Bab 7
Penguasa Kegelapan vs Penguasa Kegelapan
Gooooooooooooooooh!
Setiap raungan yang Veira lepaskan memanggil lebih banyak naga rusak yang merobek jalan mereka ke realitas melalui retakan di udara. Puluhan sampai ratusan Void keluar dari retakan, menukik dan berputar-putar di langit. Melihat pemandangan di sekitarnya saat ini membuat Leonis jadi teringat pada Pegunungan Naga Iblis.
“Mereka tidak ada habisnya!”
Duduk di punggung Blackas, Leonis menggertakkan giginya. Ini rasanya musthail Akademi Excalibur bisa bertahan menghadapi kekuatan yang luar biasa ini. Saat menghadapi Stampede, yang mereka perlu lakukan hanyalah membunuh Void Lord yang memimpin invasi tersebut. Namun, situasinya saat ini berbeda. Sejauh yang Leonis tahu, Veira masih belum sepenuhnya berubah menjadi Void. Sisik merah menyala naga itu masih tampak sama seperti seribu tahun yang lalu.
Archsage, Arakael Degradios, dan Wanita Suci, Tearis Resurrectia, tidak diragukan lagi telah menjadi Void, dan bentuk mereka mencerminkan perubahan itu.
“Blackas, aku yakin Veira masih belum sepenuhnya dikalahkan oleh kekuatan Void.”
“Soal itu—” Blackas mulai menjawab, tapi segera dia berhenti berbicara. Sebagai teman dan rekan Penguasa Kegelapan ini, dia bisa mengerti apa yang dirasakan Leonis. “...Kau benar. Kurasa kita tidak bisa meyangkal kemungkinan itu.”
“Aku ingin menyelamatkannya,” ucap Leonis. “Kalau kita mencobanya sekarang, harusnya itu masih mungkin.”
“Apa ada cara supaya kita bisa menyingkirkan kerusakannya?”
“Ya. Aku akan membunuh Veira. Setelah itu, dengan menggunakan ilmu sihir Alam Kematian, aku akan membangkitkannya sebagai undead.”
“Kau berniat menjadikan Ratu Naga sebagai pengikutmu?”
“Ya. Meski aku tidak yakin apakah aku akan berhasil.”
Void yang mati akan memudar dan menghilang kalau dibiarkan begitu saja. Leonis tidak begitu yakin apakah dirinya bisa membangkitkan naga agung itu dengan menggunakan sihirnya. Sekalipun bisa itu tidaklah menjamin bahwa Veira akan terbebas dari pengaruh Void.
“Yang jelas, kita tidak bisa melawannya di sini!” ucap Leonis, mengangkat Tongkat Penyegel Dosa-nya. “Oh bintang iblis, tunduklah pada keagunganku dan jatuhlah dari tahta surgawimu—Gran Mezekis!”
Saat Veira meraung, bola gelap raksasa terbentuk di atas naga itu, menekannya ke bawah seolah-olah mencoba mendorong makhluk bersayap itu ke bumi.
Voooooooooooooo!
Leonis telah merapalkan mantra tingkat sepuluh, Longsoran Bintang Jatuh. Gumpalan gravitasi yang kental menelan tiran langit itu, mengirimkannya ke dalam lautan.
Whoooosh!
Momen bertabrakkannya Veira dengan laut menciptakan semburan air yang luar biasa. Blackas dan Leonis segera terjun melayang ke lokasi dimana naga itu terjatuh.
“Seperti biasanya, saat dua Penguasa Kegelapan bertarung, kita akan menggunakan ini!”
Leonis membentuk orb berwarna darah di udara dan menempatkannya di atas kepalanya. Air di bawahnya mulai berputar dan terbelah, memperlihatkan dasar dari laut tersebut. Gelombang kegelapan kemudian mengeksploitasi perimeter dasar laut yang terbuka, membentuk penghalang yang melingkar.
Itu adalah Medang Penghalang Dewi, penghalang yang dibuat oleh sihir unik Roselia Ishtaris. Bahkan Leonis, orang yang mengaktifkan penghalang itu dengan sihirnya, tidak bisa keluar dari penghalang itu. Hanya ada dua metode yang bisa dilakukan untuk keluar dari situ; pihak-pihak yang bertarung harus berhenti bertarung dan mencapai kesepakatan, atau salah satu pihak harus mati.
“Sekarang aku bisa bertarung tanpa harus khawatir kota akan hancur,” ucap Leonis. Saat dia menatap Veira yang jatuh di dasar laut, dia mencoba menarik pedang yang bersembunyi di dalam tongkatnya. Namun, upaya yang dia lakukan itu tidak membuahkan hasil.
Jadi tidak bisa, ya.
Karena Pedang Iblis dari sang dewi, Dainsleif, sangatlah kuat hingga memliki tingkat bahaya yang ekstrim, terdapat batasan yang signifikan pada penggunaannya. Leonis hanya bisa menarik pedang tersebut ketika dia mempertahankan kerajaannya. Terlebih lagi, Pedang Iblis itu tidak bisa digunakan untuk melawan sesama Penguasa Kegelapan atau pelayan lain dari sang Dewi Pemberontak.
Mengingat saat ini aku sedang bertarung melawan Veira, pedang ini tidak ada gunanya.
Sifat unik dari spesies naga adalah mereka memiliki ketahanan yang kuat terhadap sihir. Bagi seorang pengguna sihir seperti Leonis, naga adalah lawan yang terburuk untuk dia hadapi. Dan karena saat ini dia berada dalam tubuh seorang anak laki-laki, cadangan mana miliknya sangat berkurang.
Yah, kurasa aku tidak punya pilihan lain, pikir Leonis sambil tersenyum sinis. Dia turun ke dasar laut yang terbuka dengan memegang Tongkat Penyegel Dosa di tangannya.
---
Sambaran petir menggelegar di atas langit saat hujan mengguyur gang di pusat kota.
“Hisssssssss!” Seekor iblis kadal mendesis saat dia menerjang ke bawah.
Shary menghindarinya, roknya berkibar-kibar di tengah cuaca badai. Dia kemudian berputar, meluncurkan belati kegelapan ke udara. Belati itu mengenai kepala iblis kadal, membuatnya tenggelam kembali ke dalam bayangan.
“Mau nyerang kok malah teriak dulu? Apa kalian ini semacam makhluk tolol?” dengan tatapan dingin di mata merahnya, pelayan pembunuh itu memberikan ejekan.
Sekarang hanya tersisa Iblis Bayangan spiral, tapi iblis ini berada di tingkat yang benar-benar berbeda dibandingkan dengan dua iblis lainnya.
Kurasa aku mesti serius dalam pertarungan ini...
Shary menarik belati hitam, Belati Kupu-Kupu Kematian, Refisca. Itu merupakan senjata sihir kelas legenda yang Leonis berikan kepadanya. Sambil memegang gagang yang dibentuk dengan indah di genggamannya, Shary mengunakaan dinding gedung sebagai pijaknnya untuk melompat.
Iblis spiral berlindung di bayangan, tampaknya menunggu kesempatan untuk menyerang. Sama sepeti Shary, iblis pembunuh ini mungkin berasal dari Alam Bayangan. Makhluk itu mengeluarkan aroma dari seseorang yang menghabiskan hidup mereka dalam kegelapan dan mengusai pembunuhan sebagai keahlian mereka.
Dulu, seorang gadis bernama Shary Covette juga tidak ada bedanya dengan mereka.
Hanya ini yang bisa kulakukan.
Saat Shary melompat, Refisca membentuk salinannya di udara. Belati yang tak terhitung jumlahnya segera menghujani target dari gadis itu, namun belati-belati itu tidak mengenai apa-apa. Untuk sesaat, apa yang terdengar hanyalah suara gemericik air.
Tiba-tiba, lengan hitam menjulur dari dinding di sekeliling Shary, melingkarinya dan menjerat anggota tubuhnya.
“...?!”
Satu demi satu, laba-laba raksasa merayap kelaur dari bayangan yang ada di dinding. Tiga, empat, ada enam dari mereka. Semua laba-laba itu mirip dengan iblis yang sebelumnya menyerang asrama.
“Gehehe... Gehehehehe...!” Tawa yang terdengar menakutkan memenuhi gang.
“...Aku mengerti, jadi begitu, ya,” gumam Shary saat dia mencoba untuk melepaskan diri.
Makhluk-makhluk ini sama dengan makhluk yang mencoba membunuh Leonis dan Sakuya dengan melakukan penghancuran diri. Ini artinya...
“Kau menciptakan iblis-iblis ini dengan menggunakan kekuatanmu,” simpul Shary.
“Sangat tepat. Aku adalah Raspilius,” ucap Iblis Bayangan spiral, muncul di atas Shary. “Apa yang sudah kamu simpulkan adalah kekuatan dari Pedang Iblisku, senjata yang telah diberikan kepadaku oleh yang maha agung. Pedang Iblis ini memungkinkanku untuk membuat duplikat iblis yang telah aku lahap. Iblis Bayangan adalah pasukan pembunuh yang terkandung sepenuhnya di dalam diriku.”
“...Siapa yang maha agung yang kau bicarkan ini?” tanya Shary.
“Kau tidak perlu tahu,” jawab Iblis Bayangan sambil mencibir. “Toh kau akan mati.”
Saat berikutnya, semua iblis laba-laba itu meledakkan diri.
---
Menaiki tangga darurat, Riselia dan Arle bergegas lari ke permukaan. Setelah Riselia menendang pintu dengan paksa hingga terbuka, mereka berdua mendapati diri mereka berada di kebun raya. Tanaman dari seluruh dunia dikumpulkan di sini, tampaknya dikumpulkan untuk tujuan penelitian.
“Siapa pendeta itu?” tanya Riselia, menolehkan pandangannya ke arah Arle.
“Aku juga tidak tahu banyak tentang pria itu,” elf itu menggelengkan kepalanya, membuat rambut ponytailnya berayun ke sana kemari. “Satu-satu yang aku tahu adalah dia berasal dari era yang sama denganku.”
“Era yang...sama?” alis Riselia sontak mengernyit saat mendengar kata-kata yang tidak biasa itu.
“Maaf, tapi kurasa aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya.”
“...?!”
Bola api yang sangat banyak terbentuk di udara dan terbang ke arah mereka berdua. Riselia dan Arle segara berpencar, menghindari bola api yang menghantam tanah.
“Apa ini jenis tempat dimana kalian suka untuk bermain?” suara yang tidak asing melontarkan provokasi
Krak, krak, krak...!
Retakan layaknya kaca terbentuk di udara, dan dari balik retakan itu, Nefakess muncul dengan masih berbalutkan pakaian pendetanya.
Riselia mengenali retakan yang barusan itu.
“Retakan Void?! Tapi bagaimana bisa?!”
Nefakess hanya mengangkat tangannya sambil tersenyum sinis.
“Egila Iva!”
Sambaran petir hitam melesat dari tangannya.
“Aaaaaaah!”
Arle Kirlesio menangkis petir itu dengan pedangnnya dan menerjang Nefakess. Riselia bisa melihat adanya aura samar yang menutupi tubuh Arle. Gadis elf itu telah meningkatkan kekuatan fisiknya dengan mana.
Meskipun lengannya mungil, tapi Arle melepaskan tebasan yang kuat. Tapi sayang, Nefakess masuk kembali ke dalam retakan Void tepat sebelum tebasan Arle mengenainya.
“Hmm, Arc Seven, ya. Pedang Pemotong Iblis, Crozax...,” ucap Nefakess, muncul di belakang kedua gadis itu.
“...?!”
Dengan cepat Arle berbalik ke belakang, bersiap untuk memotong pria itu, tapi tebasannya dihalang oleh tongkat yang terwujud di tangan Nefakess.
“Tapi sayang, sepertinya kau masih belum menguasainya,” ejek pria itu sambil tersenyum tipis.
“Tongkat itu...,” ucap Arle, matanya menyipit.
“Tongkat Kehancuran, Vraluka Zoa. Tongkat seorang archmage legendaris.”
“Jangan bilang, itu milik salah satu dari Enam Pahlawan...?!” mata Arle terbelalak terkejut.
“Seperti yang sudah kamu lihat, aku ini agak buruk dalam pertarungan jarak dekat.”
Merasakan mana menumpuk di ujung tongkat itu, Arle melompat mundur.
“Sihir tingkat ketiga—Farga!”
Serangan itu menciptakan ledakan yang memekakkan telinga. Udara bergetar, dan ledakan itu melahap Arle.
“Sepertinya kekuatanmu saat ini jauh dari kekuatanmu yang sesungguhnya, pahlawan elf...,”
“Jangan lupa aku ada di sini!” teriak Riselia, menyerbu pria berpakaian pendeta itu dengan Pedang Darah di tangannya.
Tapi, Nefakess menghindari serangan Riselia dengan mudah. Dia kemudian menggerakkan tangannya dalam bentuk tanda suci di dadanya, lalu mulai merapalkan mantra. “Bawalah pancaran suci kepada orang mati yang angkuh—Penghalang Cahaya Suci!”
Nefakess memukulkan tongkatnya ke tanah, dan cahaya suci yang terang mulai menyebar di sekelilingnya.
“Kuh... Ahhhhhhh!” Merasakan rasa sakit panas dan menyengat, Riselia ambruk di tempatnya berdiri. “A-Apa yang terjadi...?!”
“Ini adalah sihir suci. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sihir suci untuk seorang undead.”
“Ngh... Ahhhhhhh!”
Riselia tidak bernapas. Gadis itu mencengkeram lehernya sendiri, merosot ke tanah dan menggeliat kesakitan. Rasa sakit yang dia alami tak terlukiskan, seolah-olah jiwanya dibakar hingga ke intinya.
“Ini aneh,” gumam Nefakess saat dia melihat Riselia meronta-ronta. “Kalau kekuatanmu cuman segini, aku tidak bisa mengerti bagaimana kau berhasil menghancurkan Wanita Suci.”
“Ah... Nghahhh... Ahhhhhh!”
“Yah, baiklah. Ada banyak informasi yang harus aku peras darimu...” dengan kasar, Nefakess menjambak rambut perak panjang Riselia.
Pada saat itu, kilatan melintas di uadara.
Fwishhhhhhhhh!
“...Apa?!”
Saat tebasan yang melesat dengan kecepatan dewa menghantam Nefakess, pria itu secara refleks memblokirnya dengan tongkatnya. Petir pucat muncul dan mendesis di udara, menari-nari di atas genangan air. Dia tengah-tengah semua itu...,
“—Maaf karena aku datang terlalu lama, Selia,” sambil memegang Raikirimaru di tangannya, Sakuya meminta maaf dengan tenang. “Jadi, apa boleh aku memotong-motong pria ini?”
---
“Abu menjadi abu, debu menjadi debu, penuhilah takdir kehancuranmu—Arzam!”
Tongkat Penyegel Dosa milik Leonis memancarkan cahaya yang tidak tampak menyenangkan. Dari atas, muncul mantra tingkat sepuluh yang tidak bisa ditandingi dalam hal kekuatan menyerang satu target.
Booooooom!
Ledakkan yang memekakkan telinga, cukup untuk mengguncang dunia, terdengar saat pilar api merah meledak dari tanah dan mengular ke atas.
Namun...
“...Tidak ada kerusakan apa-apa, ya. Kau sungguh kuat, Veira.” Leonis merasakan keringat dingin menetas di dahinya. Di hadapnnya, berdiri seekor naga merah yang tampak tenang. Padahal, jika melawan musuh yang lainnya, serangan mantra tingkat sepuluh akan menjadi kemenangan yang multak.
“Yah, sejak awal melawan naga dengan menggunakan sihir memang merupakan ide yang buruk,”
“Tidak bisakah kita menyegelnya di Alam Bayangan?” tanya Blackas.
Untuk sesaat, Leonis mempertimbangkan ide tersebut, tapi pada akhirnya dia menggelengkan kepalanya. “Itu berisiko memberiku musuh lain untuk di lawan.”
Pengikut ketiga Leonis sedang disegel di Alam Bayangan, dan saat ini pengikut tersebut berada di luar kekuasaannya untuk mengendalikannya.
“Kira harus menyelesaikan ini secepatnya. Dan aku mungkin tidak punya pilihan selain beralih ke pertarungan jarak dekat...”
Pertempuran antara Penguasa Kegelapan bisa berlangsung sampai berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Saat Leonis masih memiliki tubuh undead yang tak mengenal kelelahan, dia menikmati pertempuran itu. Namun, saat ini dia berada dalam tubuh anak manusia, dia pastinya akan kelelahan. Mana yang dia miliki juga hanya sepertiga dari sebelumnya. Terlibat dalam pertempuran panjang di sini akan berarti kekalahan.
“Gras Garud! Voira Zo! Al Gu Berlzelga!”
Merapalkan rentetan mantra, Leonis melambaikan tongkatnya untuk meningkatkan kekuatan sihirnya dan melepaskan serangkaian mantra taktis tingkat delapan.
“Grohhhhhhhhhh!” naga iblis itu meraung, menciptakan hujan petir mematikan di dalam penghalang.
“...!”
Blackas melompat menjauh, secara akrobatik meluncur di dinding penghalang untuk menghindari petir.
“T-Tunggu, Blackas, tubuhku saat ini tidak bisa mengikuti pergerakanmu!” teriak Leonis.
Namun, serigala hitam tidak berhenti, membuat Leonis harus memegang Blackas dengan kuat menggunakan tangannya yang bebas. Nah, kenyataanya sih dia sudah menerapkan mantera Kesatuan Penunggang untuk memastikan dia tetap menempel padanya temannya itu, jadi tidak ada kemungkinan dirinya akan terjatuh.
“Kita akan mendekatinya dengan terus seperti ini, Magnus-dono!”
“Aku mengerti!”
Blackas berlari dan melompat, berpacu secara vertikal ke atas penghalang. Veira mengangkat kepalanya dan melepaskan semburan api mematikan.
“Sharianos!”
Kendati menerapkan sihir pertahanan, Leonis secara refleks melemparkan mantra serangan es.
Booooom!
Dingin berhantaman dengan panas, menciptakan semburan uap yang kuat, membuat area itu dipenuhi dengan kabut tebal. Namun, sekalipun berada di dalam situasi kurangnya jarak pandang, Blackas terus berlari.
“Sepertinya dia tidak lagi memanggil Void...” ucap serigala itu.
“Kau benar. Secara naluriah mungkin dia mengerti bahwa keroco-keroco tidak akan berguna dalam melawanku...,” bual Leonis.
Tentunya, bagi seorang yang sekuat Leonis, Void kelas naga tidak ada apa-apanya. Meskipun, makhluk-makhluk mengerikan itu mungkin termasuk ancaman besar bagi siswa-siswi Akademi Excalibur. Sekalipun Leonis telah meninggalkan Tiga Juara Rognas di asrama Hraesvelgr, mereka tidak bisa melindungi keseluruhan Assault Garden Ketujuh.
Aku harus menyelesaikan ini secepatnya.
“Graaaaaaaaaaah!”
Semburan api mematikan melonjak ke dinding penghalang. Itu adalah serangan auman yang mampu menerbangkan seluruh benteng. Mantra pertahanan sederhana tidak ada artinya untuk menahan serangan tersebut. Blackas pun melesat untuk menghindari api tersebut.
“Tsk. Padahal kupikir pertarungan jarak dekat akan lebih mudah.”
Saat Leonis menggumamkan itu, tiba-tiba Veira mengalami perubahan.
---
“Sakuya?!” seru Riselia, masih berbaring di tanah.
“Teknik Pedang Pamungkas—Tebasan Gemuruh Petir!” Sakuya melepaskan sapuan cepat dengan tubuh yang dikelilingi oleh petir.
Setiap serangan pedangnya sangat cepat sampai-sampai Riselia tidak bisa melihatnya, sekalipun dia sudah menggunakan penglihatan vampirnya. Besar kemungkinan kalau Sakuya telah menebas banyak sekali void dalam perjalanannya ke sini. Kekuatan Raikirimaru meningkatkan kecepatan Sakuya dan memungkinkannya untuk berakselerasi lebih tajam saat pedang itu merasakan daging musuhnya. Saat ini, Sakuya bergerak dalam kecepatan maksimumnya.
Inilah kekuatan dari Sakuya Sieglinde yang sesungguhnya, suatu bakat yang tak pernah dia tunjukkan selama latih tanding.
Namun, sesuatu tentang kehebatan seni pedangnya yang luar biasa itu..., terasa aneh bagi Riselia.
Sakuya?
Riselia mengalirkan mana ke matanya, dan saat dia melihat bentrokan yang terjadi antara Sakuya dan Nefakess, dia melihat sesuatu yang mengganggunya. Tangan kanan Sakuya yang sedang menggenggam Raikirimaru diselimuti oleh uap hitam.
Apa itu miasma yang sama yang dikeluarkan oleh Void? Tapi itu tidak mungkin...
Tiba-tiba...
“Biarkan...pedangku...menghilangkan...keterikatanmu...!”
Riselia mendengar suara yang terengah-engah dari belakangnya.
Arle Kirlesio mendekatinya, merangkak di tanah.
“‘Kan kuhancurkan cahayamu...Phar Rias!”
Pada saat itu, penghalang cahaya yang menyiksa Riselia hancur.
“Penghancur mantra...adalah...keahlianku...,” ucap gadis elf itu, sambil meggertakkan giginya kesakitan. “Kau...masih bisa bergerak, kan? Gadis itu kuat...tapi jika seorang diri saja...dia tidak akan bisa menang...”
Saat Arle kehilangan keseimbangannya dan terjatuh, Riselia buru-buru menangkapnya. Genangan darah terbentuk di sekitar kaki elf itu, dan sepertinya beberapa tulangnya telah patah. Terlepas dari dirinya adalah petarung yang kuat atau tidak, saat ini dia tidak berada dalam kondisi untuk melanjutkan pertempuran.
Riselia sendiri hampir tidak bisa dikatakan berada dalam kondisi yang baik. Kemampuan Ratu Vampirnya sudah bekerja untuk menyembuhkannya, tapi itu menghabiskan banyak mananya.
And saja... Aku punya lebih banyak mana...
Riselia mencoba berdiri dengan kesadaran yang masih kacau. Pendeta itu mungkin terlihat seperti manusia, tapi dia adalah monser dengan kekuatan yang luar biasa. Sakuya tidak akan bisa melawannya sendirian.
“...Maaf, aku hanya akan menghisap sedikit.”
Riselia menelan ludah sebelum dia dengan hati-hati mencapkan taringnya ke leher Arle.
---
Vrah....Vrahhhhhhh!
Miasma menjijikkan merembes keluar dari antara sisik Veira. Wujudnya yang besar membengkak dengan suara retak-retak yang terdengar tidak menyenangkan. Sisik-sisiknya mulai menonjol darinya saat lengan hitam dan bercakar keluar dari dalamnya. Raja naga itu mengambil wujud lain yang tampak lebih hina.
“...Kuh. Blackas, kita harus mengalahkannya sebelum terlambat!” geram Leonis. Dia sudah sampai pada titik dimana dia bertanya-tanya apakah sudah terlambat baginya untuk menyelamatkan rekannya sesama Penguasa Kegelapan.
Kalau memang begitu, maka aku akan menjadi orang yang mengistirahatkanmu..., sumpah Leonis.
Leonis mendarat di tanah, menghadap langsung ke arah Veira saat miasma hitam mengepul dari tubuh makhluk raksasa itu.
“Sihir orisinil—Tiran Hitam!”
Api hitam menyelimuti Blackas dan Leonis. Pedang Iblis Dáinsleif, itu adalah sebuah pedang yang mengandung jiwa seorang pahlawan yang menggunakan pedang. Setiap kali Leonis memegang pedang itu, dia menjadi mampu untuk menggunakan teknik-teknik yang dia pelajari dari Master Pedang, Shardark. Tapi saat ini, kemampuan berpedang Leonis tersegel di pegang itu. Dia bisa menggunakan beberapa pedang sampai batasan tertentu, tapi dia tidak berpikir dirinya bisa menandingi Sakuya tanpa kekuatan Dáinsleif.
Itulah sebabnya saat ini dia menggunakan Tiran Hitam. Mantra armor yang memungkinkan dirinya mengambil kekuatan Blackas Shadow Prince ke dalam tubuhnya. Ini memberikan Leonis beberapa kecakapan dalam pertempuran jarak dekat. Itu adalah sihir yang Raja Undead kembangkan jika dia melawan musuh yang memiliki ketahanan terhadap sihir.
“Haruskah aku membuat Pedang Bayangan?” tanya Blackas kepada temannya.
“Tidak usah. Senjata yang dibuat dengan menggunakan sihir tidak akan bisa menembus sisiknya.”
Leonis mengembalikkan Tongkat Penyegel Dosa miliknya ke dalam bayangan dan kemudian memegang sesuatu yang lain.
“Untuk menghadapi Penguasa Kegelapan, aku akan menggunakan ini.”
Ssssss...
Pedang panjang baja dengan gagang yang berbentuk salib berhias keluar dari bayangan tebal. Itu adalah Zolgstar Mezekis—senjata pembunuh Penguasa Kegelapan. Selama insiden di atas Hyperion, penyihir Sharnak telah mengubah senjata itu menjadi monster.
Loenis telah menghancurkan Void Lord itu hingga berkeping-keping, tapi dia mengumpulkan pecahannya dan telah berhasil menempa kembali Zogstar Mezekis dengan bantuan sihirnya. Tentunya pedang yang aslinya sudah hilang, tapi Leonis adalah pengrajin sihir kelas satu. Pedang ini lebih dari mampu untuk menembus sisik Ratu Naga.
“Veira, aku selalu menyesal..., karena tidak bertarung bersamamu sampai akhir,” ucap Leonis sambil mengangkat pedangnya yang kuat.
Sebagai Raja Undead, dia ingin mati dengan terhormat dalam pertempuran dalam melawan Enam Pahlawan. Namun Roselia telah memberinya tugas lain, dan dia terus hidup, terbangun di zaman baru ini.
“Rasakanlah murka pedangku—wahai Ratu Naga, Veira!”
---
“Farga!”
Semburan melesat di udara, menerbangkan Sakuya.
“Khn... Hyahhhhh!”
Namun, kendati membuat menghantam tanah, entah bagaimana gadis itu berhasil mendarat dengan baik dan kembali menebas musuhnya menggunakan Raikirimaru. Melihat itu Nefakess sontak mengerutkan keningnya, tapi dia berhasil menghindari serangan Sakuya.
“Oh, ini sungguh aneh. Seorang manusia menahan mantra tingkat tiga tanpa perlindungan apa-apa kecuali darah dan dagingnya sendiri. Atau mungkinkah..., ada sesuatu yang lain?”
“Aku tidak punya alasan untuk menjelaskan tentang diriku kepadamu,” ucap Sakuya, menghunuskan pedangnya ke arah pria itu. Raikiramu kemudian meluncur ke tenggorokkan Nefakess.
“Menarilah, api yang sangat panas—Phranis!” Kali ini, pria itu merapalkan mantra pada jarak dekat. Api meletus dari ujung tongkatnya, mengenai Sakuya.
“Itu tidak akan mempan,” ucap Sakuya, membelah jalannya di dalam api dan mengambil langkah maju dengan percaya diri.
“Apa...?!” seru Nefakess, matanya terbelalak terkejut.
Cahaya biru menyinari bilah Raikirimaru. “Pedang Iblis—Yamichidori,” ucap Sakuya dengan suara yang pelan. “Ini pertama kalinya aku menggunakan ini untuk melawan manusia.”
“Oooh... Ini sungguh menarik,” ucap Nefakes sambil menyunggingkan senyum gigih. “Jadi begitu ya. Kendati manusia, kau berubah menjadi V—”
“Diam! Tutup mulut bodohmu itu!”
Muncul kilatan biru saat Raikirimaru menyapu ke depan. Sakuya kemudian menarik pedang itu di dekatnya dan menusukkannya dengan kecepatan kilat. Bilahnya menerjang, siap untuk menikam jantung musuhnya, namun tidak mengenai apa-apa kecuali udara kosong. Nefakess menghilang ke dalam retakan.
“...Apa?””
“Kau tidak perlu terkejut,” cibir Nefakess entah dari mana. “Aku jauh lebih dekat dengan kehampaan daripada kamu. Itu saja...”
Secara refleks Sakuya melompat menjauh, tapi—
“Menarilah, belati es yang dingin—Shariagira!”
“...Aaaaaaah!”
Belati es melesat di udara, menebas tubuh Sakuya.
“Kita masih belum selesai, Shariagira—” Nefakess keluar dari salah satu rekakan di uadara, kembali merapalkan mantra.
“Nefakess!”
Zwoom!
Darah yang tajam sampai ke ujungnya diayunkan layaknya cambuk, mengenai bahu pria itu.
“Aaaaaaaaah!” Berbalik, Nefakess melihat Riselia yang memegang Pedang Darah sedang menyerangnya.
Slash!
Pedang keperakan itu memotong lengan kanan Nefakess yang memegang tongkatnya.
“...A...pa?!”
Mengubah semua darah di tubuhnya menjadi mana, Riselia melangkah maju. Rambut peraknya bersinar terang, dan Gaun Leluhur Sejati yang sekarang dia kenakan memancarkan cahaya merah.
Nefakess segera melompat mundur. Wajahnya yang berperawakan indah diwarnai dengan rasa panik. “...Aku akui aku terkejut. Aku tidak menyanga kau akan melepaskan diri dari Penghalang Cahaya Suci-ku.”
Riselia tidak menanggapinya, hanya memelototinya. Aku harus memfokuskan manaku ke tebasan ini...!
Tiba-tiba, Riselia menyadari ada sesuatu yang aneh. Sekalipun dia benar-benar telah memotong lengan Nefakess, tapi pria itu tidak berdarah. Malahan, kabut hitam lah yang muncul dari lukanya.
Itu miasma Void! Mengapa dia bisa mengeluarkan itu?
“Celestia! Celestia! Celestia!”
Nefakess menembakkan cahaya permunian dari tangannya. Mantra itu adalah mantra yang mampu membuat sebagian besar undead berubah menjadi debu. Saat mantra itu meneyrang Riselia, rasa sakit yang cukup untuk membakar jantungnya menjadi abu menjalari dadanya. Meksi begitu, gadis itu terus menyerang ke depan. Selama dia mengenakan Gaun Leluhur Sejati, sihir suci tidak bisa menjatuhkannya.
“Penghalang Cahay Su—” Nefakess hendak merapalkan mantra penghalang lainnya, tapi..,
“Jangan lupa aku ada di sini!”
Kilatan petir melesat melewati Riselia.
“Teknik Pedang Pamungkas—Kilatan Petir!”
Raikirimaru menebas bahu kanan Nefakess sebelum pria bisa menyelesaikan sihirnya. Tidak sampai sedetik kemudian, Pedang Darah Riselia menusuk dada pria itu. Kemudian, bilah darah yang sangat banyak terbentuk dan mengelilingi Nefakess, mengurungnya di dalam sangkar merah.
Riseia mengangkat Pedang Darah dan berteriak, “Aku, ratu undead, memerintahkan kalian! Menarilah, menggilalah—Badai Darah!”
Bilah-bilah merah itu mengamuk dan menyerang, tapi Nefakess tidak tampak ketakutan,
“Keh... Ahahahahaahahahahahahaha!”
“...?!”
“Begitu ya! Jadi aku telah meremehkan kekuatan umat manusia!”
Krak, krak, krak...!
Retakan mulai muncul di pangkal lengannya yang terputus. Layaknya mata raksasa, retakan itu memelototi Riselia, membuat gadis itu bergidik dan membeku di tempat untuk sesaat.
“Untuk menghormati umat manusia, sekarang aku akan mundur. Tapi...” Nefakess berhenti sejenak dan menatap tajam Riselia. “Ratu yang cantik. Izinkan aku memberikanmu hadiah kecil ini.” Sebuah batu setiga terbang dari tangan pria itu.
“...!”
Riselia mencoba menghindarinya, tapi benda itu menghilang ke dadanya.
“Semoga kau terbukti menjadi wadah yang layak bagi sang dewi,”
“Tunggu...!” seru Riselia, mencoba meraih Nefakess, tapi pria itu masuk ke dalam retakan dan menghilang.
“Selia, siapa pria itu?” tanya Sakuya padanya.
“Aku tidak tahu. Dia, seperti, Void dalam wujud manusia. Tapi, itu tidak mungkin...,” Riselia menggelengkan kepalanya.
“Tidak. Aku pernah melihat yang seperti ini sebelumnya,” ucap Sakuya.
“Eh?”
“Void Lord yang menghancurkan Anggrek Sakura terlihat seperti manusia.”
---
Makhluk itu benar-benar bisa menciptakan iblis dalam jumlah yang tak terbatas.
Shary berlari menyusuri gang di tengah hujan. Sementara iblis laba-laba yang sangat banyak sedang mengejarnya melalui bayangan, Shary menyerang mererka menggunakan cambuk. Tapi setiap kali dia menghancurkan seekor laba-laba, ledakan dahsyat menghantam punggungnya.
“...!”
Berulang kali dihantam oleh ledakan penghancuran diri, kelelahan mulai muncul di wajah Shary. Seragam pelayannya basah kuyup oleh hujan, dan tangan kirinya yang menggenggam Refisca hampir tidak ada gunanya.
Cedera yang Shary alami sebelumnya lebih parah daripada yang dia pikirkan. Dia telah menghindari cedera fatal dengan menyelubungi dirinya di dalam bayangan, tapi...
Mungkin..., aku telah menjadi lebih lemah..., pikir pelayan itu, mencela dirinya sendiri. Tuanku, anda telah membawakan warna ke dalam duniaku, dan sebagai gantinya...
Melihat sekeliling, Shary menyadari bahwa dia dikelilingi oleh kegelapan. Koridor bayangan telah hancur, jadi dia tidak memiliki jalan keluar. Kalau sekumpulan laba-laba itu terus meledak, dia tidak akan bisa bertahan lama. Shary bangkit, menggigit Refisca di mulutnya.
Setidaknya aku harus mengalahkan Iblis Bayangan itu, sekalipun itu berarti aku sendiri juga akan dikalahkan olehnya.
Tapi pada saat itu, sesuatu jatuh ke genangan air di kakinya..., sebuah cincin.
Itu adalah apa yang Leonis berikan kepadanya sebagai hadiah. Shary pun segera mengambil cincin itu dengan tergesa-gesa. Aksesoris itu memiliki sihir yang bisa memanggil monter kuat.
...Kalau aku memanggil makhluk yang setara dengan Shadow Demon, setidaknya makhluk itu akan bisa menghambat Raspilius.
Melihat Shary membentuk celah saat dia membungkuk mengambil cincinnya yang terjatuh, iblis laba-laba menerjangnya.
Tuanku!
---
“Ayo selesaikan ini, Veira!”
Leonis mulai melakukan serangan dengan memegang Zolgstar Mezekis, Pedang Penebas Kejahatan. Api hitam Blackas menyelimuti seluruh tubuhnya.
“Graaaaaaaaaaaaaaaaaah!”
Ratu Naga itu menyemburkan api mematikan ke arah Leonis. Api hitam di kaki Leonis mengepul, meninggalkan kawah kecil di setiap langkahnya. Api Veira menyapu tanah, menerbangkan tanah dan membentuk pilar-pilar yang terbakar. Namun, Leonis sudah berada di ata naga merah itu, mengayunkan Pedang Penebas Kejahatan sambil merapalkan mantra.
“Al Gu Belzelga!”
Zolgstar Mezekis memerah karena panas dari Pedang Sihir, teknik Pedang Iblis yang memungkinkan seseorang menggunakan sihir melalui senjata mereka. Tentunya, tidak banyak objek yang ada yang bisa menahan kekuatan dari mantra tingkat delapan. Apa pun itu kecuali Arc Seven besar kemungkinan akan hancur berkeping-keping.
Tangan Void yang tak terhitung jumlahnya menyembur keluar dari tubuh Ratu Naga untuk menggenggam Leonis.
“Terlalu lambat!” Leonis salto saat dia menebas lengan-lengan itu. Cara menyerangnya yang seperti ini bukanlah merupakan bagian dari keterampilan pedang dari Pahlawan Leonis yang disegel oleh Dáinsleif. Memegang senjata dengan kekuatan magis belaka adalah seni berpedang Penguasa Kegelapan. Tidak, bahkan itu mungkin bukanlah deskripsi yang tepat. Tidak ada bentuk ataupun keanggunan pada gerakan yang Leonis lakukan.
Mengayungkan pedang seperti anak kecil rasanya sangat menyenangkan!
Ada senyum ganas muncul di bibir Leonis.
Vooooosh!
Dia menebas lengan Void dan kemudian membidik Veira, menusukkan Pedang Penebas Kejahatan ke leher naga itu! Kekuatan dari Pedang Suci yang ditempa untuk membunuh Penguasa Kegelapan menembus kulit makhluk raksasa itu.
Arc Seven memang sungguh luar biasa. Ini benar-benar senjata yang ditempa untuk membunuhku dan rekan-rekanku!
Dengan berbalutkan api Tiran Hitam, Leonis memaksa bilah Zolgstar Mezekis lebih jauh menusuk leher Veira. Naga yang rusak itu sontak meraung, melebarkan sayapnya berniat untuk melarikan diri. Berniat untuk menjatuhkan Leonis dari atas tubuhnya, naga itu membenturkan dirinya ke dinding penghalang. Saat Veira terbang, dia menabrakkan dirinya lagi dan lagi ke permukaan bercahaya yang menjebakanya bersama sesama Penguasa Kegelapan sepertinya.
Penghalang dari dewi tidak mungkin untuk dihancurkan, tapi setiap kali Veira menabrakkan dirinya ke penghalang itu, dinding penghalang itu tampak berkedip-kedip.
Gila, kekuatan macam apa ini?!
Leonis mati-matian mencengkeram Zolgstar Mezekes yang bilahnya masih tertancap di dalam daging Veira.
“Rah Vaias!”
Melalui senjatanya, Leonis mengerahkan mantra tingkat enam yang masuk langsung ke tubuh naga itu. Itu membuat lebih banyak sisik makhluk besar itu terkelupas, dan miasma hitam keluar dari lukanya.
“...?!”
Mencabut pedangnya, Leonis mulai jatuh. Tapi dalam jatuhnya itu, dia menebas pangkal salah satu sayapnya Veira.
“Grohhhhhhhhhh!” Veira meraung marah, menyelam ke bawah untuk mengejar Leonis yang terjatuh. Melihat pemandangan rahang naga yang terbuka lebar di hadapannya, Leonis merapalkan mantra dari Alam Kematian.
“Indahkan ucapanku, karena aku adalah raja para undead yang melampui kematian! Bangkit dan berkumpullah di sisiku, wahai para prajurit!”
Saat Leonis mendarat, naga tengkorak raksasa muncul dan kemudian menggigit tenggorokan Veira! Dengan menggunakan sisa-sisa makhluk laut raksasa yang tergeletak di dasar lautan, Leonis dengan sembarangan mengumpulkan tulang naga darurat. Inilah juga yang menjadi salah satu alasan dia memilih dasar laut sebagai medan perang mereka.
“Ini masih belum berakhir. Ayo serang!” teriak Leonis sambil menyeringai saat dia mengumpulkan monster skeleton satu demi satu.
Tapi, Veira menghancurkan ciptaan Leonis itu dengan menggunakan ayunan ekornya yang perkasa.
Whoooosssh...!
Sambil melindungi dirinya dengan menggunakan tulang, Leonis membuat jarak antara dirinya dan Veira.
Mereka bahkan tidak bisa menghambatnya...
Anehnya, lawan Leonis tidak tidak mengejarnya. Naga itu mulai membengkak lagi, dan sisik-sisiknya yang tersisa terlepas saat lebih banyak miasma mulai menyembur keluar dari tubuhnya. Dengan lehernya yang berada pada sudut tidak wajar, sayap dan lengan Void keluar dari dagingnya. Itu benar-benar pemandangan yang memuakkan, seolah-olah makhluk itu terus-menerus mengulangi siklus evolusi dan regresi.
“Aku harus mengakhiri ini dengan cepat,” gumam Leonis, menggertakkan giginya merasa kesal. “Aku tidak tega melihat ini terjadi padamu, Veira!”
Memberikan penampilan yang memalukan seperti itu merupakan penghinaan bagi Veira sang penguasa naga yang agung!
“Arzam!” Menganugerahi Zolgstar Mezekis dengan kekuatan mantra serangannya yang terkuat, Leonis menyerbu ke arah Ratu Naga.
“Gyrahhhhhhhhh!”
Leonis menusukkan pedangnya ke jantung naga itu, menembusnya, tapi dia terus mendorong pedangnya menusuk jauh lebih dalam.
“Ledakan—Arzam!”
Booom!
Tubuh Veira menggelembung, berubah menajdi merah seperti larva.
“Arzam!”
Sekali lagi, Leonis melepaskan mantra tingkat sepuluh ke dalam naga itu, berharap bahwa serangan itu bisa membakar kerusakan di dalam diri Veira.
Zolgstar Mezekis hancur berkeping-keping di dalam tubuh makhluk besar itu, dan api merah menyembur keluar, berubah menjadi magma membara yang keluar dari Veira.
Brrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!
Dengan suara bergemuruh, Rau Naga, Veira, hancur berkeping-keping.
“…”
Mencengkeram Zolgstar Mezekis sambil menyalurkan begitu banyak kekuatan melalui pedang itu telah membuat tangan Leonis terbakar. Dia pun menatap sisa-sisa tubuh Veira.
“Itu adalah pertarungan yang adil. Tentunya kau tidak akan menyimpan dendam padaku.”
Kalau misalnya Ratu Naga berada dalam kondisi kekuatan penuhnya, besar kemungkinan Leonis tidak akan bisa membunuhnya. Tapi yah, di sini Leonis juga tidak berada dalam wujud aslinya.
Tanpa membuang-buang waktu untuk merasa sentimen, Leonis menarik Tongkat Penyegel Dosa dari bayangannya.
“Buat Undead Tingkat Tiggi (Create Elder Undead).”
Dia memercikkan darah di atas sisa-sisa tubuh Veira dan merapalkan mantra dari Alam Kematian. Itu adalah sihir yang sama yang dia gunakan untuk membangkitkan Riselia sebagai Ratu Vampir.
Kuharap setidaknya kau akan menjadi Elder Dracolish.
Yang terburuk, Veira akan bangkit sebagai zombie naga yang tidak punya pikiran.
Jika itu terjadi, aku tidak akan menjadikanmu pengikutku. Aku akan memberikanmu damai kematian yang membanggakan.
Lingkaran mantra yang dia buat memancarkan cahaya yang tidak menyenangkan, dan mantra itu mulai bekerja. Tapi, terjadi sesuatu yang aneh. Leonis tiba-tiba dikelilingi oleh cahaya, dan dia menghilang.
---
Hah?
Shary membuka matanya dengan perlahan. Apa yang dia lihat di hadapanya benar-benar menyangkal imajinasi terliarnya. Iblis laba-laba yang menerjangnya terbaring mati, tertusuk oleh bilah es.
“A-Apa ini...?!”
Saat bidang pandangnya mulai jelas, dia meliahat suatu sosok.
“P-Paduka...?”
Leonis berdiri membelakanginya, di tangannya dia memegang Tongkat Penyegel Dosa.
“...Paduka, mengapa anda ada di sini?”
“Aku juga mau tahu soal itu...,” jawab Leonis, terlihat bingung. Tapi kemudian, setelah dia melihat cincin yang dia berikan kepada pelayan pembunuh itu, dia menganggukkan kepalanya menyadari apa yang terjadi. “Jadi kau menggunakan cincin itu, ya.”
“Cincin...?”
“Sebelumnya aku sudah bilang padamu, kan? Item itu memungkinkan pemiliknya untuk memanggil makhluk terbesar dan terkuat di Pasukan Penguasa Kegelapan.” Leonis mengalihkan pandangannya malu-malu. “Dengan kata lain, itu adalah aku.”
“...Oooh.”
“Tsk, apa-apaan dengan reaksimu itu?” tanya Leonis, tampak kesal.
Di sisi lain, Shary masih tetap duduk di tanah. “Hehe... Hehehehehe...” Dia mulai terkekeh pelan, tak kuasa menahan tawanya.
“...Apa ada yang lucu tentang ini?”
“Terkadang anda sangat lucu, paduka.”
“...Sesuatu tentang nada bicaramu itu membuatku salah paham, tapi yah, tidak masalah,” Leonis mengangkat bahunya. “Jadi, siapa kalian para makhluk-makhluk bodoh...?”
Leonis akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Iblis Bayangan yang mengelilinginya dan Shary. Makhluk-makhluk itu sontak membeku saat mereka merasakan aura kematian yang luar biasa.
Hmm, ada lebih banyak iblis pembunuh.
“Aku adalah Penguasa Kegelapan yang penuh kasih,” ucap Leonis pada iblis spiral yang berputar-putar yang memimpin iblis lainnya. “Tapi karena kalian telah berani menyentuh pelayan pribadiku, aku tidak punya jalan lain selain menghukum kalian dengan kematian yang mengerikan.”
“Hah? Bicara omong kosong apa kau ini—?!”
“Mantra tingkat delapan—Nel Gira,” seru Leonis, dan sebuah bola hitam muncul di udara dan langsung menyedot iblis-iblis itu. Dalam waktu singkat, Shary dan Leonis berduaan.
Berbalik menghadap ke arah Shary, Leonis berkata, “—Ayo, kita pulang ke rumah, Shary.”
“Y-Ya, paduka!”
Awan kelabu kelam akhirnya hilang, dan sinar matahari menyinari kota.