Seiken Gakuin no Maken Tsukai Volume 5 - Bab 9

Bab 9
Raja Undead


“Groooooh... Aaaaaaagh!”

Pedang besar yang menyemburkan api mengayun diluncurkan. Untuk menghadapi serangan pedang itu, Riselia segera mengangkat Pedang Darah-nya.

“Selia, menyingkir dari situ!"

“...!”

Riselia melompat mundur beberapa langkah. Segera, tempat di mana tadinya dia berdiri beberapa saat sebelumnya tiba-tiba meledak.

Booooooom!

Ledakan itu menggelegar saat asap memenuhi udara, mengaburkan penghilatan Riselia. Api membakakar dengan ganas, menggulung ke angin dan membentuk angin puyuh. Jika tadi Riselia mencoba menangkis serangan itu, dia pasti akan terjebak dalam ledakan itu.

Apa Pedang Sucinya memang memiliki kekuatan sebesar itu...?!

Untuk memenangkan latih tanding antar tiap peleton, Riselia telah menghafal data-data Pedang Suci dari peleton lain, terutama Pedang Suci yang dimiliki andalan dari suatu peleton.

Pedang Suci milik Liat sang Singa Api, Pedang Prominen, merupakan senjata yang sudah membakar banyak sekali Void. Akan tetapi, sejauh yang Riselia tahu, Pedang Suci itu tidak memiliki kekuatan yang bisa membuat tanah meledak seperti tadi.

“Selia, dia mengkonsumsi Pedang Suci rekannya.” Bola Mata Penyihir muncul dari balik asap dan berbicara mewakili suara Elfine.

“Mengkonsumi..., Pedang Suci mereka?”

“Ya. Aku sendiri merasa sulit untuk mempercayai itu, tapi...”

Angka-angka dan teks yang bersinar mulai berlarian dengan cepat di sekitar bola Elfine. Bola itu menganalisa kemampuan Pedang Suci Liat.

“Ledakan yang tadi itu adalah kemampuan Bom Api milik Gazetta, dan kemampuan Irma adalah...”

Whooosh!

Pedang berapi membelah udara dan dengan cepat mendekati Riselia. Gadis itu segera menghindar dengan jarak yang tipis dimana ujung rambut peraknya hampir dihanguskan. Api adalah serangan yang fatal. Tubuh undead mungkin memang bisa pulih selama dia memiliki mana, tapi memulihkan luka bakar akan memakan cukup banyak waktu.

“Haaaah!”

Riselia mengumpulkan mana di kakinya dan kemudian melepaskannya, menusukkan ujung pedangnya ke depan. Namun sayang, Liat menangkis serangan itu.

Dia kuat! pikir Riselia sambil dengan cepat mundur beberapa langkah.

Sejak masih kecil, Riselia telah mempelajari gaya bertarung pedang para ksatria. Dan akhir-akhir ini, dia berlatih di bawah bimbingan pendekar pedang skeleton, Amilas. Namun bahkan dengan semua pelatihan yang telah dia jalani itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara Liat dan dirinya. Kemungkinan, Sakuya adalah satu-satunya orang yang bisa menandingi pria itu dalam keterampilan mentah.

Kurasa aku tidak punya pilihan lain...

Riselia mengiris lengannya dengan pedangnya, membiarkan tetesan darahnya jatuh ke tanah. Cairan merah itu kemudian membentuk spiral dan dengan cepat menyelimuti tubuhnya. Sesaat kemudian, gauh merah muncul di sekujur tubuhnya.

Gaun Leluhur Sejati—pakaian unik yang hanya bisa dikenakan oleh Ratu Vampir. Rambut perak Riselia memancarkan cahaya mana saat kekuatan meningkat pesat di dalam dirinya. Namun meskipun pakaian itu secara eksplosif menambah kekuatan fisiknya, itu menghabiskan banyak energi sihir. Riselia masih belum bisa menguasai penggunaan item itu dengan baik.

Aku punya waktu paling lama sepuluh detik... Aku harus menyelesaikan ini!

Menendang tanah, Riselia melesat ke depan, melepaskan serangan tercepat yang bisa dia kerahkan ke arah cengkeraman senjata Liat.

Tak gentar, Liat mengayunkan pedang besarnya ke atas, menangkis serangan Riselia.

“Kuh...!”

“Grooooooh...!”

Meraung mengamuk, Liat menurunkan Pedang Sucinya.

Grrrnh! Grrrrrk! Grrrrnnnh!

Tanah mulai bergetar saat suara intermiten ledakan terdengar.

Ini kemampuan Bom Api...!

Menggunakan mana untuk melompat, Riselia menyerang jatuh dari atas.

Rantai Darah!”

Darah yang dicampur dengan mana membentuk ikal yang saling mengunci dan melingkar di sekitar sang Singa Api.

“Hyaaaaah!”

Karena Riselia tidak bisa membunuhnya, jadi dia menghunuskan Pedang Darahnya ke lengan Liat, berniat memaksa pria itu menjatuhkan Pedang Iblis. Pedangnya menancap dalam di bahu pemuda itu,

Aku harus menghancurkan Pedang Iblis itu!

Menarik pedangnya keluar, Riselia kembali menebas, tapi...

Whoooosh!

...Tiba-tiba tubuh Liat terbakar.

“Apa...?!”

“Selia, menghindar! Pedang Iblis itu—”

Sayangnya, Elfine terlambat memberikan peringatan tersebut. Tubuh Riselia dilahap oleh api.

---

“Sialan kau, sialan kau! Lenganku, lengankuuuuuu!” Zemein menjerit, teriakan rasa sakit bergema di gua bawah tanah. “Aku akan membalasmu untuk ini, brengsek... Aku akan memotong-motong tubuhmu dan menjadikannya makanan Pedang Iblis!”

Lima tentakel Zemein yang tersisa menjorok keluar dari punggungnya, merayap ke arah Leonis seperti ular.

“Hmph, karena penampilanku kau jadi memandang rendah diriku, ya? Sepertinya harga dirimu telah merusak kecerdasanmu,” cibir Leonis.

“Lenyaplah...!” pekik Zemein. Tentakelnya yang menggeliat menikam anak lelaki itu.

“Belajarlah dari pengalaman, sungguh makhluk yang bodoh.”

Slash, slash, slash!

Bilah kegelapan keluar dari bayangan di kaki Leonis, dengan mudah memotong tentakel Zemein yang menyerangnya.

“...Ugh... Gyaaaaaah!”

Saat Zemein berteriak kesakitan, Leonis memandang rendah dirinya, “Yah, kupikir memang hanya sejauh ini yang bisa kuharapkan darimu,” ucapnya dengan suara yang dingin. “Satu-satunya hal yang kau pedulikan adalah menggabungkan beberapa makhluk menjadi satu. Kau tidak ada gunanya dalam pertempuran dan suka menggunakan metode yang kotor dan tak beperasaan. Pengikutku saat ini baru berusia lima belas tahun, tapi dia sudah jauh lebih hebat daripada dirimu.”

“N-Nggh... A-Apa...?! S-Siapa kamu...?!” Zemein menjerit, rasa takut jelas terlihat di matanya. Sepertinya sekarang pria tua itu sudah sadar bahwa dia tidak sedang menghadapi anak lelaki biasa.

“Kurasa cukup sampai di sini saja aku bermain-main denganmu, kalau begitu... Hmm?” Leonis tiba-tiba berhenti berbicara.

Memanfaatkan kesempatan yang ada, Zemein mulai merapalkan mantra. “Api kegelapan, berikanlah kekejamanmu untuk menanggung dan menghancurkan musuhku!”

Boooooom!

Ledakan mengguncang gua bawah tanah, menerangi tempat itu.

“Kihi, kihihihihi...! Ini adalah mantra tingkat enam, sihir yang berada di luar jangkauan apa pun yang manusia bisa capai! Itu pasti akan melenyapkan—”

“Hmph. Rapalanmu begitu panjang, tapi apa hanya itu yang bisa kau kerahkan?”

“A-Apa...?!”

Asap menghilang, memperlihatkan sosok Leonis yang berdiri dengan tenang di balik penghalang bayangan. Tidak ada setitik pun kotoran yang menodai seragamnya.

Mel Ziora adalah mantra yang aku buat sendiri. Aku ingin tahu, apa mantra itu memang selemah ini?”

“B-Bagaimana bisa...?” serak Zemein, mundur ketakutan. “A-Apa... Apa yang kau...?!”

“Kau masih belum juga menyadarinya? Ya ampun, kau ini benar-benar bodoh.”

Leonis mengangkat bahunya dan mengeluarkan Tongkat Penyegel Dosa dari bayangannya. “Apa ini sudah cukup supaya pikiran bodohmu bisa sadar?”

“T-Tidak mungkin... T-Tongkat itu! Itu adalah tongkat milik...!”

“Akulah Raja Undead yang sangat ingin kau bangkitkan,” seru Leonis, mengetuk bagian bawah Tongkat Penyegel Dosa ke tanah.

Mel Ziora!”

Bola api yang mengamuk meluncur melewati Zemein dan meledak di belakangnya.

Booooooooooooom!

Semua air yang ada di gua itu menguap sekaligus, memperlihatkan Sarang Void yang sebelumnya terendam. Lutut Zemein langsung tertekuk saat dia menatap kawah yang baru terbentuk di belakngnya, dan kemudian jatuh.

“T-Tidak mungkin... Itu mustahil... Tapi kalau begitu... Bagaimana bisa....”

“Hm?”

“Ini salah... Ini tidak seperti apa yang dewi ramalkan!” teriak Zemein.

“Ramalan?” tanya Leonis dengan ekspresi penasaran.

“Tidak, ini pasti tipuan... Itu tidak mungkin...! Tuanku ada di sini, di Necrozoooooooooa!”

Tubuh pria tua itu membengkak saat miasma mulai merembes dari setiap pori-porinya.

Krak, krak, krak, krak...!

Dengan Zemein sebagai pusatnya, retakan terbentuk di sekelilingnya, dan kemudian..., tubuhnya pecah dari dalam ke luar.

Whoooooooss!

Monster raksasa merobek jalannya dari retakan di udara.

“Hmph, jadi kau juga telah dikonsumsi oleh Void, ya. Tidak, kau sendirilah yang membiarkan dirimu menjadi seperti itu.”

Getaran mengguncang gua itu, dan batu-batu berjatuhan dari atas.

Krak, krak, krak, krak...!

Semua kristal di tempat itu mulai retak, dan kemudian segerombolan Void merangkak keluar dari buaian tembus pandang.

---

“Selia...!” teriak Elfine, suaranya yang nyaring dikecilkan oleh suara ledakan yang menggelegar.

Tubuh Riselia terlempar ke udara, berkelok-kelok saat dia jatuh ke tanah.

“Selia!”

Tanpa memperhatikan bahaya yang ada di sekitarnya, Elfine bergegas ke sisi temannya.

“...Ugh... Kuh...,” gadis muda itu mengerang penuh rasa sakit. “Fine... Larilah...”

Mengabaikan ucapan temannya itu, Elfine menggenggam tangan Riselia dengan erat dan mencoba membantunya berdiri. Elfine kemudian berbalik dan melihat sosok Liat yang dikelilingi oleh api, sosok yang mau dilihat dari sudut pandang mana pun merupakan sosok seperti iblis.

Itu adalah kekuatan yang dia curi dari Pedang Suci Irma...

Pedang Suci Irma memiliki kemampuan untuk menyelimuti tubuh penggunanya dengan angin puyuh yang kuat dan mengepul. Setelah Pedang Iblis Liat memakannya, pria yang dijuluki Singa Api itu jadi bisa membuat angin puyuh yang berapi-api. Liat kemudian mendekati Elfine dengan perlahan, rupanya tampak lebih seperti monster yang tidak manusiawi daripada pemimpin yang gadis itu kenal. Namun anehnya, Liat tidak meluncurkan serangan.

Apa dia berniat memakan Pedang Sucinya Selia?

Elfine menggertakkan giginya. Dia tidak boleh membiarkan Liat melakukan itu. Riselia telah melalui banyak sekali hal untuk bisa mendapatkan Pedang Sucinya, jadi Elfine tidak akan membiarkan Riselia kehilangan Pedang Sucinya!

“Liat!” Elfine berdiri, menjauh dari RIselia, kemudian mengeluarkan pistol yang dia simpan untuk membela diri. Senjata itu dibuat berdasarkan Senjata Elang, sebuah Relik Buatan. Dia dengan cepat menarik pelatuk senjatanya dan menembak. Namun, pelurunya ditelan oleh api yang berputar-putar di sekitar Liat.

Sejak awal, Elfine tidak pernah berpikir bahwa tembakan pistol itu akan berhasil melukai Liat. Lagipula, barang imitasi yang buruk itu tidaklah dapat memberikan banyak kerusakan pada musuh yang sangat kuat. Alasan dia tetap menembak adalah untuk menarik perhatian Liat. Dan seperti yang dia inginkan, Liat berpaling dari Riselia dan mengarahkan tatapan kosongnya yang menakutkan ke arah Elfine.

“Liat, apa ini jenis kekuatan yang kau inginkan?!” teriaknya sambil menembakkan lebih banyak peluru dari pistolnya.

Api di sekitar Liat semakin besar, panasnya menyengat kulit Elfine. Jika api itu melahapnya, dia pasti akan binasa seketika. Namun meskipun dia mengetahui itu, Elfine terus menembakkan pistolnya ke Liat.

“Apa ini jenis Pedang Suci yang kau inginkan...?!”

“Aku...!” sosok bagaikan iblis itu mengerang.

“...?!”

“Pedang Suciku..., tidak bisa..., melindungi mereka...!”

Jelas itu bukanlah suara asli dari pria itu, lagipula bagaimana bisa dia berbicara saat dia dikelilingi oleh api yang menyala-nyala? Salah satu bola Mata Penyihir yang melayang di area itu lah yang telah menangkap kata-kata itu. Jiwa Liat berteriak, jiwanya berseru meskipun saat ini jiwanya sedang dimakan oleh Pedang Iblis.

“Aku hanya..., menginginkan..., kekuatan..., tuk melindungi...!”

“Liat!”

Api yang ganas melonjak, melukis kegelapan malam menjadi merah. Elfine sudah hampir tersendat ke belakang, tapi dia masih tetap bertahan. Semua itu dia lakukan agar dia bisa mendengarkan teriakan jiwa Liat. Pria yang menanggung rasa bersalah atas kematian rekan-rekannya dan menerima kekuatan Pedang Iblis itu sangat ingin menghentikan ini.

Itulah sebabnya dia memberitahuku tentang Pedang Iblis dan suara dewi!

Bola Mata Penyihir berkumpul di sekitar Elfine. Mereka beresonansi dengan teriakan jiwa Liat dan menyampaikan itu pada Elfine.

“Liat, kau...!”

“Diam... Diaaaaaaam....!”

Whoooosh!

Liat mengayungkan pedang besarnya yang berselimutkan api. Tanah hancur berkeping-keping, menerbangkan Elfine ke udara.

“Fine!” teriak Riselia.

“...!”

Jatuh di tanah, jari-jari Elfine menggali tanah. Mimpi buruk yang telah dia alami berkali-kali muncul dari relung bayangan pikirannya. Kenangan akan hari yang mengerikan itu, kenangan akan hari yang menjadi penyesalan terbesarnya.

Tapi aku tidak akan melarikan diri lagi.

Elfine bangkit berdiri untuk menyelamatkan jiwa Liat. Membuang pistolnya, dia menatap lurus ke arah monster yang berdiri di antara pijar-pijar api.

“Groooohhh! Gaaaaaaah!” Liat kembali mengayunkan pedang apinya.

“Ini bukanlah jenis kekuatan yang kau cari!”

Elfine ketakutan, dan yah, itu wajar saja. Namun demikian, dia tetap berdiri teguh. Dia adalah yang satu-satunya orang yang memiliki kesempatan untuk melenyapkan kehampaan yang memakan jiwa Liat.

“Izinkan aku menunjukkanmu kekuatan sejati yang kau cari. Kekuatan dari Pedang Suci!”

Bola Mata Penyihir yang berkumpul di sekitar Elfine mulai mengeluarkan partikel-partikel cahaya.  Cahaya-cahaya itu kemudian menyatu, menciptakan sinar yang intens.

“Mata Penyihir, Perubahan Mode! Sinar Vorpal!” Elfine mengulurkan tangannya dan memberikan perintahnya. “Tembak!”

Cahaya putih yang menyilaukan menerangi area itu. Daya tembak luar biasa yang keluar dari bola-bola itu menelan iblis api itu.

“Waaaaauuuuughh!”

Jeritan Liat terdengar di telinga Elfine.

Gelora cahaya menelan wujud besarnya... Dan kemudian, Pedang Iblis yang berapi itu hancur.

---

“Mereka masih hidup. Apa kau bisa menyembuhkan mereka...?” Setelah memastikan Liat tidak mati, Elfine berteriak ke arah Silesia yang berlari mendekatinya.

“Ya, serahkan padaku,” jawab Silesia.

“...Aku baik-baik saja, tolong fokuslah dulu pada Liat,” erang Riselia sambil bangkit berdiri.

“Eh? Tapi kau terluka parah...,” ucap Elfine, terkejut.

Tadi, Riselia telah menerima serangan langsung dari Pedang Iblis.

“K-Kekuatan Pedang Suciku sedikit melemahkan apinya,” jelas Riselia.

“...Begitu ya,” Elfine masih sedikit ragu, tapi karena Riselia memang terlihat baik-baik saja, dia menerima alasan itu.

Tiba-tiba, bola Mata Penyihir yang melayang di area itu mengeluarkan suara peringatan.

“Apa?!” Elfine segera melihat sekeliling dengan panik. “Void...!”

Sepasang mata merah menatap gadis-gadis itu. Dua pasang, tiga, lima, tujuh..., tiap detiknya muncul lebih banyak lagi.

“Apa mereka menetas...?!”

“Ini buruk...!”

Void muncul dari hutan dengan jumlah yang tampaknya tak ada habisnya.

“...Apa yang harus kita lakukan?”

“Kupikir satu-satunya pilihan kita adalah menerobos melewati mereka.”

Riselia menyeka keringat dari alisnya, mencengkeram Pedang Sucinya di tangannya yang lain. Menerobos musuh merupakan satu-satunya pilihan mereka saat ini. Meski begitu, menghadapi Void dengan jumlah yang sangat banyak tentunya tidak akan menjadi tugas yang mudah, dan membawa Liat yang terluka juga akan semakin memperlambat mereka.

“...Tinggalkan saja aku...,” ucap Liat, terengah-engah setelah dia sadar kembali.

“Liat?!” Elfine segera menoleh ke arahnya.

“Seharusnya... peleton kelima ada sekitar sini... Selamatkan mereka...”                      

“Apa mereka baik-baik saja?!”

“Aku mencuri..., Pedang Suci mereka..., tapi aku tidak..., membunuh mereka...”

“Baiklah. Sekarang kau tidak perlu mengatakan apa-apa lagi,” Elfine berdiri, dan kemudian melihat ke arah Void yang mengelilingi mereka.

“Cepat..., pergi....,” desak Liat padanya.

Namun, Elfine menggelengkan kepalanya. “Aku tidak lagi akan membiarkan rekanku mati karenaku.” Bola Mata Penyihir berkumpul di atasnya. “Kali ini, aku akan menyelamatkanmu.”

Sinar Vorpal berputar.

Vwoosh, vwoosh, vwooosh, vwoosh!

Cahaya yang berkumpul di Pedang Suci Elfine melesat ke depan dan menyapu pasukan Void, membelah jalan untuk mereka.

“...Fine, itu luar biasa!” ucap Riselia, matanya membelalak.

“Aku akan membersihkan jalan. Kita akan menyelamatkan peleton kelima dan keluar dari sini!”

---

“Kihihihihi, kau akan mati kesakitan, bajingan! Berani-beraninya kau mengklaim nama tuanku...!”

Monter raksasa itu mengayunkan tentakelnya ke arah Leonis.

Boooooom!

Tentakel itu menghantam permukaan batu, menghancurkan sekelompok Void kecil yang berada di jalurnya.

“Hmph, tidak kusangka kau akan menjadi Void Lord.”

Leonis berjalan melalui bayangan dan muncul di sisi lain gua. Tubuh Zemein telah berubah menjadi monster raksasa dengan daging yang menggeliat.

“Ini sungguh ironi. Sekarang kau terlihat seperti chimera yang sangat ingin kau ciptakan...”

Saat Leonis memikirkan itu, dia sadar bahwa ketika dia pertama kali melihat Void, bentuk mereka yang menjijikkan mengingatkannya pada karya-karya Zemein.

“Void adalah..., bentuk kehidupan yang sempurna! Inkarnasi dari..., kemungkinan evolusi yang tak terbatas...!”

Mulut terbentuk di seluruh tubuh berdaging Zemein dan terbuka, menembakkan rentetan energi yang mendesis.

Farga!”

Mantra Leonis bertabrakan dengan sinar panas, menciptakan ledakan yang mengguncang gua.

“Mantra tingkat delapan—Sharianos!” rapal Leonis.

Bilah es meluncur ke depan, memotong tentakel Zemein. Namun, tentakel yang dipotong itu dengan cepat langsung beregenerasi, sepanjang waktu merembeskan miasma berminyak.

“Regenerasi itu... Kau mengubah dirimu sendiri menjadi chimera?”

“Kihihihihi, pengamatan yang baik. Tapi, bentuk ini hanyalah sebagian dari evolusiku... Begitu aku bergabung dengan Enam Pahlawan dan Penguasa Kegelapan, aku akan menjadi dewa di dunia ini...!”

“Begitu  ya. Itu sungguh terdengar seperti rencana hambar yang akan dibuat oleh orang bodoh sepertimu,” ejek Leonis.

Zemein berencana menghidupkan kembali Raja Undead hanya untuk menyerapnya.

Tapi yah, itu tidak mungkin untuk bergabung dengan Penguasa Kegelapan.

Veira, Ratu Naga; Rivaiz, Raja Laut; Gazoth, Raja Binatang Buas; dan Dizolf, Raja Amarah. Setiap Penguasa Kegelapan ditentukan oleh kekuatan luar biasa mereka sebagai individu, dan itulah yang membuat mereka berbeda dari Enam Pahlawan yang perlu untuk menyatu dengan dewa. Siapa pun yang mencoba menyatukan diri dengan Penguasa Kegelapan justru akan balik dikuasai oleh mereka.

Krak, krak, krak!

Void yang sangat banyak pecah dari sarang mereka di dasar danau bawah tanah, dan mereka mulai menggeliat ke arah Leonis.

Flamis!”

Raja Undead melepaskan gelombang panas yang membakar makhluk-makhluk mengerikan itu.

“Tsk, mereka lemah, tapi kalau jumlah mereka sebanyak ini...”

Leonis ingin menghancurkan Necrozoa jika itu hanya untuk menyingkirkan Sarang Void yang ada di sini. Namun sayang, Zemein tidak memberinya kesempatan untuk menarik Dáinsleif.

Meski menyusahkan, aku hanya perlu menghabisi mereka semua menggunakan sihir...

Tiba-tiba...

Whoosh, whoosh, whoosh!

...Cambuk bayangan memotong segerombolan Void yang mendekat.

“Apa anda baik-baik saja, Paduka?!” dengan memegang cambuk di tangannya, pelayan pembunuh Leonis muncul dari kegelapan.

“Dari tadi kau ngapain aja, Shary?”

“Maaf, tadi saya sedang membersihkan hama yang merajalela di gudang harta.”

Dia menjepit ujung roknya dengan elegan dan menundukkan kepalanya penuh hormat.

“Begitu ya. Sekarang, urus juga hama-hama yang ada di sini,” ucap Leonis.

“Dimengerti!”

Shary melompat menerjang ke kerumunan Void, mengayunkan cambuk bayangannya.

“Ooooough...!” Zemein mengerahkan tentakelnya lagi.

“Mantra tingkat delapan—Al Gu Belzelga!”

Brrrrr...!

Mantra api terkuat itu membakar segala sesuatu di jalannya.

“Nnghaaaaah!” jerit Zemein.

“Merayap di tanah seperti serangga sangat cocok untuk dirimu.”

Leonis mengangkat Tongkat Penyegel Dosa tinggi-tinggi dan membentuk sebuah altar dari tulang. Berdiri di atas altar itu, dia melihat ke bawah ke arah apa yang disebut sebagai bentuk kehidupan yang semurna. Makhluk itu terlihat sangat menyedihkan dan tak sedap dipandang sampai-sampai Leonis jadi merasa kasihan kepadanya.

Sungguh mengecewakan. Saat melawan Veira aku sangat bersemangat, tapi...

Menginjak-nginjak serangga  menjijikkan itu tidak memberi Leonis perasaan apa-apa.

“Makhluk buruk rupa sepertimu normalnya tidak layak bagiku untuk sampai menarik Pedang Iblisku, tapi...”

Leonis memutar pegangan tongkatnya dan menarik Dáinsleif...!

 

Engkau Seni Pedang untuk Menyelamatkan Dunia, Diberkahi oleh Surga.
Engkau Seni Pedang untuk Menghancurkan Dunia, Dibuat untuk Memberontak Melawan Surga.

Pedang Suci, Disucikan oleh Dewata.
Pedang Iblis, Diberkati oleh Dewi.

 

Demikianlah dekrit jahat Pedang Iblis Dáinsleif.

“Setiap hama yang menyerang kerajaanku akan dimusnahkan tanpa ampun,” ucap Leonis dengan suara dingin.

“Tidak mungkin... Itu... Cahaya itu, itu, aaaaaah...!” teriak Zemein.

Whooooosh!

Tebasan kegelapan yang besar menghantam puast Sarang Void.

---

Cahaya penghancur dari Pedang Iblis pembunuh dewa mencapai sejauh lantai sebelas struktur bawah tanah itu, sepenuhnya memusnahkan Sarang Void. Menatap ke arah jurang besar yang baru saja dibentuk di bawahnya, Leonis menyarungkan pedangnya ke tongkatnya.

“Padukan, bajingan itu masih hidup,” ucap Shary.

“Ya, aku tahu. Aku sengaja tidak membunuhnya.”

Gumpalan daging yang compang-camping menggelepar di tepi jurang, mati-matian berusaha melarikan diri.

“Sekarang, Zemein, aku punya banyak pertanyaan yang mau kutanyakan padamu,” ucap Leonis, dengan kejam menginjak gumpalan daging itu.

“Aaaah... Paduka... Leonis... Kasihanilah saya...”

“Hmph, jadi sekarang kau akhirnya mengerti bahwa akulah sang Raja Undead,” jawab Leonis dengan tatapan dingin. “Jawablah pertanyaanku dengan jujur, dan dengan begitu aku mungkin akan mempertimbangkan untuk mengasihanimu. Apa jawabanmu?”

“Aaaah... Saya mohon, beri saya pengasihan anda, Paduka...,” Zemein memohon dengan amat menyedihkan saat dia berulang kali mencoba dan gagal untuk meregenerasi wujudnya yang hancur.

“Bagus. Kalau begitu, pertanyaan pertama,” ucap Leonis, mengetuk tongkatnya ke tanah. “Apa yang kau dan kelompokmu ingin capai dengan membangkitkan Penguasa Kegelapan dan Enam Pahlawan?”

“Saya hanya berusaha melayani anda... Paduka Leonis! Saya berniat untuk membangkitkan anda kembali...!”

“Begitu ya. Jadi kau ingin mati,” ujar Leonis, membentuk api di ujung tongkatnya dan menodongkannya ke gumpalan daging yang menggeliat.

“Aiiiyaaaaah! Kamiiiii bekerja untuk mewujudkan..., ramalan sang dewiiiiiiiii!”

“Ramalan dewi? Apa yang kau bicarakan—?”

Leonis hanya tahu satu hal yang mungkin terjadi. Ramalan bahwa seribu tahun yang akan datang, di zaman ini, Dewi Pemberontak akan bereinkarnasi. Mungkinkah ada ramalan lain yang tidak dia sadari?

“...H-Hanya beliau yang tahu isi dari ramalan itu... Kami bekerja atas namanya...”

“‘Beliau’ katamu? Apa dia tuan barumu? Penguasa Kegelapan, Iblis dari Dunia Bawah, Azra-Ael?”

“Yang Mulia Azra-Ael... Iblis dari Dunia Bawah...?” gumam Zemein, tampak terkejut.

“Yah, kalau dipikir-pikir, dia adalah pengikut dewi.”

“...”

“Hmm, jadi aku benar, ya. Apa yang dia rencanakan?” tekan Leonis.

“B-Bukan...,” Zemein menjawabnya dengan segera.

“Apa?”

“Orang yang kami layani..., adalah...”

“Paduka!” teriak Shary dari belakang.

...?!

Leonis melompat menjauh saat petir tiba-tiba menyambar gumpalan daging yang menggeliat itu.

“Gyaaaaaaaaa!”

Bola plasma yang sangat banyak melonjak di sekitar Zemein. Setelah mengeluarkan jeritan penderitaan terakhirnya, apa yang tersisa dari pria tua itu hanyalah abunya.

Apa?! Leonis segera menoleh ke arah datangnya petir barusan. Menatap ke bawah dari atas tebing adalah seorang gadis berambut biru mengenakan topeng putih.

“Kau menghalangi pertanyaanku. Siapa kamu?!” tuntut Leonis.

“...”

Gadis bertopeng itu tidak menjawabnya. Dia mengepakkan pakaian putihnya yang panjang, lalu menggambar semacam tanda di udara.

Krak... Krak... Krak...!

Seolah-olah menanggapi apa yang gadis itu lakukan, retakan yang serupa seperti ketika Void muncul mulai terbentuk di sekitar gadis misterius itu.

“...Kau tidak boleh melarikan diri!” Shary secara refleks melemparkan belatinya ke gadis itu. Namun, salah satu celah yang terbentuk dari retakan memakan proyektil itu, dan gadis misterius itu menghilang ke celah lain.

“Siapa dia, Paduka...?” tanya Shary.

“...Hmm, sepertinya dia dikirim untuk mengawasi Zemein,” Leonis mengangkat bahu dan bergumam pada dirinya sendiri. “Aku tidak menyangka bahwa aku tidak memikirkan kemungkinan ada orang lain di sekitar untuk memastikan Zemein tidak membocorkan informasi apa-apa. Ini artinya, Zemein hanyalah pion sekali pakai.”

Leonis kemudian melirik ke bawah. Di tempat di mana Zemein menemui ajalnya, ada pecahan batu hitam berbentuk segitiga.

“Apa ini...?”

“Mungkin kristal mana?” duga Shary.

“Menurutku bukan... Yah, untuk saat ini tidak masalah ini apa. Aku akan menyelidikinya nanti.” Leonis berlutut, mengambil pecahan itu, kemudian melemparkannya ke dalam bayangannya.

Rasa lelah tiba-tiba memenuhi tubuh Leonis, dan kakinya gemetar.

“Anda baik-baik saja, Paduka?” tanya Shary, khawatir.

“Jangan khawatir. Ini hanya efek samping dari penggunaan Pedang Iblis. Aku akan..., tidur di sini sebentar,” jawab Leonis. Penguasa Kegelapan itu kemudian menggosok-gosok matanya dan berbaring di lantai batu gua.

“P-Paduka, b-bolehkah saya menawarkan pangkuan saya sebagai bantal untuk anda?” Shary tergagap, pipinya merona merah.

“Hm? Tidak usah, kau..., pergi awasi Riselia saja...,” perintah Leonis, mengantuk.

“...Dimengerti.”

Saat dia mendengarkan respon Shary yang terdengar kecewa, Leonis membiarkan kelopak matanya yang terasa berat terpejam.



close

Post a Comment

Previous Post Next Post