Saijo no Osewa Volume 1 - Bab 26

Bab 26
Pesta Teh Ojou-sama ②


“Oh iya, Konohana-san dan Nishinari-kun punya hubungan keluarga, bukan?” tanya Asahi-san pada Hinako.

“Ya, Ayahku dan Ayah Nishinari-kun saling kenal.”

“Apa kalian berdua belum ada bertemu sampai akhir-akhir ini?”

“Begitulah, tapi sekarang kami sudah cukup banyak berinteraksi karena kami bisa duduk bersama di pesta teh seperti ini.”

Saat Hinako menjawab begitu sambil tersenyum, Asahi dengan gembira menggapinya dengan “Hmm~” dan melanjutkan, “Entah kenapa rasanya agak mencurigakan? Apa hubungan kalian berdua benar-benar hanya sejauh itu?”

“Oi oi, Asahi, tidak mungkin kan sampai seperti itu.” ujar Taisho sambil tersenyum masam.

“Yah, tapi kan, bisa jadi ada pertunangan di antara hubungan orang tua itu, dan itu suatu hal yang klasik untuk berkembang menjadi sesuatu seperti cinta. Mungkinkah..., kalian berdua sudah memiliki hubungan yang cukup baik?”

Entah bagaimana, aku bisa tahu dari nadanya bahwa itu hanyalah candaan. Asahi kemudian tersenyum dan menatap Hinako, menuntut jawaban darinya. Namun, Hinako tidak mengatakan apa-apa dan menyesap tehnya dengan perlahan.

......Oi.

Kenapa kau tiba-tiba jadi diam?

Itu adalah keheningan yang berarti. Bahkan Asahi-san, yang bertanya dengan bercanda, secara bertahap berubah menjadi serius. Tennoji-san, merasa skeptis, mulai mengerutkan alisnya. Sedangkan Narika, dia menatap kami dengan wajah yang terlihat pucat.

“Tidak kok, erm..., itu tidak benar.”

Karena Hinako tampak sama sekali tidak mencoba ingin menjawab, jadi aku yang menjawab menggantikanya.

“Seperti yang Konohana-san katakan sebelumnya, hanya karena orang tua kami berhubungan bukan berarti kami memiliki hubungan khusus. Selain itu..., aku dan Konohana-san tidak akan menjadi pasangan yang cocok.”

Di satu sisi, seorang putri dari Grup Konohana, yang dikenal oleh semua orang di Jepang. Dan di sisi lain, hanya seorang pewaris dari sebuah perusahaan menengah. Bahkan statusku yang dibuat-buat saja sudah cukup untuk menunjukkan perbedaan kasta di antara kami.

“Yah, kesampingkan masalah cocok atau tidak..., yang lebih peting sekarang, Nishinari-kun, saat ini kau kesulitan dengan pelajaranmu dan sebagainya, kan?”

“Itu benar. Laju materi di Akademi Kekaisaran itu sangat cepat, jadi sebaiknya kau memastikan dirimu telah melakukan semua persiapan dan pengulasan dengan benar sampai kau terbiasa.”

“Oh, Taisho-kun, memangnya kau pantas mengatakan itu? Padahal di pelajaran beberapa hari yang lalu, kau tidak bisa menjawab saat kau ditunjuk untuk menjawab.”

“Oh, hentikan. Mau sampai kapan kau akan mengungkit-ngungkit itu?”

Saat Asahi-san dan Taisho bersenda gurau seperti itu, Narika yang ada di sampingku berbisik padaku saat aku ikut tersenyum.

“Hmm......, dasar pembohong.” bisik Narika, dengan suara yang amat pelan yang hanya aku yang bisa mendengarnya.

Karena dia menekan nada suaranya, dia sepertinya menerima masalah dan mau menutup mulutnya, tapi tampaknya dia masih merasa tidak puas dengan aku yang bekerja untuk keluarga Konohana.

Dan yah, beginilah. Meskipun awalnya aku sedikit cemas, tapi tampaknya pesta teh ini berjalan dengan baik.

Narika tampak telah bisa menyesuaikan diri dengan kelompok ini, sedangkan Tennoji-san, yang terlepas dari hubungannya dengan Hinako, juga selalu bersikap ramah. Aku bersyukur telah mengundang mereka berdua untuk ikut ke dalam pesta teh ini.

Aku merileksikan diri dan kemudian meminum teh yang diletakkan di atas meja.

Lalu, aku menyadari kalau Tennoji-san menatap ke arahku.

“Nishinari-kun. Saat kau sedang minum teh, jangan mulutmu yang didekatkan ke cangkir, tapi cangkirlah yang kau dekatkan ke mulutmu.”

“M-Maaf...”

Astaga, jika aku merilekskan diri, aku malah berakhir membuat kekacauan.

Aku benar-benar perlu merenungkan ini. Karena tidak seperti yang lainnya, aku berada di akademi ini dengan menggunakan identitas palsu.

Lebih baik sedikit menjadi gugup.

“Nishinari, apa kau bersekolah di sekolah biasa sebelum kau menghadiri akademi ini?”

“Iya, Itu sebabnya aku tidak begitu percaya diri dengan etiketku...”

Terhadap pertanyaan Taisho, aku menjawabnya sambil menggelengkan kepalaku.

“Oh iya, saat aku masih kelas 1, aku mendengar dari teman sekelasku bahwa sekolah biasa itu punya banyak sekali kebiasaan yang menarik, Seperti misalnya..., Warikan.”

“Warikan?”

Mendengar pernyataan Asahi-san, Taisho memiringkan kepalanya. Saat aku melihat ke sekeliling, tidak hanya Taisho saja, tapi semua orang juga menunjukkan ekspresi yang bertanya-tanya.

Sepertinya aku harus menjadi pihak yang menjelaskan di sini.

“Warikan adalah saat dimana siswa-siswi harus membayar tagihan di kantin sendiri-sendiri, tapi..., bukankah siswa-siswi Akademi Kekaisaran juga  melakukannya?”

“Menurutku tidak. Biasanya akan lebih cepat bagi seseorang untuk membayarkannya sekaligus.”

“Membayarkannya sekaligus ya..., tapi jika melakukan itu, bukankah itu artinya kau akan membayar dengan jumlah penuh?”

“Yah, jika memang sesuatu seperti agak mengganggumu, kupikir lain kali kau bisa membayar untuk dirimu sendiri... Tapi pada dasarnya sih, kau tidak perlu terlalu memusingkan masalah membeli atau dibelikan minuman. Karena menurutku orang yang mengundangmu ke kafe atau orang yang ingin membayarlah yang harus membayarnya.”

Aku ingin tahu, apakah tidak apa-apa untuk bersikap santai tentang itu..., aku pribadi sih cukup kepikiran jika seseorang membelikanku minuman.

Kupikir warikan itu adalah kebiasaan biasa, tapi tampaknya sesuatu seperti itu tidak tersebar luas di kalangan siswa-siswi di akademi ini.

“Dan juga, ituloh, bukankah ada juga sesuatu yang disebut ngutang dan tidak membayar?”

“Oh iya, ada memang tuh. Yang itu kan, orang yang mengutang itu kemudian akan secara natural mencurinya? Aku penasaran, kenapa sih mereka mencurinya? Kenapa tidak membelinya secara normal saja.”

“T-Tidak, mengutang dan tidak membayar bukanlah kebiasaan...”

Aku segera menyela ke dalam percakapan Asahi-san dan Taisho, dan entah bagaimana berhasil mengoreksi pengetahuan mereka.

Mengutang dan tidak membayar jarang terjadi bahkan di antara kami orang biasa, dan kalaupun itu terjadi, biasanya itu karena sesuatu yang tidak terelakkan. Namun, jika pihak lain tiba-tiba pindah atau menjadi terasing darimu, lupa bahwa dia sedang ngutang, ngutang dan tidak membayar dapat terjadi.

“Tidakkah ada sesuatu seperti kebiasaan-kebiasaan itu di sekolah tempat Nishinari dulu berada? Jika ada sesuatu yang lain, kasih tahu dong.”

“Yah, tentang itu......”

Karena aku tahu bahwa mereka bertanya semata-mata hanya karena rasa ingin tahu, aku mencoba memikirkan sesuatu yang akan menarik bagi Taisho dan yang lainnya.

“Bagaimana dengan istilah aturan tiga detik?”

“Aturan tiga detik?”

Terhadap pernyataanku, Asahi-san memiringkan kepalanya. Sepertinya yang lainnya juga tidak ada yang tahu tentang itu, jadi aku melanjutkan penjelasanku.

“Istilah ini terutama digunakan untuk merujuk pada makanan, yang dimana aturannya adalah jika kau menjatuhkan makananmu, asalkan kau masih dapat mengambilnya dalam rentang waktu tiga detik. kau akan masih bisa memakannya lagi.”

“A-apa- apaan itu...”

“Biar kucontohkan,”

Mengatakan itu, aku mengambil roti panggang dari tengah meja. Karena akan sayang sekali untuk menjatuhkan seutuhnya, jadi aku menggigitnya dan membuatnya menjadi ukuran sepotong.

“Saat kau sedang makan, dan menjatuhkannya seperti ini...”

Aku dengan sengaja menjatuhkan roti ke atas meja dan segera mengambilnya.

“Sesuai dengan aturannya, jika kau bisa mengambilnya kembali dalam rentang waktu tiga detik, kau bisa memakannya lagi.”

“Whoa...itu benar-benar pemikiran yang menarik ya.”

Kau menganggapku tolol, kan?

Tidak, kurasa itu bukan kesan yang menganggapku tolol..., cuman, sejujurnya aku tidak ingin kau terkesan dengan jujur.

Pada intinya, ini adalah cerita normal tentang suatu perilaku yang buruk.

Lalu, saat aku hendak memberitahu mereka bahwa sesuatu seperti ini lebih baik tidak usah ditiru—

“Apakah seperti ini?”

Hinako, yang duduk di depanku, meniruku dan menjatuhkan kue di atas meja. Kemudian, dia mengambil kue itu dan mengunyahnya dengan mulut kecilnya.

“Y-Yah, b-begitulah...”

Semua orang yang berkumpul di sini terkejut karena Hinako Konohana, yang penampilannya cantik dan penuh keanggunan, menunjukkan tingkah yang tidak pantas.

Aku mengiyakan dengan suara gemetar pada Hinako yang tersenyum manis ke arahku.

Pada saat itu, Ehem, Tennoji-san berdehem.

“Orang-orang biasa memang memunculkan beberapa hal yang menarik dari waktu ke waktu..., tapi menurutu, istilah yang disebut aturan tiga detik atau apapun itu, bukan merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan.”

Meletkkan cangkirnya di atas meja, Tennoji-san mengatakan itu.

“Tapi kenyatannya, aku bisa mengerti mengapa mereka berpikir bahwa tiga detik itu mungkin tidak menjadi masalah. Kurasa aku akan mencobanya jika ada kesempatan.”

“Ini bukan masalah kehigienisannya. Itu tidak pantas.”

Tennoji-san menegurnya. Dan kemudian, Asahi-san yang tampak tidak terlalu serius tentang itu, menjawabnya, “Yah, memang sih itu tidak pantas.”

Seperti itu, pesta teh terus berlangung tanpa hambatan.



close

14 Comments