?” tanya Elfine.
“Aku tidak bisa terhubung dengan area pusat.”
“Apa menurutmu ada sesuatu yang terjadi?”
“Yah, di luar sedang badai. Mungkin Elemental Buatan sedang tidak stabil,” mengangkat bahunya, Clauvia mengacungkan kartu identitasnya ke pintu lift.
Leonis dan yang lainnya pun masuk ke dalam lift itu dan turun. Di dalam lift, Clauvia menoleh ke arah Riselia dan mengajaknya berbicara, “Jadi kamu ya putrinya Duke Crystalia.”
“Eh? Mm, ya...,” gumam Riselia, terkejut.
“Orang yang selamat dari Stampede di Assault Garden Keti—”
“Clauvia!” Elfine membentak kakanya, tapi Clauvia lanjut berbicara tanpa mempedulikannya.
“Duke Crystalia menerbitkan beberapa tesis menarik tentang reruntuhan kuno. Dia tidaklah bergabung dengan institusi penelitian kekaisaran, tapi dia adalah sarjana yang brilian.”
“Ya. Ayahku biasanya selalu mengurung diri di ruang kerjanya, sibuk melakukan pekerjaannya,” jawab Riselia.
“Hei, apa kau juga tertarik untuk menyelidiki situs-situs kuno?” tanya Clauvia.
“Ya. Toh jurusan yang aku pilih di akademi adalah linguistik kuno dan arkeologi reruntuhan...”
Mungkin bermaksud untuk melindungi Riselia, Elfine tiba-tiba menyela pembicaraan mereka. “Clauvia, bisakah kau berhenti mencoba melibatkan anggota peletonku ke dalam urusanmu?”
“Itu disayangkan. Padalah aku hanya sedang mencari asisten yang kompeten...”
Pintu lift terbuka. Clauvia melangkah ke luar ke lorong terlebih dahulu, mengulurkan tangannya untuk membuka kunci pintu. “Sekarang, seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, semua yang akan kalian lihat di sini adalah rahasia besar.”
“Apa sungguh tidak apa-apa kami berada di sini?” sekali lagi, Riselia meminta kepastian.
“Kalian adalah temannya Fine, jadi tidak apa-apa. Selain itu, sebagai putri dari Duke Crystalia, kupikir kau memiliki hak untuk melihat ini. Toh kami tidak akan pernah menemukan ini tanpa penelitian beliau.”
Sekat logam tebal perlahan terbuka sambil mengeluarkan suara yang bergemuruh, memperlihatkan ruangan besar yang diterangi oleh lampu mana. Di tengah-tengah ruangan, ada balok es raksasa yang ditahan oleh beberapa perlengkapan baja.
A-Apa...?!
Leonis kehilangan kata-kata. Itu bukan karena ukuran dari balok es itu, melainkan karena apa yang tersegel di dalam balok es itu.
Tidak salah lagi, itu adalah naga merah.
Apalagi, itu bukanlah naga sembarangan. Leonis telah berkali-kali terlibat dalam pertempuran yang mematikan dengan naga ini. Sang lalim tirani yang akan membawa badai saat kemunculannya serta memiliki kedaulatan di atas langit. Naga itu adalah salah satu dari Delapan Penguasa Kegelapan yang telah bertarung bersama Dewi Pemberontak—Ratu Naga, Veira.
Tidak mungkin... Apa yang Ratu Naga lakukan di sini...?!
Leonis berdiri ternganga, napasnya berhenti. Veira harusnya telah dikalahkan oleh Enam Pahlawan di Pegunungan Naga Iblis, namun sekarang wanita itu berada di sini. Sekarang, Leonis tahu; bahwa tidak salah lagi, tidak diragukan lagi, sang Ratu Naga masih hidup.
“Clauvia, apa yang kau...?!” Elfine menoleh menghadap kakaknya.
Namun, tatapan dari kakak perempuannya itu terpaku pada benda beku di hadapan mereka, tampak merasa terpesona.
Mengapa Veira...? Leonis mengambil satu langkah maju. Itu adalah langkah yang dia ambil secara tidak sadar. Namun...
<Le...nis...>
“...?!”
Mendagar suara di dalam benaknya, Leonis mendongak terkejut.
“...Veira?”
Krak! Retakan kecil terbentuk di permukaan balok es.
<Le...o...nis...!>
Krak, krak...!
“...?!”
“...Leo?!” secara refleks Riselia meraih lengan anak lelaki itu, menariknya mundur ke belakang.
Tidak lama setelah dia melakukan itu, balok es yang menyegel Ratu Naga hancur berkeping-keping.