Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 5 - Bab 8

Bab 8
Pedang Iblis Membabi Buta


Leonis dan Riselia segera menyadari ada yang tidak beres sekembalinya mereka ke perkemahan.

“Regina!”

“Ah, Lady Selia..., dan Leo juga...” berdiri di depan tenda, Regina langsung menoleh ke arah mereka. “Kamu dari mana, Lady Selia? Kok rambutmu basah?”

“Eh?! Ugh, erh...” Dengan canggung Riselia membuang muka dan mengganti topik pembicaraan mereka. “Jangan pikirkan soal itu, apa yang terjadi?”

Ya ampun, kau ini benar-benar buruk dalam berbohong, pikir Leonis. Kalau terus seperti itu, entah seberapa keras pengikutnya itu berusaha menyembunyikan fakta bahwa dia adalah vampir, cepat atau lambat rekan-rekannya akan mengetahuinya.

Untungnya, Efline datang berlari menghampiri mereka dan mengalihkan pembicaraan.

“Kita kehilangan kontak dengan peleton kelima. Kita juga tidak mendapatkan respon apa-apa dari kelompoknya Regil.”

“Apa?” mata biru es Riselia sontak melebar, merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

“Bola Mata Penyihir yang kukirim bersama mereka tiba-tiba hancur. Aku tidak menerima reaksi apa-apa darinya,” jelas Elfine.

“Jangan-jangan mereka bertemu Void?”

“Erm, apa ada kemungkinan jika Sarang Void menetas sekaligus?” tanya Regina.

“Kalau Void muncul dalam jumlah yang sangat banyak, dari tadi aku harusnya sudah menyadarinya,” jawab Elfine.

Tiba-tiba, Leonis merasakan tanah mulai bergetar di bawah kakinya.

Apa?

Brrr, brrr, brrr... Brrr, brrr, brrr...!

Secara bertahap, getaran itu terasa semakin kuat, dan pohon-pohon hutan mulai berjatuhan saat getaran itu membuat mereka tercabut dari tanah.

“Gempa bumi?!” seru Riselia, terkejut.

“Tidak, kurasa ini bukan gempa bumi,” Leonis segera menjawabnya.

Dia membangun Necrozoa di area di mana hal-hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Bagaimanapun juga, tidak mungkin ada orang yang akan membangun kerajaan bawah tanah yang membentang hingga tiga belas lantai di daerah yang rawan gempa. Meskipun seribu tahun sudah berlalu, Leonis cukup yakin kalau kerak bumi tidak berubah terlalu banyak.

Namun demikian, itu adalah fakta bahwa saat ini tanah terus bergemuruh.

“Apa itu?”

“Lihat, ada sesuatu yang bersinar di langit?”

Suara-suara yang tidak asing berteriak dari sisi lain tenda. Itu adalah anggota peletonnya Silesia, dan mereka menunjuk ke arah sebuah objek yang terlihat melalui kanopi hutan. Leonis pun mengikuti arah pandangan mereka.

“...A-Apa itu...?!” Riselia tergagap.

Jauh di kejauhan, sebuah bangunan raksasa muncul di tengah hutan: piramida hitam besar. Bangunan itu berdiri setinggi delapan puluh kilometer, dan cahaya mana berwarna hijau melesat melintas di dindingnya, membentuk pola geometris.

“Itu..., apa itu reruntuhan kuno?” seru Riselia, terkesiap.

Berdiri di sampingnya, Leonis tampak menunjukkan reaksi yang berbeda.

Mustahil?! Mengapa itu ada di atas tanah?!

Leonis tahu betul apa bangunan itu. Itu adalah jantung Necrozoa—kuil Dewi Pemberontak, tempat di mana Roselia Ishtaris membuat ramalan ilahinya.

Apa ada seseorang yang mengaktifkan Kuil Dewi...?!

Leonis dibuat benar-benar bingung. Apa yang dia lihat mustahil dia percayai. Bagaimanapun juga, satu-satunya yang bisa mengaktifkan Kuil Dewi adalah Raja Undead. Bahkan perwira berpangkat tinggi Necroza pun tidak bisa melakukannya.

Pendeta Kegelapan Iris, Ksatria Dunia Bawah Schteizer, Kaisar Serigala Iblis Blackas, Perwira Staf Kegelapan Zemein, Menteri Kegelapan Melgia, dan Jenderel Tulang Kejahatan Derlich.

Di antara mereka semua, Iris yang menjadi pendeta dan Melgia yang menjadi menteri adalah pengecualian dan memiliki wewenang untuk mengaktifkan kuil. Meskipun begitu, tanpa adanya izin dari Leonis, mereka tidak diizinkan menginjakkan kaki di dalam kuil.

Kuil itu adalah ruangan yang sakral, tempat yang disediakan hanya untuk Roselia dan Leonis.

Siapa yang melakukan ini? Leonis menggertakkan giginya dalam amarah. Kemarahan yang membara, kemarahan yang sudah lama dia lupakan, memenuhi pikiran dan tubuhnya.

Mungkin aku memang merupakan Penguasa Kegelapan yang pemaaf, tapi ada dua hal yang tak akan pernah aku maafkan.

Yang pertama adalah seseorang yang menyakiti pengikutnya. Dan yang kedua adalah...

Siapapun yang berani menodai nama suci Roselia...!

Seseorang dengan kurang ajar dan tidak sopan telah menginjak-nginjak area suci Kuil Dewi. Leonis akan menghukum orang itu dengan hukuman yang paling berat.

“...A-Apa yang terjadi?” tanya Silesia pada Elfine.

“Aku tidak tahu. Satu hal yang pasti, kita harus berkumpul dengan peletonnya Liat.”

“K-Kau benar...”

“Ada kemungkinan kalau dua peleton lain yang juga kehilangan kontak dengan kita sedang bertarung melawan Void. Kita harus bergegas dan membantu mereka sebelum terlambat.”

Riselia melihat sekeliling ke arah murid-murid Akademi Excalibur yang berkumpul. “Kita harus berpencar dan pergi untuk membantu tiap-tiap peleton. Apa ada yang keberatan dengan itu?”

Anggota peleton kedelapan belas dan kedua puluh enam semuanya saling bertukar pandang dan menggelengkan kepala mereka.

“Baiklah, kalau begitu kita harus membagi setiap kelompok sedemikian rupa sehingga masing-masing memiliki anggota yang cukup untuk menyerang dan menyokong.”

Riselia memecah anggota peleton yang ada di situ berdasarkan kemampuan Pedang Suci mereka, dengan cepat membentuk tim dadakan.

Leonis pikir murid-murd senior dari peleton kedua puluh enam mungkin akan keberatan membiarkan junior seperti Riselia mengkomandoi mereka, tapi rupanya mereka kooperatif. Sifat kooperatif ini mungkin disebabkan karena saat ini mereka sedang dalam situasi darurat, tapi beberapa senior juga pasti telah meihat Riselia dalam latih tanding dan mengakui kecakapannya dalam memimpin.

Pengikutku memang hebat, pikir Leonis, merasa bangga.

“Fine, Leo, Silesia, dan aku akan pergi mencari peletonnya Liat. Regina, Sakuya, Meltis, dan Milea, kalian berempat pergi membantu peletonnya Regil. Untuk Syiah dan Shad, kalian berdua menunggu di perkemahan dan gunakan titik relai untuk menghubungi pasukan utama.”

“Dipahami.”

“Dimengerti.”

Silesia dan dua murid senior lainnya mengangguk, tapi kemudian...

“Selia, kupikir akan lebih baik jika aku bergerak sendiri,” ucap Sakuya, bersandar di pohon di belakang.

“Mengapa?” tanya Riselia, memiringkan kepalanya.

“Raikirimaru-ku memungkinkanku untuk berakselerasi dan bergerak lebih cepat. Aku bisa bergegas ke depan dengan lebih cepat dari siapa pun yang ada di sini, dan aku akan jauh lebih cepat lagi jika bergerak sendirian.”

“Tapi dengan seorang diri saja, kau akan—,” Silesia keberatan, tapi kemudian Sakuya menyelanya dengan kasar.

“Kalian hanya akan menghambatku.”

“Apa...?!”

Murid-murid senior langsung mengerutkan kening mereka, kesal pada pernyataan Sakuya.

“D-Dia tidak bermaksud buruk kok, seriusan,” dengan tergesa-gesa, Elfine meminta maaf pada mereka.

Setelah memikirkan ucapan Sakuya sejenak, Riselia menanggapinya, “Baiklah, saat ini apa yang paling kita butuhkan adalah waktu. Sakuya, kau bisa pergi duluan, tapi jangan lakukan sesuatu yang gegabah.”

“Dimengerti, Selia.”

Tanpa membuang-buang waktu, gadis yang selamat dari Anggrek Sakura itu pergi hutan sambil memegang Raikirimaru di tangannya. Riselia kemudian melihat sekeliling pada anggota yang tersisa.

“Kita tidak boleh membuang-buang waktu, ayo cepat!”

---

“Hahahaha, sungguh pemandangan yang amat indah...”

Perwira Staf Kegelapan, Zemein, duduk di kaki Kuil Dewi. Senyum penuh kegembiraan muncul di bibirnya saat dia melihat ke langit. Dia telah berhasil menyusup ke area sakral yang hanya Raja Undead saja yang memiliki wewenang untuk mengaktifkannya.

“Oh iya, Yang Mulia Roselia juga bisa mengaktifkannya...,” ucap Zemein, memainkan benda hitam berbentuk segitiga di antara jari-jarinya. Fragmen dewi yang rusak itu bentuknya mirip dengan piramida kuil. Dia kemudian mengangkat fragmen itu tinggi-tinggi.

Sheeeeeeeeeeeen!

Permukaan dinding mulai bergeser, seolah-olah itu beresonansi dengan fragmen tersebut. Seberkas cahaya mana berwarna hijau bersinar di permukaan piramida, membentuk satu garis yang melesat ke langit. Kuil Dewi merupakan perangkat sihir yang berfungsi sebagai penghubung ke Roselia, yang memungkinkannya untuk mengirimkan ramalan masa depannya.

Suara Dewi Pemberontak akan bergema, kemudian secara langsung mempengaruhi mereka yang dipilih oleh Pedang Iblis.

“Bangkitlah, Pengguna Pedang Iblis. Jadilah pengorbanan untuk memicu kebangkitan Raja Undead...!”

Tawa bernada tinggi pria tua yang gila itu menggema di langit malam.

---

Swhish, swhish, swhish...!

Bilah darah dalam jumlah yang banyak dan mengeluarkan kilauan mana melesat menyusuri hutan. Itu adalah kekuatan dari Pedang Suci Riselia, Pedang Darah. Karena tadi dia baru saja menghisap darah Leonis, jadi dia memiliki persediaan energi sihir yang cukup.

“Terus maju, Selia,” ucap Elfine padanya, memegang bola Mata Penyihir di tangannya. Bola itu terhubung dengan bola-bola Mata Penyihir lainnya yang tersebar di sekitar area itu, mencari tanda-tanda keberadaan peletonnya Liat.

“Dimengerti!”

Leonis mengikuti kedua gadis itu, sepanjang waktu terus menatap ke arah Kuil Dewi.

Seseorang mengaktifkan kuil itu ketika sekelompok manusia kebetulan berada di sekitar sini.

Apalagi, saat ini mereka kehilangan kontak dengan peletonnya Liat dan Regil... Jelas, rangkaian kejadian ini pasti bukan kebetulan belaka.

Apa ada seseorang yang menggunakan Necrozoa-ku untuk semacam skema konyol?

Mungkinkah ini adalah plot lain yang dibuat oleh pengikut Iblis dari Dunia Bawah, Nefakess Reizaad? Atau apakah ada kekuatan lain yang bergerak di sini? Entah siapa pun yang bertanggung jawab dalam hal ini, Leonis akan memastikan mereka menyesali tindakan mereka. Pastinya, mereka tidak mungkin menduga bahwa ada Penguasa Kegelapan yang bersembunyi di antara mangsa yang ingin mereka buru.

Tapi ini sedikit aneh. Aku tidak bisa menghubungi Shary...

Sedari tadi Leonis mencoba memanggil Shary menggunakan sihir telepati, tapi tidak ada jawaban yang datang darinya. Kemungkinan Shary telah turun ke lantai delapan atau lebih dalam lagi, area yang memiliki penghalang yang mematikan mana di sekitarnya.

Meskipun dia adalah seorang pembunuh, tapi dia benar-benar buruk dalam melihat arah.

“Tunggu... Aku mendeteksi seseorang! Tepat di depan kita!” teriak Elfine.

“Haaah!” Riselia mengayunkan Pedang Sucinya dan menebas cabang pohon yang mengahalangi mereka.

Mata Penyihir kemudian menerangi jalan di depan mereka.

“Aaaaaaah!” seorang pria muda menerjang mereka, memegang batu seukuran kepalan tangan di tangannya.

Segera, Leonis mengerahka mantra, “Raspa!”

“Ugh!” Gumpalan udara kental menyerang balik orang yang menyerang mereka. “Ngh... Aaah...”

“Apa dia musuh?” tanya Leonis.

“Tunggu sebentar, dia dari peleton kelima—”

Cahaya dari Mata Penyihir Elfine menyoroti penyerang, mengungkapkan bahwa penyerang itu mengenakan seragam Akademi Excalibur. Dia adalah wakil komandan peletonnya Liat, Delcea. Dia kemudian berbaring diam di atas tanah.

“Kau bertindak terlalu berlebihan, Leo,” tegur Riselia.

“A-Aku hanya bertahan, dan aku juga sudah memastikan untuk menahan kekuatanku,” jawab Leonis sambil mengangkat bahu, kemudian dia menurunkan tongkatnya.

Delcea terluka, tapi itu jelas bukan karena serangan yang barusan Leonis berikan. Tubuhnya dipenuhi oleh luka bakar.

“Aku akan menyembuhkannya,” ucap Silesia. Dia mengerahkan Pedang Suci penyembuhnya, sebuah bola yang bersinar, ke atas tubuh pria yang terluka itu.

Elfine kemudian berlutut di depan Delcea. “Apa yang terjadi padamu?”

“...? Kalian... Pergi dari sini, cepat...”

“Mengapa?”

“Kapten..., Liat, dia...., dia tiba-tiba..., menyerang kami.”

“Liat menyerang kalian? Tidak mungkin...”

“Aku serius. Pedang Suci Kapten lepas kendali, dan...”

“Lepas kendali...,” ulang Elfine, jelas menyadari sesuatu yang suram.

“Dia mulai terlihat..., menakutkan dan menyeramkan..., bagaikan Void...,” lanjut Delcea, suaranya bergetar ketakutan.

“Apa yang terjadi dengan anggota lain peleton kalian?” tanya Riselia sambil dengan waspada mengamati sekelilingnya.

“...Gazetta dan Irma terbakar oleh api Pedang Suci kapten. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Bressla... Kupikir dia mungkin berhasil melarikan diri sepertiku...” Tidak dapat berkata apa-apa lagi, Delcea pingsan, sepertinya telah kehabisan kekuatan terakhirnya.

“H-Hei, apa dia baik-baik saja?!” seru Riselia.

“Ya, dia hanya tidak sadarkan diri,” ucap Silesia, meyakinkannya.

“Tolong terus rawat dia.” Elfine berterima kasih kepada Silesia dan berdiri. Wajahnya tampak pucat, kemudian dia bergumam, “Pedang Iblis...”

“Maksudmu seperti apa yang terjadi pada Muselle Rhodes?” tanya Riselia.

“Ya, Pedang Suci yang menjadi lepas kendali... Aku yakin hanya itu satu-satunya penjelasan situasi ini,” jawab Elfine, suaranya terdengar bergetar.

“Tidak mungkin... Mengapa Liat bisa menjadi seperti itu?”

“Sebagai bagian dari komite eksekutif, dia terlibat dalam eksperimen yang berhubungan dengan Pedang Iblis. Mungkin begitulah caranya dia mulai mendengar suara dewi...”

“Suara dewi?” ulang Leonis, terkejut dengan kalimat itu.

Untungnya, Elfine sepertinya tidak melihat sesuatu yang mencurigakan dari reaksi yang Leonis berikan.

“Ada beberapa orang yang Pedang Suci mereka menjadi liar dan ditempatkan di fasilitas kesehatan. Masing-masing dari mereka mengatakan bahwa dewi memberikan mereka kekuatan Pedang Iblis...”

“...Dewi memberikan mereka Pedang Iblis...?” gumam Leonis, kemudian berbalik dan menatap ke arah piramida hitam. Piramida itu adalah perangkat sihir yang berfungsi untuk mengirimkan suara Roselia Ishtaris...

Apa itu karena mereka mendengar ramalan Dewi Pemberontak...?

Tidak, itu tidak mungkin. Seribu tahun yang lalu Roselia telah dikalahkan, dan jiwanya seharusnya bereinkarnasi.

Apa ada seseorang yang bertindak atas nama dewi?!

Leonis mengangkat Tongkat Penyegel Dosa dan mulai merapal mantra.

“Ada apa, Leo?”

“Aku akan pergi memeriksa kuil... Maksudku, piramida itu. Kau tinggallah di sini.”

“Eh? Leo, tunggu!”

Riselia mencoba menghentikannya, tapi Leonis sudah menggunakan sihir pengontrol gravitasinya untuk melayang ke langit dan melaju dengan cepat.

---

Layaknya sambaran petir pucat, cahaya dari tebasan yang tak terhitung jumlahnya bersinar di dalam hutan yang gelap. Udara bersiul saat pepohonan demi pepohonan ditebang, dan bau hangus tesebar di sekitar area tersebut.

Itu adalah Gerakan Petir, kemampuan unik dari Pedang Suci Sakuya yang memungkinkannya untuk berakselerasi dengan kecepatan yang luar biasa. Saat ini, Sakuya sedang bergerak menuju tempat di mana peleton Regil terakhir kali terdeteksi. Bagi seorang pendekar pedang Anggrek Sakura sepertinya, melacak seseorang di hutan yang lebat bukanlah tugas yang sulit, terlebih lagi...

Aku bisa menciumbau mereka.

Apa yang dia deteksi bukanlah makhluk hidup, melainkan Void.

Sakuya menurunkan kecepatannya dan berhenti, mengambil ancang-ancang dengan Raikirimaru-nya. Dengan ekstra waspada, dia melihat sekelilingnya, dan kemudian...

“...Kekuatan... Pedang Suci...”

“Oooh... Kekuatan... Beri aku, kekuatan...!”

Dua sosok muncul. Sakuya meringis dan menggelengkan kepalanya begitu dia melihat mereka dengan jelas.

Aku terlambat.

Mereka adalah Pengguna Pedang Suci dari peleton kedua puluh satu. Dengan mata yang tampak kosong dan dipenuhi kemarahan, mereka mendekati Sakuya. Pedang Suci mereka telah bermutasi menjadi bentuk yang jahat dan keji, merembeskan miasma Void.

“Pedang Iblis...,” gumam Sakuya, melangkah mundur. “Aku tidak menduga aku akan menemukan apa yang aku cari di tempat ini, tapi...”

“Aaaaaaaaaah!”

Salah satu anggota peleton kedua puluh satu berteriak dan mengayunkan Pedang Iblis berbentuk cakar ke arahnya. Sakuya pun juga mengeluarkan teriakan perang saat dia mengerahkan senjatanya untuk menghadapi serangan itu. Cakar besar itu hancur, seolah-olah itu tersambar petir.

Suara yang menggelegar menggetarkan pepohanan, dan Pengguna Pedang Suci itu jatuh ke tanah.

“Sepertinya kau tidak bisa berbicara, ya.”

Sakuya segera merubah posisinya, waspada terhadap satu orang lagi yang memegang Pedang Iblis. Tidak, masih ada lebih dari satu dari mereka yang berada di sini. Sakuya bisa merasakan adanya kehadiran orang lain di belakangnya dengan sangat jelas. Itu adalah kapten peleton kedua puluh satu, Regil Deusca. Dia berjalan dengan susah payah ke arah Sakuya tanpa memiliki kesadaran, menyeret Pedang Iblis berbentuk cambuk di belakangnya.

“Apa kau mengkonsumsi Pedang Suci?” tanya Sakuya. Tentunya, dia tidak mendapatkan tanggapan.

Pengguna Pedang Iblis lainnya terhuyung-huyung ke depan, mungkin berniat megepung Sakuya. Mengahadapi situasi di mana dia tidak punya pilihan selain melawan, Sakuya mengangkat Raikirimaru.

“Aku akan menyelesaikan ini sebelum Regina dan yang lainnya tiba.”

Pedangnya menjadi hitam dan miasma mulai merembes dari lengan Sakuya. Sebelumnya, dia bilang dia ingin pergi duluan dengan alasan bahwa orang lain hanya akan menghambatnya, tapi kebenarannya tidaklah demikian. Sakuya tidak bisa membiarkan siapa pun melihatnya seperti       ini.

“Pedang Iblis, Yamichidori...”

Para Pengguna Pedang Iblis yang ada di situ langsung tampak kebingungan melihat perubahan yang tiba-tiba terjadi pada mangsa mereka. Secara naluriah, mereka bisa tahu bahwa apa yang mereka hadapi jauh lebih hebat dari sekadar Pedang Iblis.

“Aku akan mengalahkan kalian sebelum anggota kelompoknya lainnya tiba di sini,” sumpah Sakuya, dengan suara yang lembut.

---

Melayang di udara, Leonis menatap Kuil Dewi.

“Aku, Leonis Death Magnus, penguasa Necrozoa, memerintahkanmu, Kuil. Bukalah gerbangmu di hadapanku!” Dengan suara yang nyaring, Leonis menyatakan itu sambil mengacungkan lengannya.

“...”

Namun, piramida hitam itu tidak bereaksi apa-apa.

Tsk, jadi tidak bisa, ya...!

Kurang lebih, Leonis memang sudah menduga hal tersebut.

Tidak ada seorang pun yang bisa memerintah Kuil Dewi kecuali Raja Undead. Dan orang yang membangun kuil tersebut seperti itu adalah Leonis sendiri. Karena saat ini dia berada dalam tubuh anak laki-laki berusia sepuluh tahun, jelas bahwa bangunan itu tidak lagi mengenalinya sebagai Raja Undead.

Tsk, sungguh perangkat yang tak fleksibel!

Marah karena ketidakpatuhan kuil terebut, Leonis mengarahkan Tongkat Penyegel Dosa ke arah kuil.

“Bukalah gerbangmu! Mantra tingkat delapan—Al Gu Belzelga!”

Booooooom!

Leonis menembakkan bola api yang menghasilkan ledakan hebat pada kuil itu. Lidah dari api merah menjalar di sekitar bangungan sakral itu. Angin bertiup, dan bara api menghujani hutan. Sihir yang baru saja Leonis lepaskan adalah mantra api terkuat, sihir yang bahkan bisa membakar naga merah yang memiliki ketahanan terhadap api.

“...Tidak berefek apa-apa juga, ya...”

Tidak banyak goresan yang terbentuk di dinding piramida itu. Bagaimanapun juga, Kuil Dewi adalah bangunan terkuat yang pernah dibangun oleh Leonis. Bahkan ketika pasukan manusia memporak-porandakan Necrozoa, mereka tidak bisa menghancurkan kuil tersebut.

“...Untuk melakukan ini akan memakan waktu yang cukup lama, tapi aku tidak punya pilihan lain.”

Leonis menghela napas dan mulai merapalkan mantra lain. Dia meluncurkan tiga bola api sekaligus, yang mana semua mantra itu adalah mantra tingkat delapan. Tapi tidak lama setelah dia melakukan itu, puncak piramida mulai mengeluarkan sinar mana.

“...Apa?!”

Kilat yang menyilaukan bersinar, dan seberkas cahaya terbang melesat ke langit, menembus awan gelap. Cahaya itu kemudian terbagi-bagi di udara, lalu semua cahaya itu terbang ke bawah, memusat ke arah Leonis.

Vwooooooooooon!

Rua Meires!”

Leonis segera mengerahkan mantra pertahanan.

Itu sistem pertahanan otonom kuil...!

Yang ini juga merupakan sesuatu yang Leonis buat, tapi dia belum pernah menerima serangan itu sebelumnya, Dia benar-benar telah lupa soal itu.

Vwooon! Vwooon! Vwooon!

Sinar-sinar itu terus menyerangnya.

Penghalang titik daya tidak akan cukup untuk menahan ini!

Sinar-sinar itu terbuat dari mana yang seribu tahun lalu Raja Undead tuangkan ke dalam krsital. Sekarang setelah dia berada di tubuh anak kecil, apalagi kekuatannya sangat terbatas, dia tidak akan bisa mengatasi sinar-sinar yang menyerangnya itu.

Dibuat kewalahan oleh badai serangan mana, Leonis dijatuhkan ke tanah.

“Kalau gitu bagaimana dengan ini? Vira Zuo!”

Leonis melepaskan mantra gravitasi tingkat delapan ke kakinya. Tanah di bawahnya langsung meliuk, membentuk lubang raksasa.

Brrrrrrrrrrrrr!

Tanah langsung hancur seketika, dan Leonis jatuh ke reruntuhkan Necrozoa. Lebih banyak sinar cahaya jatuh ke permukaan di atas, menciptakan ledakan besar. Mekanisme pertahan Kuil Dewi tidak akan menyerang Necrozoa itu sendiri.

Sepertinya untuk saat ini aku berhasil lepas dari serangan itu.

Sistem yang Leonis sendiri yang merancangnya hampir saja menjadi kehancuran untuknya. Penguasa Kegelapan itu kemudian menggunakan mantra pengontrol gravitasi untuk memperlambat kejatuhannya. Begitu dia mendarat, Leonis menyalakan ujung Tongkat Penyegel Dosa dan melihat sekeliling.

“Apa...?”

Kristal besar memblokir jalan ke ruang besar. Dan di dalam kristal itu, ada banyak sekali monster.

“Ini inti Sarang Void...”

Ratusan hingga ribuan Void terbaring tertidur. Jika mereka semua menetas sekaligus, itu akan menjadi malapetaka bagi Assault Garden Ketujuh.

“Monster-monster bodoh yang telah kurang ajar menduduki kotaku...,” gumam Leonis, marah.

Meskipun dia ingin memusnahkan semua hama-hama itu sekaligus, tapi priortiasnya saat ini adalah menemukan siapa orang yang mengaktifkan kuil.

“Hoooh..., aku penasaran ada ribut-ribut apa di sini..., tapi rupanya ada bocah manusia berhasil menyelinap masuk ke sini, ya.”

“...?!”

Suara geli dari seorang pria tua bergema dari suatu tempat jauh di dalam kegelapan.

---

“...Cahaya apa yang barusan itu?!” Elfine mengangkat kepalanya dalam keterkejutan.

Seberkas cahaya melonjak dari puncak piramida, kemudian terbagi menjadi sinar-sinar yang tak terhitung jumlahnya dan jatuh dari langit.

“Leo...,” gumam Riselia, melihat cahaya itu dengan cemas. Namun, dia tidak bisa pergi untuk mengikuti Leonis. Mereka harus tinggal di situ untuk sementara waktu sampai Silesia selesai menyembuhkan Delcea.

Saat ini akulah satu-satunya orang yang bisa mempertahankan tempat ini.

Leonis mungkin menyuruhnya tetap tinggal di situ karena dia mempercayai pengikut vampirnya itu. Riselia teringat kembali pada Muselle yang jiwanya telah digerogoti oleh Pedang Iblis. Pedang Suci Muselle yang biasa-biasa saja menjadi Pedang Iblis yang bisa memanipulasi banyak orang. Jadi jika Pedang Suci dari seorang andalan seperti Liat sang Singa Api telah dirusak, tidak ada yang bisa tahu situasinya akan menjadi seberbahaya apa.

“Mengapa seorang seperti Liat sampai melakukan ini...?” gumam Riselia, kebingungan.

“Kupikir aku bisa mengerti mengapa dia mencari kekuatan itu,” jawab Elfine. “Dia adalah orang yang paling menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang telah terjadi enam bulan yang lalu. Rasa bersalahnya karena tidak mampu melindungi rekan-rekannya membuat merasa bertanggung jawab, jadi dia mengirimkan dirinya sendiri ke dalam pertempuran. Namun kekuatan yang dia inginkan, kekuatan untuk melindungi segalanya, tidak bisa dia temukan di sepanjang pertempurannya...”

Elfine kemudian terdiam.

Whoooooosh!

Api menghanguskan pepohonan yang berada di depan kelompok itu. Dan saat pepohonan itu terbakar habis, Riselia dan yang lainnya bisa meliaht sosok seorang pria mendekati mereka. Di tangan pria itu, ada pedang yang diselimuti oleh api yang membara.

“...Uuuoooo... Graaaaah...!”

“Liat!” teriak Elfine dan bangkit berdiri. “Selia, aku akan menyokongmu.”

“Ya. Silesia, bawa Delcea ke tempat yang aman.”

“...Aku mengerti!”
                                                     
Meraung layaknya binatang buas, Liat mengayunkan Pedang Iblisnya.

---

“Ooh, cuman anak kecil, ya. Apa kau tersesat?”

Menatap anak lelaki yang tampak gemetaran dalam kegelapan, undead tua itu tersenyum riang. Bagaikan predator yang sedang mempermainkan mangsanya, dengan perlahan, dia berjalan mendekati anak lelaki itu.

“T-Tempat apa ini...? Siapa kau?” Leonis mundur selangkah, kakinya gemetar ketakutan.

“Ini adalah bangunan sakral yang diperintah oleh Penguasa Kegelapan. Tapi sekarang, tempat ini telah direduksi menjadi sarang bagi makhluk-makhluk kehampaan.”

“Sarang Void... Seluruh tempat ini adalah Sarang?”

“Ya. Dan sebentar lagi, raja yang memerintah atas semua Void akan bangkit.”

“Raja Void.... Maksudmu Void Lord?” Leonis mencoba bergerak mundur lebih jauh, tapi kemudian dia menyadari bahwa punggungnya sudah menekan dinding.

“Ya. Semua Pedang Suci kalian akan menjadi Pedang Iblis, dan kalian akan menjadi korban untuk kebangkitan sang raja.”

Snap... Snap, snap, snap...!

Punggung Zemein berkerut aneh. Punggungnya kemudian membengkak, dan setelah itu muncul enam lengan dari punggungnya.

Whoooosh!

Salah satu lengannya itu melesat ke depan, mencekik leher Leonis yang ramping.

“...Ugh!”

“Raja Undead, Leonis Death Magnus, akan bangkit kembali di dunia ini dan menguasai Void!”

“Raja... Undead...?” Leonis tergagap, berjuang mati-matian untuk membebaskan diri. “Apa yang kau..., rencanakan...?!”

“Pengetahuan seperti itu tidak ada gunanya kau ketahui ketika kau akan mati.”

Cakarnya mulai menusuk leher Leonis.

“...Ugh... Ah... Aaaah... Nngh...”

Leonis meronta mati-matian untuk melepaskan diri, tapi lengan layaknya kaki laba-laba dari undead itu menahan perlawanannya.

“Ya, teruslah meronta-ronta. Hiburlah aku untuk beberapa saat lagi. Asal kau tahu saja, tidak  ada sesuatu yang lebih kusukai dari mendengarkan jeritan manusia yang berada di ambang kematian. Apalagi, ketika jeritan itu berasal dari anak laki-laki yang lugu dan polos sepertimu...”

Wajah pria tua yang mengerikan itu berkerut kegirangan, dan dia tertawa terbahak-bahak. Cakarnya menusuk semakin dalam ke leher Leonis.

“Ooh, lugu dan polos, ya?”

Anak lelaki itu tiba-tiba melontarkan tawa geli.

“...A-Apa?!” Mata Zemein sontak melebar dalam keterkejutan.

“...Hahahaha... Hahahaha...,” Leonis terus tertawa geli, meskipun dia masih dicekik. “Kau benar-benar sangat menyukai sesuatu seperti ini, ya? Sekarang rasanya jadi semakin sulit bagiku untuk menahan tawaku.”

“S-Siapa kamu?!” Zemein membentaknya.

“Diam. Dan cepat singkirkan tanganmu yang menijijkkan itu dariku...”

Slash!

Bayangan di bawah kaki Leonis menyerang layaknya cambuk, memutuskan lengan yang terlihat seperti kaki laba-laba yang mencekiknya.

“Aaaaah! Apa yang kau lakukan?!” Perwira Staf Kegelapan jatuh ke tanah, menggeliat dan menjerit kesakitan.

Di sisi lain, Leonis memandang rendah pria yang menggeliat menyedihkan itu.

“Maaf. Sebenarnya aku ingin terus melakukan ini sedikit lebih lama lagi...” Bibir Leonis meleungkung membentuk seringai kejam. “Tapi semua lelucon berakhir di sini. Apa yang kau lakukan, Zemein?”



close

Post a Comment

Previous Post Next Post