Bab 7
Keresahan X Festival Musim Panas
Pada akhirnya, secara paksa aku dibawa pergi oleh Shigure dan datang ke festival untuk melihat pertunjukkan kembang api. Tepi sungai tempat festival diselenggarakan sudah dipenuhi dengan jejeran kios-kios bahkan sebelum matahari terbenam, dan sudah ada cukup banyak orang juga yang berkumpul di sana. Mulai dari anak kecil, keluarga, sekelompok teman baik yang seumuran, dan tentunya..., sepasang kekasih.
Semua orang yang ada di sini terlihat bersenang-senang. Tapi, dengan melihat kebahagiaan mereka..., suasana hatiku justru menjadi lebih muram. Harusnya, hari ini, aku datang ke sini bersama Haruka seperti mereka——
“Uoogh?!”
Tiba-tiba, Shigure menarik lenganku dan membuatku hampir terjatuh.
“Kamu ngapain sih?”
“Kamu yang ngapain berdiri di tengah jalan seperti itu? Ayo, kita pergi ke kios-kios yang ada.”
“Iya, iya, tapi tidak perlu sampai menarikku juga.”
Entah mengapa, hari ini Shigure lebih energik dari biasanya. Apa dia ini memang sebegitu sukanya dengan festival?
“Waaah, pemandangan ini membuatku nostalgia. Sungguh, sedari dulu selalu saja ada banyak kios ya di festival.”
“Yah, bagaimanapun juga ini adalah momen yang bagus untuk menghasilkan banyak uang di tahun ini. Terutama bagi mereka yang kerjaan sehari-harinya membuka toko atau kios.”
“Oh begitu. Jadi ini seperti mereka menjual stok yang masih tersisa di kios mereka ya. ...Ah! Onii-san, coba lihat itu!”
Shigure menunjuk ke arah salah satu kios yang berjejer, kios yang memiliki tulisan ‘permen apel’ di tenda merah.
“Permen apel! Ada yang jual permen apel!”
“Kau ini anak kecil apa? Ini ‘kan festival, jadi sudah sewajarnya ada yang jual permen apel.”
“Lah kok responmu begitu? Lantas apa kau orang tua? Aku ini suka permen apel, jadi ayo kita beli.”
Hadeh, permen apel, ya. Aku pribadi sih tidak terlalu menyukainya, soalnya memakannya cukup sulit.
Oh iya..., seingatku, Haruka juga bilang kalau dia menyukai permen apel.
Saat ini..., apa ya yang sedang dia lakukan?
Apa dia sedang makan malam dengan produser film?
Kalau misalnya, produser film itu tertarik untuk merekrut Haruka..., apa Haruka benar-benar akan membuat debut filmnya? Bagaimana bisa segala sesuatunya jadi begini hanya dalam waktu kurang dari dua minggu...?
Saat aku tengah melamun seperti itu, lagi-lagi Shigure menarik lenganku dengan kasar.
“Uogh!”
“Ayo cepetan!”
“Aku enggak, kamu aja yang pergi beli sendiri.”
“Gak bisa gitu, aku tidak akan bisa membelinya kalau gak ada kamu.”
“Hah? Memangnya kenapa?”
“Soalnya aku lupa membawa dompetku.”
“Haaaaah?!”
Ini orang gak waras apa gimana? Dia sendiri yang sangat antusias untuk pergi ke sini, lantas mengapa dia lupa membawa dompetnya?
“Nah, aku tahu kau sudah menyimpan banyak uang di dompetmu untuk kencanmu dengan Nee-san. Jadi, kita akan menghabiskan semuanya hari ini dan bersenang-senang!”
Aku yakin, bukannya dia lupa bawa dompetnya, tapi sejak awal dia memang sudah merencakan ini. Melihat dia menyeringai dan tersenyum nakal, secara paksa aku melepaskan lenganku dari Shigure.
“Jangan bercanda?! Mengapa aku harus mentraktirmu?!”
“Memang apa salahnya? Toh itu uang yang kau simpan untuk kencan yang dibatalkan.”
“Siapa yang bilang dibatalin?! Kencan kami hanya diatur ulang! Lagian ‘kan aku sudah bilang kalau kami akan pergi ke Disney besok! Jadi tentu saja aku akan menghabiskan uangku di sana. Kalau kau memang gak punya uang, ayo pulang saja!”
Mengapa aku harus mentraktirnya ketika aku dibawa ke festival yang tidak ingin aku datangi? Gak bakal sudi aku!
Aku hendak berbalik untuk pulang, tapi kemudian——
“Paman, aku mau beli dua.”
Shigure yang tidak membawa uang meminta permen apel.
Oi, oi, oi, seriusan nih?
“Pacarku yang akan membayarnya.”
“Dua permen harganya 400 yen, Nak.”
Jancukkkkkkk..., ini perempuan benar-benar serius. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat orang meminta dibayarin seacuh tak acuh dirinya. Aku bermaksud mengabaikannya, tapi dia menarik lenganku dan membawaku ke depan kios itu, jadi sulit bagiku untuk berpura-pura tidak mengenalnya. Pada akhirnya, dengan sangat enggan aku mengeluarkan uang dari dompetku.
“Hahahaha, pacarmu cukup iseng juga, ya.”
“Tidak, dia adikku, bukan pacarku.”
“Mm~, rasanya dingin dan manis. Nih, hadiah untukmu, Onii-san.”
“Apanya yang hadiah? Ini ‘kan dibeli pakai uangku!”
Merasa kesal, aku menerima permen apel darinya dengan sikap seolah merampasnya.
“Untuk permen apel ini aku tidak akan mempermasalahkannya, tapi hanya ini saja. Kalau kau tidak punya uang, habiskan saja waktumu di sekitar sana sampai pertunjukkan kembang api dimulai.”
“Oh, Onii-san, lihat itu, ada permainan menembak. Aku belum pernah menembak sebelumnya, jadi aku ingin mencobanya.”
“Hei, kau dengar tidak apa yang barusan kubilang?”
“Aku akan ke sana!”
“Pergilah, aku tidak akan membayar apa-apa untukmu!”
“Paman, aku mau mencobanya sekali, nanti pacarku yang bayar.”
Astaga, dia ini benar-benar gak bisa banget dibilangin. Dia kenapa sih hari ini? Aku sampai tidak tahu harus berkata apa lagi melihat perilakunya yang dua kali lebih agresif dan kurang ajar dari biasanya. Apa dia ini memang tipe perempuan yang matre, ya? Tidak, seingatku dia bukan perempuan yang seperti itu. Sejauh ini dia hanya memintaku untuk memberikannya hadiah di hari ulang tahunnya. Namun demikian, ada apa dengannya hari ini?
...Well, aku tidak tahu apa tujuannya melakukan ini, tapi aku tidak akan mengeluarkan uangku lagi untuknya. Dengan pemikiran itu, aku berpura-pura tidak mengenalnya dan melarikan diri dari garis pandang pemilik kios yang sedang mencari [pacar] yang dimaksud Shigure. Karena kali ini Shigure pergi ke kios sendirian, jadi mereka tidak akan tahu kalau aku punya hubungan dengannya,
“Nak, yang mana pacarmu?”
“Oh, tunggu sebentar, aku akan menunjukkan fotonya padamu. Nah, lihat ini, ini wajah pacarku yang sedang tidur. Dia terlihat imut, kan? Aaah, tanganku salah pencet dan fotonya terlampir di pesan ke Nee-san. Aduh, gimana nih?”
Aaaaaaaa?! Sialan, sebegitu gigihnya ya dia ingin aku mengeluarkan uangku!
Kalau sudah begini, aku tidak punya pilihan selain menyerah pada Shigure yang mengancamku dengan pilihan hidup atau mati.
“1 orang 5 peluru, harganya 300 yen!”
Buset dah, mahal banget! Cuman di beri 5 peluru gabus saja, tapi harganya 300 yen?!
Dengan enggan, aku membayar dan memelototi Shigure saat dia mengambil senapan.
“...Aku tidak tahu kalau kamu itu perempuan yang matre.”
“Ya enggak lah. Aku hanya tidak mau membuang-buang uang pribadiku.”
Itu bahkan lebih buruk lagi!
Kalau sudah begini, kurasa aku akan menurunkan sedikit nilai hadiah ulang tahun yang akan kuberikan padanya...
“Baiklah, fufufu, yang mana ya yang mau aku bidik?”
Tanpa menyadari pemikiranku, Shigure yang berada dalam suasana hati yang baik mencari targetnya. Kemudian, dia mengeluarkan suara yang terdengar bahagia ketika melihat boneka binatang yang ukurannya satu kali lebih besar dari bola softbal terduduk di rak hadiah.
“Boneka itu imut banget. Yang itu, boneka yang berbentuk seperti telur berwarna merah muda itu!”
“...Entah mengapa desainnya terlihat unik. Referensi dari makhluk macam apa itu?”
Boneka itu terlihat seperti beruang, tapi juga seperti kelinci..., apalagi tubuhnya berwarna merah muda. Selain itu, bagian kepala boneka itu memakai sesuatu yang tampak seperti helm lokasi konstruksi. Apa itu semacam maskot atau karakter tertentu? Dan yah, seperti yang Shigure bilang, boneka itu memiliki pesona yang unik. Tapi, pertanyaannya sekarang adalah, biasakah Shigure menjatuhkan boneka itu dengan peluru gabus?
“Aku pernah dengar kalau hanya hadiah-hadiah murah yang bisa dijatuhkan di permainan seperti ini.”
“Fufufu, kau terlalu berburuk sangka, Onii-san. Ini adalah acara pertunjukkan kembang api yang menyenangkan, dan ini adalah bisnis yang ditargetkan pada anak-anak, jadi orang dewasa yang baik tidak akan melakukan kecurangan secara terang-terangan seperti yang kau bilang.”
Dengan sikap percaya diri, Shigure berdiri di depan meja panjang yang diatur sedemikian rupa sehingga dia tidak bisa lebih dekat lagi ke rak hadiah (jarak ke rak hadiah kira-kira sekitar 3 atau 4 meter), dan dia mulai mengeker.
Dia pun menarik pelatuk senapannya.
Suara yang indah terdengar saat sebuah peluru gabus ditembakkan dari senapan itu. Tapi, karena senapan itu tidak memiliki ulir* dan peluru gabus tidak memiliki bobot, peluru yang Shigure tembakkan tidak terbang lurus.
[Catatan Penerjemah: Ulir adalah alur spiral pada bagian dalam laras senjata api. Ulir berfungsi sebagai penyeimbang proyektil dengan cara memutarnya untuk meningkatkan akurasi dan kestabilan aeorodinamis proyektil.]
Tembakan pertama dan keduanya tidak mengenai boneka binatang yang dia bidik dan hanya melewati rak hadiah. Tembakan ketiga dan keempat mengenai boneka itu, tapi peluru gabus itu terpental dan boneka itu tidak bergeming sedikit pun. Di tembakan kelima—pelurunya mengenai kotak kecil berwarna merah bertuliskan ‘rumput laut asam’ yang diletakkan di sebelah boneka itu, dan terjatuh.
“Yap, jackpot. Kau seperti penembak jitu saja nak bisa mengenai target sekecil itu.”
“Onii-san, menembak itu..., seperti kehidupan ya.”
“Apa maksudmu?”
“Aku bisa mendapatkan apa yang tidak aku inginkan, tapi aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku inginkan.”
“Ya ‘kan tadi aku sudah bilang padamu lebih baik gak usah mainin ini. Permainan semacam ini dirancang untuk hanya bisa menjatuhkan hadiah yang murah saja.”
Mendengar obrolan kami, paman pemilik kios menembak langsung menyela.
“Hei, kalian berdua, jangan berbicara seolah-olah aku melakukan hal yang buruk. Keluargaku sudah menjalankan kios menembak ini sejak generasinya ayahnya ayahku, jadi kami tidak akan curang. Bahkan kami juga sudah beberapa kali rugi loh.”
“Apa iya? Tapi tadi boneka yang kubidik sama sekali tidak bergeming meskipun aku mengenainya.”
Oi, oi, oi, Shigure-san, bisakah kau berhenti bersikap seperti itu pada seseorang yang tatonya bisa terlihat melalui celah di kerah pakaiannya?
Aku panik, tapi paman pemilik kios hanya menghela napas.
“Kau hanya tidak tahu cara menembak yang baik, nak. Baiklah, coba kau minggir sedikit.”
Paman pemilik kios berdiri dari kursi pipa sambil membawa senapan dan berdiri di samping Shigure. Kemudian, dia mengangkat senapanya. Sejauh ini, apa yang dia lakukan sama seperti yang Shigure lakukan sebelumnya. Tapi, mulai dari situ, ada perbedaan.
Paman pemilik kios itu meletakkan satu tangannya di atas meja panjang dan menggunakannya sebagai tumpuan untuk mencondongkan tubuhnya ke depan, kemudian dia mengulurkan tangannya yang memegang senapan dan mendekatkan moncong senapannya ke batas rak hadiah. Sekarang, jarak dari moncong senapannya ke rak hadiah mungkin sekitar satu meter.
Paman itu mulai membidik dan menarik pelatuk senapannya.
“Yotto~”
“Aah!”
Peluru gabus yang ditembakkan dari jarak dekat yang tidak sebanding dengan jarak Shigure sebelumnya mengenai bagian atas kotak kereta mainan yang ukurannya lebih besar dari boneka binatang yang dibidik Shigure. Tentunya, kotak itu terjatuh dari rak hadiah.
“Lihat? Bisa jatuh, kan?”
“Itu curang! Memangnya boleh mencodongkan tubuh dan meregangkan tangan seperti itu?!”
“Kalau gak boleh maka aku gak akan melakukannya.”
Seriusan? Emang boleh ya kayak gitu?
Meski gambaran umum yang kumiliki tentang cara menembak itu lebih keren dari yang si paman tunjukkan, tapi tidak salah lagi kalau strateginya cukup realistis.
“Apa kau mau melakukannya lagi?”
“Tidak—”
“Ya!!!”
“Nak, 300 yen.”
“......”
Rasanya aku mulai sedikit marah. Lagian, dari tadi terus-terusan aku yang membayar. Sepertinya, Shigure benar-benar berniat untuk bermain-main dengan uang yang kusisihkan untuk kencanku dengan Haruka.
Tapi yah, di liburan musim panas kemarin aku banyak melakukan pekerjaan sambilan, jadi saat ini aku punya cukup banyak uang. Aku juga tidak terlalu merasa keberatan untuk mentraktir Shigure di sini, hanya saja..., lebih daripada jumlah uang yang kukeluarkan, aku merasa seperti aku membuang-buang waktu, peluang, dan sebagainya. Karenanya, aku pun membuat keputusan dan berbicara pada paman pemilik kios.
“Paman, beri kami dua senapan. Aku juga akan melakukannya.”
“Ooh, oke. Itu baru namanya seorang pacar. Kamu harus bekerja sama dengan pacarmu.”
“Tidak, dia bukan pacarku.”
Dengan begitu, aku juga diberikan 5 peluru gabus.
Ya, ini pilihan yang tepat. Jika di sini Shigure berniat untuk memerasku, maka itu bodoh jika aku hanya diam dan menontonnya. Karenanya, aku juga akan bermain, toh aku pribadi pun juga ingin mencoba menembak sekali. Bagaimanapun juga, meskipun hanya mainan, tidaklah aneh jika anak laki-laki menjadi antusias ketika melihat senapan ataupun pedang.
“...Berat juga.”
Saat aku akhirnya diberikan senapan, aku dibuat terkejut oleh beratnya yang tidak terduga. Kupikir senapan ini adalah mainan yang terbuat dari plastik murahan, tapi rupanya senapan ini terbuat dari kayu.
“Aaah, pelurunya masih tetap tidak meluncur dengan akurat ke target yang kubidik.”
Saat aku masih menatapi senapan di tanganku, Shigure sudah memulai tembakan keduanya. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan seperti apa yang paman pemilik kios lakukan sebelumnya, tapi kali ini tembakannya bahkan tidak menyerempat hadiah yang dia bidik. Harusnya sih dia membidik di sekitar hadiah yang dia inginkan, tapi anehnya dia meleset.
“........”
Hmm, begitu ya. Kupikir kurang lebih aku sudah mengerti cara kerja permainan menembak ini.
Aku melirik paman pemilik kios yang telah duduk kembali ke kursi pipanya. Sambil menyilangkan tangannya, dia menampilkan senyum yang tak kenal takut.
...Seperti dugaanku, Shigure dibodohi.
Metode mencondongkan tubuh dan tembak hadiah dari jarak sedekat mungkin.
Pada awalnya, kupikir cara paman pemilik kios menunjukkan kami cara menembak yang benar adalah metode yang masuk akal, tapi karena senapan ini cukup berat, maka itu lain cerita lagi. Bagaimanapun juga, itu tidak mungkin kami bisa menstabilkan bidikan dengan memegang senjata berat ini hanya dengan satu tangan yang diregangkan. Kami harus memiliki lengan yang tebal bagaikan kayu seperti paman pemilik kios jika ingin melakukan itu. Dengan kata lain, srategi itu adalah strategi yang tidak cocok untuk kami.
Dia menunjukkan pada kami strategi yang tidak akan bisa kami eksekusi, jadi dengan begitu kami akan mencoba sekali lagi dan membayarnya. Sedari awal, dia tidak memberitahukan faktor yang paling penting. Dalam hal ini, aku setuju dengan Shigure bawah permainan menembak ini mirip seperti kehidupan.
Faktanya, aku mencoba meniru metode dari si paman, tapi ujung senapanku goyah dan aku tidak bisa melakukan bidikan dengan baik. Dari lima tembakan, empat meleset, dan yang terakhir aku menembak dari posisi yang nyaman seperti ketika Shigure pertama kali melakukannya, dan meskipun peluru berhasil mengenai boneka yang kubidik, momentum peluru itu terlalu lemah dan terpantul kembali.
Strateginya kembali ke titik awal. Ini benar-benar tidak ada gunanya. Ini hanya buang-buang waktu serta uang. Akan lebih bijaksana bagi kami untuk merasa malu pada diri sendiri karena terjebak dalam tipu daya seperti ini dan pergi dari sini, tapi...
Begitu aku sadar bahwa aku berhasil dibodohi, akan sangat menjengkelkan jika aku menerima kekalahanku begitu saja. Meskipun hal yang benar untuk di lakukan di situasi ini adalah pergi dengan tangan kosong, tapi aku tidak menerima gagasan itu.
“Haaah, kalian berdua tidak bisa melakukannya dengan baik. Apa kalian ingin menyerah?”
“Paman, beri kami 2 senapan lagi.”
“Eh? Onii-san, apa kau ini tipe orang yang gak mau kalah di perjudian?”
Mungkin itu benar, tapi..., di sini aku bukannya sama sekali tidak memiliki ide. Aku pun memberikan salah satu dari dua senapan yang kuterima pada Shigure.
“Kau juga akan melakukannya.”
“Eh? Kayaknya aku tidak usah aja deh...”
“Tidak apa-apa, ada peluang untuk menang. Mungkin sih.”
“S-Sungguh?”
“Ya, tidak ada gunananya kita meniru metode yang dilakukan paman itu. Bagaimanapun juga, tidak mungkin otot lengan kita bisa menstabilkan laras senapan ketika kita menembak seperti yang dia lakukan.”
“Kau ada benarnya, soalnya senapan ini cukup berat.”
“Kalau larasnya goyang, tidak mungkin peluru gabus yang bahkan tidak terbang lurus akan mengenai sasaran. Apa yang terpenting adalah menahan senapan ini agar tidak goyah. Seperti ini,”
Sambil mencondongkan tubuhku ke depan di atas meja panjang, aku mengganti tangan yang memegang senapan ke tangan kiriku. Kemudian, kendati meregangkan lengan kiriku ke depan, aku menekuknya, merapatkannya ke sisi kiri tubuhku, dan menarik senapan itu ke tubuhku.
“Pegang senapan dengan tubuh seperti ini, dan tangan dominan lah yang memegang bagian di depan pelatuk. Dengan cara ini, aku bisa mengurangi goyah saat menarik pelatuk, dan bidikan akan lebih stabil...”
Harusnya sih begitu.
Aku percaya pada pemikiranku dan menarik pelatuk senapanku.
Peluru gabus yang kutembakkan tepat sasaran dan mengenai boneka binatang itu secara langsung, tapi——
“Waah, hampir!”
Meskipun aku mencodongkan tubuhku ke depan, karena senapan itu aku tarik mundur ke tubuhku, jadi jarak antara moncong dan hadiah masih menjadi masalah. Peluru gabus itu memang mengguncang boneka binatang yang sebelumnya sama sekali tak bergeming, tapi pada akhirnya, boneka itu tidak terjatuh.
“Sepertinya momentum kekuatan peluru saat mengenai target masih kurang. Gimana kalau sekarang kau melakukan latihan otot sebentar?”
“Kau ini tolol apa?”
Aku menepis uraian Shigure. Sejak awal, aku sudah menduga kalau kekuatan peluru saat mengenai target tidak akan cukup untuk menjatuhkannya. Itulah sebabnya, aku membayar untuk dua senapan.
“Shigure, kita berdua akan menembak secara bersamaan.”
“Aaah! Begitu ya! Jadi kau ingin mengatasi kurangnya kekuatan dengan angka! Tapi, memangnya seperti itu boleh?”
“Ya. Bukankah begitu, paman? Lagian ‘kan kau sendiri yang bilang kalau kami harus bekerja sama.”
Jika di sini paman pemiliki toko mengatakan tidak boleh, maka kami harus menyerah. Karenanya, ini tergantung pada jawabnnya.
Paman itu pun memamerkan gigi yang putih dan tertawa.
“Aku tidak tahu seperti apa di tempat lain..., tapi di sini, sejak generasinya ayahnya ayahku, [boleh].”
Yosh, makasih paman!
“Nah, karena paman bolehin, jadi ayo kerja sama, Shigure.”
“Ya!”
Kami pun segera membidik senapan kami ke arah hadiah yang sama. Kalau situasinya jadi begini, terus terang ini sudah menjadi permainan yang hasilnya sudah bisa dipastikan.
Ukuran boneka binatang yang kami bidik sekitar satu ukuran lebih besar dari bola softbal. Meskipun peluru yang digunakan terbuat dari gabus, karena kami mengenainya dengan dua tembakan sekaligus, tidak sulit untuk membuatnya goyah ke belakang. Setelah boneka itu goyah ke belakang, boneka itu ditarik ke bawah oleh beratnya sendiri dan jatuh dari rak hadiah.
“Yay! Onii-san, kau luar biasa!”
“Selamat.” Ucap paman pemilik kios, kemudian dia menyerahkan boneka binatang itu sebagai hadiah kepada Shigure yang tampak bahagia. “Awalnya, kupikir dia bukanlah pacar yang cocok disandingkan denganmu, tapi rupanya dia cukup pintar. Pria yang bisa menggunakan otaknya dengan baik akan menghasilkan banyak uang di masa depan. Pastikan kau menjadikannya milikmu seutuhnya, nak.”
“Ya, aku tidak akan melepaskannya sekalipun aku harus mengurungnya.”
Tidak, di tempat pertama dia bukanlah pacarku.
“Lihat ini, lihat ini, imut ‘kan?!”
Shigure mengikat boneka binatang yang dia terima ke lubang di ikat pinggang di pinggangnya dan menunjukkannya padaku. Melihat itu, aku ingin mengatakan ‘Kau ini anak kecil apa?!’, tapi ketika aku melihat ekspresi Shigure tampak sangat bahagia, aku jadi tidak ingin mengejeknya.
“Makasih ya. Tadi kau keren banget, Onii-san.”
“~......”
Pipiku terasa memanas mendengarnya memujiku tanpa merasa malu sedikitpun.
...Astaga, apa sih yang sebenarnya kulakukan saat ini? Bukankah ini seperti kami sedang kencan? Di acara pertunjukkan kembang api yang harusnya kudatangi bersama Haruka, bersama pacarku, aku justru——
“Selanjutnya ayo beli permen kapas!”
Tapi sebelum aku punya waktu untuk memikirkan apapun, Shigure menarik lenganku dan mulai berjalan ke kios berikutnya.
“Jadi kau masih berniat menghabiskan uangku, ya...”
“Tentu saja. Oh iya, hari ini aku tidak akan memasak makan malam. Jadi Onii-san, jika di sini kau tidak makan sesuatu, maka hari ini kau tidak akan makan malam.”
...Hadeeeh, dia benar-benar membuatku jadi tidak punya pilihan lain. Yah, kurasa aku hanya harus mengikutinya. Lagian, dia memegang kelemahanku, dan selain itu..., aku tidak mau melewatkan makan malam.
“Kalau gitu, nanti ayo kita beli sate ayam.”
“Boleh tuh, sepertinya akan enak.”
Dan begitulah, kami bermain-main di kios yang ada sampai pertunjukkan kembang api dimulai. Kami dibuat senang dan kesal saat bermain lempar cincin dan katanuki, dan kami juga makan beberapa makanan yang biasanya tidak kami makan seperti permen kapas dan cumi bakar. Hingga kemudian, tibalah saatnya untuk pertunjukkan kembang api dimulai.
Namun, saat aku mendaki pematang di tepi sungai tempat di mana kembang api bisa dilihat dengan baik, aku merasakan dorongan kuat untuk buang air kecil dan bergegas ke toilet, meninggalkan Shigure untuk mengamankan tempat. Di toilet wanita terlihat ada cukup banyak orang yang menganti, tapi untungnya aku tidak perlu mengantri lama di toilet pria.
Setelah menyelesaikan urusanku di toilet, aku kembali ke pematang dan mencari Shgiure diantara kerumunan orang. Ada banyak keluarga dan pasangan di sekitar, jadi aku tidak bisa menemukannya dengan mudah, tapi kemudian Shigure lah yang menemukanku dan memanggilku.
“Onii-san, ke sini!”
“Apa aku masih sempat untuk melihat kembang api?”
“Ya, sebentar lagi akan dimulai.”
“Loh? Mana sate ayamku yang kutitipkan padamu?”
“Apa kau ini bodoh, Onii-san? Itu ayam, jadi sudah jelas kalau ayam itu terbang melarikan diri.”
“Oh, gitu ya...”
......Gitu ya?
“Oh, Onii-san! Kembang apinya sudah dimulai!”
“.........———”
Aku hampir menyadari sesuatu yang terasa aneh, tapi kemudian pikiranku ditenggelamkan oleh kilauan cahaya serta suara yang bergemuruh.
Di atas jembatan yang melintas di tepi sungai, bunga-bunga bermekaran di langit malam yang tak berawan.
Bagaikan buket bunga, satu demi satu dari mereka mekar penuh.
Indah.
Itu adalah kesan jujurku.
Itu adalah apa yang kupikirkan.
Padahal, kukira aku tidak akan pernah berpikir atau memiliki kesan seperti itu.
Aku yakin kalau aku pasti akan menyesal jika datang melihat ini. Aku menegaskan pada diriku bahwa meskipun aku pergi bersama Shigure ke pertunjukkan kembang api yang harusnya aku datangi bersama Haruka, itu hanya akan membuatku tidak nyaman, dan aku tidak akan pernah berpikir bahwa ini akan menyenangkan.
Tapi, saat ini, di tempat ini, aku..., aku bersenang-senang. Aku bahkan merasa bersyukur bahwa aku telah datang untuk melihat pertunjukkan kembang api ini.
Tentunya..., ini semua berkat Shigure. Saat aku diombang-ambingkan oleh dirinya, aku jadi merasa aku akan rugi jika aku juga tidak bersenang-senang, dan dengan begitu aku bermain-main dengannya. Perasaan depresi yang kurasakan tadi siang menjadi jauh lebih ringan. Tap yah, dompetku yang tebal dan berat juga jadi sangat ring—..., tidak, kurasa hanya sedikit ringan.
Dalam hal ini, haruskah aku merasa kesal atau bersyukur?
Berpikir begitu, aku menoleh ke arah Shigure di sampingku, dan kemudian tatapan kami saling bertemu. Soalnya, bukannya menatap kembang api, Shigure justru menatapku. Dia kemudian menampilkan senyuman yang seolah-soelah merasa lega.
“Syukurlah. Sepertinya kau bersenang-senang, Onii-san.”
“...Sepertinya bersenang-senang? Apa maksudmu?”
“Habisnya, ekspresimu terlihat sangat mengerikan ketika kau pulang tadi siang.”
Ucapannya membuatku terkejut.
Soalnya..., harusnya tadi aku tidak menunjukkan ekspresi buruk padanya seperti yang dia maksudkan. Bagaimanapun juga, aku tidak ingin dia melihat sisi diriku yang menyedihkan itu.
Akan tetapi...,
“K-Kamu ngomong apaan sih? Kuakui aku memang sedikit kecewa karena kencanku dan Haruka dijadwalkan ulang, tapi ‘kan besok kami akan pergi ke Disney? Di sana pasti akan jauh lebih menyenangkan. Jadi bukanlah itu justru merupakan hal yang baik?”
“Kau tidak berpikir seperti itu, itulah sebabnya tadi siang wajahmu terlihat seperti akan menangis, bukan?”
Saat Shigure mengatakan itu, di matanya aku bisa pantulan diriku, ——hanya aku.
“Ekspresimu itu sangat mudah untuk dimengerti tahu, Onii-san. Jika kau menunjukkan ekspresi yang seperti itu padaku, aku tidak akan tega mengabaikanmu begitu saja.”
Tak ada keramaian orang, tak ada langit berbintang, tak ada kembang, hanya aku.
Apa yang baik, apa yang buruk, apa yang lemah, semuanya tercermin apa adanya.
“...Heeh, jangan bohong. Padahal kau hanya ingin bersenang-senang dengan membuatku yang membayar semuanya.”
“Ahahaha, jadi niatku ketahuan, ya? Lagian, tidak ada yang lebih baik daripada menghabiskan uang orang tua atau uang orang lain di kios-kios yang ada di festival seperti ini. Pikirkan saja, kau harus membayar 300 yen hanya untuk 5 peluru gabus. Tidak mungkin aku akan rela mengeluarkan uangku untuk sesuatu seperti itu.”
“Tuh ‘kan! Setelah aku bilang gitu..., kau langsung mengakui niat busukmu...”
Aku berniat mengumpatnya, tapi kata-kataku tersendat.
Aku tidak bisa dengan ceria membalas ucapan Shigure yang menampilkan ekspresi bercanda.
Soalnya..., aku tahu, aku tahu bahwa dia berbohong tentang keinginannya untuk memanfaatkanku.
Dia menyadari segalanya.
Dia sadar..., dan dia mencoba untuk menghiburku.
Padahal, Haruka yang merupakan pacarku bahkan sama sekali tidak menyadarinya.
“......”
“Onii-san...?”
“T-Tidak ada apa-apa——”
Bagian terdalam dari tubuhku, hatiku, bergetar. Getaran itu sangat kuat sampai-sampai membuat seluruh tubuhku ikut gemetar, dan aku tidak bisa menghentikannya sekalipun aku mencoba menghentikannya.
Sontak saja, aku langsung berpikir bahwa ini buruk.
Aku harus menghentikannya. Aku tidak boleh membiarkannya meluap keluar.
Tapi——
“Uaaa~~~!!”
“O-Onii-san?!”
Sesuatu yang panas meluap dari dalam diriku. Aku tak bisa membendungnya, perasaan panas itu meluap menjadi air mata dan isak tangis. Perasaan itu adalah perasaan yang kusembunyikan jauh di dalam lubuk hatiku, perasaan yang kuputuskan akan aku bunuh, yaitu perasaan cintaku pada Shigure.
Shigure terkejut melihat penampilanku yang memalukan..., tapi segera, dia memelukku dengan lembut.
Seolah-olah menyembunyikan rasa maluku dari mata orang-orang di sekitarku, aroma yang manis dan kehangatan yang lembut menyelimutiku. Kehangatan itu membuat teringat pada malam di perkemahan. Pada saat itu..., Shigure juga ada untukku. Dia melindungiku. Shigure benar-benar selalu memikirkanku, lebih dari siapapun di dunia ini..., lebih daripada Haruka.
Tapi——
Mengapa...., mengapa aku tidak bisa mengembalikan perasaanku yang sesunguhnya pada cinta yang selalu menyelimutiku saat aku dalam kondisi terburukku?
Mengapa..., aku hanya bisa membunuh cinta yang saat ini meluap-luap dan hampir membuat menjerit?
Itu adalah sesuatu yang harusnya tidak aku pikirkan.
Itu akan menjadi penyesalanku yang tak akan kumaafkan.
Namun demikian, aku tidak bisa tidak memikirkannya.
Aaaaah, mengapa, mengapa...
Mengapa aku tidak lebih dulu bertemu dengan Shigure sebelum aku bertemu Haruka?
Mungkin saat ini, di momen ini, cinta pertamaku..., sudah berakhir.
Waah akhir nya update, makasih min :) lanjut ya :v
ReplyDeleteUwawawaw, pindah haluan
ReplyDeleteWah wah wah
ReplyDelete