Bab 8
Cinta Pertama X Bad End
Melihat saudaraku tiba-tiba menangis sontak membuatku terkejut. Aku tidak tahu ucapanku yang mana yang menjadi pemicu isak tangisnya, tapi tampaknya ucapanku itu telah menyentuh luka saudaraku. Aku buru-buru memeluknya dan mencoba menghiburnya, tapi tangisan saudaraku tidak mau berhenti.
Pemandangan seorang anak SMA yang tak lagi bisa disebut anak kecil sedang menangis di depan publik merupakan hal yang sangat menonjol di festival tempat di mana semua orang tampak bersenang-senang. Dan tentunya, sudah sewajarnya jika kerumunan publik menoleh ke arah kami dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dengan kami.
...Ini buruk.
Seperti yang saudaraku bilang sebelum kami datang ke sini, besar kemungkinan siswa-siswi SMA Seiun juga datang untuk bermain di lokasi festival ini. Ini akan menjadi risiko bagi keseharian kami kedepannya jika kami terus menarik perhatian publik, dan terlebih lagi, itu akan sangat memalukan bagi saudaraku. Yang jelas, kami harus segera pergi ke suatu tempat yang tak terlihat oleh mata publik.
Saat aku memikirkan itu, aku teringat dengan warnet yang tadi kulihat di depan stasiun saat dalam perjalanan ke sini. Aku segera melarikan diri dari lokasi festival sambil menarik tangan saudaraku, lalu pergi ke warnet yang mengklaim memiliki ruang pribadi kedap suara.
Kemudian, kendati memesan kursi reclining, aku memesang ruangan tipe lesehan dengan matras dan mendorong saudaraku masuk ke dalamnya. Setelah itu, aku memesan minuman untuk kami berdua di bar minuman.
Apa itu dirancang seperti itu untuk mencegah supaya cairannya tidak muncrat? pikirku, saat melihat cokelat panas menetes perlahan ke dalam cangkir.
Tapi mengesampingkan soal itu, apa ya yang telah merangsang emosi saudaraku? Aku benar-benar tidak tahu. Bagaimanapun juga, seingatku tadi aku tidak ada mengatakan sesuatu yang khusus kepadanya. Pada akhirnya, aku tidak bisa memikirkan alasannya sampai waktu yang dibutuhkan untuk mengisi cokelat ke dua cangkir kecil selesai.
Aku menghela napas dan kembali ke ruangan yang kupesan, sambil memikirkan tentang bagaimana aku akan memperlakukan saudaraku.
Saat aku membukua pintu ruangan yang sangat ringan untuk diklaim kedap suara, aku melihat saudaraku yang beberapa saat yang lalu ekspresinya kosong mendongak ke arahku.
“Apa kau sudah tenang?”
“......Maaf.”
Matanya merah, tapi tidak ada lagi air mata yang mengalir.
Sepertinya, untuk saat ini badai emosinya telah berlalu.
“Aku ini benar-benar bodoh, bukan? Padahal kencan kami hanya diundurkan satu hari..., dan bahkan umurku sudah tidak bisa lagi disebut anak kecil, tapi aku justru...”
“Kupikir tidaklah aneh jika setiap orang memiliki saat-saat ketika mereka kehilangan kendali atas emosi mereka.”
Di ruangan kecil berukuran sekitar tiga tikar tatami, aku duduk bahu-membahu dengan saudaraku. Saat aku memberikannya secangkir cokelat, aku mencoba untuk menghiburnya.
...Tampaknya, alasan mengapa emosi saudaraku lepas kendali adalah karena masalah tentang saudariku yang mendadak membatalkan kencan mereka, dan salah ucapanku telah membawa kembali kesedihannya itu.
“Mungkin aneh bagiku untuk mengatakan ini, tapi sebaiknya kau jangan terlalu banyak menahan perasaanmu. Aku tahu kau mungkin berpikir bahwa kau seharusnya tidak boleh menghalangi Nee-san yang sedang melakukan yang terbaik dalam karirnya, makanya kamu menekan perasaaanmu, tapi jika kau memang ingin mengatakan tidak, maka kau harus mengatakannya atau kau justru akan lelah sendiri.”
Entah mengapa, itu kedengarannya aneh meskipun aku sendiri yang mengatakannya. Lagian, memangnya aku berhan memberikan nasihat seperti itu kepadanya? Padahal, di dunia ini aku adalah orang yang paling merasa senang saat melihat hubungan antara saudara dan saudariku memburuk.
“...Aku sudah mengatakannya...”
“Eh?”
“Sebenarnya aku tidak bermaksud mengatakannya, aku berpikir bahwa semestinya aku menyemangatinya. Tapi, hari ini aku ingin dia memilihku... Namun sayang, setelah itu aku menyerah. Aku takut dengan kemungkinan jika dia justru tidak memilihku. Aku benar-benar menyedihkan, bukan?”
Mengatakan itu, saudaraku menggaruk-garuk kepalanya.
“Padahal Haruka mengatakan kalau dia ingin menikah denganku, dan dia bahkan sangat mempercayaiku, tapi aku justru tidak bisa mempercayai Haruka, dan lagi-lagi jadi punya pikiran yang tidak-tidak... Sungguh..., aku benar-benar orang yang tidak dewasa.”
Saudaraku mengigit bibirnya sendiri dengan ekspresi pahit seolah-olah mencela dirinya sendiri.
...Di sisi lain, aku sangat terkejut dengan fakta bahwa saudaraku ini pernah menentang saudariku. Dan dengan mengetahui fakta itu... ——Aku tertawa.
“Haha, hahahaha.”
“Shigure?”
“Kau ini kayak orang bodoh aja?!”
Secara naluriah aku tertawa melihat penampilan saudaraku yang mencela dirinya sendiri karena merasa malu dengan perbedaan kekuatan perasaannya dengan kekuatan perasaan saudariku. Seriusan deh, seberapa baik hati sih orang ini?
“Onii-san, apa kau tahu mengapa cincin kawin itu berlian?”
“Setauku, karena itu adalah zat yang sangat stabil, jadi itu disimbolkan sebagai cinta yang abadi.”
“Di masa lalu, ada seorang pria dan wanita yang menjanjikan cinta abadi mereka menggunakan permata itu.”
“A-Apa sih yang mau kau katakan?”
“Mereka jatuh cinta, bersenggama, dan kemudian memiliki dua putri kembar yang sangat cantik seperti ibu mereka. Mereka berempat pun menjadi keluarga dan melalui waktu yang sangat bahagia.”
Saat aku mengatakan itu, kulihat ekspresi saudaraku tampak bingung dengan apa yang sedang aku bicarakan.
“...Tapi, kebahagiaan yang harusnya abadi itu tidak berlangsung lama. Seiring kedua gadis kembar itu tumbuh besar, ayah mereka menghabiskan lebih banyak waktu jauh dari rumah. Lama-kelamaan, sudah menjadi hal yang tidak aneh lagi jika sang ayah pulang larut malam, dan keluarga yang beranggotakan empat orang tidak lagi duduk mengelilingi meja makan bersama. Sampai saat ini pun, kedua gadis kembar itu masih ingat dengan jelas bagaimana ibu mereka memberi mereka makan dan menidurkan mereka, tapi ibu mereka tidak menyentuh makan malamnya dan menunggu ayah mereka pulang. Itu adalah adegan yang terjadi berulang-ulang kali dari hari ke hari. Namun, itu pun juga tidak berlangsung selamanya. Sang ibu yang lelah menunggu melakukan kesalahan dengan membuat orang lain mengisi kesepiannya, dan cinta yang harusnya abadi pun hancur. ——Onii-san, apa menurtmu, ibu adalah orang yang menyedihkan?”
“......Kupikir..., tidak.......”
Oh, sepertinya dia mengerti,
“Ya. Tidak ada hal yang nyaman di dunia ini seperti cinta abadi yang tak akan berubah. Entah itu kata-kata, sumpah, atau bahkan berlian tidak bisa menjamin cinta. Apa yang dikatakan pada momennya, apa yang disampaikan pada momennya, itulah arti cinta.”
[Catatan Penerjemah: Maksud kalimat terakhir itu kata-kata yang diucapkan/disampaikan secara real time.]
Cinta tidaklah abadi.
Berharap dan berjuang untuk membuat ikatan yang ada saat ini terus bertahan adalah apa yang disebut sebagai cinta.
Karenanya, jika seseorang berhenti berharap dan berjuang, wajar saja jika apa yang disebut cinta itu akan memudar.
“Kau membandingkan dirimu dengan Nee-san dan mengatakan bahwa kau menyedihkan, tapi itu justru sebaliknya. Alasan mengapa Nee-san tidak ragu bahwa ikatannya denganmu tak akan goyah adalah karena kau berusaha mati-matian menunjukkan cintamu kepadanya. Tidak peduli berapa kali kau menunjukkan penolakan, pada akhirnya kau akan mencari kategori yang bisa ditoleransi. Itu semua karena dia melihat dirimu yang seperti itu——”
Itulah sebabnya, dia mengerti bahwa kau tidak dapat melarikan diri dari dirimu sendiri.
“Dan alasan kenapa kau tidak bisa percaya pada Nee-san adalah karena dia kurang berjuang. Itu karena Nee-san bahkan belum mengembalikan apapun yang sepadan kepadamu, makanya jeda satu hari pun terasa sangat menyakitkan bagimu. Namun demikian, kau justru mencela dirimu sendiri... Ini benar-benar lucu. Apa memang sedalam itu? Perasaan dari seorang wanita yang bahkan tidak ingin berada di sisimu ketika kau membuat ekspresi seperti itu?”
“Shigure...”
Sungguh, ini benar-benar bodoh, pikirku, tertawa sepenuh hati.
Habisnya—jika aku tidak tertawa, aku justru akan menangis.
Sebelumnya, kupikir aku adalah orang yang paling senang ketika hubungan antara audara dan saudariku memburuk. Tapi ketika aku mengetahui perselisihan diantara mereka berdua, perasaan yang meluap-luap di hatiku justru bukanlah sukacita. Itu adalah perasaan benci yang amat menyesakkan terhadap saudariku.
...Mengapa dia tidak tinggal di sisinya?
Apa dia tahu seberapa besar pria ini menghormatinya sampai hari ini?
Keinginan untuk melakukan skinship. Menyesuaikan jadwal dengan aktivitas klubnya. Sebenarnya, saudaraku ingin lebih banyak menyentuhnya, lebih banyak melihatnya, tapi dia menahan semua perasaan itu, dan sepanjang waktu terus-terusan memikirkan saudariku sampai pada titik di mana dia merasa frustasi.
Seorang pacar yang seperti itu..., menegaskan penolakannya dan memintanya untuk bersamanya hari ini. Bagaimana bisa dia tidak mengerti seberapa terpojoknya saudaraku saat mengatakan itu?
Saudaraku bukanlah orang yang mahir dalam melakukan poker face. Jadi apa sampai sebegitunya dia tidak bisa menyadari apa-apa dari saudaraku? Apa dia tidak bisa mengerti apa-apa dari melihat ekspresi yang pacarnya tunjukkan di hadapannya?
~~~~~~~!
Menjengkelkan, menyebalkan, memuakkan!
Api kekesalan membara di dadaku, dan ekspresiku sepertinya hampir terdistorsi.
Mengapa sih harus dia?
Mengapa bukan aku?
Pemikiran yang penuh dengan kekesalan melintas di benakku.
Jika aku yang ada di posisinya, aku tidak akan membuat saudaraku ini terlihat seperti ini ketika menghabiskan waktunya bersamaku.
Padahal dia hanya bertemu dengan saudaraku ini lebih awal dariku, hanya itu saja, lantas kenapa——
Namun..., apa yang kukatakan ‘hanya itu saja’ merupakan hal yang penting bagi saudaraku.
Dia tidak bisa berpikir bahwa cinta yang pernah dia miliki terhadap saudariku tidaklah ada. Sekalipun hatinya tidak lagi sinkron dengan pemikirannya, dia tidak bisa membiarkannya dirinya berkhianat.
Soalnya, saudaraku adalah orang yang baik hati dan juga lemah. Dia adalah orang yang tidak berani untuk menyakiti orang lain.
Aku benci dengan sisi lemah yang saudaraku miliki itu.
Tapi——
Dari sudut pandang lain, aku menyukainya justru karena dia adalah orang yang seperti itu. Dia orangnya kikuk, pengecut, dan dia bahkan tidak bisa menyakiti orang lain meskipun mereka lah yang salah. Itu sebabnya, karena dia adalah orang yang seperti itu, makanya aku ingin menghargainya. Aku ingin menggunakan semua yang aku miliki untuk mencintainya dan membuatnya tersenyum. Karenanya...
“Onii-san, mengapa kau tidak memberi peringatan pada Nee-san?”
“Peringatan...?”
“Kau harus menegaskan bahwa apa yang dia pikir itu wajar bukanlah hal yang wajar. Tidak peduli meskipun dia adalah orang tidak peka, dia pasti akan panik jika kau melakukan hal-hal selayaknya yang dilakukan sepasang kekasih dengan orang lain selain dirinya, dan dia pasti akan berusaha untuk mendapatkanmu kembali. ...Tentunya, aku bisa membantumu melakukan itu.”
Aku memegang tangannya dan dengan manis membisikkan alasan yang masuk akal seperti itu. Tapi yah, kupikir itu adalah alasan yang mengerikan yang bisa dilihat motif tersembunyinya. Meski begitu, tidak peduli seberapa canggung atau rumitnya itu, saat ini aku ingin menyentuh hati pria ini.
Tapi——
“...Tidak.”
Jawaban yang diberikan kepadaku adalah penolakan yang lebih tegas daripada yang kubayangkan.
---
Itu adalah usulan yang menggoda.
Shigure selalu mengetahui kelemahanku, dan dia juga menerima kelemahanku itu.
Jika aku meng’iyakan usulan darinya..., aku yakin itu pasti akan sangat menyenangkan. Toh aku bisa menikmati perasaan senangnya dicintai dengan premis yang lemah bahwa aku tidak mengkhianati Haruka.
Ya, sama seperti ketika aku menghibur diriku dengan melihat Shigure sebagai Haruka saat kami berkemah di pantai.
Tapi, aku tidak mau itu.
“...Tidak. Jangan beri aku usulan itu.”
“...Begitu ya. Yah, lagian motif tersembunyi yang kumiliki terlihat terlalu jelas bukan?”
Mengatakan itu, Shigure menampilkan senyum nakal.
...Shigure benar-benar memahamiku dengan baik. Tapi, kupikir aku sendiri juga sudah cukup memahami Shigure mengingat kami sudah cukup lama tinggal di bawah satu atap yang sama. Itu sebabnya, aku bisa mengerti, bahwa tidak ada motif tersembunyi di dalam usulan yang dia katakan.
Shigure mengusulkan itu demi diriku. Aku yakin bahwa di balik senyum nakalnya itu, ada cinta yang begitu mendalam untuk diriku. Bagaimanapun juga, berulang-ulang kali dia telah menggunakan setiap kesempatan dan alasan untuk memberitahuku betapa dia mencintaiku. Bahkan di momen ini pun juga demikian.
Cintak bukanlah janji.
Dia bilang bahwa apa yang dikatakan pada momennya, apa yang disampaikan pada momennya, adalah arti dari cinta.
Itu sebabnya..., Shigure selalu sungguh-sungguh. Dia sangat sungguh-sungguh padaku layaknya aku sungguh-sunguh pada Haruka.
Lantas, apa yang sudah kukembalikan pada kesungguhannya itu?
Aku tidak mengembalikan apa-apa.
Dan bukan hanya itu saja, aku justru melhat Shigure sebagai Haruka dan melahap cintanya tanpa pamrih. Setelah melahapnya habis-habisan, aku menghindarinya. Bahkan setelah itu, aku memutuskan untuk membunuh perasaan baru yang muncul di dalam hatiku dan tidak membicarakannya.
Padahal, aku benar-benar tahu bahwa apa yang kulakukan itu justru membuatnya sepi dan gelisah, bahkan mungkin sampai akan menitikkan air mata.
Karenanya, aku tidak lagi ingin memanfaatkan perasaan yang Shigure miliki terhadapku, sekalipun Shigure sendiri mengizinkan itu.
Aku tidak mau lagi menghadapi kesungguhan ini dengan perasaan yang setengah hati...!
“Maaf ya. Sepertinya aku sudah mengatakan sesuatu yang tidak perlu.”
Seolah menyayangkan penolakanku, Shigure melepakan tanganya dari tangan kiriku.
Tapi kemudian, kali ini aku lah yang meraih tangannya.
Mata Shigure sontak melebar dalam keterkejutan, dan ketika aku melihat pantulan diriku di matanya, sisi diriku yang tenang bertanya kepadaku.
Apa kau memahami arti dari kata-kata yang akan kau ucapkan?
Apa kau sudah yakin layak untuk itu?
...Sejujurnya, aku tidak tahu.
Mungkin saja, aku hanya ingin melarikan diri dengan mengambil jalan yang mudah.
Selama aku bisa dibantu untuk melupakan Haruka, kurasa siapapun itu tidak akan menjadi masalah.
Aku bahkan tidak lagi mengenal diriku sendiri.
Tapi..., di dalam kondisi perasaan yang kacau, penuh derita dan kekhawatiran, ada satu perasaan tertentu yang aku berani katakan bahwa itu bukanlah delusi ataupun kebohongan.
Jauh di dalam lubuh hatiku, perasaan itu masih ada.
Itu sebabnya, aku akan menuangkan perasaan itu ke dalam kata-kata.
“Aku juga mencintaimu. Saat ini, di momen ini, aku mencintaimu lebih dari siapapun.”
“————......”
Aku menyampaikannya.
Perasaan yang kusembunyikan.
Cinta yang harusnya tidak boleh aku utarakan.
Untuk pertama kalinya..., aku menanggapi perasaan Shigure.
Ini tentunya membuat Shigure sangat terkejut, tapi...
“......Fufufu, jadi akhirnya kau luluh padaku ya, Onii-san?”
Ujung-ujungnya, dia hanya menampilkan senyum nakal.
Itu adalah pernyataan yang sederhana. Tapi, aku tidak bisa menyangkal bahwa aku menyedihkan, jadi aku hanya mengangkat bahu dan mengakui kekalahanku.
“Ya. Pada akhirnya, dari awal sampai akhir aku tidak bisa mengalahkanmu...”
“Ya iyalah, lagian tidak mungkin seorang pengecut sepertimu bisa menang melawanku. Namun demikian, kau justru memberiku cukup banyak masalah. Ya ampun..., hadeeh...”
Berangsur-angsur, kata-kata kemenangan yang angkuh yang keluar dari mulut Shigure mulai menghilang.
Bahkan, senyum nakalnya pun juga meredup.
Dan tau-tau saja, air mata mulai mengalir dari sudut mata Shigure.
“...Eh...?”
“Shigure...?”
“Eh...? Eh...? ...Ini aneh. Padahal kupikir aku bisa bersikap lebih tenang dari ini, tapi...”
Seolah merasa malu, Shigure menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya.
Tapi, tubuh dan suaranya semakin bergetar——,
“Entah itu janji, status, atau apa pun itu aku tidak butuh... Semua itu bisa kau berikan pada Nee-san... Selama ini, aku selalu, selalu ingin mendengar kau mengatakan bahwa kau mencintaiku...!”
“~~~~!”
Aku mencintaimu.
Itu adalah pertukaran kata yang normal di antara dua orang yang saling mencintai.
Dia..., apa dia sangat menantikan aku mengatakan itu kepadanya?
Dan selama ini, aku bahkan tidak bisa mengembalikan kata-kata itu kepadanya?
Saat aku melihat Shigure menangis, gairah dan cinta yang penah mereda membuncah dari lubuh hatiku.
Tapi kali ini, cinta itu tidak akan berhenti di dadaku.
Saat cinta itu meluap dari dalam diriku, aku memeluk Shigure dengan lembut.
Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluknya.
Dan sepertinya, Shigure juga merasakan hal yang sama sepertiku.
Dia segera meletakkan tangannya di punggungku dan menempel erat padaku seolah-olah dia mencakarku. Rasa sakit dari pelukan yang menginginkanku terasa begitu nikmat dan indah, membuatku merasa ingin lebih dan lebih merasakannya lagi.
“.......?!”
Aku mengecup bibirnya.
Ini adalah ciuman pertama dariku untuk Shigure.
Padahal dia telah beberapa kali menciumku, tapi sejauh ini aku sama sekali belum membalasnya. Karenanya, seolah ingin menebus kesalahanku, aku menuangkan cinta yang tak terkatakan yang meluap dari lubuk hatiku.
Namun, tidak peduli berapa banyak yang aku tuangkan, cinta yang meluap di hatiku tidak habis-habis.
Sesak.
Emosi tumbuh begitu besar di dadaku sampai-sampai aku sulit untuk bernapas.
Ini menjengkelkan.
Bibir kami terpisah dalam setiap tarikan napas, meskipun hanya berpisah dengan jarak beberapa milimeter.
Aku ingin melukiskan cintaku lebih banyak, aku ingin dia tahu lebih banyak lagi cinta yang kumiliku kepadanya.
Didorong oleh keinginan itu, aku menciumnya lebih panas dan lebih dalam.
Tapi kemudian—pada saat itu, adegan di malam perkemahan telrintas di benakku.
Kenangan pahit ditolak setelah menyampaikan kesungguhan cintaku.
Apa saat ini aku mengulangi kesalahan yang sama lagi?
Aku buru-buru mencoba untuk memisahkan bibirku dari bibir Shigure, tapi——
“Jangan berhenti~!”
Shigure memindahkan tangannya ke bagian belakang kepalaku dan menakan kepalaku seolah-olah mengatakan padaku untuk jangan melarikan diri.
Dan kemudian, Shigure ingin mencari hubungan yang lebih dalam lagi.
Dia memakan bibirku, menggosokkan tubuhnya ke tubuhku, intinya menunjukkan cintanya kepadaku dengan seluruh tubuhnya.
Cinta itu langsung menghapus kenangan pahitku dalam sekejap mata.
...Enak.
Menerima cinta yang ditegaskan, serta menanggapi itu dengan memberikan lebih banyak cinta. Aku tidak tahu kalau ini akan membuatku merasa sebahagia ini.
“Shigure... Aku mencintaimu.”
“Aku juga mencintaimu... Mmn~”
——Tentunya..., aku mengerti apa yang saat ini sedang aku lakukan.
Aku juga tahu bahwa tidak ada yang lain selain kehancuran di depan hubunganku dengan Shigure. Bagaimanapun juga, aku punya pacar yang bernama Haruka, Shigure adalah adiknya Haruka, apalagi aku dan Shigure sekarang adalah saudara tiri.
Aku yakin kami pasti akan dikritik oleh semua jenis orang. Baik itu orang tua, teman, kekasih..., mereka semua mungkin akan membenci kami.
Tapi...
Keterikatan kuat yang membuat dunia tempat kita tinggal ini menjadi dua, yaitu [dunia kita sendiri] dan [dunia bersama orang lain], itu adalah sesuatu yang disebut sebagai cinta, bukan?
Aku tidak lagi takut akan semua itu.
Karena apa pun yang terjadi di masa depan, apa pun kesulitan yang menanti, selama ada satu orang yang mencintaiku di sampingku, tidak ada yang lebih baik dari itu.
Selama aku bisa menyampaikan perasaan yang kumiliki ini, apa pun akan aku lakukan.
Ya, saat ini, aku akhirnya berhasil menggapai perasaan Shigure.
Thanks min :)
ReplyDeleteMantap 👍
ReplyDeleteHmmmmmmmmmmmmmmmm
ReplyDeleteRute shigure🥰🥰🥰🥰
ReplyDeleteWah udah sih haruka perahunya karam🙂7
ReplyDelete