Bab 2 Bagian 2 (dari 4)
Hari yang baik untuk bermain tenis
Setelah itu, latihan dilanjutkan selama kurang lebih satu jam.
“Ayo istirahat dulu,” ucap Narika, menghampiri kami sambil membawa bola dan raketnya.
Nah, bahkan seorang Narika pun tentunya akan merasa kelelahan jika dia terus menerus bergerak selama satu setengah jam. Tapi, lebih daripada dirinya, cucuran keringatku mengalir seperti air terjun.
“Apa kau baik-baik saja, Itsuki?”
“Yah..., kurasa tidak.”
Keringatku tak berhenti bercucuran. Padahal, semenjak aku menjadi pengurusnya Hinako, aku telah melatih tubuhku dan mempelajari bela diri, jadi harusnya aku memiliki kekuatan fisik yang bagus, tapi..., aku tidak bisa mengimbangi kekuatan fisiknya Narika.
“Kurasa yang kau harus perbaiki adalah jenis pukulanmu dan arah pukulanmu. Kau secara tidak sadar selalu memukul bola ke arah tengah lapangan, padahal akan lebih baik untuk mengarahkannya ke sisi kiri atau sisi kanan... Alasan mengapa saat ini kau sangat kelelahan karena kau berlarian ke kiri dan ke kanan. Sebaliknya, aku tidak begitu lelah karena kau selalu memukul bola ke arah tepat di depanku.”
“...Begitu ya. Jadi maksudmu dari tadi aku memukul bola ke arah yang mudah dipukul oleh lawan?”
“Begitulah.”
Sepertinya, aku tidak dikalahkan dalam adu kekuatan fisik yang sederhana. Aku harus mengingat apa yang baru saja Narika ajarkan kepadaku.
“Untuk Konohana-san, kau sudah sangat baik sehingga tidak ada yang perlu aku ajarkan.”
“Tapi aku tidak sebaik dirimu, Miyakojima-san.”
“Tidak perlu rendah hati. Serve dan receive yang kau lakukan stabil, kau juga melakukan pukulan voli dengan baik. Kemampuan yang rasanya tak memiliki celah itu sangat khas dari dirimu, Konohana-san.”
Narika memuji Hinako.
“Hanya saja, kupikir pukulan tinggimu sedikit tidak stabil, terutama dalam melakukan backhand. Kau jago dalam melakukan pukulan voli, jadi kupikir itu membuatmu ingin menjaga posisimu agak depan, tapi dengan begitu, dengan tembakan berputar kau akan dijahit di baseline.”
“Kalau begitu, haruskah aku mengatasinya dengan melakukan slice?”
“Tidak, menurutku akan lebih baik memukul balik dengan normal jika memungkinan. Kau tidak perlu fokus pada pukulan yang kuat, yang penting kau bisa mengontrol bola. Terus, jika bola lambat yang datang, kupikir tidak masalah jika kau melakukan forehand.”
Entah bagaimana aku mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi bagi seorang yang masih pemula sepertiku, pembicaraan mereka terdengar seperti berada di tingkat dimensi yang berbeda. Tapi, sepertinya Hinako memahami saran dari Narika dan menganggukkan kepalanya dengan ekspresi serius.
“Aku keringatan, aku mau minum dulu.”
Mengatakan itu, Narika menuju ke keran air minum sementara aku dan Hinako melihatinya dari belakang.
“...Dalam bidang olahraga, Narika benar-benar hebat, ya.”
“Mm... Aku senang Miyakojima-san tidak berpartisipasi dalam pertandingan tenis...”
Mungkin, ini jarang-jarang bagi Hinako untuk memuji seseorang dengan jujur. Karena kenyataannya, jika Narika mengikuti pertandingan tenis dalam fetival olahraga nanti, Hinako harus berlatih dengan sangat keras untuk bisa meraih kemenangan.
Selain itu, mungkin Narika pribadi tidak menyadari ini, tapi cara dia berbicara dengan Hinako menjadi lebih alami... Sepertinya, dia bisa menghilangkan kegugupannya ketika dia melakukan sesuatu di bidang yang dia kuasai.
Ya, Narika bukanlah orang yang akan selalu merasa gugup. Dalam hal ini, dia mungkin dapat menampilkan sikap yang alami di depan orang-orang yang dia kenal baik atau ketika melakukan sesuatu di bidang yang dia kuasai. Sekarang, aku harus lebih tahu beberapa hal tentang Narika sedikit lagi. Soalnya, di luar yang kusebutkan barusan, kupikir ada beberapa petunjuk lain supaya Narika bisa menjalin pertemanan.
“Kyaaa?!”
Pada saat itu, Narika berteriak.
“Narika, kau baik-baik saja?”
“Uuuu... Itsuki...”
Aku mendekati Narika yang jatuh di tanah. Di sana, air menyembur dengan kuat dari keran yang baru saja Narika gunakan. Sepertinya, dia kena semprot air yang menyembur itu.
“Apa kerannya rusak?”
“Aaah..., aku jadi basah kuyup,” ucap Narika, yang dari kepala hingga bahunya basah kuyup.
Pelayan dari Keluarga Konohana yang melihat situasi ini pun segera mendekati kami dengan tergesa-gesa.
“Maafkan kami! Karena kecerobohan kami——”
“T-Tidak apa-apa! Malah karena ini aku jadi merasa lebih segar!”
Terhadap para pelayan yang membungkuk dalam-dalam, Narika menampilkan ekspresi tidak enak pada mereka.
Yah..., iya sih, dengan begitu mungkin dia memang jadi merasa lebih segar. Lagipula, dia sudah banyak bergerak di cuaca yang panas ini. Bahkan aku sendiri pun, jika saat ini ada kolam renang di depanku, aku pasti ingin menceburkan diri ke dalamnya.
“Tunggu di sini sebentar, aku akan mengambilkanmu handuk.”
Tapi, karena akan sulit baginya untuk melanjutkan latihan dalam kondisi basah kuyup, jadi aku pergi mengambilkan handuk untuknya.
“Itsuki..., lap’in aku...”
“Ya, ya.”
Kendati dirinya yang basah kuyup, mungkin tadi dia terkejut oleh air yang tiba-tiba menyembur kuat dari keran. Penampilannya yang tadi terlihat bermartabat telah hilang, dan posisinya kini terlihat seperti anjing yang merasa tertekan.
Terhadap Narika yang seperti itu, aku menyeka rambutnya menggunakan handuk.
...Ini rasanya berbeda dari rambutnya Hinako.
Panjang dan tekstur rambutnya sedikit berbeda. Saat aku merawat rambutnya Hinako, dia akan melemaskan diri dan mempercayakan perawatan rambutnya kepadaku, tapi Narika dengan santai mengarahkanku tempat dimana dia ingin aku menyekanya. Entah mengapa, dia terasa seperti seekor anjing besar yang menyukai tuannya.
“......Fufu,” tiba-tiba, Narika tertawa dalam suasana hati yang baik. “Aku ingat dulu kau juga pernah melakukan ini padaku.”
“Hm? Begitukah?”
“Ya, seingatku, saat itu aku sedang berlarian di halaman setelah hujan. Alhasil, aku jatuh dan rambutku kena lumpur, jadi aku memintamu untuk menyekakannya.”
Sekarang setelah dia mengatakan itu, kupikir itu memang pernah terjadi. Nah, saat itu aku masih kecil, jadi aku tidak terlalu mengingat semua kenanganku dengan jelas, tapi Narika mungkin lebih mengingat hari-hari itu daripadaku.
“Aku jadi nostalgia... Sejak dulu, aku selalu merasa nyaman ketika kau melakukan ini padaku,” ucap Narika, dengan ekspresi yang merasa rileks.
Jika dia sampai bilang begitu..., kurasa melakukan ini tidak buruk juga.
“——Apa yang kalian lakukan?”
Hinako, yang tau-tau saja sudah berada di sampingku, menanyakan itu.
“Erm..., keran air itu rusak dan Narika basah kuyup, jadi aku menyekanya.”
“...Begitu ya.”
Saat aku menjelaskan situasinya sambil merasa sedikit terkejut, Hinako tampak mengerti. Hanya saja, sejenak tadi aku merasa seperti menerima tatapan yang tajam darinya, tapi..., mungkin itu hanya perasaanku saja.
Kesampingkan soal itu, apa Hinako juga datang ke sini untuk minum?
Saat aku berpikir begitu, Hinako mendekati keran air minum, memutar keran tersebut begitu saja——dan wajahnya langsung jadi basah kuyup.
“Aduh, cerobohnya aku.”
“Lah?!”
Aku sangat yakin barusan aku bilang kalau keran itu rusak.
“T-Ternyata kadang-kadang kau juga bisa ceroboh ya, Konohana-san....” ucap Narika, tampak terkejut.
Tidak, memangnya yang dia lakukan itu bisa disebut sebagai kecerobohan?
Saat aku berpikir begitu, Hinako, yang kepala hingga bahunya basah kuyup seperti Narika, mendekatiku.
“Lap’in aku juga.”
“......Ya.”
Meski merasa bingung dengan tingkahnya, aku menganggukkan kepalaku.
Nah, karena tadi aku membawa satu handuk lain untuk berjaga-jaga, jadi aku menggunakan handuk itu untuk menyeka Hinako.
“A-Apa aku melakukannya dengan benar...?”
“Ya. ...Fufufu, sentuhan tanganmu sangat lembut.”
Berbeda dari saat ketika aku merawat rambutnya seperti biasanya, kini aku merasa gugup saat aku mengusap rambut Hinako.
Aku tidak menyangka aku akan merawat rambut Hinako yang sedang dalam mode Ojou-sama...
Hinako ketika dia berada di mansion benar-benar berbeda dengan dirinya saat ini. Meski demikian, sensasi halus dari rambutnya dan aroma manis yang samar dari dirinya masih sama seperti dirinya yang biasanya. Sekali lagi, aku diingatkan bahwa gadis yang tampak selalu mengantuk itu, dan Ojou-sama yang dihormati oleh semua orang ini, adalah orang yang sama.
“......Muu~”
Melihat kami, bibir Narika tampak berkedut.
“Tomonari-san, bisakah kau membantuku melakukan peregangan?”
“Eh? ...Y-Ya.”
Duduk di tanah, Hinako mulai meregangkan tubuhnya.
Dengan lembut aku menekan bahunya, yang mana itu membuat jarak diantara wajah kami menjadi semakin dekat.
“Ko-Konohana-san! ...T-Tidakkah kalian terlalu dekat?!”
“Begitukah?”
Aku merasa kalau pendapat Narika adalah benar, tapi Hinako tampak sama sekali tidak mempedulikan itu.
“Tomonari-san, terus lakukan seperti itu seolah-olah aku menyerahkan tubuhku kepadamu...”
“B-Begini?”
“Ya, begitu. .......Ahn~”
Tiba-tiba, Hinako mendesah pelan.
“...Tomonari-san, rupanya kau memiliki tubuh yang kokoh, ya,” ucap Hinako, dengan sedikit rona merah di pipinya.
Ini——Apa ini termasuk aktingnya?
“Ki-Kita lanjutkan latihannya! Ayo lanjut latihan!! Kita lanjut latihan sekarang juga!!!”
Dengan suara yang nyaring, Narika meneriakkan itu.
Sejujurnya, itu sangat membantuku saat dia mengatakan itu. Soalnya, aku merasa seperti akan merasakan perasaan aneh jika terus membantu Hinako meregangkan tubuhnya.
“Selanjutnya kita akan berlatih apa?”
“Kita bisa berlatih serve dan pukulan voli..., tapi aku juga ingin melakukan format pertandingan.”
“Ngomong-ngomong, diantara kau dan Konohana-san, siapa yang lebih jago?”
Saat mendengar kata ‘pertandingan’, secara tidak sadar pertanyaan itu keluar dali mulutku.
Terhadap pertanyaanku itu, Narika dan Hinako saling berpandangan sejenak.
“Soal itu..., aku tidak tahu karena kami belum pernah bertanding sebelumya...”
“Ya, kita juga belum bermain tenis di pelajaran PJOK...”
Mereka berdua sama-sama menjawab ‘tidak tahu’, tapi sepertinya dalam hati mereka, mereka sendiri juga ingin tahu.
“...Kalau Konohana-san mau, haruskah kita bertanding?”
Neruka mengusulkan itu, dan setelah Hinako berpikir sejenak, “Ya, mohon sportivitasnya,” dia menganggukkan kepalanya.
Gara-gara sibuk berpikir dengan latihan untuk diriku sendiri, aku jadi lupa kalau hari ini adalah hari dimana bukan hanya aku saja yang berlatih, tapi Hinako juga demikian. Apalagi, di sini Hinako berlatih dengan tujuan untuk memenangkan pertandingan tenis di porseni yang akan datang.
...Mungkin semangat bersaing juga bisa menjadi latihan yang baik untuknya.
Entah bagaimana, aku mendapat suasana untuk membuat pertandingan mereka jadi lebih seru, jadi aku memberikan saran.
“......Kalau kalian memang mau bertanding, mengapa tidak sekalian bertaruh saja?”
““Bertaruh?””
Mereka kebingungan, dan aku melanjutkan kata-kataku.
“Misalnya, yang menang bisa menuntut sesuatu dari yang kalah.”
Setelah memberi mereka saran seperti itu, aku menyadari sesuatu.
Kalau kupikir-pikir dengan tenang, mereka berdua adalah Ojou-ama terkemuka di negara ini. Bagi orang biasa seperti kami, itu adalah hal yang normal untuk membelikan pemenang makanan sebagai hukuman jika kalah, tapi di tempat pertama, kedua gadis ini tidak kekurangan uang. Jadi, jika mereka tidak memiliki apapun yang ingin mereka minta dari pihak lain, maka saranku barusan tidaklah ada gunanya.
Dengan pemikiran tersebut, aku mencoba menarik kata-kataku sebelumnya, tapi...,
“K-Kalau begitu..., bagaimana jika yang menang boleh pergi jalan-jalan dengan Itsuki?” ucap Narika, dengan ekspresi yang terlihat merasa gugup.
“Eh, aku?”
Aku tidak menyangka kalau namaku akan disebutkan dalam taruhan.
“Oke, tidak masalah,” angguk Hinako, sorot matanya tampak serius.
Dengan demikian, mereka berdua pun pergi ke lapangan sambil membawa bola dan raket mereka.
...Yah, mengingat posisiku saat ini, aku tidak bisa dengan mudah untuk pergi jalan-jalan dengan Narika.
Ada banyak hal yang ingin kubicarakan Narika. Lagipula, kami adalah kerabat yang baru-baru ini bertemu kembali setelah tidak bertemu selama beberapa tahun. Kami telah mengobrol beberapa kali dalam ruang lingkup akademi, tapi meski begitu tetap saja masih ada banyak hal yang bisa kami bicarakan.
Tapi, sekarang aku bekerja untuk Keluarga Konohana, jadi aku tidak bisa dengan mudah meluangkan waktuku untuk Narika. Mungkin, itulah alasan mengapa Narika menuntut hak untuk pergi jalan-jalan denganku jika dia memenangkan pertandingan ini.
Tapi yah..., kalau cuman itu saja, jika aku bertanya pada Shizune-san, dia mungkin akan memberikanku izin. Terus terang saja, aku cukup tertarik dengan pertandingan mereka, jadi aku akan membiarakan alurnya berjalan seperti ini.
“Aturannya adalah pertandingan satu set. Bagaimana dengan tie break?”
“Ya, tidak masalah.”
Atas usulan dari Narika, Hinako menganggukkan kepalanya.
“Itsuki, bisakah kau menjadi wasit?”
“Ya,” seruku, duduk di meja wasit yang ada di antara bangku-bangku.
Sekarang..., di satu sisi, seorang yang disebut sebagai Ojou-sama yang sempurna di Akademi Kekaisaran, di sisi lain, seorang Ojou-sama yang disebut-sebut jauh lebih baik daripada siapapun dalam bidang olahraga.
Ini akan menarik untuk melihat siapa di antara mereka berdua yang lebih hebat. Apalagi, bagi orang-orang di akademi, aku yakin ini merupakan pertandingan yang ingin mereka tonton sekalipun mereka harus membayar supaya bisa menontonnya.
Menggunakan bawah raket untuk menentukan siapa yang akan melakukan servis, Narika terpilih, jadi dia mendapatkan bola.
Narika pun melakukan servis, dan bola yang melesat cepat jatuh ke sudut area servis. Hinako bahkan tidak bisa menyentuh bola itu, alhasil Narika mendapatkan poin.
“Fifteen – love.”
Dengan kata lain, 1-0.
Narika pun kembali melakukan servis.
“Thirty – love.”
Narika kembali medapatkan poin.
Tadi Hinako berhasil menerima servis dari Narika, tapi sayangnya bola yang dia pukul balik mengenai net. Dengan begini, Narika mendapatkan dua poin berturut-turut dengan melakukan servis ace.
...Posisi Hinako kurang menguntungkan, ya...? Mungkinkah, seorang seperti dirinya yang sampai disebut sebgai Ojou-sama yang sempurna pun tidak bisa mengalahkan Narika?
Keunggulan Narika terus berlanjut, dan dia pun memenangkan game pertama.
---
Setelah game pertama, mereka bertukar lapangan karena baru saja menyelesaikan game bernomor ganjil, jadi Hinako dan Narika masing-masing mulai bergerak untuk bertukar lapangan. Dalam perjalanan mereka, Hinako bertanya pada Narika dengan suara yang pelan yang tidak bisa didengar oleh Itsuki.
“Miyakojima-san, mengapa kau ingin pergi jalan-jalan dengan Tomonari-kun?”
Mendengar pertanyaan itu, Narika tampak terkejut.
“Ka-Karena...”
“Yah, aku bisa mengerti. Lagipula rasanya nyaman saat bersama dengan Tomonari-kun,” ucap Hinako, sambil mengambil bola yang jatuh di dekat net.
Kata-kata itu sontak membuat mata Narika terbelalak, bertanya-tanya apakah Ojou-sama yang terbaik di Akademi Kekaisaran memiliki perasaan seperti itu terhadap anak laki-laki itu? Mau tak mau, Narika jadi punya perasaan bahwa jarak hubungan diantara mereka berdua sudah dekat. Yang jelas, ketika Hinako mengatakan sesuatu seperti itu kepadanya, Narika tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“A-Apa kau juga merasa nyaman saat bersamanya, Konohana-san...?”
“Ya,” angguk Hinako. “Saat kami pergi jalan-jalan berduaan tempo hari pun, aku juga sangat bersenang-senang——”
“J-Jalan-jalan berduaan?!”
Seorang Konohana-san yang dianggap sebagai salah satu yang wanita tercantik di Akademi Kekaisaran, seorang Konohana-san yang tidak pernah terdengar cerita tentang dirinya memiliki hubungan romansa dengan pria, baru saja mengatakan bahwa dirinya jalan-jalan berduaan dengan seorang pria?
Fakta tersebut membuat Narika amat tercengang, dan di sisi lain Hinako lanjut berbicara sambil menampilkan senyuman lembut.
“Selain itu, Itsuki-kun——”
Sekali lagi, mata Narika melebar ketika dia mendengarkan kata-kata itu.
“—Ups, maaf. Tomonari-kun...”
“Tunggu, apa yang kau bilang barusan?! Apa yang kau bilang barusan?!”
Terhadap pertanyaan Narika, Hinako hanya memiringkan kepalanya seolah bertanya-tanya, “Memangnya barusan aku bilang apa?”.
Selanjutnya, Hinako yang akan melakukan servis.
Kuuh...!!! Aku, tahu...! Itsuki, dia juga memanggil Konohana-san dengan menggunakan nama depannya...!!!
Narika mencengkram raketnya dengan kuat, serta melotot tajam ke arah Hinako yang berada di seberang net.
Hubungan macam apa yang sebenarnya mereka berdua miliki...?!?!?!
---
Di game kedua, Hinako melakukan servis.
Servis yang dia lakukan tidak sekuat yang Narika lakukan, tapi arah bolanya akurat. Selain itu, tidak seperti Narika yang memainkan permainan cepat dengan pukulan yang kuat, Hinako tampak lebih bermain dengan hati-hati dengan penekanan pada kontrol bola. Dia melakukan berbagai teknik pukulan, seperti pukulan silang dan pukulan jatuh, dan tentunya itu dia lakukan dengan ketangkasan yang luar biasa. Sungguh, tepat seperti yang Narika katakan sebelumnya, Hinako benar-benar seorang dengan kemampuan tanpa celah.
“Thirty – fifteen.”
Hinako unggul satu poin.
Pada dasarnya, tenis adalah olahraga di mana akan lebih mudah utuk mencetak poin jika server dapat melakukan servis dengan baik. Tentunya, ada beberapa perubahan hasil tergantung pada keterampilan para pemain, tapi yang jelas ini umumnya terjadi dalam pertandingan profesional.
Soalnya, dalam tenis, servis adalah satu-satunya saat dimana pemain bisa memukul dengan leluasa, karena baik timing pukulan dan arah pukulan tidak dipengaruhi oleh lawan. Itu sebabnya juga, di sisi lain, kasus dimana receiver yang memenangkan game sering di sebut ‘break’.
Singkatnya, dalam tenis, server cenderung diuntungkan.
Di game kedua ini, Hinako adalah orang yang pertama melakukan servis, jadi tidak heran kalau dia unggul, tapi——
“Fourty – fifteen.”
Hinako kembali mencetak poin. Dengan begini, satu poin lagi Hinako akan memenangkan game kedua ini.
Hanya saja, di sini aku punya perasaan yang aneh.
......Hmm, performa Narika memburuk.
Sejak beberapa waktu lalu, aku merasa kalau gerakannya Narika tidak dipenuhi semangat. Hal ini tentunya membuatku jadi bertanya-tanya apa yang terjadi dengan dirinya, dan sementara itu, game kedua berakhir dengan kemenangan Hinako.
Server dan receiver kini berganti di game ketiga, di mana kali ini Narika yang akan menjad server. Tapi, di game ketiga ini juga Hinako lah yang memenangkannya.
Ini break.
Performa buruk Narika terus berlanjut.
Nah, karena selanjutnya pertukaran lapangan, jadi mereka berdua mulai bergerak.
---
Narika, yang mulai bergerak untuk bertukar lapangan, mengambil bola yang jatuh di dekat net. Saat itu, Hinako berada di dekatnya.
“...Ngomong-ngomong, tadi Itsuki juga menyeka rambutmu ‘kan, Konohana-san,” ucap Narika, dengan volume suara yang tidak bisa didengar oleh Itsuki.
“...? Ya, memangnya kenapa...?”
“Kalau boleh bertanya, apa kau juga biasanya meminta Itsuki untuk merawatkan rambutmu?”
Atas pertanyaan Narika, Hinako bingung sejenak bagaimana harus menjawabnya.
“Yah, gimana ya bilangnya, kadang-kadang, aku memintanya merawatkan rambutku...,” tegas Hinako, meski terdengar agak ambigu.
Di sisi lain, setelah mendengar apa yang Hinako katakan, Narika sedikit menangkat sudut mulutnya.
“Itsuki mahir dalam merawat rambut, bukan? Toh itu bukan pertama kalinya dia melakukan itu.”
“...Apa maksudmu?”
“Saat aku masih kecil, aku tidak terlalu mempedulikan perawatan rambutku. Makanya, biasanya aku akan menggeraikan rambutku begitu saja ketika aku berlatih di dojo, tapi suatu hari Itsuki bilang padaku [kau akan sulit bergerak jika rambutmu kau geraikan seperti itu], jadi aku memintanya untuk mengikatkan rambutku. Sejak saat itu, aku meminta Itsuki untuk merawatkan rambutku. ...Itsuki mungkin sudah lupa soal ini, tapi gaya rambutku ini adalah gaya rambut yang dia buatkan.”
Dengan ekspresi penuh rasa bangga, Narika memamerkan rambut hitamnya yang dia ikat. Dia memiliki rambut hitam berkilau yang indah, yang bahkan jika dinilai dari sudut pandang sesama wanita. Bahkan seorang Hinako yang terbiasa menerima pujian pun menanggap bahwa rambutnya Narika menarik.
Setelah mereka bertukar lapangan, kini Hinako yang menjadi server.
...Jadi bukan aku ya orang pertama yang dia rawatkan rambutnya.
Saat memukul bola, Hinako mengingat apa yang baru saja Narika katakan kepadanya.
Hhmmm...
Di sudut matanya, terpantul sosok Itsuki yang sedang menjadi wasit.
......Hhmmmm.
---
Setelah memasuki game keempat, Hinako yang beberapa waktu lalu posisinya berada di atas angin, kini telah berubah.
“Double fault. ...Love – forty.”
Hinako gagal melakukan servis berturut-turut.
Kini, Narika hanya membutuhkan satu poin lagi untuk bisa memenangkan game ini. Di sisi lain, Hinako belum mencetak satu poin pun.
...Sekarang malah Hinako yang performanya memburuk.
Sebagai pengurus, aku harus peka dengan kondisinya Hinako. Hal pertama yang kuhawatirkan adalah bahwa dia sedang tidak enak badan..., tapi dari apa yang kulihat, sepertinya tidak demikian. Toh dia berjalan dengan baik, dan harusnya dia tidak begitu kelelahan. Ini lebih seperti kondisi mentalnya yang memburuk daripada kondisi fisiknya yang memburuk. Selain itu, sesekali aku merasa dia menatapku sambil mengerutkan keningnya..., dia kenapa, ya?
Hinako melempar bola dan melakukan servis.
“——Woah?!”
Bola lewat tepat di depan mukaku.
Normalnya, bola yang dipukul saat melakukan servis tidak akan melewati atau terlalu dekat dengan meja wasit. Apalagi dengan tingkat keterampilan yang Hinako miliki, sulit untuk dipercaya kalau dia akan kehilangan kendali bola separah itu.
“D-Double fault...”
Pada akhirnya, game keempat berakhir dengan kemenangan Narika. Mereka berdua kemudian sama-sama pergi untuk mengambil bola yang mengenai net, dan di tengah perjalanan mereka, tatapan mereka tertuju ke arahku.
“...Nishnari-kun.”
“...Ada yang harus kubicarakan denganmu nanti.”
Lah, mengapa mereka berdua memelotiku?
Meski di 2 volume pertama saya menjadi tim hinako, tapi setelah membaca chapter ini saya semakin memahami pesona narikaš„
ReplyDeleteAdu kekuatan❌
ReplyDeleteAdu kenangan✅
Aowkaowkw
Awokwokwok malah ngadu kenangan bersama itsuki
ReplyDeleteAdu kenangan
ReplyDelete